eFishery Bicara Rencana Ekspansi ke India dan Penggalangan Dana

Meluncur pada tahun 2013, eFishery saat ini sudah mengalami transformasi bisnis yang masif dan melahirkan ekosistem yang mengedepankan kebutuhan para petani ikan di Indonesia. Masih memanfaatkan Smart Autofeeder sebagai entry point, kini eFishery tidak hanya dikenal sebagai startup pengembangan teknologi IoT untuk sektor aquaculture, tetapi juga menjadi sebuah koperasi yang membantu petani ikan mendapatkan modal pembiayaan, melakukan pembelian pakan, hingga penjualan ikan.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder dan CEO eFishery Gibran Huzaifah menyampaikan rencana ekspansi mereka ke India, fokus mereka memperluas kolaborasi, dan merampungkan pendanaan untuk mendukung pertumbuhan bisnis.

Ekspansi dan kolaborasi

Perusahaan masih konsisten dengan produk andalan mereka yaitu eFishery Smart Autofeeder yang merupakan mesin pemberi pakan ikan otomatis cerdas yang diatur menggunakan smartphone. Alat ini memberi pakan secara otomatis, mencatat data pakan, dan terhubung ke internet. Data-data tersebut dikumpulkan kemudian diutilisasi perusahaan dalam menyediakan solusi berikutnya, yakni eFarm dan eFisheryKu. Ke depannya perusahaan masih menyediakan penyewaan eFeeder kepada petani ikan.

Entry point masih di Smart Autofeeder dan aplikasinya. Hal tersebut akan selalu menjadi bagian dari teknologi kita, karena untuk membangun ekosistem end to end basisinya harus dari data dan teknologi. Hal tersebut yang membedakan kita dengan trader biasa atau tengkulak,” kata Gibran.

Di sisi lain, perusahaan juga melihat sudah banyak petani ikan yang memanfaatkan eFishery sebagai sebuah koperasi yang bisa menjadi wadah  membeli pakan dengan harga terjangkau, mendapatkan modal usaha, hingga sebagai platform menjual ikan dengan mudah dan nyaman.

“Awalnya sektor seperti ini tidak ada sentuhan teknologi. Fokus kita adalah menyediakan teknologi untuk mengurangi kesenjangan ekonomi. Dengan mengurangi kesenjangan ekonomi melalui teknologi, [eFishery] bisa meningkatkan kehidupan mereka. Meskipun tidak fully driven dari kita, tapi jika ada solusi yang tepat impact-nya bisa masif,” kata Gibran.

Salah satu layanan yang lahir dari umpan balik para petani ikan adalah program PayLater yang disebut Kabayan (Kasih, Bayar Nanti), di mana pembudidaya pengguna eFishery bisa membeli pakan dengan bayar nanti.

Setelah melakukan pilot run di Thailand, Vietnam, Bangladesh, dan India, eFishery memiliki rencana fokus ekspansi ke satu negara saja, yaitu India. Tahun ini fokus mereka akan melancarkan commercial pilot dan ekspektasi tahun depan commercial roll out bisa dilakukan.

“Di sisi lainnya selama 3 tahun terakhir kita juga masih fokus melakukan perluasan area layanan di Indonesia. Pasarnya masih besar, tapi sambil jalan kita juga mau melihat apakah ada peluang yang perlu kita mulai dari sekarang, agar kita mendapatkan pemahaman terkait pasar,” kata Gibran.

Saat ini eFishery sudah melayani 26 provinsi mulai dari Aceh, Nusa Tenggara Timur hingga Sulawesi Utara, serta sekitar 300 lebih kabupaten dan kota. Yang mereka belum garap adalah kawasan Timur Indonesia, seperti kepulauan Maluku dan Papua. Target eFishery beberapa tahun depan adalah ekspansi ke seluruh Indonesia.

“Fokus dari eFishery adalah tetap fokus di menghadirkan value ke petani dengan operating model yang light asset dan scalable. eFishery juga selalu fokus ke unit economics,” ujar Gibran.

Potensi penggalangan dana baru

Saat ini eFishery sudah berada dalam tahapan Seri C dengan total raihan investasi mencapai setidaknya $115 juta. Tidak termasuk startup yang agresif melakukan penggalangan dana, Gibran menegaskan saat melakukan fundraising fokus mereka adalah bagaimana investor tersebut bisa memberikan nilai lebih (added value) dan sejalan dengan misi dan visi perusahaan.

Disinggung soal potensi penutupan putaran baru yang bisa melambungkan perusahaan ke jajaran unicorn baru, Gibran enggan berkomentar lebih jauh.

“Kalau dari eFishery is about what we want to do. Jadi apa dulu yang mau kita investasikan, butuhnya berapa banyak, kemudian dari siapa dana segar tersebut juga menjadi penting bagi kita. Having said that, ada investor yang kita lagi coba assess, tapi harus kita pastikan sudah sejalan dengan visi kita,” ujarnya.

Ditambahkan Gibran, saat ini juga sudah ada beberapa proyek strategis yang sedang mereka piloting dan masih dalam tahapan awal. Jika sudah berjalan dan ternyata dibutuhkan kapital lebih banyak, kegiatan penggalangan dana bakal mereka lakukan.

“Sejak penggalangan dana Seri A, eFishery sudah mampu mengelola bisnis dengan baik dan telah fokus ke profitability. Jadi ke depannya investor akan mendukung apa yang sudah kita lakukan,” kata Gibran.

Ia melanjutkan “Saat ini ada sekitar 40 startup Indonesia yang menyasar sektor aquaculture sudah mendapatkan dana segar dari investor. Harapannya eFishery bisa memberikan impact kepada mereka sebagai pembuka jalan dan akhirnya membuat beberapa investor tertarik untuk berinvestasi kepada sektor ini.”

Rencana Platform B2B Commerce “Eezee” Ekspansi di Indonesia

B2B commerce untuk produk MRO (Maintenance, Repair & Operations) memiliki potensi untuk berkembang secara global. Di Asia sendiri pertumbuhannya bisa meningkat hingga $616 miliar. dilihat dari potensi pertumbuhan 12% setiap tahunnya. Melihat besarnya peluang tersebut memberikan inspirasi bagi platform B2B commerce asal Singapura “Eezee” untuk kemudian melakukan ekspansi di negara lainnya di Asia Tenggara, salah satunya adalah Indonesia.

