Startup POS Qasir Mulai Ekspansi Regional

Startup pengembang layanan point of sales (POS), Qasir mengumumkan ekspansi regional di Asia Tenggara. Inisiatif ini diluncurkan dengan melihat akselerasi adopsi digital di Indonesia yang tengah memiliki momentum, serta pertumbuhan layanan Qasir yang telah mencapai 4x lipat dalam kurun waktu 12 bulan terakhir. Perusahaan juga mengklaim telah mencapai product-market fit di Indonesia dan ingin membawa pencapaian ini ke ranah yang lebih luas.

Dalam keterangannya CEO Qasir Michael Liem mengungkapkan, “Kami melihat ada kesamaan karakter UMKM di Asia Tenggara dan tingkat kematangan dalam adopsi digital yang cukup tinggi. Berangkat dari perusahaan yang berambisi memiliki global footprints, Qasir akan mulai menyediakan aplikasi untuk UMKM di Asia Tenggara.”

Rencana ekspansi ini diakui telah dipersiapkan sejak lama, CTO Qasir Novan Adrian menegaskan bahwa timnya dari awal sudah memiliki target global, karena itu mereka terus berusaha saling membangun secara personal dan profesional. Dari sisi teknologi juga perusahaan telah menggunakan dan menerapkan teknologi berstandar global dalam operasional bisnisnya.

Michael turut mengungkapkan, Vietnam menjadi salah satu pasar yang menyimpan potensi besar. Belum genap satu minggu setelah resmi diluncurkan di sana, pengguna baru di negara ini hampir menembus angka 2 ribu orang. Dalam mencapai hal ini, timnya mengaku belum menggencarkan marketing apa pun, dengan kata lain hasil ini adalah organik.

Berdiri sejak tahun 2015, perusahaan penyedia jasa layanan kasir digital tersebut telah mencatat kenaikan pertumbuhan pengguna sebesar 60% dari 250 ribu menjadi 750 ribu. Michael juga mengungkapkan target perusahaan untuk bisa menjangkau lebih dari 1 juta pengguna di tahun ini, dan diharapkan 8%-nya datang dari regional.

Pandemi dan akselerasi adopsi digital

Tidak bisa dimungkiri bahwa pandemi sangat berperan dalam akeselerasi digital di negara ini. Menurut data We are Social-Hootsuite, per Januari 2021 ini jumlah pengguna internet di Indonesia naik 73,7% dari populasi Indonesia yang 274,9 juta atau menembus 202,6 juta pengguna. Momentum inilah yang tidak ingin dilewatkan oleh Qasir untuk menjangkau pasar yang lebih besar.

Ekspansi regional memiliki tantangan tersendiri untuk bisnis yang menjangkau target pasar UMKM. Selain perbedaan kultur, literasi, dan adopsi digital yang berbeda di tiap negara juga merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh Qasir. Namun, Michael tidak menganggap hal itu sebagai tantangan, melainkan sebuah pelajaran yang harus diikuti dalam proses mengembangkan bisnis.

Dalam mengembangkan produk POS-nya, Qasir menggunakan konsep pay as you grow atau berbayar seiring bisnis bertumbuh, artinya fitur-fitur yang disediakan bisa didapatkan secara modular. Fleksibilitas yang tinggi disebut bisa membantu bisnis menyesuaikan proses yang dibutuhkan, karena semua kembali pada kebutuhan dan skala usaha.

Terkait fitur, timnya menyebutkan secara teknologi mungkin tidak akan banyak berbeda, lebih kepada tampilannya. Namun timnya akan terus belajar dan berpatokan pada data terkait pengembangan fitur apa saja yang dibutuhkan regional. Di tahun 2020, dalam kurun waktu dari Maret ke akhir tahun, Qasir disebut telah merilis 24 fitur besar, kurang lebih 2 fitur besar setiap bulannya.

Novan turut menambahkan, “Kita memahami bahwa kondisi market tidak selalu sama, terlebih masing-masing POS punya pasarnya sendiri. Kita mencoba mengisi kekosongan dari sisi mikro, karena yang kita lihat masih belum banyak yang masuk ke segmen ini. Terkait fitur, ke depannya akan ada fitur yang kita kembangkan untuk vertikal tertentu.”

Terkait pendanaan, Michael turut menyampaikan bahwa timnya sedang dalam proses penggalangan dana dan sejauh ini berjalan lancar. Ke depannya, dana tersebut akan digunakan untuk pengembangan produk serta memperluas edukasi digital terhadap UMKM di Asia Tenggara. “Kami percaya marketing yang paling baik adalah produk yang baik,” tambahnya.

Application Information Will Show Up Here

The Essentials of Crypto as a Digital Asset

Before the Bitcoin price went public, Lawrence Samantha, who currently serves as Founder & CEO of a cryptocurrency investment platform called “Nobi”, was already interested in studying this digital asset based on blockchain technology. With a programming background, he began to explore the various types of digital currencies until he finally believed that crypto was the most perfect digital asset.

However, behind the perfection of crypto assets, there are many things one must learned in order to understand the whole process. Although crypto assets in Indonesia are currently limited to commodities, there are already several platforms that offer easy ways to profit from various types of crypto assets, one of which is Nobi.

In addition, Lawrence also said some other reasons to encourage people to invest in crypto assets. The decentralized technology on top of the blockchain platform allows users to monitor movements and carry out transactions without intermediaries, in other words, this technology offers a more transparent system. In terms of price, one of crypto’s many variants, Bitcoin, is referred to as the asset with the highest increase over the last 10 years.

Several facts mentioned above will sound tempting to some people. However, with all the advantages it has to offer, it is important to learn the whole practice of crypto as a digital asset.

Risk profile and high volatility

With the high level of security offered, crypto assets are also known to be highly volatile, meaning the price can go up rather quickly and then suddenly drop as well. Then, the question arises, are crypto assets suitable for the market in Indonesia?

Quoting from Coindesk, “Crypto markets are volatile because there’s no central authority to stop them from being so. Crypto asset prices, therefore, can be assumed to represent investor sentiment more fairly. This hints at what a “pure” market could look like.”

Lawrence also said that Indonesia is actually quite behind in terms of crypto assets with only 2% understanding rate, while there are more than 10% of people who have used this product in the United States. Regarding high risk, Lawrence emphasized, “All investments will have high risk if we’re not willing to learn.”

Crypto’s variants

The Ministry of Trade (Kemendag) recorded that crypto asset investors as of May 2021 have reached 6.5 million people with a transaction value of IDR 370 trillion. It has exceeded the number of capital market investors on the Indonesia Stock Exchange. This proves the high interest of Indonesian people to invest in crypto assets.

There are more than 3,000 types of crypto assets circulating around the world, and there will be more in the future. Recently, CoFTRA published a list of 229 crypto assets allowed to use for trading in Indonesia. Some of the popular types are include Ethereum, Dogecoin, Ripple, Stellar and the most used is Bitcoin. There are only 21 million bitcoins worldwide.

