Desain Unik Keyboard Logitech Baru Ini Ditujukan Untuk Memaksimalkan Kenyamanan

Keyboard hampir tak dapat dipisahkan dari aktivitas para pekerja modern. Ia merupakan salah satu periferal input terpenting dalam berkreasi dan berinteraksi dengan konten digital. Seiring berjalannya waktu, produsen terus berupaya menyempurnakan desain serta memperbarui teknologinya agar perangkat lebih nyaman serta presisi. Dan faktor ergonomi sering dijadikan kiblat perancangan.

Sebagai nama yang berpengalaman di bidang penyediaan aksesori PC, Logitech sudah lama mengedepankan aspek ergonomis di produk-produknya. Anda mungkin tak asing lagi dengan lini mouse MX. Logitech sempat menghidupkan lagi fungsi trackball lewat MX Ergo serta mengusung desain berdiri di MX Vertical. Buat mendampingi mouse MX, perusahaan asal Swiss itu memperkenalkan papan ketik anyar yang tak kalah unik. Logitech menamainya Ergo K860.

Logitech Ergo K860 ialah keyboard split dengan konstruksi melengkung. Produsen menjelaskan, wujud papan ketik yang tidak biasa ini bertujuan untuk mengurangi tekanan dan ketegangan otot di pergelangan tangan dan lengan. Menariknya lagi, Ergo K860 siap mendukung setidaknya dua jenis metode pemakaian: ketika Anda duduk normal di depan layar, serta sewaktu Anda menggunakan standing desk – bekerja sambil berdiri kabarnya bisa meminimalkan resiko nyeri bahu dan punggung.

Ergo K860 3

Selain struktur melengkung, Ergo K860 menyajikan layout tombol yang terbagi dalam dua zona (split). Tuts di masing-masing zona dibuat sedikit menyerong, membentuk huruf V. Gunanya adalah agar posisi lengan lebih santai, tidak dipaksa harus tegak lurus seperti menggunakan keyboard standar. Ergo K860 sendiri merupakan papan ketik full-sized, artinya Anda disuguhkan tombol lengkap dengan numpad.

Ergo K860 1

Aspek unik lain dari Ergo K860 berkaitan dengan dukungannya terhadap posisi bekerja sambil berdiri (menggunakan standing desk). Ketika umumnya keyboard lain memiliki sepasang kaki retractable di area belakang, kaki Ergo K860 malah berada di depan, membuat papan ketik jadi ‘menungging’ ketika kaki dikeluarkan. Sekali lagi, hal ini dimaksudkan buat mengikuti postur tubuh dan mengurangi ketegangan otot pergelangan.

Ergo K860 4

Logitech tidak lupa membekali Ergo K860 bersama wrist rest. Bagian ini mendapatkan perhatian istimewa dan dibuat dari tiga lapis material berbeda: memory foam di paling bawah, dilapis oleh busa padat, kemudian dilindungi bahan kain yang mudah dibersihkan.

Ergo K860 kompatibel ke perangkat bersistem operasi Mac dan Windows, tersambung secara wireless via dongle USB. Keyboard dapat terkoneksi ke tiga device sekaligus serta ditopang fitur Logitech Flow. Sayangnya, K860 tidak dibekali sistem backlight yang bisa membantu pengoperasian di kondisi gelap. Kemudian ia juga tidak memiliki baterai built-in. Tenaganya dipasok oleh sepasang baterai AAA yang kabarnya mampu bertahan sampai dua tahun.

Produk rencananya akan mulai dipasarkan di bulan ini pertama kali lewat website Logitech, kemudian hadir secara retail pada bulan Februari 2020. Ergo K860 dibanderol seharga US$ 130.

Via The Verge.

Rangkul 108 Juta Pengguna, Epic Games Akan Terus Bagikan Game Gratis Tiap Minggu di 2020

Salah satu daya tarik utama layanan premium seperti PlayStation Now dan Xbox Live Gold adalah game gratis. Namun bagi gamer PC, permainan premium cuma-cuma bisa ditemukan di mana saja selama kita jeli: Steam, GOG, Humble Store, hingga IndieGala. Dan sejak meluncur di penghujung tahun 2018, platform Epic Games Store secara konsisten terus membagikan game gratis hingga hari ini.

Dan baru saja, tim pencipta Fortnite dan Unreal Engine itu mengumumkan rencana untuk melanjutkan program bagi-bagi permainan tiap minggu di tahun 2020 sebagai ungkapan terima kasih pada para pengguna. Melalui infografis, developer menyingkap pencapaian membanggakan Epic Games Store, seperti keberhasilan merangkul 108 juta pengguna dalam waktu setahun dan dipercaya gamer sebagai platform distribusi digital tempat mereka menghabiskan uang sebesar US$ 680 juta.

Terhitung mulai bulan Desember 2018 sampai Januari 2020, Epic Games sudah melepas 73 game berbayar (bukan free-to-play) secara gratis, hampir seluruhnya dikembangkan oleh studio third-party. Jika semuanya dijumlahkan, nilainya mencapai US$ 1.455. Permainan-permainan tersebut kabarnya telah diklaim sebanyak lebih dari 200 juta kali (dan saya adalah orang yang paling rajin mengecek apakah ada game gratis baru di Epic Store).

Pada awalnya, Epic Games membagikan permainan cuma-cuma seminggu sekali. Namun menjelang pergantian tahun, frekuensinya melonjak. Di 12 hari terakhir 2019, Epic merilis satu judul gratis setiap hari. Tak berhenti sampai di sana, di tanggal 1 Januari 2020, Epic Games membuka akses ke tiga game lagi yang bisa diperoleh tanpa membayar sepeser pun, yaitu Darksiders, Darksiders II dan Steep.