Rencana ekspansi ini dilancarkan oleh Eezee usai merampungkan penggalangan dana seri A senilai $7,5 juta atau setara 111,5 miliar Rupiah. Pendanaan ini dipimpin Ayala Corporate Technology Innovation Venture Fund (ACTIVE Fund). Sejumlah pemodal ventura juga terlibat, di antaranya Insignia Ventures, Wavemaker Partners, January Capital, HH Investments, Orange Venture Fund, serta beberapa angel investor.

Selain melakukan ekspansi, Eezee juga akan menggunakan dana segar ini untuk menambah jumlah tim, melakukan perluasan market share dan mengembangkan produk dan fitur baru untuk platform procurement B2B mereka.

“Rata-rata pelanggan kami melihat percepatan dalam proses pengadaan mereka sekitar 90%. Eezee menempatkan posisinya di pusat semua transaksi pengadaan, menciptakan win-win solution untuk semua pihak, termasuk pelanggan, pemasok, dan sistem ERP,” kata Founder dan CEO Eezee Logan Tan.

Sejak meluncur pada tahun 2018 lalu, perusahaan mencatat telah menjual lebih dari 130.000 item di lebih dari 600 kategori dari hampir 2.000 pemasok. Mengelola lebih dari 400 akun pelanggan perusahaan, termasuk perusahaan seperti ExxonMobil, Shell, Zuellig Pharma dan Resorts World Sentosa. Pada tahun 2021, perusahaan telah mencapai peningkatan Gross Merchandise Value (GMV) 5x lipat dari tahun sebelumnya.

Menurut President Kickstart Ventures Minette Navarrete, digitalisasi pengadaan
telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, karena penghematan biaya yang signifikan dan penyederhanaan proses yang sebelumnya manual dan tidak efisien. Digitalisasi tidak hanya menghasilkan efisiensi yang lebih besar, namun telah memungkinkan pembeli dan penjual untuk menganalisis data dan menghasilkan insight menarik untuk praktik pengadaan yang lebih kompetitif dan transaksi pembeli dan pemasok yang lebih baik.

Pertumbuhan B2B Procurement

Sejak awal Eezee dihadirkan untuk memudahkan proses pembelian pesanan, faktur, dan pesanan pengiriman di perusahaan. Secara khusus Platform pengadaan digital Eezee memungkinkan bisnis untuk mencari dan berbelanja secara online untuk beragam produk, mulai dari alat tulis kantor hingga peralatan keselamatan dan persediaan industri. Dengan merampingkan proses pengadaan, bisnis bisa menghemat uang dan waktu.

Eezee juga telah terintegrasi dengan sistem bisnis Enterprise Resource Planning
(ERP) seperti Oracle dan SAP. Tujuannya untuk memastikan proses pengadaan berjalan lancar dan sesuai dengan operasi bisnis. Selanjutnya, pemasok yang melakukan onboarding ke platform Eezee, bisa mendapatkan akses ke pelanggan baru.

Strategi bisnis yang kemudian akan menjadi fokus Eazee selanjutnya adalah melakukan ekspansi ke negara seperti Malaysia, Filipina dan Indonesia. Mereka juga memiliki rencana untuk menambah jumlah tim hingga dua kali lipat.

“Saat ini kami adalah platform pengadaan nomor saty di Singapura dan bertujuan untuk memperluas layanan kami di negara-negara Asia Tenggara lainnya, dengan fokus khusus pada Indonesia, Malaysia dan Filipina selama setahun ke depan,” kata Logan.

Tercatat dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah startup di Indonesia mulai melirik e-procurement sebagai vertikal bisnis yang menjanjikan. Layanan e-procurement dinilai layak dijajal karena model bisnis B2B mudah terukur.

Untuk memudahkan penetrasinya di pasar, startup ini menggabungkan konsep veteran di industri digital, yakni e-commerce/marketplace dengan layanan B2B. Secara global, layanan semacam ini telah mengantongi kesuksesan dari pemain besar, seperti Amazon Business dan Alibaba Business. Sejumlah startup Indonesia yang masuk ke bisnis marketplace B2B antara lain Mbiz, Bizzy, Bhinneka, Ralali, Bukalapak, dan ProcurA.

Sementara itu, Bhinneka dan Bukalapak sejak awal merupakan marketplace B2C dan C2C yang mulai mengembangkan vertikal baru ke B2B. Berbeda dengan yang lainnya, ProcurA tidak memiliki marketplace dan fokus ke pengembangan solusi e-procurement untuk perusahaan.

Bisnis marketplace B2B dianggap menjadi konsep yang tepat untuk menuntaskan beragam masalah usang yang terjadi pada korporasi, yakni rendahnya efisiensi dan transparansi.

KLAR Konfirmasi Perolehan Pendanaan Pra-Seri A, Dipimpin AC Ventures dan East Ventures

KLAR Smile baru-baru ini resmi mengumumkan pendanaan pra-seri A. Ini sekaligus mengonfirmasi kabar yang kami beritakan sebelumnya, kendati dari sisi nilai lebih kecil, yakni $4,5 juta atau setara 67 miliar Rupiah. Investasi ini dipimpin AC Ventures dan East Ventures, dengan berpartisipasi Venturra Discovery dan beberapa angel investor.

Dana segar ini akan digunakan untuk mengembangkan bisnis mereka ke pelosok Indonesia, termasuk untuk mengedukasi konsumen perihal pentingnya kesehatan mulut (oral wellness) dan meluncurkan produk-produk komplementer perawatan kesehatan gigi lainnya.

KLAR  berharap untuk dapat menawarkan perawatan gigi yang menyeluruh dan bermanfaat dari segi estetika dan kesehatan untuk para penggunanya.

Dalam satu tahun beroperasi, KLAR telah bekerja sama dengan lebih dari 1.000 dokter gigi dan dokter gigi spesialis ortodonti dari berbagai wilayah di Indonesia. Saat ini mereka turut hadir melalui lebih dari 800 klinik gigi yang telah bergabung menjadi mitra di ekosistemnya.

Melalui aplikasi “Klar Smile”, para dokter gigi dan pasien dapat dengan mudah berinteraksi langsung dan bersama-sama memonitor perkembangan hasil perawatan gigi. Pengalaman pengguna yang unik ini meningkatkan kenyamanan pasien dengan mengurangi jumlah kunjungan serta waktu pemeriksaan rutin ke klinik yang dibutuhkan selama masa perawatan.

“Kami senang menyambut KLAR Smile ke keluarga East Ventures. Oral wellness mempengaruhi kesehatan seseorang, dan kami percaya bahwa solusi yang ditawarkan oleh KLAR Smile akan membawa dampak positif dalam merevolusi kesehatan masyarakat Indonesia secara keseluruhan,” kata Partner East Ventures Melisa Irene.