Among the many crypto assets with high volatility in circulation, it turns out that there is a category of stablecoin. Quoting from Coinbase, Stablecoins is a digital currency that are pegged to a “stable” reserve asset such as the US dollar or gold. Stablecoins are designed to reduce the volatility associated with non-pegged cryptocurrencies such as Bitcoin.

Continuous lesson

When we started something, there are always some must-followed learning processes. It is similar to when the internet’s first penetration in Indonesia, not everyone understands how to use it. However, as time goes by and the benefits are getting real, people are increasingly interested in learning further.

It is not much different with crypto assets, which are also referred to as investment alternatives in this digital era. In terms of technology, there have been a lot of innovations that have emerged in the last ten years in the cryptocurrency industry. More derivative products are delivered from crypto as digital assets. This shows that the more people who are involved in this industry, the more innovation will be present.

As someone who has studied crypto assets from the beginning, Lawrence advised that everyone who wants to get into crypto asset investing must be willing to learn. Understand the most fundamental in investing and its products [crypto assets]. Recognize its nature and continue to monitor its movements. That goes with the saying that represents if you don’t know it, how would you love it.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Gambar Header: Depositphotos.com

Pentingnya Mempelajari Seluk Beluk Kripto sebagai Aset Digital

Sebelum harga Bitcoin mengudara di publik, Lawrence Samantha, yang saat ini menjabat sebagai Founder & CEO di sebuah platform investasi cryptocurrency bernama “Nobi”, sudah mulai tertarik mempelajari aset digital yang berbasis teknologi blockchain ini. Berlatar belakang seorang programmer, ia mulai mengeksplorasi ragam jenis mata uang digital ini hingga akhirnya meyakini bahwa kripto merupakan aset digital yang paling sempurna.

Namun dibalik kesempurnaan aset kripto, ada banyak hal yang harus dipelajari hingga bisa paham seluk beluk penggunaannya. Meskipun saat ini aset kripto di Indonesia terbatas sebagai komoditas, sudah ada beberapa platform yang menawarkan cara mudah mendapatkan keuntungan dari berbagai jenis aset kripto, salah satunya Nobi.

Selain itu, Lawrence juga mengungkap beberapa alasan lain untuk mendorong masyarakat berinvestasi pada aset kripto. Teknologi desentralisasi di atas platform blockchain memungkinkan pengguna untuk memantau pergerakan dan melakukan transaksi tanpa perantara, dengan kata lain teknologi ini menawarkan sistem yang lebih transparan. Dari segi harga, salah satu jenis aset kripto yaitu Bitcoin disebut sebagai aset dengan peningkatan paling tinggi selama 10 tahun terakhir.

Tentunya beberapa fakta di atas terdengar menggiurkan bagi sejumlah orang. Namun, dengan segala keuntungan yang ditawarkan, penting sekali untuk mempelajari seluk beluk kripto sebagai aset digital.

Profil risiko dan volatilitas tinggi

Dengan keamanan tingkat tinggi yang ditawarkan, aset kripto juga dikenal memiliki volatilitas tinggi, berarti harganya bisa naik tinggi dengan cepat lalu tiba-tiba turun dengan cepat juga. Lalu muncul pertanyaan, apakah aset kripto cocok dengan pasar di Indonesia?

Mengutip dari Coindesk, “Pasar Crypto mudah berubah karena sistem desentralisasi yang menyebabkan ketiadaan otoritas pusat untuk menghentikannya. Oleh karena itu, harga aset kripto dapat dianggap mewakili sentimen investor secara lebih adil. Hal ini mengisyaratkan pasar yang murni”.

Lawrence turut menyampaikan bahwa Indonesia sebenarnya cukup ketinggalan dalam hal aset kripto dengan persentase pemahaman hanya sekitar 2%, sementara di Amerika Serikat terdapat lebih dari 10% masyarakat yang sudah menggunakan produk ini. Terkait risiko tinggi, Lawrence menegaskan, “Semua investasi akan memiliki risiko tinggi kalau tidak ada keinginan untuk belajar.”

Ragam jenis aset kripto

Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat investor aset kripto hingga Mei 2021 sudah tembus ke angka 6,5 juta orang dengan nilai transaksi Rp370 triliun. Besaran angka tersebut sudah melebihi jumlah investor pasar modal di Bursa Efek Indonesia. Hal ini membuktikan tingginya minat investasi masyarakat Indonesia terhadap aset kripto.

Terdapat lebih dari 3,000 jenis aset kripto yang beredar di seluruh dunia, dan akan semakin banyak ke depannya. Belum lama ini Bappebti menerbitkan daftar 229 aset kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia. Beberapa jenis yang sering digunakan antara lain Ethereum, Dogecoin, Ripple, Stellar dan yang paling popular Bitcoin. Bitcoin sendiri hanya ada sejumlah 21 juta di seluruh dunia.

Di antara sekian banyak aset kripto dengan volatilitas tinggi yang beredar, ternyata ada yang berkategori stablecoin. Dilansir dari Coinbase, Stablecoin merupakan mata uang digital yang dipatok dengan aset cadangan yang “stabil” seperti dolar AS atau emas. Stablecoin dirancang untuk mengurangi volatilitas yang terkait dengan mata uang kripto yang tidak dipatok seperti Bitcoin.

Proses belajar yang terus berlangsung

Ketika memulai sesuatu, selalu ada proses pembelajaran yang harus dijalani. Tidak jauh berbeda ketika internet pertama kali masuk ke Indonesia, tidak semua orang mengerti cara menggunakannya. Namun seiring waktu berjalan serta manfaatnya semakin terasa, orang pun semakin berminat untuk mempelajari lebih jauh.

Begitu pula dengan aset kripto, yang juga disebut sebagai alternatif investasi di era digital ini. Dari sisi teknologi, ada banyak sekali inovasi yang muncul dalam sepuluh tahun terakhir dalam dunia cryptocurrency. Semakin banyak produk turunan dari kripto sebagai aset digital. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak orang yang berkecimpung dalam industri ini, akan semakin banyak inovasi yang hadir.

Sebagai seorang yang mempelajari aset kripto sejak awal, Lawrence berpesan agar setiap orang yang ingin terjun ke dalam investasi aset kripto harus mau belajar. Pahami hal yang paling fundamental dalam investasi dan produknya [aset kripto]. Kenali sifatnya serta terus pantau pergerakannya. Seperti pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang.

Gambar Header: Depositphotos.com

Cerita Proses Validasi Pasar Mekari, Mulai dari Sleekr hingga Keputusan Konsolidasi

Di tengah pasar yang kompetitif dan serba tidak pasti, pengusaha dituntut untuk sangat berhati-hati dengan langkah-langkah yang diambil untuk memulai sebuah bisnis. Sebelum berbicara mengenai sustainability atau status “unicorn”, seorang founder harus bisa lebih dulu memvalidasi ide startup mereka.