Yang perlu Anda lakukan untuk mendapatkan permainan gratis hanyalah log-in di Epic Games Store dan memasukkannya ke library dengan melakukan transaksi – hanya konfirmasi, tanpa pembayaran. Selama game berada di library, Anda bisa mengunduh dan memainkannya kapan pun.

Selain pengumuman terkait pencapaian dan kelanjutan program game gratis, Epic Games tak lupa mengabarkan sejumlah agenda ke depan. Mereka akan terus ‘memastikan store tetap bersahabat bagi developer‘ dengan mempertahankan pembagian keuntungan 88 banding 12. Epic juga melakukan kemitraan bersama Humble Store buat menghadirkan metode transaksi keyless. Kerja sama rencananya akan diperluas ke storefront digital lain.

Di usianya yang belia, fitur Epic Games Store memang belum selengkap raksasa seperti Steam, tapi kedua platform setidaknya punya satu kesamaan. Baik Steam maupun Epic Store menerapkan penyesuaian harga game terhadap wilayah/negara asal pengguna. Misalnya buat pelanggan di Indonesia, judul-judul semisal Control, Metro Exodus, Jedi: Fallen Order dan MechWarrior 5 dijual lebih murah dari harga global. Dan jangan kaget jika Anda menemukan beberapa judul di Epic Store yang harganya lebih rendah dari Steam.

Infografis pencapaian Epic Games Store dapat Anda lihat di bawah.

Epic Store 1

Zanco Perkenalkan Generasi Kedua Ponsel Termungil di Dunia, Tiny t2

Smartphone modern bisa melakukan apa yang dahulu tak pernah terbayangkan. Ia merupakan alat komunikasi, pendukung kerja, pusat hiburan, sekaligus akses ke beragam informasi. Tapi seiring dengan meningkatnya konsumsi konten, desain smartphone cenderung bertambah besar demi mendukung penggunaan layar lebar. Kondisi ini mendorong Zanco buat mengembalikan fungsi ponsel ke akarnya lewat cara yang unik.

Setelah sukses dengan proyek pengembangan telepon seluler terkecil di dunia di tahun 2017 silam, Zanco baru-baru ini memperkenalkan penerusnya yang mereka namai Tiny t2. Perangkat tetap mengusung arahan desain pendahulunya, namun sang produsen tak lupa membubuhkan sejumlah pembaruan. Tiny t2 dijanjikan mampu memenuhi berbagai kebutuhan, dan dapat jadi solusi di situasi-situasi ketika smartphone susah untuk digunakan.

Zanco Tiny t2 mempunyai ukuran sebesar USB/thumb drive, tepatnya berdimensi 61x30x16,5mm. Bobotnya juga sangat ringan, hanya 31-gram. Kombinasi kedua aspek ini memastikannya mudah diselipkan di dalam kantong. Penampilan Tiny t2 sendiri berkiblat pada desain umum feature phone. Di bawah layar TFT seluas 1-incinya, Anda bisa menemukan rangkaian tombol standar, termasuk angka dan huruf. Selain itu, ada modul kamera di sisi belakang.

Zanco Tiny t2 1

Meski belum mengusung kapabilitas pintar dan belum dilengkapi 4G LTE (hanya 3G), Tiny t2 memiliki banyak fitur esensial. Kamera 0,3Mp-nya bisa digunakan buat merekam video, ada fungsi SOS, alarm dan kalender, didukung radio FM, lalu Tiny t2 juga mampu menjalankan file MP3 dan MP4. Untuk ponsel berukuran mini, daya tahan baterai Tiny t2 terbilang memuaskan. Dalam sekali charge, perangkat bisa aktif hingga seminggu dalam keadaan standby serta menyuguhkan waktu bicara selama empat jam.

Ponsel mungil ini turut ditopang oleh konektivitas Bluetooth. Silakan sambungkan Tiny t2 ke headset wireless, dan Anda mendapatkan sebuah MP3 player. Kita bahkan bisa memperluas ruang penyimpanan dengan menambahkan kartu microSD. Dan jika Anda perlu menghabiskan waktu, Zanco membekali Tiny t2 bersama game-game kasual seperti Tetris, Snake serta Doodle Jump.

Tentu saja Tiny t2 tidak dirancang untuk menggantikan smartphone utama Anda. Zanco mencoba memasarkannya sebagai perangkat komunikasi sekunder atau darurat – ketika baterai smartphone habis atau sewaktu Anda menemui kendala lain. Saat ini Zanco tengah melangsungkan kampanye crowdfunding Tiny t2 di Kickstarter. Kabarnya respons konsumen terhadap produk ini sangat positif dan target pendanaan berhasil tercapai dalam waktu kurang dari satu hari.

Di periode crowdfunding ini, Tiny t2 bisa dibeli seharga mulai dari US$ 60. Produk rencananya akan dibanderol di harga retail US$ 130.

Via DigitalTrends.

Siap-Siap Meluncurkan PlayStation 5, Sony Kembali Absen di E3 Tahun Ini

Sebagai ajang gaming terbesar di dunia, menjadi sebuah kehormatan bagi perusahaan untuk bisa ikut serta di E3. Selain dimeriahkan oleh  produsen console, konferensi pers dari sejumlah publisher seperti EA, Ubisoft, dan Bethesda juga dinanti khalayak. Tapi ada sesuatu yang kurang dari E3 2019. