6 Tips Gaya Kepemimpinan Startup

Rupanya apa yang Anda pelajari di universitas ternama, seperti Harvard, belum tentu tepat bila diaplikasikan saat memimpin suatu startup. Anda perlu menyesuaikannya sesuai dengan lingkungan kerja. Dengan narasumber CEO Color Me Leah Ashley dan Profesor Babson College Allan Cohen yang merupakan alumni MBA dan DBA Harvard, berikut ini enam tips gaya kepemimpinan yang bisa diterapkan untuk startup Anda:

1. Lebih mementingkan ide baru untuk peningkatan pelayanan ke konsumen daripada sibuk berkompetisi

Pemimpin seharusnya memberi inspirasi ke rekan-rekannya. Namun, apa yang Ashley lakukan ketika memberi inspirasi ke rekan-rekannya dikarenakan sumber inspirasinya datang dari konsumen.

Menurut Ashley, dia membiarkan dirinya dipimpin oleh konsumen, lewat grup, survei, dan masukan. Dari situ, dia menyampaikan ke rekan kerjanya. “Konsumen ingin kita untuk membuat mereka merasa yakin dapat menggunakan make up Color Me, bisa lebih meringkas waktu, membuat mereka lebih cantik, dan bisa bertahan lama,” ujar dia.

Di sisi lain, Allen Cohen mengatakan ada hal yang lebih luas dan bisa ditangkap dari konsumen. Menurut dia, inspirasi dari konsumen perlu disusun berdasarkan tingkat kepentingannya, cocok atau tidak dengan kebutuhan pasar, lalu bagaimana kemampuan perusahaan untuk mengeksekusinya.

Dia membenarkan pernyataan ide yang baik tidak akan berarti apa-apa bila tidak bisa dieksekusi. Namun, hal ini justru terlihat meremehkan. Kesimpulan yang Ashley ambil, seolah-olah bisa dieksekusi. Hal ini cukup baik tapi belum tentu mudah digeneralisasikan.

2. Visi bagus, tapi hasil lebih penting

Pemimpin itu harus memiliki visi. Tapi visi akan jadi berlebihan bila 99% keberhasilan harus dilakukan dengan kedisplinan. Ashley mengatakan banyak orang yang mengatakan pemimpin harus berpikir visioner. Tapi, itu semua tentang hasil dan bagaimana eksekusinya.

Apa yang Ashley lakukan untuk mencapai hasil yang diinginkan yakni dengan fokus pada angka, mulai dari berapa jumlah wanita yang memakai makeup, berapa banyak titik distribusi untuk pemasaran produk, butuh dana berapa untuk merancang dan mendistribusikan produk baru, dan seberapa besar skala bisnis yang dibutuhkan untuk capai seluruh hal tersebut.

3. Low tech mungkin baik dari high tech

Belum tentu bisnis yang berteknologi tinggi pasti sukses karena menyasar orang-orang yang memiliki mobilitas tinggi dan selalu menggenggam smartphone kemanapun mereka berada. Ashley memegang prinsip bahwa komunikasi terbaik itu harus tatap muka.

Kini sudah banyak sekali alat-alat berteknologi tinggi yang memungkinkan proses tatap muka, tapi belum tentu teknologi lainnya bisa membantu. Menurut dia, email sekalipun sangat mudah diabaikan apabila di inbox banyak email yang terbaca.

“Komunikasi langsung adalah yang terbaik. Co-founder kami selalu berada di jalan, dan saya merasa terbaik ketika menghubungi orang lewat Skype atau Facetime.”

4. Mendengar lebih baik dari berbicara

Harvard mengajarkan ilmu ini. Konsep ini memiliki ide advokasi dan penyelidikan, menyiratkan bahwa seorang pemimpin harus terlibat langsung dan mengajukan pertanyaan demi memastikan orang membeli produk itu.

Ashley belajar lebih dari proses mendengar. “Saya menanyakan ke rekan kerja dan mendengarkan apa yang mereka ucapkan dan tidak diucapkan.”

5. Anda tidak bisa melakukan semuanya sendiri

Dalam HBS, membangun tim startup adalah hal yang diajarkan di sekolah. Kuncinya Anda mencari tahu semua keterampilan yang dibutuhkan dalam perusahaan startup untuk menjadi sukses dan memastikan tim founder unggul di dalamnya.

Untuk Color Me, keterampilan yang utama adalah inovasi produk dan mengelola operasional. “Saya dan Eric saling melengkapi satu sama lain. Sebagai makeup professional, Eric mengerti apa yang wanita inginkan dalam aplikasi makeup dan mengembangkan cara terbaik untuk melakukannya. Saya memiliki kemampuan membentuk kemitraan dan mengelola operasi bisnis.”

6. Kepemimpinan akan lebih kompleks seiring tumbuhnya startup

Bagi Ashley, hal ini mengenai bagaimana cara orang memperlakukan dan diperlakukan orang lain. Dia memperlakukan timnya dengan penuh hormat. Sebab dia menyadari bakat dan prestasi mereka. “Saya pun berterima kasih kepada mereka karena hal itu.”

Cohen mengantisipasi gaya kepemimpinan Ashley seiring dengan berkembangnya bisnis ColorMe. Menurut dia, dalam fase awal startup komunikasinya lebih banyak dilakukan dengan tatap muka dan di dalam ruangan kecil. Namun, dalam organisasi yang besar komunikasi sangat mudah terdistorsi, grup mulai menjadi terpencar karena perbedaan tujuan dan agenda, kemudian orang akan kehilangan visi dan strategi.

Carousell Acquihire Pegawai WatchOverMe, Tiga Di Antaranya Orang Indonesia

Carousell, layanan mobile classified app asal Singapura, melakukan berbagai langkah strategis untuk mendukung pertumbuhan bisnis pasca mendapatkan pendanaan seri B sebesar $35 juta baru-baru ini dengan penguatan produk dan menambah tim teknis (engineer). Carousell mengakuisisi penuh perusahaan aplikasi asal Malaysia, WatchOverMe, meng-acquihire karyawannya, dan merelokasi mereka ke kantor pusat Carousell di Singapura.

[Baca juga: Carousell Bukukan Pendanaan Seri B Sebesar $ 35 Juta]

Quek Siu Riu, Co-Founder Carousell, menjelaskan dari total sembilan orang tim aplikasi WatchOverMe, tidak seluruhnya memilih untuk bergabung. Lima orang dari tim produk dan teknis, yang datang dari berbagai latar belakang, bergabung dengan Carousell.

Menariknya, lanjutnya, tiga orang dari mereka yang bergabung adalah berkebangsaan Indonesia, satu orang dari berasal Malaysia, dan satu lagi dari Ukraina.

Bila ditotal kini tim engineer Carousell memiliki delapan kewarganegaraan yang berbeda. Sebelumnya mereka sudah memiliki karyawan berkebangsaan Lithuania, India, Taiwan, dan Singapura. Salah satu engineer baru tersebut adalah lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB), Abraham Krisnanda.

“Hal inilah yang membuat dia [Abraham] dan tim teknis lainnya sangat bernilai, karena track record kinerjanya sudah cukup dikenal di Singapura. Mereka itu punya passion yang tinggi di IT, problem solver, dan menyukai tantangan,” terang Quek, Rabu (31/8).