Sementara itu menurut Founder dan Managing Partner AC Ventures Michael Soerijadji, “Sebagai pendukung startup ini sejak awal, kami percaya bahwa KLAR Smile menawarkan solusi yang praktis dan inovatif yang dibutuhkan dan dicari oleh jutaan penduduk Indonesia.”

Secara khusus Klar Smile memproduksi clear aligner, yaitu suatu alat pengganti kawat gigi berbahan dasar plastik yang dapat menggerakkan gigi. Setiap set clear aligner dibuat secara khusus sesuai kebutuhan masing-masing pasien.

Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa platform yang menawarkan layanan serupa dengan Klar Smile. Di antaranya adalah RATA juga bermain di segmen yang sama. RATA sendiri juga telah didukung sejumlah investor, salah satunya Alpha JWC Ventures.

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Luncurkan “BukaBangunan”, Layanan Pengadaan Bahan Bangunan Lewat Jaringan Mitra

PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA) bersiap memperlebar cakupan bisnisnya ke ranah marketplace B2B untuk bahan bangunan atau konstruksi. Bernama “BukaBangunan”, unit ini bernaung di bawah program Mitra Bukalapak.

Saat ini BukaBangunan sudah memiliki aplikasi sendiri. Berbentuk marketplace dengan kategorisasi khas produk bahan bangunan, seperti semen, kayu, pasir, pelengkapan elektronik untuk bangunan, dan sebagainya.

Hadirnya BukaBangunan juga dinilai relevan, untuk bisa memanfaatkan kekuatan kanal online-to-offline (O2O) yang telah dibangun Bukalapak melalui program kemitraannya. Saat ini tercatat sudah ada sekitar 14 juta warung dan pelaku UMKM yang bergabung. Mereka tersebar di lebih dari 200 kota di Indonesia.

Lewat aplikasi BukaBangunan, nantinya para mitra bisa menjual berbagai kebutuhan material di tokonya. Termasuk melakukan pemesanan dari distributor yang ada di jaringan Bukalapak.

Ramai-ramai garap marketplace bahan bangunan

Tahun ini sejumlah startup marketplace B2B terkait juga debut, mencoba mendemokratisasi pasar bahan bangunan dengan sentuhan teknologi. Bahkan, sejumlah startup sudah mendapatkan pendanaan awal dari pemodal ventura.

Inefisiensi rantai pasok dan proses pengadaan yang rumit menjadi salah satu paint point yang coba diselesaikan. Mereka turut menangani pembelian eceran untuk pembangunan properti pribadi, maupun untuk kebutuhan konstruksi besar.

BRIK adalah salah satu startup yang bermain di sini. Juni 2022 lalu mereka baru saja mendapatkan pendanaan awal 59 miliar Rupiah dipimpin AC Ventures. Visi BRIK adalah untuk mempersingkat rantai distribusi bahan konstruksi melalui platform pengadaan berteknologi tinggi, menghubungkan pembeli dengan produsen bahan konstruksi.

Platform serupa lainnya ada Tokban dan GoCement. Ada juga AMODA yang fokusnya menghadirkan platform SaaS untuk manajemen proyek. Peluangnya memang cukup besar, mengingat digitalisasi di sektor ini bisa dibilang baru saja dimulai.

Menurut pemaparan yang disampaikan Kementerian Perdagangan RI, ukuran pasar B2B commerce di Indonesia akan mencapai $21,3 miliar pada 2023 mendatang. Sementara itu, menurut laporan Mordor Intelligence, ukuran pasar konstruksi bangunan di Indonesia telah mencapai $10,97 miliar pada 2022 ini. Ini adalah peluang yang cukup besar untuk dieksplorasi oleh para pegiat startup.

Application Information Will Show Up Here

Sempat Terdampak Pandemi, ReCharge Siapkan Sejumlah Rencana untuk Akselerasi Bisnis

Meluncur pada tahun 2018, startup penyewaan power bank ReCharge sempat mengalami growth positif hingga tahun 2019. Namun ketika pandemi datang di awal 2020, menyebabkan bisnis mereka terhambat. Untungnya kini kondisi berangsur pulih, bisnis ReCharge mulai menunjukkan pertumbuhan meskipun belum sepenuhnya kembali normal.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO ReCharge Dick Listijono mengatakan, secara internal perusahaan masih tetap berjalan sehat, namun kegiatan eksternal seperti edukasi pasar dan kampanye pemasaran terpaksa dihentikan agar bisa lebih fokus kepada pengembangan power bank vending machine.

“Sebelum pandemi kita tumbuh dengan cepat, user adaptaion juga bagus. Kita juga sudah mulai bereksperimen dengan vending machine lain dalam skala kecil. Kemudian saat pandemi datang kami melihat apa yang bisa ReCharge lakukan dalam waktu 5 tahun mendatang (post pandemic). Dan kami melihat ReCharge masih memiliki peluang,” kata Dick.

Pesatnya akselerasi digital akibat dari pandemi turut dirasakan sebagai berkah tersendiri bagi ReCharge untuk mengembalikan performa bisnis. Jika dulunya mereka fokus kepada perluasan area di kawasan publik seperti KRL dan mal, kini perusahaan melihat ada lokasi baru yang kemudian menarik untuk dijajaki.

Saat ini perusahaan sudah memasang sebanyak lebih dari 1.000 ReCharge Station di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi serta telah merambah kota lain, seperti Bandung dan Yogyakarta. Penambahan area masih akan digencarkan di waktu mendatang.

Mereka juga secara resmi meluncurkan kampanye #ReChargeHarimu bersamaan dengan pemasangan ReCharge Station (mesin tempat penyewaan power bank) di area transportasi publik, yaitu di 35 Halte TransJakarta, 23 Stasiun KRL line Jakarta Kota – Bogor, dan 13 Stasiun MRT Jakarta.

“Bukan hanya smartphone saja, saat ini berbagai barang elektronik sudah memanfaatkan power bank untuk mengisi ulang tenaga mereka. Termasuk di dalamnya vape dan gaming console,” kata Dick.

Kolaborasi dengan superapp

Meskipun telah memiliki aplikasi sendiri yang berfungsi sebagai pemesanan dan pembayaran, namun untuk memperluas layanan dalam waktu dekat mereka akan meresmikan kolaborasi strategis dengan salah satu platform superapp. Enggan disebutkan siapa perusahaan tersebut, Dick menegaskan melalui kolaborasi ini nantinya pihak ReCharge bisa memanfaatkan layanan mereka di platform yang lebih besar dan lebih luas jangkauan pasarnya.