Terkait hal tersebut Co-Founder & CEO Mekari Suwandi Soh berbagi banyak dalam sesi webinar DSLaunchpad ULTRA pekan lalu.

Dalam perjalanan kariernya, ia sempat menjajal banyak bidang seperti quality assurance, consulting productivity, dan business process improvement. Sebelum pada tahun 2014, ia mulai melihat peluang untuk bisnis software dalam membantu meningkatkan kinerja sumber daya manusia atau human resources (HR) pada perusahaan. Mimpi awalnya adalah untuk mendigitalkan semua proses manual dan repetitif dalam lingkup HR. Ia ingin mengembangkan solusi teknologi untuk mengubah cara kerja HR yang dinilai masih sangat konvensional.

Berawal dari proyek akhir pekan, Sleekr solusi HR berbasis cloud yang awalnya hanya digunakan untuk internal perusahaan, resmi diluncurkan untuk publik di tahun 2015. Selama beroperasi beberapa tahun, platform tersebut berhasil mencapai sejumlah milestone hingga akhirnya memutuskan untuk melakukan konsolidasi dengan beberapa startup yang kini dikenal dengan Mekari.

Fokus pada area kompetensi

Ketika pertama kali melihat peluang dalam industri HR, ada banyak sekali masalah yang bisa diangkat, seperti manajemen kinerja, pelatihan karyawan, gaji, dan sebagainya. Pada saat itu, Suwandi yang masih bekerja full-time di perusahaan sebelumnya merasa tidak bisa mencakup semuanya dalam satu waktu. Maka dari itu, ia memutuskan untuk mengangkat masalah yang paling sering ditemukan dan sesuai dengan kompetensi timnya. Dalam hal ini adalah employee database dan time-off.

“Agak berbeda dengan B2B software, kita tidak bisa melakukan bare minimum. Masalah dalam ranah HR ada banyak, maka dari itu, dalam mengembangkan software ini kita cari masalah yang paling bisa kita build, yaitu employee database, dan yang umum ditemui di semua perusahaan adalah time-off. Setelah itu baru expand,” ujar Suwandi

Karena Sleekr saat itu adalah proyek akhir pekan dan masih bootstrapping, Suwandi sendiri mengaku ada banyak hal yang harus dipelajari untuk bisa sampai pada product/market fit. Dengan jaringan investor, ia belajar menyusun pitch deck dan mulai membuat konsep produk. Setelah mencapai traksi yang signifikan dan diterima pasar, baru ia mulai fokus. Dalam validasi pasar, traksi bisa berupa adopsi fitur dan kemauan membayar atau willingness to pay.

Di masa awal pengembangan produk, Suwandi mengaku ingin lebih dulu menyasar pasar global. Hal ini didasari oleh kecenderungan masyarakat Indonesia yang masih belum mau merogoh kocek untuk solusi teknologi. Namun, seiring perjalanan ia menemukan fakta bahwa ini hanya masalah segmen seperti apa yang disasar.

Mengenai target market global, Suwandi turut mengungkapkan,”Hal itu memang menarik, jarang ada produk SaaS asal Indonesia mencapai hasil signifikan di luar. Namun, yang harus diperhatikan adalah kita harus realistis dengan kompetensi engineering di Indonesia. Jika punya keyakinan dan kompetensi tinggi, maka tidak ada yang tidak mungkin,” tambahnya.

Aktif berinteraksi dengan pengguna

Dalam proses menemukan pasar yang tepat, diperlukan komitmen yang juga kuat. Suwandi mengakui, di masa awal produknya rilis untuk publik, ia juga bekerja sebagai customer support. Ia berinteraksi langsung dengan pengguna dan mengamati setiap prosesnya. Dari situ ia mempelajari kebiasaan pengguna dan fitur seperti apa yang memegang peran dan yang tidak signifikan.

“Kita sebagai founder bisa ambil peran sebagai customer support beberapa lama sampai punya tim yang bisa dipercaya, itu merupakan area yang sangat vital.”

Pada beberapa perusahaan, sebelum mengembangkan produk, akan ada tim yang ditugaskan untuk melihat seperti apa kebutuhan pengguna. Mereka akan menemui sejumlah pengguna dan berdiskusi. Itu merupakan proses validasi yang pertama. Setelah produk dikembangkan, ada banyak alat bantu untuk mendapatkan data. Dari situ akan dilihat isunya seperti apa dan estimasi waktu untuk bisa menemukan product/market fit.

Pentingnya relasi yang baik dengan pengguna kembali dicetuskan Suwandi ketika menjawab salah satu pertanyaan terkait pergerakan inovasi di dunia startup yang serba dinamis, ia mengatakan bahwa sulit untuk bisa menjaga inovasi untuk tidak ditiru oleh pemain lain. Namun satu hal yang penting adalah seberapa besar pemahaman kita terhadap pengguna. “Fitur bisa ditiru tapi pemahaman pengguna susah ditiru.” sebutnya.

Kembali pada visi dan misi

Di tahun 2019, Sleekr meresmikan konsolidasi dengan tiga startup, yaitu Talenta, Jurnal, dan Klikpajak. Ketika itu timnya menyadari bahwa software HR belum menjadi prioritas pada banyak bisnis. Ada kebutuhan lebih mendesak seperti accounting atau pembukuan. Mereka mulai mempertimbangkan bundle yang sesuai dan mencari produk yang juga relevan. Pada saat itu visi mereka bukan lagi fokus ke HR tapi lebih ke business operating system.

Tidaklah mudah untuk menyatukan lebih dari dua perusahaan dengan visi dan misi masing-masing, namun keempat perusahaan ini berhasil menyesuaikan berbagai aspek hingga tercipta satu kesepakatan dengan merek baru yaitu Mekari. Mekari sendiri diambil dari satu kata kerja, mekar. “Kita ingin punya peran aktif membuat UKM di Indonesia empowering the progress of business and its people,” tambahnya.

Dalam proses awal melakukan merger ini, terjadi perubahan dari kompetisi jadi konsolidasi. Untuk menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan, perusahaan melakukan meeting internal untuk membahas visi dan misi. Dalam pertemuan itu, dibahas juga ekspektasi serta komitmen masing-masing. Jadi, ke depannya sudah bisa diproyeksikan seperti apa. Begitu juga dengan yang lain, semua harus disepakati di awal. Suwandi menegaskan meskipun bukan pembicaraan yang nyaman, tapi penting untuk dilakukan sejak awal.

Terkait masa depan Mekari, Suwandi mengungkapkan, “Visi kita adalah menjadi bisnis platform yang bisa memberdayakan bisnis-bisnis di Indonesia. Yang ingin kita capai adalah agar Mekari bisa ada di semua bisnis di Indonesia. Definisi kesuksesan kita adalah ketika pengguna bisa meningkatkan produktivitas operasional bisnis menggunakan software kita.”