Carousell memiliki ambisi untuk membangun tim berkelas dunia yang terdiri dari designer dan engineer. Menurutnya, dengan keragaman kewarganegaraan menjadi hal penting dalam melayani komunitas global, sekaligus memberikan kebutuhan masing-masing.

“Melalui acquihire ataupun perekrutan individual, mereka sangat penting dalam mendorong Carousell ke tahap selanjutnya.”

Tim teknis tersebut, sambungnya, akan bertugas dalam perbaikan produk Carousell dari peningkatan user experience. Fokusnya untuk memudahkan proses penjualan barang dan menarik pengguna untuk menjual dan membeli barang.

Carousell juga menambah satu orang senior di industri teknologi yang bergabung ke dalam tim, yakni Andrius Baranaukas sebagai Director of Product. Berbekal pengalamannya selama di Vinted, marketplace untuk barang preloved, seperti membangun layanan komunitas Vinted, chat, dan logistik, Adrius diharapkan bisa meningkatkan kemampuan produk Carousell sebagai pemimpin di industri mobile classified.

Penambahan anggota baru tim membuat Carousell memiliki lebih dari 90 karyawan di seluruh dunia. Quek menjelaskan tim produk dan teknis Carousell yang berjumlah lebih dari 20 orang berasal dari 8 negara.

Sampai akhir tahun, Quek menargetkan ingin menggandakan jumlah tim dari posisi saat ini. Artinya jumlah karyawan yang ingin dipekerjakan Carousell bisa hampir mencapai 200 orang.

“Kami senang dapat bicara dengan tim ataupun mereka yang tertarik dalam memecahkan masalah penting tentang teknologi, terutama bagian seperti machine learning, data science, dan Al untuk memperbarui pencarian dan community engagement.”

Perlu diketahui, sebelumnya WatchOverMe adalah aplikasi yang diciptakan untuk membantu perempuan merasa aman dengan mengirimkan notifikasi ke kontak darurat saat dalam keadaan bahaya. Teknologi ini fokus pada keamanan dan menyampaikan kebutuhan komunitas. Hal ini dipercaya menjadi landasan kuat bagi kesuksesan Carousell.

Dalam situsnya, pihak WatchOverMe mengumumkan pembubaran diri per 31 Agustus 2016. Seluruh layanan yang dimiliki aplikasi tersebut akan menjadi open source sehingga bisa dimanfaatkan dan didistribusikan banyak pihak. Pengguna WatchOverMe sudah mencapai 250 ribu di seluruh dunia.

Fokus Carousell

Indonesia tetap menjadi negara utama yang paling menarik bagi Carousell, terutama dengan jumlah penduduk sebanyak lebih dari 250 juta orang. Quek mengungkapkan pihaknya melakukan beberapa penyesuaian fitur lokal mulai dari penggunaan bahasa dan mata uang. Selain itu, interface aplikasi pun juga dibuat lebih simpel dan mudah dimengerti.

Carousell juga akan terus melakukan edukasi ke komunitas di Indonesia dan memasarkan kemudahan berjualan barang preloved.

“Kami banyak berinvestasi untuk pasar Indonesia dibandingkan dengan negara lainnya, karena Indonesia punya potensi besar yang bisa kami capai.”

Carousell saat ini sudah beroperasi di 13 negara di seluruh dunia, termasuk di Singapura, Taiwan, Hong Kong, dan Australia. Pihaknya  mengklaim sudah memiliki lebih dari 35 juta listing secara global. Secara pertumbuhan bisnis, Carousell tumbuh lebih dari 20 kali lipat sejak Desember 2014.

Untuk rencana negara berikutnya yang akan dibidik Carousell, menurut Quek, masih dalam pertimbangan. “Kami masih mempelajari negara berikutnya yang akan kami bidik, untuk sementara ini kami baru menambah Hong Kong pada Juli kemarin,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Perbankan Mulai Rajin Bangun Inkubator Guna Membina Startup Fintech

Geliat industri fintech yang makin menunjukkan posisinya sebagai salah satu penyedia jasa keuangan, turut membuat kalangan perbankan mulai aware dan mulai membuka jalan untuk melakukan kolaborasi bisnis terutama dengan startup fintech. Salah satunya dengan membuat program inkubator, seperti yang dilakukan oleh Bank CIMB Niaga, Bank UOB, dan Bank Mandiri.

Tigor Siahaan, Direktur Utama Bank CIMB Niaga, mengatakan saat ini perusahaan kerap rajin dalam menggali dan membina potensi startup fintech dan tergabung sebagai mitra dengan wadah inkubator ternama, Startupboothcamp FinTech. Menurutnya, dengan kegiatan ini nantinya bisa menghasilkan startup fintech yang dapat menjadi perpanjangan tangan perusahaan dalam menjangkau nasabah lebih luas lagi.

Pasalnya, lanjutnya, startup fintech memiliki model bisnis dan target nasabah yang lebih spesifik. Sehingga, hal ini bisa menjadi produk pelengkap dari perbankan. Apalagi, data dari pemerintah Indonesia menyebut sekitar 60% penyumbang produk domestik bruto negara (PDB) berasal dari kelompok usaha kecil dan menengah. Namun, dari total penduduk Indonesia hanya 20% saja yang sudah mendapat akses jasa keuangan.

Akan tetapi, sambung Tigor, tidak semua startup bakal dipilih oleh perusahaan menjadi mitra bisnisnya. Pasca program pelatihan selesai, startup tersebut diharapkan sudah memiliki model bisnis yang matang, memiliki basis konsumen, dan tahu berbisnis dengan baik.

“Fintech ini sekarang jadi disruptive technology, kalau kami tidak ikut kembangkan bisnis perusahaan akan tergerus. Daripada hal itu terjadi, lebih baik kami gandeng mereka untuk berkolaborasi. Sebab, dengan segala rumitnya regulasi yang dimiliki perbankan, membuat perbankan jadi lebih susah bergerak daripada startup fintech untuk menjangkau nasabah baru,” terang Tigor.

Langkah yang sama juga dilakukan oleh Bank United Overseas Bank (UOB). Janet Young, Managing Director & Head Group Channels & Digitalisation UOB Singapura, mengatakan lewat program inkubator yang dibuat oleh UOB dinamai FinLab menjadi wadah penyalur startup fintech yang berkualitas agar nantinya bisa menjadi mitra perusahaan.

Sama seperti Tigor, Young memaparkan dengan adanya program kolaborasi ini bisa menjadi salah satu jalan demi menggaet nasabah lebih banyak lagi. Terlebih, potensi masyarakat Indonesia yang belum terjamah oleh perbankan, kini bisa dijangkau oleh fintech.

Dia menjelaskan dalam program tersebut, lebih dari 300 partisipan yang mendaftarkan diri dan berasal dari 20 negara. Kemudian, tersaring lewat proses seleksi hingga akhirnya terpilih menjadi sembilan startup masuk ke inkubator untuk menjalani proses pelatihan selama tiga bulan.

Peserta difasilitasi dengan coworking space gratis, pemanfaatan teknologi informasi yang dimiliki oleh Amazon untuk pengembangan produk, dan coaching dari 20 top leaders UOB.

“FinLab ini adalah proyek patungan antara UOB dengan Infocomm Investments Private Limited, dengar tujuan bisa menghasilkan inovasi produk fintech yang matang dan dapat memberi manfaat kepada masyarakat sesuai target spesifik marketnya,” ujar Young.

Bentuk inkubator sendiri

Bila kedua bank di atas lebih memilih untuk melakukan kolaborasi untuk membentuk program inkubator dengan pihak lain. Beda halnya dengan Bank Mandiri yang lebih membangun sendiri.

Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Utama Bank Mandiri, menjelaskan sejak pertengahan tahun ini perusahaan telah meresmikan Mandiri Inkubator Bisnis (MIB) sebagai wadah untuk mengembangkan potensi bisnis dari para pengusaha muda secara komprehensif, terutama terkait inovasi teknologi di bidang fintech.

Menurut dia, ada tiga produk fintech yang disasar oleh perusahaan yaitu sistem pembayaran, consumer experience management, dan virtual landing. Tercatat ada 14 startup fintech yang sudah tergabung dalam program pelatihan selama enam bulan tersebut, ditargetkan pada Januari 2016 akan selesai.

Setelah itu, lanjut Kartika, perusahaan akan melihat bagaimana perkembangan berikutnya pasca masa pelatihan selesai.

“Apabila mereka [startup] secara komersial sudah mulai bagus nanti bisa kita pertimbangkan untuk dipilih antara satu atau dua perusahaan untuk disuntik modalnya agar skala bisnisnya bisa meningkat. Mereka juga bisa ikut garap captive market Bank Mandiri sebanyak 20 juta orang,” katanya.

Kartika menargetkan setiap tahunnya perusahaan bisa mencetak tiga sampai lima startup baru. Bank Mandiri sebagai induk perusahaan menugaskan anak usahanya PT Mandiri Capital Indonesia (MCI) untuk menggarap startup binaannya tersebut.

Bank Mandiri menyiapkan modal sebesar 500 miliar Rupiah untuk dikelola MCI. Hingga saat ini, perusahaan mengklaim telah menggelontorkan 200 miliar Rupiah.


Disclosure: DailySocial adalah salah satu anggota komite Indonesia Fintech Festival & Conference 2016

Banyak Inisiatif Baru Lahir di Indonesia Fintech Festival & Conference Hari Kedua

Selesai sudah perhelatan ajang terbesar bagi industri keuangan dan teknologi di Indonesia, hasil kerja sama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kamar Dagang Indonesia (Kadin). Banyak tamu kehormatan yang hadir di sini, mulai dari Presiden RI Joko Widodo, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia Agus D Martowadojo, dan menteri lainnya.

Pemerintah secara terang-terangan mendukung perkembangan industri financial technology (fintech) dengan mengeluarkan berbagai aturan untuk mendorong perkembangan ekosistemnya. Presiden Joko Widodo mengatakan fintech bisa menjadi solusi untuk memperluas akses masyarakat Indonesia yang ada di pelosok daerah dan belum terjangkau oleh jasa keuangan dari perbankan.

“Misalnya untuk UKM, masih jarang ada catatan keuangannya karena mereka merasa ribet. Hal inilah yang membuat mereka sulit mengakses permodalan ke bank. Ini juga menandakan tingkat keuangan inklusi perlu ditingkatkan dari hal yang paling dasar yakni dengan meningkatkan literasi keuangan masyarakat,” kata Presiden, Selasa (31/8).

Presiden juga ingin mengajak semua masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi, terutama anak muda yang bergerak di fintech agar dapat terus menghasilkan terobosan seperti aplikasi digital yang berguna dalam meningkatkan inklusi keuangan.

Presiden Joko Widodo menghadiri Indonesia Fintech Festival & Conference 2016
Presiden Joko Widodo menghadiri Indonesia Fintech Festival & Conference 2016

Menteri Keuangan Sri Mulyani menambahkan pemerintah akan membuat formulasi kebijakan, pengaturan, dan kerangka aturan untuk mendorong industri fintech bisa lebih berkembang. Bahkan, sambung dia, apabila diperlukan akan ada insentif dan fasilitas tertentu yang bisa dinikmati fintech agar industri tersebut ke depannya bisa menjadi kekuatan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dampak lanjutnya, akan dapat mengurangi pengangguran, menambah lapangan pekerjaan, dan akhirnya dapat memecahkan masalah kemiskinan dan kesejahteraan. “Oleh karena itu, saya bersedia untuk duduk bersama agar kita semua bisa mengidentifikasi kerangka kebijakan apa saja yang diperlukan sehingga Indonesia bisa dengan cepat menumbuhkan fintech yang dapat memperluas kesempatan,” terang Sri.

Regulator akan terbitkan aturan

BTPN adalah salah satu bank yang melihat adopsi teknologi sebagai masa depan perbankan. BTPN baru saja meluncurkan Jenius
BTPN adalah salah satu bank yang melihat adopsi teknologi sebagai masa depan perbankan. BTPN baru saja meluncurkan Jenius

Sebagai bank sentral, Gubernur BI Agus D Martowadojo mengatakan bulan depan BI akan menerbitkan Peraturan BI (PBI) terkait fintech, yakni mengenai pemrosesan transaksi pembayaran. Beberapa poin yang akan dimasukkan oleh BI, mulai dari perusahaan fintech harus berbadan hukum, wajib melakukan transaksi dalam mata uang Rupiah, dan wajib menyimpan likuiditasnya di bank. “Kami ingin berikan arahan umum kalau seandainya ada pelaku fintech dari internasional yang masuk ke Indonesia. Kemudian, melakukan transaksi harus dalam Rupiah, dan penyimpanan dananya harus di bank,” kata Agus.

Secara umum BI membedakan perusahaan fintech ke dalam empat kelompok utama. Pertama, kelompok deposit, lending, dan capital rising. Dalam kelompok ini juga mencakup model bisnis crowdfunding dan peer-to-peer lending.

Kedua, kelompok payments, clearing, dan settlement, termasuk pembayaran melalui situs mobile dan desktop. Terakhir, kelompok market provisioning dan investasi, dan manajemen risiko.

BI, lanjut dia, akan membangun fintech office, suatu pendampingan khusus dalam mengembangkan bisnisnya. Lalu, akan diberikan pandangan mengenai kebijakan moneter dan makroprudensial Indonesia agar lebih mengenal iklim usaha. Lalu, BI juga akan berinisiatif meluncurkan inkubator.

Berikutnya, OJK akan menerbitkan aturan untuk dua segmen fintech. Pertama, untuk peraturan fintech akan lebih diarahkan ke perusahaannya. Sementara, untuk fintech startup akan diberikan kelonggaran.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan peraturan akan dibuat sederhana guna menghindari startup fintech jadi sulit berkembang. “Peraturan sedang kita matangkan supaya pas, kalau kebanyakan aturan akan mati,” ujarnya.

Untuk fintech baru, ada dua segmen yang akan diatur OJK yaitu crowdfunding dan pembayaran digital. Crowdfunding dalam kerangka aturan OJK, akan mengatur dan mengawas aspek pendanaan dari angle investor yang harus tunduk terhadap regulasi terkait (BI, BKPM, dan DJP) disclosure, prudential, dan keamanan data personal.

Pembayaran digital akan diatur mengenai pengawasan terhadap aspek disclosure, prudential terkait produk yang ditawarkan, keamanan data personal, dan keamanan deposit dana dalam bentuk digital. Lalu pengaturan koordinasi dan pengawasan dengan BI dan Kemkominfo atas aspek dana digital.

Sementara itu, OJK juga akan menerbitkan aturan baru untuk IKNB yang bertransformasi fintech. Ada tiga segmen industri yang akan diatur, pembiayaan & ventura menjadi marketplace lending, asuransi menjadi specialist insurance market, dan agen & broker IKNB fintech advisor.

“Kami targetkan seluruh aturan ini dapat terbit paling cepat Oktober mendatang atau paling lambat sebelum akhir tahun ini,” kata Kepala Eksekutif Pengawas IKNB Firdaus Djaelani.

Bentuk kolaborasi

Dari kalangan pelaku usaha, di hari kedua IFFC telah meresmikan beberapa kerja sama strategis. Pertama, antara portal investasi digital Bareksa dengan penyedia pembayaran elektronik DOKU. Kerja sama ini memungkinkan pengguna DOKU bisa menginvestasikan uangnya ke instrumen reksadana.

Kemudian, kerja sama antara Bank Danamon dengan Investree untuk tujuan sistem cash management. Terakhir, antara Bank Sinarmas dengan Dimo Pay dan Cashlez.

[Baca juga: Survei Fintech Indonesia 2016: 61 Persen Startup Fintech Anggap Regulasi di Indonesia Belum Jelas]

Dari hasil survey Deloitte Consulting, lebih dari 70 fintech di Indonesia sangat berharap adanya kolaborasi dengan lembaga keuangan. Lebih dari separuh menyebut kolaborasi menjadi sangat penting untuk mengembangkan potensi industri keuangan Indonesia di masa mendatang.

Lebih detil diterangkan dalam survey, mayoritas fintech ingin berkolaborasi dengan institusi keuangan lokal (66,2%), fintech lokal (47,1%). Mereka juga ingin membentuk kolaborasi dengan korporasi atau konglomerasi lokal (44,1%) dan perusahaan teknologi startup lokal dari industri lain (44,1%).


Disclosure: DailySocial adalah salah satu anggota komite Indonesia Fintech Festival & Conference 2016

BCA Persiapkan Pendirian Modal Ventura

PT Bank Central Asia Tbk (BCA), bank swasta terbesar di Indonesia, tengah mempersiapkan pendirian modal ventura. Seluruh dokumen sudah diajukan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan sedang menunggu persetujuan diberikan.

“Kami sudah ajukan seluruh persyaratannya ke OJK dan tinggal menunggu persetujuan dari OJK keluar,” ujar Armand Hartono, Wakil Presiden Direktur BCA, di sela-sela acara Indonesia Fintech Festival & Conference, Selasa (30/8).

Pihaknya enggan memberi tahu lebih detil berapa modal yang disiapkan untuk mendirikan perusahaan modal ventura tersebut. Armand melanjutkan sebenarnya BCA ingin membuka seluruh opsi bisnis yang bisa dijalankan demi melancarkan ambisinya untuk memiliki modal ventura, entah itu lewat cara organik maupun anorganik. Pada akhirnya perusahaan lebih memilih untuk membangun perusahaan sendiri.

Bila rencana BCA mulus, artinya akan ada pemain modal ventura lainnya yang berasal dari anak usaha perbankan setelah Bank Mandiri mendirikan PT Mandiri Capital Indonesia (MCI) pada awal tahun ini.

MCI merupakan perusahaan patungan (joint venture) yang dimiliki oleh Bank Mandiri sebesar 99% dan Mandiri Sekuritas 1%. Bank Mandiri mendirikan perusahaan tersebut dengan menyuntikkan dana sebesar Rp 500 miliar. Nilai tersebut lebih tinggi daripada ketentuan modal minimal yang sudah diatur oleh OJK sebesar Rp 50 miliar.

Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Utama Bank Mandiri, mengatakan pendirian awal MCI untuk memajukan industri startup financial technology (fintech) di Tanah Air. Nantinya seluruh startup yang dibiayai oleh perusahaan berpotensi bisa menggarap captive market nasabah Bank Mandiri yang sudah mencapai 20 juta orang.

Rencanakan bentuk JV fintech baru

Kartika, yang akrab dipanggil Tiko, melanjutkan dalam pipeline perusahaan rencananya akan membidik satu fintech baru paling lambat pada pertengahan tahun depan.

Saat ini, Bank Mandiri sudah memiliki dua perusahaan fintech berbentuk JV di bawah bendera MCI. Pertama, dengan perusahaan fintech asal Korea Selatan BC Card untuk pengembangan electronic data capture (EDC).

Kemudian, dengan PT Kresna Graha Investama Tbk membentuk PT Digital Artha Media (DAM) untuk pengembangan produk Mandiri E-Cash. Pihaknya pun membuka seluruh opsi ingin membidik pemain fintech yang sudah memiliki model bisnis yang berkembang dan memiliki basis konsumen.

“Bila pipeline bisnis berjalan sesuai rencana, paling lambat pertengahan tahun depan kami akan menambah satu perusahaan fintech baru. Kami akan menempatkan saham di sana,” ujar Tiko.

Bukalapak Persiapkan IPO Paling Lambat 2026

Bukalapak, salah satu marketplace terbesar di Indonesia, tengah mempersiapkan rencana melantai (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) paling lambat 10 tahun dari sekarang atau sebelum 2026. Selain itu, dalam kurun waktu tersebut diharapkan dapat merangkul hingga 30 juta pelapak (penjual). Jumlah tersebut lebih dari separuh jumlah pengusaha UKM yang tercatat dalam Kementerian Koperasi dan UKM RI sebesar 57,9 juta pada 2015.

Seperti diberitakan sebelumnya, BEI mendorong Bukalapak untuk menjadi salah satu pelopor startup lokal yang melakukan IPO di Tanah Air bersama-sama dengan Kaskus. Namun, pada saat itu kabar tersebut disangkal oleh Achmad Zaky, CEO Bukalapak.

[Baca juga: Bukalapak dan Kaskus Klarifikasi Rumor IPO (UPDATED)]

“Dalam kurun 10 tahun mendatang, kami menargetkan sudah melantai di BEI. IPO itu adalah alat, jangan dijadikan tujuan, sebab kami akan pakai alat apa saja untuk membuat UKM Indonesia jadi lebih maju,” ujar M Fajrin Rasyid, Co-founder dan CFO Bukalapak, saat ditemui DailySocial di kantornya, Senin (29/8).

Mengenai target pelapak, lanjutnya, dari data Kemenkop tidak seluruhnya UKM bisa feasible untuk dijadikan sebagai usaha online. Maka dari itu, pihaknya menaruh patokan sekitar 25 juta sampai 30 juta di antaranya memiliki potensi bisa bergabung menjadi penjual di Bukalapak.

“Kami prediksi dari total pengusaha UKM yang terdata oleh Kemenkop sekitar 25 juta sampai 30 juta di antaranya menjadi target kami untuk bisa bergabung menjadi penjual di Bukalapak.”