Sejak awal beroperasi, aplikasi ReCharge telah diunduh oleh lebih dari 1 juta pengguna. Kebanyakan pelanggan ReCharge adalah para pengemudi ojek online, karyawan kantor, serta anak-anak muda yang sering membuat konten dengan menggunakan smartphone. Selain para komuter dan anak muda, ReCharge juga menargetkan k-poper, gamer, dan para pekerja yang mobilitasnya tinggi.

Perusahaan masih mengembangkan sendiri power bank mereka. Enggan untuk menawarkan power bank dari brand berbeda, agar kualitas dan keamanan bisa terjaga. Selain lebih tipis beratnya, power bank milik ReCharge juga telah dilengkapi dengan kabel dan chip khusus yang bisa dimanfaatkan oleh mereka untuk melihat kualitas dan ketahanannya memanfaatkan teknologi IoT.

Untuk bisa menempatkan vending machine power bank di lokasi yang tepat, perusahaan menerapkan beberapa persyaratan. Di antaranya adalah melihat dari kesibukan trafik masyarakat di lokasi tersebut, waktu yang lebih banyak dihabiskan hingga keramaian.

“Kami masih mengembangkan 100% mesin sendiri. Kami enggan untuk menggunakan produk lain, dilihat dari keamanan dan kenyamanan dari layanan yang kami berikan kepada pengguna. Power bank kami tidak murah harganya, berbeda dengan kualitas dari power bank pada umumnya,” kata Dick.

Untuk menjaga kualitas dan layanan yang ada, perusahaan juga mengklaim tidak menaikkan harga sewa secara khusus. Namun ada beberapa kebijakan penyesuaian harga yang sengaja dilakukan oleh perusahaan, untuk melihat kebiasaan pengguna dan penentuan harga sewa untuk mereka ke depannya.

Dari sisi biaya, ReCharge memberikan kenyamanan bagi pengguna dengan harga sewa yang terjangkau, yakni 1-2 jam Rp2.000/jam, 3-4 jam Rp4.000/jam, dan 24 jam sebesar Rp30.000.

Rencana penggalangan dana

Tahun ini ReCharge memiliki rencana untuk menutup penggalangan dana putaran tahap lanjutan. Tahun 2019 lalu perusahaan telah memperoleh dana segar seri A yang diberikan oleh Alto Partners Multi-Family Office. Jika dana segar tersebut sudah diperoleh, rencananya akan digunakan untuk bisa mengembangkan mesin dan melakukan kegiatan pemasaran.

Selain menggalang dana, ReCharge juga memiliki target yang ingin dicapai. Di antaranya adalah menambah jumlah mesin secara masif. Saat ini ReCharge sudah memiliki layanan hampir 90% di kawasan Jabodetabek. Mulai dari tempat perbelanjaan, tempat transportasi umum, sekolah, rumah sakit dan lainnya.

Perusahaan juga telah meluncurkan loyalty program kepada pengguna berupa voucher. Dengan mengumpulkan poin dari setiap penyewaan power bank yang dilakukan, nantinya pengguna bisa melakukan redeem point tersebut di mitra ReCharge. Saat ini yang sudah menjalin kemitraan dengan mereka adalah restoran Hokben, rencananya perusahaan akan menambah jumlah mitra lebih banyak lagi.

Ke depannya ReCharge juga ingin menyasar gerai F&B. Dengan menempatkan mesin yang lebih kecil ukurannya, capital expenditure (CapEx) yang lebih kecil dan tentunya lebih cepat dan mudah untuk di-deploy, diharapkan bisa menambah jumlah pengguna ReCharge.

“Kami menargetkan user acquisition khususnya bagi pengguna perangkat mobile yang pertama kali melakukan download dan penyewaan power bank pertama kalinya melalui ReCharge. Selain itu, kami juga ingin meningkatkan permintaan dari para partner bisnis untuk pemasangan mesin ReCharge Station, terutama untuk area retail dan F&B pada wilayah jangkauan kami saat ini yakni Jabodetabek, Bandung, dan Yogyakarta,” tutup Dick.

Application Information Will Show Up Here

Dagangan Tengah Rampungkan Pendanaan Seri B, Sebuah Korporasi Lokal akan Turut Berpartisipasi

Sebagai platform social commerce yang mendukung pemilik warung di kota lapis 3 dan lapis 4, sejauh ini Dagangan telah mendapatkan pendanaan dari sejumlah investor. Salah satu investasi strategis yang telah diperoleh melalui pendanaan pra-seri B senilai $6,6 juta (lebih dari 95 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh BPTN Syariah Ventura.

Dari pendanaan strategis tersebut telah dilahirkan aplikasi “Warung Tepat” melalui integrasi API bersama BTPN Syariah. Selain integrasi API dan paylater, kemitraan antara kedua perusahaan juga dilakukan untuk pemberian akses pembiayaan pada mitra Dagangan dan perluasan akses pasar.

Sebelumnya Dagangan juga telah didanai oleh perusahaan tambang asal Kalimantan yaitu MMS Group, dalam putaran pendanaan seri A senilai $11, 5 juta atau setara 163,7 miliar Rupiah. Dalam pendanaan pra-seri A, Bluebird Group juga sempat berinvestasi kepada startup yang berdiri sejak tahun 2019 tersebut.

Segera rampungkan pendanaan terbaru

Akhir tahun 2022 ini Dagangan sedang dalam proses diskusi dan finalisasi dengan salah satu investor strategis dari kalangan korporasi. Co-Founder & CEO Dagangan Ryan Manafe menyebutkan, jika semua berjalan lancar mereka akan merampungkan pendanaan seri B akhir tahun ini. Disinggung siapa korporasi yang kemungkinan akan memimpin putaran pendanaan kali ini, Ryan enggan untuk menjawab lebih lanjut.

“Jika kita perhatikan sejak awal ada beberapa investor non-VC yang kemudian tertarik untuk memberikan investasi kepada kami. Artinya mereka melihat ada ekonomi yang berbeda di Dagangan. Saat melakukan perbincangan dengan investor kalangan korporasi juga sangat berbeda dengan VC. Mereka pada umumnya langsung menanyakan apakah kami sudah untung atau EBITDA positif,” kata Ryan.

Tiga tahun sejak berdiri, Dagangan mengklaim telah mengalami pertumbuhan signifikan, di semester pertama tahun 2022 mengalami peningkatan 5x dari periode sama tahun lalu. Selain itu, tercatat 60% kenaikan pendapatan untuk pelaku UMKM di desa jangkauan Dagangan. Saat ini Dagangan telah memiliki 30.000+ pengguna aktif dengan lebih dari 500.000+ transaksi belanja bulanan melalui aplikasi dan situs web.