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Pasar Mobil Bekas Mendapat Momentum, Garasi.id Perkuat Kolaborasi dengan Sektor Finansial

Perubahan teknologi yang cepat telah mempengaruhi industri otomotif selama beberapa dekade terakhir. Pengaruh media dan perkembangan digital telah secara signifikan mengubah perjalanan pelanggan dalam membeli mobil. Sesederhana konsumen sekarang menghabiskan lebih banyak waktu untuk meneliti secara online sebelum memutuskan mobil apa yang ideal untuk mereka dan pergi ke dealer mobil untuk melakukan pembelian.

Dari semua rangkaian tersebut, yang paling dibutuhkan masyarakat adalah proses online yang lengkap dan juga transparan. Salah satu cara untuk memastikan kesinambungan interaksi dengan pembeli mobil bekas adalah dengan menawarkan sesuatu yang lebih dari sekadar “mobil bekas pilihan”. Untuk mencapai hal ini, ekosistem kepercayaan perlu dibangun dan itu berarti menawarkan produk dan layanan konsumen yang relevan dengan kebutuhan konsumen.

Garasi.id merupakan salah satu perusahaan e-commerce khusus otomotif dengan spesialisasi mobil bekas yang terintegrasi dengan platform marketplace Blibli.  Platform ini melayani mulai dari jual-beli, perawatan, pembiayaan, dan yang terakhir di extended warranty untuk mesin dan transmisi.

Pandemi beserta PSBB sangat berpengaruh bagi aktivitas jual beli mobil bekas tidak terkecuali Garasi.id. Keterbatasan mobilitas mengakibatkan terhambatnya konsumen yang ingin melihat mobil secara kunjungan langsung. Namun, hal tersebut juga membawa dampak positif pada kenaikan transaksi unit kendaraan hingga 89% selama pandemi, serta kenaikan hingga 225% untuk transaksi Jasa-Servis, berdasarkan data internal Garasi.

Industri mobil bekas di Indonesia sendiri sedang mendapat momentum, salah satu platform marketplace mobil bekas yang beroperasi di Indonesia, Carro belum lama ini berhasil meraih pendanaan seri C dan mencapai status unicorn. Selain itu, ada juga Carsome yang berencana go-public di bursa Amerika Serikat.

Perkuat kolaborasi

Minat masyarakat untuk membeli mobil diprediksi akan meningkat tahun ini. Hal tersebut turut disorot oleh perusahaan konsultasi dan riset Inventure, lebih dari 50 persen responden berencana membeli mobil sebagai pilihan kendaraan paling aman untuk bepergian di masa pandemi. Gaikindo sendiri menyebutkan di tahun 2020, sebanyak 600 ribu unit mobil baru terjual. Setiap ada 1 unit mobil baru terjual, akan muncul 2-2.5 mobil bekas yang terjual. Jadi, pasar industri otomotif khususnya penyedia mobil bekas diprediksi akan terus bertumbuh.

Namun tantangan datang dari sisi pembiayaan, beberapa lembaga memperketat persyaratan kredit sehingga banyak konsumen yang kesulitan mendapatkan persetujuan. Dari sisi penjualan, banyak masyarakat terdampak yang harus terpaksa menjual mobilnya, dan pada saat yang bersamaan, dealer mobil baru memberikan diskon yang lebih besar dari normal. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan harga pasar.

“Bagaimanapun juga, mobil bekas merupakan salah satu rentetan dari bisnis otomotif. Jika harga baru turun, harga mobil bekas pun berdampak. Tapi kalau untuk penjualan, tidak berdampak negatif.” ujar CEO Garasi.id,Ardy Alam.

Garasi.id, melalui fitur dan layanan yang lengkap di aplikasi, melakukan kolaborasi bersama Blibli dan Maybank Finance dalam memberikan kemudahan bagi pelanggan untuk membeli mobil baru ataupun tukar tambah dengan mobil lamanya secara online tanpa khawatir. Hadirnya Maybank Finance sebagai mitra leasing Blibli akan memberikan layanan keuangan dan pembiayaan yang terjamin aman, sementara Garasi.id menjadi wadah untuk mengakomodasi kebutuhan pelanggan yang ingin membeli mobil baru dengan menukar mobil lamanya.

Program Tukar Tambah ini adalah inisiatif yang pertama dari Blibli.com, Maybank Indonesia Finance, dan Garasi.id. Skema programnya secara singkat adalah konsumen yang berencana membeli mobil baru dengan pembiayaan dan menjual mobil lamanya. Untuk program ini mekanisme pembayaran akan melalui Blibli dan Maybank Finance sebagai anak perusahaan Maybank yang berkecimpung di bidang pembiayaan kendaraan bermotor.

Selain itu, Garasi.id juga menyediakan skema pembayaran untuk produk yang ditawarkan (seperti car care, servis berkala, dsb) menggunakan kartu kredit atau virtual account. Tim Garasi.id mengaku masih membuka peluang kerja sama dengan institusi pembiayaan lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Pasang Surut Industri “Online Grocery” di Masa Pandemi

Ketika Presiden RI Joko Widodo mengumumkan kasus pertama seorang warga yang terpapar SARS-CoV-2 pada 2 Maret 2020, masyarakat dihantam berbagai kekhawatiran salah satunya isu lockdown yang akan membatasi aktivitas mereka di luar rumah. Kondisi ini kemudian menyebabkan reaksi panic buying yang membuat mereka tanpa pikir panjang memborong bahan kebutuhan pokok serta produk kesehatan dalam jumlah besar.

Tepat pada tanggal 3 April 2020, ditetapkan Peraturan Pemerintah terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah sebagai upaya untuk memutus rantai penularan Covid-19 di Indonesia. Sejumlah fasilitas umum pun ditutup, kegiatan sekolah dan perkantoran dilakukan dari rumah, pembatasan transportasi, dan hanya mengizinkan 11 sektor untuk beroperasi selama PSBB.

Dengan ditutupnya berbagai gerai offline, bahkan kebutuhan paling dasar kita– makanan dan air–beralih ke sektor online. Sektor online grocery Indonesia telah menjadi salah satu yang diuntungkan dari pandemi COVID-19 karena berhasil mendorong para pelanggan urban membeli kebutuhan sehari-hari mereka secara online demi membatasi interaksi dan aktivitas sosial.

Rama Notowidigdo, Co-Founder dan CTO Sayurbox, mengaku bahwa pandemi telah mendorong pertumbuhan bisnis perusahaan tiga kali lipat dalam waktu sangat singkat. Perusahaan bahkan harus menghentikan operasional selama sekitar satu minggu untuk bisa menyesuaikan layanan dan kembali dengan strategi yang tepat.

Seperti ungkapan “mempertahankan lebih sulit daripada mendapatkan”, lonjakan permintaan yang signifikan di awal pandemi tidak serta merta membuat bisnis menjadi lebih mudah. Di balik angka pertumbuhan yang terus meningkat, banyak penyesuaian yang harus dilakukan serta tantangan yang membayangi industri ini.

Ekosistem online grocery di Indonesia

Berbeda dengan di Tiongkok maupun Amerika Serikat (AS), ekosistem online grocery di Indonesia masih tergolong “bayi”. Di Tiongkok, situasinya sangat berbeda—pada tahun 2018, belanja daring menyumbang 32,5% dari semua transaksi bahan makanan, naik dari 1,4% pada tahun 2010.

Sementara di AS, hampir sepertiga total rumah tangga sudah berbelanja bahan makanan online. Menurut riset Brick Meets Click/Mercatus Grocery Shopping Survey, pasar bahan makanan online AS berhasil mencapai $8,4 miliar pada April 2021, dengan 67,8 juta rumah tangga menempatkan rata-rata 2,73 pesanan bahan makanan online selama sebulan.

Dalam laporan InMobi bertajuk “Marketing in the Era of Mobile”, online grocery menjadi sektor bisnis digital kedua setelah e-commerce yang meningkat selama pandemi Covid-19. Survei PwC “Indonesia Consumer Insights” juga menunjukkan 69% responden Indonesia menyatakan mereka membeli lebih banyak bahan baku makanan secara online setelah penerapan pembatasan jarak.

Rama mengungkapkan, salah satu tantangan terbesar di Indonesia adalah pasar yang masih dikuasai offline channel. Sementara di Tiongkok dan AS, modern channel sudah menjadi pilihan utama. Sayurbox sendiri sedang fokus mengonversi pemain offline menuju online melalui digitalisasi supply chain dan membantu petani untuk bisa menjangkau konsumen yang lebih luas.

“Saat ini Indonesia masih terpaku pada digitalisasi dengan banyaknya proses yang masih manual. Sulit untuk mengumpulkan data yang lengkap dengan jumlah populasi yang sangat besar. Perjalanan masih sangat panjang.” tambahnya.

Pasar offline masih mendominasi

Di balik angka penetrasi belanja online yang meningkat, pasar offline masih mendominasi industri bahan makanan. Tidak sedikit masyarakat yang lebih memilih berbelanja ke pasar tradisional daripada memesan bahan makanan online karena perbandingan harga atau kualitas produk yang bisa dipilih sendiri.

Untuk mengantisipasi hal ini, pemain e-grocery seperti HappyFresh mencoba meningkatkan pengalaman pengguna dengan menyediakan personal shopper yang bertugas memilihkan bahan makanan dengan kualitas terbaik. Selain itu, banyak juga pemain lain yang menawarkan berbagai promosi untuk menjangkau pengguna baru.

Masyarakat Indonesia sendiri dikenal kental dengan budaya ramah tamah dan tawar menawar. Hal ini menjadi alasan utama rakyat Indonesia tidak bisa lepas dari pasar tradisional yang memungkinkan berbagai interaksi sosial. Namun, pandemi yang belum kunjung reda telah memaksa masyarakat untuk berdamai dengan situasi dan mengesampingkan kultur ini sejenak.

Meskipun penetrasi internet di Indonesia pada awal tahun 2021 sudah di angka 73,7 persen atau mencapai 202 juta penduduk, pangsa pasar online grocery sendiri masih terbatas. Meskipun statistik menunjukkan bahwa industri online grocery mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, segmentasi pasar dan layanannya sendiri masih terpusat di kota-kota besar seperti Jabodetabek.

Rama mengakui, pada awalnya, Sayurbox sendiri fokus menawarkan produk sehat dan organik dengan pangsa pasar menengah ke atas. Seiring berjalannya waktu, mereka menemukan fakta bahwa pasar ini tidak cukup besar. Lalu, mereka mulai mengembangkan layanan ke b2b dan menyasar lebih banyak kalangan menengah.

HappyFresh memiliki target serupa, khususnya kalangan retail. Tidak hanya untuk segmen menengah ke atas, tetapi juga mass market. Demografi perusahaan juga menunjukkan sekitar 80% konsumennya adalah perempuan berusia 25-40 tahun. Orang tua bekerja dan lajang profesional juga turut mewakili sekelompok besar pelanggannya.

Studi terbaru Alpha JWC Ventures dan Kearney memprediksi bahwa kota-kota tingkat dua dan tiga akan menyumbang 48 persen dari aktivitas e-commerce di Indonesia pada tahun 2025, naik dari 30 persen pada tahun 2020.

Dalam hal ini, beberapa pemain di industri semakin gencar menyasar kota tier 2 dan 3. Salah satunya adalah HappyFresh yang baru saja melakukan ekspansi ke Bogor dan Makassar. Melalui perluasan wilayah jangkauan ini, diharapkan masyarakat semakin mengenal dan memahami layanan online grocery di Indonesia.

Kemunculan pemain baru

Keterbatasan aktivitas offline telah menggeser pola konsumsi masyarakat ke ranah online. Begitu pula dalam berbelanja kebutuhan sehari-hari, banyak orang yang lebih memilih untuk menggunakan layanan pesan-antar guna mengurangi kontak fisik dan resiko terpapar virus. Hal ini dilihat sebagai kesempatan emas bagi banyak pihak untuk mencoba masuk dan menjangkau pasar online grocery.

Beberapa pemain mencoba melebarkan bisnis ke ranah online grocery, seperti Travelio menggunakan merk Traveliomart, juga Ubiklan dengan layanan Ubifresh. Di satu sisi, ini menjadi diferensiasi bisnis yang baik untuk menambah revenue stream perusahaan di tengah pandemi, namun juga menciptakan tantangan tersendiri untuk bisa menskalakan bisnis.

Selain itu, startup besar seperti Gojek dan Blibli juga sudah lebih dulu meluncurkan layanan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan berbelanja pengguna. Dengan basis pengguna yang sudah besar, GoMart dan BlibliMart dinilai akan lebih mudah untuk menjangkau pasar yang lebih luas.

Persamaan dari beberapa pemain yang sebelumnya disebut adalah, online grocery bukanlah bisnis inti mereka. Perusahaan yang memutuskan untuk ekspansi lini bisnis ke ranah yang cukup berbeda harus siap dengan berbagai risiko, termasuk bersaing dengan pemain yang memiliki core business yang sama.

Dalam wawancara dengan DailySocial, Filippo Candrini, Managing Partner HappyFresh Indonesia, menyampaikan, banyaknya pemain baru yang menyasar industri online grocery di Indonesia tidak serta merta menjadi hal yang mengkhawatirkan. Malahan, hal ini bisa memacu timnya untuk bekerja lebih keras dalam menelurkan inovasi baru.

It’s more like a marathon, not a race“, ungkapnya.

Terkait potensi Indonesia untuk memanfaatkan teknologi sepenuhnya dalam distribusi bahan makanan, Rama meyakini industri online grocery Indonesia akan bisa mencapai tahap itu. “Dengan pemain baru yang semakin banyak dan modern channel yang tentunya akan semakin berkembang, kita sudah dalam lajur yang tepat untuk sampai pada tahap itu,” ungkapnya.

Tiga Startup Asal Indonesia Lolos ke Program Akselerator Surge Kohort Kelima

Program scale-up untuk startup dari Sequoia Capital India, Surge, hari ini (30/6) mengumumkan kohort kelima dan terbesar. Dana sebesar $55 juta berhasil dikumpulkan dan siap dikucurkan untuk 23 perusahaan rintisan tahap awal, tiga di antaranya berasal dari Indonesia.

Ketiga startup asal Indonesia yang terpilih mengikuti gelombang ini adalah Durianpay, penyedia pembayaran end-to-end; Rara Delivery, pengiriman instan revolusioner untuk brand e-commerce di Indonesia; dan Bukugaji/Vara, platform manajemen staf yang mudah digunakan dan ringan untuk UMKM di seluruh Asia Tenggara.

Dari 23 perusahaan rintisan tahap awal yang dipilih, mayoritas berada di sektor fintech, pembayaran, komunikasi, logistik, dan SaaS.

Sebelumnya, ada beberapa perusahaan Indonesia yang juga telah mendapat dukungan dari Surge. Di gelombang pertama, terdapat Bobobox dan Qoala, serta Chilibeli, Storie, dan Rukita yang terpilih pada gelombang kedua. BukuKas, Hangry dan CoLearn berhasil masuk di gelombang ketiga, dan Otoklix menjadi satu-satunya startup dari Indonesia yang terpilih di gelombang sebelum ini.

Rajan Anandan selaku Managing Director Surge & Sequoia Capital India mengatakan, “Sequoia Capital India adalah mitra awal untuk beberapa perusahaan paling berpengaruh di Indonesia sejak 2014. Dengan Surge, kami bersemangat untuk mendukung startup Indonesia di masa depan. Perusahaan-perusahaan ini membantu mendigitalkan dan modernisasi industri tradisional dan kami bangga mendukung mereka.”

Pertama kali dimulai pada Maret 2019, Surge telah berhasil menggandeng 72 startup dalam program akseleratornya. Hampir 50% perusahaan dari tiga kohort pertama telah mendapatkan pendanaan seri A.  Saat ini, komunitas Surge telah memiliki 203 founder, dari 91 perusahaan di 15 sektor. Salah satu fakta menarik di kohort kelima ini, terdapat 10 founder wanita, terbanyak di antara gelombang lainnya.

Mulai tanggal 30 Juni ini, para founder Surge akan menjalani program ketat selama 16 minggu secara virtual untuk meningkatkan bisnis dan memberi mereka akses ke Sequoia dengan pengetahuan global selama 49 tahun, serta alat dan pengalaman dari jaringan pendiri dan operator perusahaan yang sukses.

Program ini mencakup hal-hal fundamental dalam membangun perusahaan, dan diakhiri dengan minggu investor yang disebut sebagai UpSurge. Di sana para founder memiliki kesempatan untuk membangun koneksi dan hubungan, serta menemukan calon investor dan mitra yang akan menjadi bagian dari perusahaan mereka untuk jangka panjang.

Dalam gelombang ini, Surge memiliki satu benang merah yaitu mengubah potensi manusia dengan mendigitalisasi cara hidup, bekerja, dan belajar. Ide-ide yang dibawa oleh sekelompok pendiri yang beragam ini memiliki tujuan untuk menunjukkan bahwa mereka tertarik memainkan peran penting dalam membentuk potensi Asia Tenggara dan India pasca pandemi.

Selain melalui program akselerator Surge, Sequoia Capital juga telah menggelontorkan investasi ke beberapa perusahaan ternama di Indonesia seperti Tokopedia, Gojek, dan Traveloka.

Cita-cita HappyFresh Menjadi Marketplace Serba Ada untuk Grocery, Fokus pada Kemitraan dan Pengalaman Pengguna

Pandemi telah menyebabkan peningkatan yang belum pernah terjadi sebelumnya di beberapa layanan online, termasuk e-grocery, didorong oleh pembatasan mobilitas dan masalah keamanan belanja offline. Filippo Candrini, Managing Director HappyFresh Indonesia, marketplace terkemuka di Indonesia untuk bahan makanan mengkonfirmasi pernyataan ini dan menguraikan beberapa mekanisme sebagai reaksi atas transisi ini.

“Pandemi ini telah mengubah cara banyak bisnis beroperasi. HappyFresh sebagai salah satu perusahaan digital pertama yang beroperasi di industri grosir online Indonesia mengalami lonjakan penggunaan layanan. Ini jelas menjadi tren yang berkembang sejak pandemi dimulai,” katanya.

Setelah satu tahun pandemi, HappyFresh berhasil beroperasi lebih baik. Dalam waktu yang sangat singkat, perusahaan telah menggandakan jumlah armadanya, memperoleh konsumen baru, dan meningkatkan produktivitas layanan. Namun, penting untuk menyoroti fakta bahwa pandemi tampaknya belum akan mereda.

“Apa yang telah kami lakukan, tahun lalu kami meningkatkan backend dan front-facing dalam platform untuk membantu akomodasi yang lebih baik, menambah fitur yang membatasi produk tertentu dalam jumlah massal untuk menghindari pembelian retorika, pengiriman tanpa kontak, menyediakan lebih banyak metode pembayaran, menguji armada kami, semua hal-hal yang telah kami lakukan dan terus kami lakukan pada dasarnya telah masuk dalam daftar rencana kami,” tambah Candrini.

Marketplace serba ada untuk grocery

HappyFresh memposisikan platformnya sebagai bahan makanan untuk mingguan atau bulanan. Perusahaan mengaku fokus pada grocery dan tidak merambah vertikal lainnya. Platform ini berfokus untuk menyediakan portofolio supermarket terbesar di Indonesia dengan pilihan toko khusus serta berbagai hal pelengkap bahan makanan.

“Kami tidak berniat untuk menjadi super app, namun kami ingin menjadi aplikasi super dalam grocery untuk pelanggan dan mitra kami,” tambah Candrini.

Dalam hal target pasar, platform bermaksud untuk menjadi layanan yang dapat melayani setiap pelanggan. Tidak hanya untuk segmen menengah ke atas, tetapi juga mass market. Demografi perusahaan juga menunjukkan sekitar 80% konsumennya adalah wanita berusia 25-40 tahun. Orang tua yang bekerja serta profesional lajang juga turut mewakili sekelompok besar pelanggannya.

“Banyak pelanggan kami berbelanja online pada tahun 2020 untuk pertama kalinya, dan mereka terus melakukan belanja mingguan atau bulanan karena merasa nyaman: Mitra Personal Shopper dan Rider kami yang terlatih akan memilih dan mengantarkan bahan makanan ke rumah mereka selagi mereka dapat mendedikasikan waktu untuk hal yang paling lebih penting, melupakan sejenak kemacetan lalu lintas, mengantri atau membawa tas berat, dan menikmati promosi online yang unik,” kata Candrini kepada DailySocial di wawancara terpisah.

Kenyamanan hadir dalam bentuk yang berbeda pada setiap individu, dapat berupa kecepatan pengiriman, harga, atau informasi terperinci. Namun, selama pandemi, hal itu juga berarti keamanan dalam hal kesehatan. Dari semua spektrum ini, HappyFresh berfokus untuk menghadirkan produk berkualitas tinggi dan pengalaman konsumen yang lebih baik. Termasuk menyediakan personal shopper dan kemasan khusus untuk memastikan kesegaran produk.

HappyFresh sangat ketat dalam memastikan kualitas produk yang mereka kirimkan. Oleh karena itu, sebagian besar pengiriman dilakukan oleh armada sendiri. Mereka hanya meneruskan pesanan yang memenuhi syarat ke pihak ketiga dan porsinya hanya sekitar 5% dari total volume. Dalam hal pengiriman produk, saat ini mereka bermitra dengan Grab dan Lalamove.

“Kami mencoba untuk bisa sangat personal melalui produk kami, oleh karena itu penting untuk membuat alur yang sangat sesuai dan sudah dipersonalisasi untuk setiap pengguna,” ujar Candrini.

Ada dua sumber utama monetisasi dalam platform ini, biaya layanan dari mitra dan biaya pengiriman dari konsumen. Dalam hal ini, perusahaan berusaha menghasilkan proposisi nilai yang setara bagi mitra dan konsumen.

Di awal tahun ini, HappyFresh juga meluncurkan program reward baru. Sistemnya cukup sederhana: dapatkan poin untuk setiap pesanan yang dikirim dan tukarkan dengan diskon untuk pembelian berikutnya. Setiap pesanan akan membuat pengguna semakin dekat menjadi anggota Gold untuk mendapatkan lebih banyak manfaat eksklusif. April lalu, platform tersebut juga menyertakan OVO sebagai metode pembayaran baru.

Selain HappyFresh, ada juga beberapa platform yang menyediakan layanan grosir online dengan proposisi nilai yang berbeda, termasuk SayurBox dan TaniHub.

Strategi Ekspansi

Selain di Indonesia, HappyFresh juga sudah tersedia di Malaysia dan Thailand. Dengan misi menyediakan layanan pengiriman online untuk kebutuhan rumah tangga bagi seluruh keluarga di Asia Tenggara, serta mempermudah hidup banyak orang, platform ini berusaha menjangkau pasar yang lebih luas dengan menggencarkan ekspansi lokal.

Studi terbaru dari Alpha JWC Ventures dan Kearney memprediksi bahwa kota-kota tingkat dua dan tiga akan menyumbang 48 persen dari aktivitas e-commerce di Indonesia pada tahun 2025, naik dari 30 persen pada tahun 2020. Candrini mengatakan ini sejalan dengan komitmen HappyFresh untuk terus meningkatkan layanan yang tersedia untuk seluruh rumah tangga Indonesia.

“Setiap kota dan wilayah layanan membutuhkan pendekatan khusus. Kami telah menjalin kemitraan dengan supermarket lokal dan perusahaan ritel nasional, serta mengadakan program untuk meningkatkan kesadaran akan manfaat dan kenyamanan belanja online untuk kebutuhan rumah tangga (kepada masyarakat dan pengguna baru),” tambahnya.

Di Makassar, HappyFresh telah menjalin kerjasama dengan beberapa supermarket, seperti Lotte Mart, Hero, dan Giant. Selama di Bogor, HappyFresh telah bermitra dengan Giant dan Tip Top. Secara total, platform ini telah bermitra dengan 400+ supermarket dan tersedia di 11 kota di seluruh Indonesia, termasuk Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Malang, Semarang, Makassar, dan Bali.


Artikel asli dalam bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

HappyFresh Aims to be All-in-One Marketplace for Grocery, Focusing on Partnerships and Consumer Experience

The pandemic has led to an unprecedented increase in several online services, including e-grocery, driven by mobility restrictions and offline shopping security concerns. Filippo Candrini, the Managing Director of HappyFresh Indonesia, the country’s leading marketplace for groceries confirmed this statement and break down some of the mechanisms in reaction to this transition.

“This pandemic has shifted the way many businesses operated. HappyFresh, as one of the first digital companies operating in the online grocery industry, has experienced a surge in service usage. It obviously becomes a growing trend since the pandemic started,” he said.

After one year of pandemic, HappyFresh managed to operate without stressful conditions. In a very short time, the company has doubled its fleet numbers, gained new consumers, and improved services. However, it is important to highlight the fact that the pandemic does not seem to fade away.

What we’ve done, last year we did improve the backend and front-facing to help accommodate better, a feature that limited certain products in a mass quantity to avoid rhetoric purchases, contactless delivery, more payment methods, tested our fleet, all the things we’ve done and left continuing to do are basically have been stacked up on our plan,” Candrini added.

All-in-one marketplace for groceries

HappyFresh positioned its platform as the weekly or monthly groceries. The company declared to focus on groceries and not venturing in different verticals. The platform focused on catering to the largest portfolio of supermarkets in Indonesia with a nutritious selection of specialty stores and anything complementary to groceries.

“We don’t have any intention to become the super app, instead we want to be super at doing groceries for customers and our partners,” Candrini added.

In terms of target market, the platform intends to be a service that can cater to any customers. Not only for the middle to upper segment, but also the mass market. The demography also shows around 80% of its consumers are women aged 25-40 years. Working parents and single professionals also represent a large group of its customers. 

“Many of our customers shopped online in 2020 for the first time, and they continue to do their weekly or monthly shopping today because they feel comfortable: our trained Personal Shopper and Rider partners will select and deliver groceries to their homes while they can dedicate time. for what they love most, forgetting the hassle of traffic, queuing or carrying heavy bags, and also enjoying unique online promotions,” Candrini told DailySocial in different occasion.

Convenience works different with each individuals, it can be delivery speed, price tag or detailed information. However, during pandemic it also means health security. Across all these spectrums, HappyFresh focused on delivering high-quality products and better consumer experience. It includes providing personal shopper and special packaging to ensure the product’s freshness.

HappyFresh is very strict on the quality of products they delivered. Therefore, most of the deliveries are made by its own fleet. They only pass the eligible order to trivial partners and it is said less than 5% of the total volume. In terms of product delivery, they currently partnered with Grab and Lalamove.

“We tried to be very personal with our products, therefore it’s important to create a very customized and personalized flow for each user,” Candrini added.

There are two main sources of monetization in this platform, service fees from partners and delivery fees from consumers. In that regard, the company will try to generate equal value for partnerships and consumers. 

Earlier this year HappyFresh also launched a new rewards program. The system is quite simple: earn points for every order delivered and exchange it for a discount on the next purchase. Every order will get you closer to becoming a Gold member to get more exclusive benefits. Last April, the platform also includes OVO as a new payment method.