Bukalapak sendiri tahun ini menargetkan jumlah pelapak yang bergabung mencapai angka 2 juta, pencapaian hingga Agustus 2016 sudah melebihi 1 juta pelapak. Dalam jangka menengah, Bukalapak juga menargetkan pada 2020 jumlah pelapak bisa menyentuh angka 10 juta.

Menurutnya, strategi yang dipakai Bukalapak untuk menggaet lebih banyak pelapak dengan aktif mengadakan roadshow ke kota-kota di Indonesia, kopi darat dengan pelapak existing dan calon pelapak, dan terus memperbaharui fitur forum diskusi yang sudah disediakan Bukalapak. Strategi pendekatan lainnya, lanjutnya, masih dalam perencanaan perusahaan sambil mengikuti perkembangan konsumen Indonesia.

Sebab, perlu diketahui, belum tentu strategi yang dilakukan Bukalapak pada saat ini bisa diaplikasikan pada masa depannya. “Kami akan terus menyesuaikan strategi sesuai dengan perkembangan konsumen dan perekonomian Indonesia itu sendiri agar bisa tetap tepat sasaran. Sekaligus, membuat kami jadi lebih aware agar tetap bisa bersaing dengan markeplace lainnya.”

Fajrin juga mengungkapkan, dalam beberapa tahun pihaknya berambisi ingin membawa produk UKM Indonesia ke ranah pasar internasional. Namun hingga kini, rencana tersebut masih dalam tahap kajian internal perusahaan. Mengingat banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan, misalnya meningkatkan tingkat edukasi penjual dan pembeli, perbaikan sistem logistik, dan sebagainya.

Edukasi menjadi salah satu pekerjaan rumah terbesar Bukalapak. Sebab, masih banyak masyarakat yang belum memahami konsep marketplace dan perbedaaannya dengan e-commerce atau iklan baris online. Selain itu, masih banyak penjual yang masih menjadikan media sosial sebagai basis utama penjualan online mereka.

Akan tetapi, bila dibandingkan kondisinya dari tahun-tahun sebelumnya sekarang ini sudah lebih baik. Pasalnya, tingkat penetrasi masyarakat Indonesia terhadap internet sudah berangsung meningkat, belum lagi ditambah harga smartphone dan paket data yang semakin terjangkau sehingga akses internet semakin mudah didapat.

“Visi misi kami hingga 10 tahun mendatang adalah menjadi partner utama seluruh UKM di Indonesia, dengan merangkul sebanyak-banyaknya pengusaha. Kemudian, Bukalapak bisa menjadi brand yang melekat dari benak setiap orang ketika ingin berjualan dan membeli suatu produk. Sama halnya dengan YouTube yang pertama kali muncul di benak orang-orang saat ingin menonton video online.”

Terus perbaiki bisnis

Bukalapak, sambung Fajrin, juga terus memperbaiki bisnis guna mendapatkan pengguna lebih banyak lagi. Bukalapak sudah tersedia dalam platform desktop, Android, dan iOS. Dia mengklaim, rating Bukalapak dalam aplikasi mobile termasuk salah satu aplikasi dengan rating tertinggi di antara marketplace lainnya.

Rating menjadi salah satu patokan utama yang diambil Bukalapak dalam peningkatan kualitas bisnis untuk konsumennya. Kendati demikian, hal ini tidak membuat Bukalapak tidak menjadi bias karena lebih mengutamakan aplikasi mobile ketimbang desktop.

Menurutnya, mengutamakan seluruh channel marketing bisa membuat Bukalapak terus menjaga kualitas pelayanannya. Dia mengungkapkan, ada suatu tren yang diperkirakan bakal terjadi di masa mendatang, ketika konsumen akan kembali ke penggunaan desktop daripada mengunduh aplikasi di smartphone-nya.

“Meski itu hanya suatu riset, tapi kami menganggapnya kemungkinan saja bisa terjadi. Pasalnya ada kemungkinan konsumen akan lebih selektif dalam mengunduh aplikasi dalam smartphone karena bisa jadi ingin menghemat storage dan ingin merasakan experience terlebih dahulu dengan mengakses lewat desktop. Apabila ada manfaatnya, baru mereka akan mengunduhnya. Hal inilah yang membuat kami tetap ingin memajukan seluruh channel yang dimiliki.”

Selain itu, Bukalapak juga akan tetap rutin menjaga keamanan data pelanggan dan perusahaan dengan menggandeng perusahaan internet security dan hacker secara berkala. Hal ini agar potensi kejahatan online bisa diminimalisir Bukalapak sekaligus menjaga kenyamanan konsumen saat bertransaksi.

Dari sisi logistik, Bukalapak ingin terus menambah rekanan kerja sama dengan perusahaan logistik agar lama waktu pengiriman bisa lebih singkat dengan biaya yang lebih terjangkau.

Application Information Will Show Up Here

4 Langkah Esensial Mengubah Ide Jadi Bisnis Nyata

Menjadi hal yang mengerikan bila ide Anda diacuhkan oleh orang lain. Mereka hanya menganggap ide bisnis yang Anda ajukan tidak lebih dari sekedar ide saja. Padahal, banyak orang yang rela menginvestasikan uangnya demi menyelesaikan masalah umat manusia.

Untuk menyukseskan ide agar dapat menjadi bisnis nyata, dalam tulisan ini dipaparkan empat langkah esensial agar ide Anda bisa diterima calon investor dan konsumen.

Buat dalam angka

Angka akan lebih membawa dampak emosional di telinga pendengar dibandingkan melakukan khotbah yang sempurna. Coba perhatikan contoh kalimat berikut: Secara potensi ada $70 miliar terperangkap akibat limbah di Afrika. Startup kami bertujuan untuk mendaur ulang sampah menjadi uang tunai.

Bandingkan dengan kalimat ini: Kami ingin membersihkan banyak jalan di Nigeria. Mana yang menurut Anda lebih menarik?

Tentu saja yang kalimat pertama. Bisa dipastikan setelah calon investor mendengarnya, banyak yang gatal ingin mendengar berapa banyak return yang didapat dari uang yang mereka investasikan. Namun, tidak banyak dari mereka akan menanyakan hal tersebut langsung di hadapan Anda. Akan tetapi, banyak pakar penggalang dana startup memberitahu langsung hal-hal yang ingin didengar oleh investornya, misalnya berapa banyak persentase keuntungannya dan lain-lain.

Ketika Anda berpikir bagaimana menjual ide, cobalah gunakan angka karena dianggap lebih jujur dan menarik dalam menyampaikan pesan.

Tunjukkan permasalahan

Banyak orang yang tidak bergerak sebelum mendengar ada bahaya. Hanya dengan menunjukkan ide ke orang lain, belum tentu membuat membuat mereka langsung tergerak. Dengan kata-kata pemasaran yang mujarab pun belum tentu berhasil, bila salah strategi.

Namun, coba dengan cara ini: Anak muda generasi masa depan bangsa akan mengalami resesi akibat sebagian besar dari mereka gagal mengambil studi ekonomi dengan serius.

Metode pendekatan problem-tackling memang akan sangat bergantung pada keyakinan mendasar dari konsumen itu sendiri. Pada umumnya konsumen akan membeli suatu produk bila masalahnya sudah cukup pelik. Anda bisa menggunakan teknik pemasaran seperti ini untuk menarik investor baru.