Pembayaran COD masih menjadi pilihan utama

Menyadari masih rendahnya penggunaan rekening bank di kalangan pemilik warung di lokasi yang disasar Dagangan, sejak awal mereka telah memberikan pilihan pembayaran Cash on delivery (COD) kepada pemilik warung. Hal ini dilakukan juga melihat dari kebiasaan para pemilik warung saat mereka melakukan pembelian di pasar hingga toko grosir sekitar menggunakan pembayaran tunai.

Saat ini pembayaran COD masih menjadi pilihan utama para pemilik warung, dan masih sulit untuk kemudian mengajak mereka untuk melakukan adopsi kepada pembayaran non tunai.

Menurut Co-Founder & President Dagangan Wilson Yanaprasetya, ke depannya mereka juga memiliki rencana untuk menambah pilihan pembayaran kepada penjual dan pembeli hingga menambahkan fitur pembiayaan, bermitra dengan pihak terkait. Namun untuk saat ini pembayaran COD masih menjadi fitur yang kemudian banyak digunakan oleh sebagian besar pemilik warung di kota lapis 3 dan 4.

Sebagai langkah awal, Dagangan kemudian meluncurkan layanan pembayaran terbaru dari BRI Virtual Account, dengan tujuan untuk menambah performa dari platform Dagangan dalam mempercepat digitalisasi pembayaran bagi masyarakat rural Indonesia.

Saat ini Dagangan telah melakukan percobaan di dua lokasi hub milik mereka yaitu di Sleman dan Magelang. Nantinya jika ada pertumbuhan dan respons positif dari dua lokasi tersebut terkait dengan pilihan pembayaran secara nontunai, akan diaplikasikan ke lokasi hub milik Dagangan lainnya. Layanan pembayaran terbaru dari BRI Virtual Account Dagangan ini sebelumnya sudah masuk dalam roadmap dari perusahaan.

Luncurkan kampanye #DimanapunJadiMudah

Model bisnis Dagangan sejak awal adalah fokus memberikan kemudahan bagi pengguna untuk berbelanja melalui berbagai channel. Mulai dari platform Dagangan ataupun dari jaringan reseller dan mitra dengan memanfaatkan digitalisasi serta analisa big data.

“Kami membangun jaringan gudang mikro (hub-and-spoke) di kota-kota tier 3-4 dan wilayah pedesaan untuk memberikan penetrasi paling dalam bagi produsen besar menjangkau desa-desa serta mendekatkan masyarakat di desa tersebut dengan akses kebutuhan sehari-hari sehingga biaya logistik menjadi lebih efisien dengan harga terjangkau,” kata Ryan.

Terkait hal ini, Dagangan pun meluncurkan kampanye terbaru #DimanapunJadiMudah untuk memaksimalkan digitalisasi rural commerce sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan kualitas hidup, serta menciptakan ekosistem ekonomi inklusif di wilayah rural Indonesia.

“Ke depannya kami ingin menargetkan 75.000 desa di seluruh pelosok Indonesia akan terjangkau oleh platform Dagangan. Selain itu, kami ingin terus mengembangkan setiap fitur dan layanan platform kami dengan pemanfaatan big data yang kami miliki. Sehingga kami bisa membantu mencari solusi tepat atas masalah yang dihadapi masyarakat di pedesaan,” kata Wilson.

Saat ini Dagangan termasuk startup social commerce yang terus mengalami pertumbuhan positif. Sejak 2019, layanan Dagangan telah membangun lebih dari 40 hub untuk menjangkau 17.000 desa di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Terkait dengan ekspansi di luar pulau Jawa, Ryan menegaskan tidak akan mudah untuk menerapkan model yang sama di kota lapis 3 dan 4 di luar pulau Jawa. Jika nantinya mereka akan melakukan ekspansi di lokasi tersebut, target audience dan operasi pun kemungkinan besar akan berbeda. Idealnya jika memang Dagangan akan melakukan ekspansi, lokasi yang relevan untuk mereka garap di antaranya adalah Sulawesi, Kalimantan hingga Bali.

“Saat melakukan ekspansi kami juga akan melakukan konsultasi dengan produsen besar kita. Artinya akan dilakukan diskusi dengan penjual dan pembeli untuk penentuan ekspansi pasar,” kata Ryan.

Application Information Will Show Up Here

Enablr Luncurkan “Echo”, Platform Social Commerce untuk UMKM

Bertujuan untuk menghadirkan layanan terpadu bagi UMKM, Enablr platform e-commerce enabler meluncurkan “Echo“. Kepada DailySocial.id, CEO Enablr Yohan Christian menyebutkan, Echo merupakan platform berbasis komunitas yang mengedepankan pembelian group buying.

Diluncurkan tahun 2020 lalu, selama ini Enablr telah menjadi platform yang digunakan oleh perusahaan besar seperti Sinar Mas hingga Garuda Food untuk memenuhi kebutuhan distribusi. Enablr sendiri didirikan oleh Yohan Christian (CEO), Ronny Senjaya (CFO), Jupiter Zhuo (CTO), dan Sandi Wijono (CMO).

“Dua tahun ini perkembangan Enablr sangat banyak. Saat awal masuk ke layanan e-commerce kami ingin membuat satu teknologi yang memudahkan pelaku usaha berjualan di e-commerce dengan merilis platform omnichannel. Dengan demikian pelaku usaha tidak perlu membuka setiap marketplace, cukup dalam satu platform saja,” kata Yohan.

Melihat besarnya potensi yang ada di layanan e-commerce dan masih masih adanya gap yang cukup besar antara perusahaan besar hingga pelaku UMKM dalam mengelola bisnis mereka, menjadi salah satu alasan Enablr tertarik untuk menyediakan layanan terpadu kepada pelaku UMKM.

“Hal ini yang membuat kami memutuskan untuk meluncurkan Echo. UMKM di Indonesia saat ini perlu dibantu dengan platform yang sesuai dengan kultur dan nilai konsumen, dengan mengadopsi model community group buying,” kata Yohan.

Menurut laporan DSInnovate, group buying menjadi salah satu model bisnis social commerce yang mulai populer di Indonesia. Selain Echo, saat ini ada sejumlah startup yang juga bermain di ranah tersebut, misalnya Grupin, Kitabeli, CrediMart, hingga Mapan.

Gambaran proses kerja umum di platform group buying / DSInnovate
Gambaran proses kerja umum di platform group buying / DSInnovate

Potensi social commerce di Indonesia juga cukup besar, diperkirakan tahun ini kapitalisasi pasar bisnis tersebut akan mencapai $8,6 miliar. Diproyeksikan bertumbuh dengan CAGR 47,9% hingga menghasilkan nilai $86,7 miliar di tahun 2028 mendatang. Konsep social commerce juga dapat menjembatani gap yang ada di kota lapis 2 dan 3, sebagai basis pengguna yang belum dioptimalkan sepenuhnya oleh pemain e-commerce sebelumnya.

Pandemi dan adopsi teknologi

Pandemi secara langsung telah mengubah kebiasaan konsumen saat melakukan pembelian produk secara online. Jika dulunya kegiatan belanja offline masih banyak dilakukan, namun pandemi telah mengakselerasi kegiatan belanja online lebih masif lagi. Tidak lagi hanya menjual produk saja, mereka juga harus bisa melakukan kegiatan kampanye, promo, dan aktivitas lainnya dengan tujuan untuk menjangkau lebih banyak pembeli.

“Kita melihat potensi besar namun banyak tantangan yang dihadapi pelaku bisnis. Percepatan perubahan teknologi dan perubahan aktivitas belanja di kalangan konsumen karena pandemi dihadapi oleh banyak pelaku UMKM. Mereka saat ini juga harus memikirkan konten, implementasi, supply chain, customer service, hingga pengolahan data,” kata Yohan.

Echo dengan konsep community group buying diharapkan bisa bersaing dengan menggerakkan komunitas yang dimiliki oleh masing-masing pelaku UMKM untuk kemudian memanfaatkan layanan dan teknologi Echo mengadopsi usaha mereka secara online.

Pengalaman berbelanja yang dihadirkan Echo menganut prinsip social commerce. Konsumen bisa berbelanja bersama-sama dengan relasi, kerabat, atau keluarga terdekat untuk mendapatkan banyak manfaat, seperti diskon menarik dan tentunya harga yang jauh lebih murah.

“Yang Echo berikan adalah teknologi, kita sediakan platform agar mereka bisa bikin campaign dengan konsep community group buying mengedepankan demand driven. Konsumen akan beli dulu secara pre-order bersama. Dengan konsep ini pelaku UMKM bisa mendapat pesanan yang jumlahnya jelas dan akan berimbas dengan harga yang lebih kompetitif,” kata Yohan.

Saat ini platform Echo masih berada dalam naungan Enablr dan didukung oleh tim internal mereka. Namun ke depannya Echo akan dipisahkan dari Enablr dan membangun ekosistem sendiri menyesuaikan dari komunitas masing-masing.

Strategi monetisasi yang dilancarkan oleh Echo adalah, dengan mengenakan biaya per transaksi dengan harga yang kompetitif. Hal tersebut yang kemudian diklaim membedakan Echo dengan platform marketplace pada umumnya, yang kebanyakan mengenakan komisi hingga 10% untuk setiap merchant.

Rencana penggalangan dana

Untuk memperluas kegiatan pemasaran, Echo juga memberikan kemudahan bagi masing-masing pelaku UMKM untuk menyebarkan tautan kampanye mereka ke berbagai platform sosial. Ke depannya Echo juga memiliki rencana untuk membuatkan masing-masing pelaku UMKM microsite yang bisa disesuaikan. Saat ini untuk mereka telah dihadirkan dashboard yang bisa diakses di website dan mobile web.

Untuk jenis UMKM kemudian yang dilirik oleh Echo di antaranya adalah pelaku UMKM yang memiliki usaha rumahan berupa makanan beku, kue, hingga makanan bayi. Mereka yang memiliki potensi untuk mengembangkan bisnis namun memiliki kendala dalam hal pembiayaan atau permodalan, adalah pelaku UMKM yang kemudian dilirik oleh Echo.

“Ke depannya juga kita mau masuk ke market produk organik, seperti hidroponik dan fresh product,” kata Yohan.

Saat ini area layanan yang masih menjadi fokus perusahaan adalah kawasan Jabodetabek. Ke depannya dalam waktu satu tahun mendatang diharapkan bisa menjangkau lebih banyak di kawasan pemukiman warga hingga kota lapis 2 dan lapis 3.

Untuk bisa mempercepat pertumbuhan bisnis, Echo memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan awal jika platform sudah meluncur secara menyeluruh. Dana segar tersebut nantinya juga akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk membangun organisasi lebih sempurna.

Saat ini pengembangan terus dilakukan oleh perusahaan sambil berjalan. Kegiatan seperti akuisisi penjual pun makin agresif dilakukan oleh mereka. Untuk beberapa bulan ke depan diharapkan bisa menjangkau 1000 UMKM di Jabodetabek.

“Dilihat dari kultur masyarakat Indonesia yang suka melakukan kegiatan secara bersama-sama, maka kita menciptakan ekosistem berbelanja seperti di Echo. Solusi belanja online secara kolektif yang dapat memberikan banyak keuntungan menarik, baik bagi penjual dan konsumen,” kata Yohan.

Eratani Rencanakan Galang Dana Tahap Lanjutan; Luncurkan Fitur Eramaju

Setelah memperoleh pendanaan pra-awal 23 miliar Rupiah dari Trihill Capital, Kenangan Kapital, Kopital Network, platform agritech Eratani saat ini sedang menjajaki penggalangan dana tahapan lanjutan.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Eratani Andrew Soeherman menyebutkan, setelah menutup pendanaan bulan Juni lalu, saat ini mereka tengah melakukan diskusi dengan beberapa pemodal ventura. Tidak disebutkan lebih lanjut kapan finalisasi penggalangan dana mereka tahun ini.

Sebagai platform yang menyasar sektor pertanian, Eratani mengklaim telah mengalami pertumbuhan bisnis positif. Masih fokus kepada komoditas beras, perusahaan juga memiliki rencana untuk menambah lini produk baru lainnya dalam waktu dekat.

Meskipun masih banyak tantangan yang dihadapi untuk melakukan transformasi agar lebih banyak petani untuk go-digital, menurut Andrew dengan dukungan dari tim yang solid, edukasi pasar, dan teknologi, diharapkan Eratani bisa mencapai target, yakni memiliki sekitar 25 ribu petani yang bergabung dalam ekosistem.

“Semua proses harus dilalui oleh kami agar semua bisa menerima dan transformasi pun kemudian bisa terjadi,” kata Andrew.