Aside from HappyFresh, there are also several platforms providing online grocery services with different value propositions, including SayurBox and TaniHub. 

Expansion strategy

Aside from Indonesia, HappyFresh has also available in Malaysia and Thailand. With a mission to provide an online delivery service for household needs for all families in Southeast Asia, also to make life easier for many people, the platform is trying to reach a wider market by intensifying local expansion.

A recent study from Alpha JWC Ventures and Kearney predicts that tier two and three cities will account for 48 percent of e-commerce activity in Indonesia by 2025, up from 30 percent in 2020. Candrini said this is in line with HappyFresh’s commitment to continuously improve services that is available for all Indonesian households.

“Each city and service area requires a special approach. We have formed partnerships with local supermarkets and national retail companies, as well as held programs to raise awareness of the benefits and convenience of online shopping for the household needs (to the public and new users),” he added.

In Makassar, HappyFresh has established partnerships with several supermarkets, such as Lotte Mart, Hero, and Giant. While in Bogor, HappyFresh has partnered with Giant and Tip Top. In total, the platform has partnered with 400+ supermarket and available in 11 cities across Indonesia, including Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Malang, Semarang, Makassar and Bali.

Application Information Will Show Up Here

Lookalkitchen Hadir di Tengah Ramainya Persaingan Bisnis “Cloud Kitchen”

Kehadiran bisnis kuliner berbasis cloud kitchen di Indonesia memang belum terbilang lama. Namun, pandemi telah menciptakan momentum bagi dapur tak berwujud atau restoran yang hanya menawarkan take away tanpa fasilitas makan di tempat. Salah satu pemain baru yang masuk meramaikan pasar dapur kolektif ini adalah Lookalkitchen.

Startup yang didirikan oleh Peter Choi (CEO) dan Daniel Song (CFO) ini menawarkan model cloud kitchen alternatif bagi para pebisnis kuliner untuk mengoptimalkan dapur atau restoran mereka. Sedikit berbeda dengan konsep cloud kitchen yang telah ada, Lookalkitchen memanfaatkan dapur yang sudah ada dari brand sehingga tidak lagi mengeluarkan cost tambahan untuk penyewaan tempat, alat-alat masak serta manajemen karyawan.

Lookalkitchen bekerja sama dengan merek-merek makanan dan minuman online yang umumnya hanya melayani pesan-antar dan sudah memiliki kehadiran yang kuat di media sosial. Platform ini memungkinkan dapur yang pemanfaatannya belum optimal untuk menghasilkan lebih banyak pendapatan dengan mengumpulkan merek yang khusus melayani pesanan takeaway tanpa biaya di muka.

Dalam pemaparannya Peter mengungkapkan, “Melalui kerja sama dengan brand-brand yang sudah ada, kami pada dasarnya membentuk sebuah komunitas di sektor F&B di mana mereka bisa berbagi value di tengah pesatnya adaptasi online food deliveryHal ini diharapkan bisa menciptakan tambahan revenue untuk para pebisnis kuliner yang bergabung.”

Melalui kerja sama dengan restoran-restoran mitra, para pebisnis kuliner online tersebut tidak perlu repot lagi mencari lokasi-lokasi baru supaya bisa lebih dekat bagi para pelanggan karena dapat dengan mudah memanfaatkan dapur-dapur restoran lokal yang sudah ada. Konsep kerja sama yang unik ini menunjang model “bagi-hasil” antara Lookalkitchen dan para pebisnis kuliner online serta restoran-restoran mitra.

Ketika disinggung mengenai skema konsep bagi-hasil yang diterapkan, tim Lookalkitchen mengaku belum bisa menjawab, karena tiap-tiap restoran memiliki kesepakatan yang spesifik. Namun, mereka menegaskan bahwa timnya hanya akan menerima keuntungan ketika partner sudah mendapat revenue.

Daniel menambahkan, “Bagi para pemilik restoran, merencanakan ulang model bisnis dan melakukan perubahan dengan cepat adalah keputusan yang tidak mudah, terutama selama masa pandemi Covid-19. Alih-alih menghabiskan lebih banyak waktu dan uang, kami menawarkan proses registrasi dan kemitraan yang tidak repot sama sekali hanya dalam waktu dua minggu. Itu sudah termasuk tahap penilaian dapur atau restoran, proses aktivasi, sampai akhirnya tersedia di semua platform pengiriman makanan-minuman online utama.”

Dalam melakukan penilaian terhadap partner restoran, Lookalkitchen melihat tiga aspek terpenting. Pertama, dapur yang fungsional dengan area memasak dan persiapan yang memadai, dilengkapi ruang penyimpanan dan peralatan dapur dasar. Kedua, Protokol kebersihan yang dipatuhi oleh setiap staf saat menyiapkan makanan dan memastikan kebersihan area dapur. Terakhir, Ruang dan peralatan terpisah untuk menangani makanan halal dan non-halal.

Fokus pada dapur komersial

Indonesia disebut sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara untuk food delivery dengan GMV mencapai 31% yang diperkirakan mencapai $7 milliar di akhir tahun 2023. Beberapa perusahaan unicorn juga sudah melihat potensi ini lalu merambah pasar cloud kitchen, sebut saja ShopeeFood dan TravelokaEats.

Dalam kesempatan tersebut, Daniel juga mengumumkan bahwa Lookalkitchen akan segera membuka lima in-house brands termasuk L.A Galbi, The Crepe Lab, Bao Me Mao, Foli Kitchen, dan Warung Hercules. Timnya bekerja sama dengan chef profesional untuk membangun dan mengoperasikan restoran-restoran tersebut. Selain menyediakan dapur kolektif, Lookalkitchen juga memfasilitasi partner dengan insight pemasaran serta arahan teknologi.

“Saat ini kami masih fokus melayani pelanggan di area Jabodetabek. Namun, di akhir tahun 2021, kami berencana melakukan ekspansi ke Bandung, Surabaya, dan Medan. Dengan model bisnis beraset ringan, tanpa harus menyewa tempat atau mencari karyawan, kami bisa dengan cepat menjangkau area-area lain di Indonesia,” tambah Daniel.

Terkait pendanaan, timnya mengaku sempat menerima pendanaan di tahun 2020 namun belum bisa menyebutkan nilai serta investornya. Hingga saat ini, Lookalkitchen telah menaungi 20 merek makanan dan minuman online dan didukung oleh 50 dapur/restoran yang telah direvitalisasi.

Di Indonesia bisnis cloud kitchen sudah dimainkan beberapa startup lain juga. Dengan pendekatan berbeda, ada Hangry yang fokus mengembangkan brand F&B-nya sendiri. Ada juga DishServe yang coba memfasilitasi pemilik dapur rumahan untuk bisa menjadi kanal cloud kitchen bagi pemilik brand F&B.