Namai merek produk dengan nama terbaik

Merek sebuah produk dimulai dari penamaan judul. Menamai ide yang Anda ciptakan menjadi suatu merek produk, menjadi penentu seberapa serius Anda dengan pekerjaan ini. Jangan biarkan ide Anda menjadi hancur karena salah menamai merek produk.

Sebagian besar entrepreneur menganggap aspek ini dengan ringan. Mereka berpikir ide yang luar biasa harus mampu berdiri sendiri. Padahal, tidak demikian. Tahap ini menjadi paling penting bagi masa depan startup Anda.

Buat roadmap

Jangan pernah melakukan pitching ide ke investor sebelum membuat roadmap bisnis. Anda perlu membuat strategi bisnis dengan matang, mulai dari strategi pemasaran saat sounding ke calon investor. Roadmap yang Anda buat harus menguraikan langkah-langkah yang akan diambil, mengidentifikasi potensi rintangan, dan bagaimana mengatasinya.

Mulai dari formulasi ide (ideation). Jika Anda sedang mencari investor, artinya Anda sudah melewati fase awal ini. Namun, Anda tetap perlu menelusuri kembali langkah ini jika investor potensial Anda punya alasan untuk melewati bisnis yang Anda tawarkan.

Kemudian, pitching ide. Strategi internal Anda harus menjelaskan bagaimana mengevaluasi ide untuk bisa mendapatkan investor yang tepat. Pitching ide ke investor yang salah, turut mempengaruhi pijakan bisnis Anda.

Pendanaan (funding). Strategi pendanaan harus Anda buat dengan sangat serius. Tunjukkan ke calon investor bagaimana strategi Anda, meski mereka sudah mengatakan tidak kepada Anda.

Prototype. Setelah Anda mendapatkan pendanaan, berapa lama waktu yang Anda butuhkan untuk mengembangkan prototype versi pertama? Anda harus menyajikannya dalam bentuk timeline yang feasible agar investor bisa bekerja sama dengan Anda.

Strategi pemasaran
. Tanpa komponen ini, semua roadmap akan percuma. Mayoritas investor tidak akan mengambil langkah mundur bila Anda tidak menyajikan rencana untuk dibagikan, termasuk strategi pemasaran online.

Model pendapatan
. Investor ingin melihat bagaimana niat Anda mengembalikan uang mereka yang dibangun dari berbagai jaminan yang Anda berikan.

Terakhir, exit strategy. Banyak ide brilian gagal di tengah jalan. Meskipun Anda terlihat menyerahkan sepenuhnya ide sebagai kontrol bisnis, paling tidak investor perlu tahu apakah ada rencana darurat (contingency plan) jika perusahaan Anda terancam gagal. Mungkin Anda memilih jalan IPO, menjual perusahaan, atau lainnya.

MVNO Bukan Ancaman Bagi Operator Seluler Indonesia

Saya berharap judul tulisan ini bukan menjadi tandingan dari artikel yang dimuat di sini. Dalam tulisan ini, saya ingin menunjukkan sikap saya yang pro terhadap niatan pemerintah untuk merevisi dua Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.

Mengapa saya mendukung? Dari tujuan awal pemerintah membuat rencana revisi dua PP tersebut sebenarnya cukup mulia, yakni ingin terciptanya efisiensi untuk seluruh pelaku usaha dan meratanya penyebaran broadband di seluruh Indonesia.

Agar tidak sekedar niatan belaka, perlu andil dari seluruh stakeholder untuk duduk bersama dan berembuk menyatukan pendapat agar niat mulia ini bisa berjalan lancar. Sebab, dari beberapa pemberitaan, niatan pemerintah ini membuat membuat pihak tertentu saling bersitegang.

Sebelumnya, saya ingin mengutip dari publikasi ini. Pemerintah berencana mengubah bunyi dari salah satu pasal dalam PP No. 52/2000 menjadi penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat menyewakan jaringan telekomunikasinya kepada penyelenggaran jaringan telekomunikasi lainnya.

Hal inilah yang kemudian membuat resah banyak pihak karena dampak utama dari hasil revisi PP adalah bermunculannya pemain mobile virtual network operator (MVNO) dan ada model bisnis berbagi jaringan (network sharing). Benarkah demikian?

MVNO merupakan operator yang menyediakan layanan telekomunikasi untuk pelanggan tetapi tidak memiliki lisensi dari pemerintah atau regulator dalam penggunaan frekuensi radio. MVNO memiliki hak akses ke berbagai elemen radio milik perusahaan telekomunikasi yang berlisensi sebagai mobile network operator (MNO).

Dari definisinya MVNO cukup istimewa karena tanpa perlu membangun jaringan sendiri atau memiliki lisensi, mereka dapat menyediakan layanan telekomunikasi seperti MNO lainnya. Kasarnya, pemain MNVO bisa jadi bumerang bagi pelaku MNO, sebab bisa memicu “perang” lainnya untuk meraih pasar baru, misalnya perang tarif.

Namun, coba tengok lagi pernyataan dari Darmin Nasution, Menteri Koordinator Perekonomian RI. Dia menyebut revisi PP ditujukan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur telekomunikasi, salah satunya proyek Palapa Ring. Pemerintah, sambung dia, menargetkan pada 2019 seluruh ibu kota kabupaten dan kotamadya di Indonesia sudah terhubung dengan jaringan telekomunikasi.

Dalam peta jalan Indonesia Broadband Plan (IBP) tingkat penetrasi internet mencapai 50,2% untuk broadband dengan minimal speed 1 Mbps. Untuk capai itu butuh biaya investasi sebesar $27 miliar. Namun, dari kondisi sekarang tingkat investasi hanya mencapai $3 miliar per tahun. Diperkirakan butuh waktu sekitar 9 tahun. Padahal periode IBP hanya empat tahun saja sampai 2019.

“Jadi kalau kita tidak pintar-pintar investasi dengan efisien, IBP akan sulit dicapai. Nah, salah satu cara agar investasi lebih efisien, yakni dengan cara sharing. Dengan itu, kita bisa bangun lebih banyak infrastruktur dengan jumlah uang yang sama, efektivitasnya sangat tinggi. Tentu kami sangat menyambut baik, kalau bisa segera keluar (re: revisi PP), lebih senang lagi,” ujar Dian Siswarini, CEO XL Axiata.

XL termasuk pihak yang giat mendorong pemerintah untuk segera menyelesaikan rencana kerja tersebut. Dalam realitanya, XL sudah melakukan kerja sama dengan Indosat untuk network sharing, dengan membangun perusahaan patungan PT One Indonesia Sinergy (OIS) yang mengimplementasi passive network sharing dengan skema multi operator radio access network (MORAN).

MORAN memungkinkan kedua operator untuk berbagi BTS, namun masih tetap menggunakan spektrum masing-masing. MORAN adalah salah satu dari lima model network sharing, CME Sharing, MORAN, multi operator core network (MOCN), MVNO, dan roaming.

Lihat manfaat revisi dari segala sisi

Dari hasil kajian yang dilakukan Research dan Markets, MVNO sangat cocok bila diimplementasikan di Asia sebagai kawasan negara berkembang, asal model bisnis dan partner yang dipilih tepat. Dalam riset tersebut, Asia menunjukkan momentum yang kuat dalam liberalisasi dalam regulasi di mobile market, akan merangsang kompetitif, dan menurunkan tarif. Ditambah, peningkatan dalam pengenalan berbagai produk inovatif.

Contohnya bisa dilihat dari pertumbuhan jumlah pelanggan yang tinggi dari operator virtual di Tiongkok, kemudian diikuti oleh Filipina, Malaysia, Thailand. Kemudian, hasil studi dari McKinsey menyebutkan pemain MVNO di negara berkembang bisa menguasai sekitar 10% hingga 40% pangsa pasar seluler.

Mengutip pernyataan Nonot Harsono, Chairman of Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), MVNO dinilai bisa menjadi mitra pemasaran pemilik jaringan atau infrastruktur. “Memang akan memunculkan pemain baru, tapi bukan sebagai pembangun atau pemilik jaringan,” ujarnya.

Jaringan telekomunikasi yang telah dibangun, bertujuan untuk disewakan salurannya kepada sebanyak mungkin pemakai, baik dari kalangan individu maupun korporat. Sehingga, membuat konsep MVNO membantu menjual saluran.

Menurut International Telecommunication Union (ITU), dalam praktiknya MVNO terdiri dari empat lapis model bisnis. Pertama, sebagai distributor dari produk operator. Kedua, sebagai pembuat sistem penagihan (billing). Ketiga, sebagai penyedia layanan aplikasi. Terakhir, sebagai penggelar infrastruktur inti.

Bentuk sinergi

Keempat lapis model bisnis ini, secara jelas bisa membuat MVNO bisa tetap beroperasi tanpa mengganggu pemain lainnya. Toh pada ujungnya sasaran akhir yang ingin dituju adalah meratanya penggunaan internet di seluruh Indonesia.

Dari sisi operator dan pemerintah, kehadiran MVNO bisa mempercepat penyebaran jaringan broadband sekaligus meringankan tingkat utilitas jaringan. Hal ini juga bakal memberi pengaruh pada berkurangnya biaya interkoneksi akibat dari turunnya beban biaya elemen jaringan.

Menurut saya, pemerintah perlu membuat batasan-batasan agar tidak melenceng, untuk menentukan hak dan kewajiban MVNO dan pemain MNO. Biaya apa saja yang harus dibayarkan pemain MVNO, fasilitas apa saja yang bisa didapat MVNO setelah melakukan perjanjian kerja sama, dan sebagainya.

Bentuknya, bisa diterangkan dalam PP yang hendak direvisi tersebut atau membuat aturan turunan berupa Surat Edaran (SE) atau lainnya. Hal ini berguna agar pemerintah tetap bisa menjadi polisi dengan mengontrol industri lewat seluruh aturan yang telah dikeluarkan.

Pemain MNO pun juga perlu memberikan sinergi berupa masukan yang dibantu dengan data yang valid mengenai segala hal yang terkait dengan MVNO sebagai bahan pertimbangan pemerintah saat membuat aturan turunan. Hal akhir yang diinginkan pelaku usaha dari lahirnya suatu aturan baru adalah win-win solution.

OLX Indonesia Ungkap Perilaku Konsumen Indonesia Saat Pra dan Pasca Lebaran

OLX Indonesia memaparkan seputar tren perilaku konsumen Indonesia sepanjang bulan Ramadan dan Lebaran, tepatnya terjadi pada Juni dan Juli 2016. Dari hasil temuan OLX, ditemukan ketimpangan supply dibandingkan demand setelah Lebaran berakhir pada Juli. Sementara saat Ramadan, lebih tinggi demand ketimbang supply.

Hal ini mengindikasikan saat Lebaran berakhir, banyak orang yang kehabisan uang karena pulang kampung sehingga menjual barang-barangnya. Sayangnya dari sisi demand tidak ada pembeli karena uangnya sudah habis dipakai saat Lebaran berlangsung.

Daniel Tumiwa, CEO OLX Indonesia, menjelaskan tren ini menjadi indikator kecil konsumen masyarakat Indonesia. Konsep bisnis C2C memberikan gambaran jelas melemahnya daya beli masyarakat terjadi secara merata di seluruh industri ritel, baik online maupun offline, setelah Lebaran berakhir. Kendati demikian, pihaknya memprediksikan lemahnya daya beli ini tidak akan berlangsung lama. Mengingat, pada akhir tahun ada momen tahun baru dan berbagai kebijakan yang pro industri dari pemerintah.

Dia menerangkan, Ramadan tahun ini OLX terjadi kenaikan belanja sebesar 20% secara year-on-year (yoy), baik dari segi transaksi maupun listing barang. Lebih rinci dia menjelaskan, sebanyak 1,6 juta produk telah terjual dengan nilai transaksi sebesar 37 triliun Rupiah dari sebelumnya 26 triliun Rupiah. Dari segi penjual terdapat 850 ribu orang dan 20 juta pengguna. Berarti ada perbandingan 1 penjual bisa melayani 20 pembeli pada saat itu.

“Dari hasil survei, sebanyak 69% orang mengatakan mereka akan menjual barang-barangnya setelah Lebaran untuk menutupi biaya hidup ke depannya. Hal ini bisa dijadikan indikator kecil mengenai perekonomian di Indonesia bahwa penjual yang melakukan listing barangnya 10% rebound lebih cepat dari biasanya,” ujarnya, Jumat (28/8).

Lebih detil dijelaskan, saat Ramadan kategori barang bekas untuk elektronik dan gadget, mobil, motor, dan kebutuhan pribadi menjadi top seller di OLX. Edward Killian, CMO OLX Indonesia, menjelaskan untuk motor bekas ada 270 ribu unit yang laku terjual, dengan harga jual rerata 13 juta Rupiah, meningkat dari sebelumnya 11 juta Rupiah.

Dari hasil temuan, lanjutnya, usia motor rata-rata baru mencapai dua tahun. Usia ini terbilang sangat muda, namun momen Ramadan membuat mereka akhirnya memilih untuk menjual barangnya untuk kebutuhan pulang kampung. Top brand-nya adalah Honda, Yamaha, Suzuki, dan Kawasaki.

Produk mobil bekas mencatatkan ada 260 ribu unit yang laku terjual, pencapaian ini naik 10%. Harga jualnya secara rerata sebesar 160 juta Rupiah dibandingkan harga sebelumnya 120 juta Rupiah. Merek mobil yang paling laku adalah Toyota, Honda, Daihatsu, dan Suzuki.

Terakhir, untuk kategori Gadget (smartphone) sebanyak 490 ribu unit smartphone telah laku terjual dengan rata-rata harga jual 1,3 juta Rupiah. Merek yang paling laku adalah Samsung, Apple, Blackberry, dan Xiaomi.

Pergeseran tren ke mobile

Tidak hanya memaparkan data penjualannya, OLX Indonesia juga mengungkapkan jumlah pengguna OLX sampai Juli sebesar 20 juta orang. Pengguna yang mengakses OLX lewat mobile mencapai 90%, sementara sisanya memakai perangkat desktop. Lebih lanjut diungkapkan bahwa untuk pengguna OLX melalui perangkat mobile, sekitar 60% mengaksesnya lewat aplikasi mobile, sementara sisanya lewat web browser.