Eratani didirikan oleh Andrew Soeherman, Kevin Juan Tanggo Laksono (COO), dan Angles Gani (CPO) pada Juni 2021. Mereka membidik posisi nomor satu di Indonesia sebagai platform agritech yang memiliki ekosistem pertanian kuat dengan layanan mulai dari pembiayaan, pengadaan barang, pengolahan, hingga distribusi hasil panen.

Saat ini Eratani telah membina lebih dari 5.000 petani di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta.

Luncurkan fitur Eramaju

Bertujuan untuk memberikan edukasi yang relevan dan tepat sasaran kepada petani, Eratani meluncurkan fitur Eramaju yang bisa diakses secara langsung dalam platform.

Misi Eratani yang ingin menyejahterakan petani nusantara menjadi salah satu tujuan dari peluncuran fitur edukatif tersebut. Penetrasi penggunaan teknologi aplikasi terhadap petani turut menjadi sebuah tantangan bagi Eratani, mayoritas petani Indonesia terbiasa dengan sistem pertanian yang tradisional.

Fitur EraMaju memuat berbagai macam informasi seputar tips and tricks bertani yang dikupas secara detail sehingga berguna untuk membantu meningkatkan hasil pertanian.

Tercatat saat ini sekitar 75% petani masih menggunakan metode bertani tradisional. Mereka terkendala oleh banyak faktor, seperti minimnya edukasi, infrastruktur, dukungan dari berbagai pihak.

Fitur edukasi tersebut berisi tips pertanian, informasi obat-obatan beserta dosis yang dapat membantu dalam meningkatkan hasil panen dimana seluruh informasi tersebut dapat diakses hanya dalam satu genggaman tangan.

“Fitur Eramaju lahir ketika kita melihat masih banyak petani yang masih melakukan kegiatan pembasmian hama dengan cara yang salah. Dengan fitur ini mereka bisa mengetahui cara mengatasi masalah tersebut, dengan area pertanian yang di cover oleh Eratani,” kata Andrew.

Application Information Will Show Up Here

Aino Indonesia Bahas Potensi Produk MaaS, IPO, dan Ekspansi Regional

Setelah di spin-off dari Gamatechno menjadi entitas sendiri, Aino (PT Aino Indonesia) mengklaim terus mengalami pertumbuhan bisnis yang positif. Fokusnya sebagai perusahaan yang mengembangkan Mobility as a Service (MaaS). Salah satu proyek strategis di sektor transportasi yang tengah dijalankan adalah melalui kerja sama dengan PT JakLingko Indonesia (JakLingko).

Dalam konsorsium tersebut [JakLingko], yang juga didukung Grab dan PT Jatelindo Perkasa Abadi Indonesia, akan menyatukan kekuatan perusahaan teknologi, perusahaan swasta, dan pemerintah dalam mewujudkan sistem transportasi pintar. Tujuannya untuk meningkatkan kecepatan, kemudahan, keamanan, dan keandalan transportasi umum.

“Dalam waktu 8 tahun ke depan kami akan fokus mengembangkan teknologi untuk memperkuat ekosistem menghadirkan teknologi dan layanan yang relevan untuk membangun platform JakLingko,” kata Direktur Utama PT Aino Indonesia Hastono Bayu Trisnanto.

Ke depannya diharapkan akan tercipta sebuah platform terpusat yang menyasar sektor transportasi. Sehingga semua layanan dan produk bisa terintegrasi untuk mendukung dan memperkuat ekosistem transportasi di Indonesia. Untuk tahap awal, proyek ini akan fokus kepada wilayah Jabodetabek dulu.

“Kita menyediakan teknologi yang membantu masyarakat dan pemerintah memberikan pelayanan yang optimal dengan MaaS. Dengan demikian nantinya melalui data insight bisa diketahui pergerakan perjalanan masyarakat umum, untuk bisa menentukan tarif yang sesuai bagi masing-masing pengguna,” kata Bayu.

Untuk memperkuat ekosistem yang ada, Aino juga membuka kesempatan untuk melakukan kolaborasi dengan perusahaan terkait hingga startup. Harapannya nanti dalam satu platform bisa dinikmati berbagai macam layanan dan fasilitas, terintegrasi dengan multi moda transportasi yang ada, termasuk di antaranya termasuk MRTJ, TransJakarta, LRT (Jakpro), KCI, dan Railink.

Inovasi bisnis Aino Indonesia

Salah satu produk andalan Aino berbentuk platform payment gateway. Namun mereka memiliki fokus spesifik ke sektor transportasi saja. Hal tersebut yang membedakan mereka dengan platform lainnya seperti Doku, Midtrans, hingga Xendit yang fokusnya kebanyakan ke layanan e-commerce dan ritel.

Menurut Bayu perbedaan fokus bisnis tersebut yang mampu menciptakan pertumbuhan positif di Aino Indonesia.

Selain itu, Aino Indonesia juga telah memiliki sejumlah lini produk, di antaranya adalah Airis E-ticketing System, Aino Loyalty, Mobile Point of Sales, dan Touchless Parking System.

Ada pula beberapa produk aplikasi yang kemudian dikembangkan. Salah satunya adalah platform “PesenYuk!” yang fokus kepada pemesanan dan pembelian makan dan minuman. Awalnya produk ini diaplikasikan di tempat wisata agar para pengunjung tidak perlu antre saat ingin membeli makan dan minuman. Ke depannya, platform ini juga bisa digunakan oleh pengguna transportasi umum.

Teknologi lainnya yang juga sudah dikembangkan adalah Touchless Parking System. Masih fokus kepada beberapa lokasi khusus seperti bandara dan Stadion Utama Gelora Bung Karno, dengan konsep Tap in Tap Go, memudahkan pengunjung untuk melakukan pembayaran secara otomatis.

Bersama mitra strategis yaitu Pemprov DKI, juga telah dikembangkan teknologi ini di beberapa titik lokasi di mana Park & Ride berada. Park & Ride merupakan sistem penyediaan lahan parkir di lokasi strategis sehingga pengendara bisa memarkirkan kendaraan dan melanjutkan perjalanan dengan transportasi umum.

Rencana ekspansi ke Vietnam dan IPO

Direksi Aino Indonesia (Syafri Yuzal – COO, Hastono Bayu – CEO)

Dilihat dari potensi yang ada, Aino memiliki rencana untuk ekspansi secara regional, dimulai dari Vietnam. Mengincar industri transportasi di sana, integrasi multi-moda dinilai ideal untuk mereka garap. Untuk melancarkan rencana mereka melakukan ekspansi ke Vietnam dan mengembangkan layanan yang serupa dengan yang mereka lakukan di tanah air, Aino juga berencana untuk melakukan IPO tahun 2023 mendatang.