Lebih rinci lagi ternyata dari 90% pengguna aplikasi mobile mengakses menggunakan platform Android sementara sisanya dari iOS. Daniel menjelaskan pergeseran tren konsumen ke arah mobile ini dinilai justru sangat menguntungkan OLX. Pasalnya, untuk segmen mobile, khususnya smartphone, banyak penambahan fitur yang bisa diberikan guna meningkatkan experience konsumen.

Dari segi pengguna, OLX juga mengklaim terus mengalami pertumbuhan dengan kisaran 35%-40% per tahunnya.

“Bergesernya tren pemakai mobile di OLX menguntungkan kami karena banyak fitur yang bisa disematkan. Kini kami sudah capai 20 juta pengguna dengan 1 juta pengguna aktif harian. Target kami adalah secepatnya mengejar 70 juta pengguna di seluruh Indonesia,” terang Daniel.

LX Indonesia saat ini menambahkan sejumlah fitur baru, misalnya mengisi ulang saldo OLX lewat pulsa, notifikasi chat, dan fitur proteksi laporkan iklan.

Application Information Will Show Up Here

Keterbatasan Talenta Masih Dianggap Tantangan Terbesar Ekosistem Teknologi Indonesia Hingga 2025

Dari hasil paparan riset yang dilakukan oleh Google dan Temasek bertajuk ‘E-conomy SEA: Unlocking the $200 billion opportunity in Southeast Asia,” disebutkan pada 2025 Indonesia bakal menjadi market leader untuk pasar online yang mencapai $81 miliar pada 2025. Dari angka tersebut, e-commerce menyumbang $46 miliar atau 56% dari total pasar online, dengan asumsi pertumbuhan 39% per tahunnya dari posisi tahun lalu sebesar $1,7 miliar.

Meskipun demikian, potensi tersebut masih memiliki lima tantangan yang harus secepatnya bisa diselesaikan oleh seluruh stakeholder, yaitu talent, mekanisme pembayaran, infrastruktur internet, infrastruktur logistik, dan kepercayaan konsumen.

[Baca juga: Menyikapi Jurang antara Kebutuhan dan Penyediaan Sumberdaya Manusia di Bidang Teknologi]

Google dan Temasek menghadirkan tiga narasumber untuk memberikan masukan dan pendapatnya mengenai hasil riset tersebut. Ada tiga orang yang dihadirkan, Nadiem Makarim (CEO dan Founder Go-Jek Indonesia), Dannis Muhammad (CMO Traveloka), dan Hadi Wenas (CEO MatahariMall).

Ketiga narasumber menyetujui bahwa Indonesia membutuhkan talent yang lebih banyak lagi untuk siap terjun ke dunia startup. Nadiem mengungkapkan tenaga engineer di Indonesia masih sangat minim. Dia mengklaim meski tenaga engineer yang bekerja di Go-Jek mencapai 70% dari total pekerja, namun secara umum Indonesia supply tenaga engineer masih sangat minim.

Penyebabnya bisa karena kurang sesuainya kurikulum yang diajarkan saat di bangku kuliah. Solusi tercepat, sambungnya, adalah dengan mengirimkan bibit-bibit baru tersebut ke sekolah luar negeri. Untuk itu, perlu ada andil dari pemerintah dengan memberikan insentif-insentif berupa kemudahan beasiswa bagi pelajar yang berpotensi untuk menuntut ilmu di luar negeri.

“Masih banyak persepsi negatif dari orang tua Indonesia mengenai engineering, mereka mengira belajar coding itu seperti main internet. Perlu langkah cepat dari pemerintah dengan memberikan insentif berupa beasiswa,” ujarnya, Kamis (25/8).

Hadi Wenas menambahkan, menurutnya untuk sektor e-commerce perlu talent marketing yang cara bekerjanya sesuai dengan dunia startup. Kebanyakan saat ini pola pikir tenaga pemasaran di Indonesia masih konvensional, di mana ada dana yang masuk dari perusahaan kemudian dibelanjakan ke berbagai lini iklan.

Padahal, sebenarnya di startup teknik pemasaran seperti itu tidak cocok untuk diaplikasikan. Untuk mengatasi hal tersebut, teknik yang ia lakukan adalah dengan mempekerjakan mahasiswa fresh graduate karena dinilai lebih mudah untuk diajarkan.

Sedangkan Traveloka menyiasati talent dengan mempekerjakan tenaga-tenaga lulusan 10 universitas di Asia Tenggara. “Kami menyiasati hal tersebut dengan mempekerjakan talent terbaik dari 10 universitas top di kawasan Asia Tenggara,” ujar Dannis.

Nadiem menambahkan, masalah empat masalah lainnya menurutnya bisa diselesaikan oleh Indonesia. Mengingat, kini sudah banyak startup baru yang fokus ke usaha logistik dan pembayaran bertebaran di Tanah Air. Sehingga, dalam ke depannya seluruh ekosistem startup digital akan lebih baik lagi, hal ini juga dapat mendukung tingkat kepercayaan konsumen lebih tinggi lagi.

Hasil riset Google dan Temasek

Lebih dalam lagi, dalam riset Google dan Temasek menyebutkan tiga sektor yang berpeluang terbesar dalam ekonomi digital Indonesia adalah e-commerce, online travel, dan online rides. Indonesia diprediksi akan memimpin region Asia Tenggara dalam jumlah pelaku e-commerce menjadi 52% pada 2025 dari sebelumnya 31%.

Secara nilai ekonomi, nilai sektor e-commerce di Indonesia bakal mencapai $46 miliar di 2025 dengan asumsi pertumbuhan 39% per tahunnya, dibandingkan perolehan di 2015 sebesar $1,7 miliar. Untuk online travel diprediksi akan menjadi $24,5 miliar dengan asumsi pertumbuhan bisnis 22% per tahunnya, dibandingkan perolehan sebelumnya $5 miliar.

Ini akan menempatkan Indonesia di urutan pertama di sektor online travel Asia Tenggara dengan porsi 32% dari sebelumnya 26% di 2015.

Hal yang sama juga untuk online rides. Diperkirakan nilainya akan mencapai $5,6 miliar dengan asumsi pertumbuhan 22% per tahun, dibandingkan perolehan sebelumnya sebesar $800 juta. Nilai tersebut juga menempatkan Indonesia sebagai market leader di Asia Tenggara dengan porsi 43% dibandingkan startup online rides lainnya.

Hal riset lainnya, Indonesia dinilai bakal menjadi negara paling aktif kedua setelah Singapura untuk kegiatan venture capital dalam hal jumlah transaksi. Sekitar 28% dari semua transaksi yang menerima funding Seri A+, serupa dengan di Singapura yang sebesar 29%.

“Peluang Indonesia sangat besar, $81 miliar, dan saya yakin bahwa tantangan yang ada akan dapat diatasi, seperti yang dapat dilihat saat ini dengan adanya sejumlah perusahaan lokal yang berhasil melebarkan usahanya di wilayah ini. Google bertekad untuk membantu bisnis Indonesia, mulai dari pemain startup besar hingga kecil demi mencapai pelanggan baru dan mendunia,” pungkas Tony Keusgen, Managing Director Google Indonesia.