“Ada strategic alignment yang masih on-going hingga saat ini yang sedang kita susun, agar target ekspansi bisa berjalan selaras. Termasuk di antaranya kolaboratif ekosistem, kita sedang mencari beberapa angle agar bisa menjaga jaringan dan layanan Aino Indonesia,” kata Bayu.

Pada bulan April 2019 lalu Aino telah menyelesaikan pendanaan venture round dari perusahaan asal Jepang bernama TIS. Nilai pendanaan yang didapat mencapai $4 juta (setara dengan 57 miliar Rupiah). Pendanaan tersebut akan difokuskan untuk pengembangan produk dan ekspansi bisnis.

Sementara itu baru-baru ini perusahaan juga telah merampungkan penggalangan dana tahapan Pra-Seri B. Investor yang terlibat dalam putaran pendanaan tersebut di antaranya adalah dari investor sebelumnya yaitu TIS bersama dengan Nippon Koei. Sebelumnya Aino Indonesia juga telah didukung oleh NTT Data dan Indogen Capital.

Fokus “Diri Care” Mendemokratisasi Akses Layanan Perawatan Diri

Besarnya peluang pangsa pasar produk perawatan diri ternyata belum dibarengi oleh layanan yang relevan dengan harga yang terjangkau. Dari kesempatan tersebut, Diri Care hadir menawarkan solusi perawatan kesehatan pribadi sesuai permintaan (on-demand) serta terjangkau kepada para pelanggan di seluruh Indonesia. Sasarannya untuk konsumen perempuan dan laki-laki sekaligus.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Diri Care Christian Suwarna mengungkapkan, sesuai dengan misi dan visi mereka sejak awal, dengan menggabungkan medical science dan teknologi, Diri Care ingin membuka akses layanan perawatan yang terjangkau untuk semua.

“Sejak kami meluncur, ada beberapa pelanggan dari Papua hingga Medan yang masuk dalam kategori blank spot dalam hal penyediaan klinik untuk perawatan diri. Melalui Diri Care berbagai produk dan layanan perawatan bisa dinikmati oleh semua.”

Layanan yang ditawarkan

Secara khusus Diri Care menawarkan layanan konsultasi dan produk yang sudah dikurasi dan disesuaikan untuk kebutuhan pelanggan oleh tim. Melalui konsultasi secara gratis kepada dokter langsung, nantinya akan diberikan rekomendasi obat atau produk apa yang sesuai. Untuk pengiriman obat pun dikirimkan langsung oleh mitra supplier yang sebagian besar adalah mitra yang sudah memiliki lisensi sebagai Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

“Dengan pengalaman Co-founder kami yaitu Dr. Deviana Himawan, rekomendasi produk kemudian diformulasikan oleh tim. Dipastikan semua sudah mendapatkan arahan dari dokter dan farmasi demi memberikan solusi yang tepat dan semua tentunya bisa dipertanggung jawabkan,” kata Christian.

Pelanggan yang memiliki keluhan seputar kulit, rambut, dan kondisi kesehatan pribadi seperti jerawat, bintik hitam, penuaan kulit, rambut rontok, kecemasan performa pria, dan lain-lainnya, sekarang dapat terhubung ke dukungan virtual 24/7 Diri Care, untuk mendapatkan perawatan efektif dengan harga terjangkau.

Diri Care tidak mengenakan biaya untuk layanan konsultasi kepada dokter. Harapannya dengan pilihan ini bisa memberikan akses lebih luas kepada pengguna yang membutuhkan layanan konsultasi.

“Kita memiliki bisnis model yang inovatif, yaitu terintegrasi secara vertikal, end-to-end dengan pelanggan. Berkaca dari pengalaman pelanggan yang masih kurang seamless, kita mencoba untuk menggabungkan aspek layanannya yaitu konsultasi medis dengan dokter dan produk perawatan itu menjadi satu kesatuan, sesuai dengan misi kami untuk membuat high quality access self care untuk menjadi lebih mudah dan terjangkau,” kata COO Diri Care Armand Amadeus.

Untuk memberikan layanan yang menyeluruh, Diri Care juga menghadirkan On Going Care bagi pelanggan. Dengan demikian semua keluhan dan pertanyaan bisa diakses kapan pun oleh pelanggan terkait dengan perawatan diri mereka. On Going Care ini diklaim sebagai desain inovatif awal dari perusahaan.

“Diri Care menjadi platform pertama menawarkan affordable access untuk self care. Kita tidak merasa layanan dan produk ini hanya untuk perempuan atau laki-laki saja. Seperti halnya Bank Jago yang mendigitalkan bank offline dan Ruangguru mendigitalkan tempat les, Diri Care ingin mendigitalkan klinik perawatan diri offline, sekarang semua bisa menikmati layanan secara online,” kata Christian.

Selain Diri Care platform yang menawarkan layanan serupa di antaranya adalah Base, SYCA, Callista, dan beberapa lainnya.

Rencana bisnis usai pendanaan

(ki-ka)Christian Suwarna (CEO), Dr. Deviana Himawan (Chief Clinical Officer), Armand Amadeus (COO)

Saat ini Diri Care telah mengantongi pendanaan awal sekitar 63,8 miliar Rupiah, dipimpin oleh East Ventures dan Sequoia Capital India dan Southeast Asia’s Surge, dengan partisipasi lanjutan dari angel investor Henry Hendrawan.

Dana segar tersebut akan digunakan untuk memperluas akses penawaran Diri Care kepada jutaan pelanggan dan untuk terus meningkatkan kemampuan teknologi platform guna terus memperkuat layanan.

“Pendanaan ini menjadi pembuktian bahwa para investor tersebut telah memberikan kepercayaan kepada tim untuk bisa mengeksekusi visi, yaitu mendemokratisasi akses ke self care,” kata Armand.

Diri Care meluncurkan platform versi beta pada Maret 2022, dan sejak itu mereka telah mencatat lebih dari 13.000 konsultasi dan mengalami pertumbuhan pendapatan sebesar 600%. Diri Care terus meningkatkan platform digital-nya dengan meluncurkan aplikasinya di iOS dan Android dalam waktu dekat.

Technically saat ini platform kami masih dalam versi beta, ke depannya kita akan fokus kepada pengembangan platform agar bisa diakses oleh lebih banyak target pengguna. Kita juga akan fokus kepada kegiatan pemasaran,” kata Christian.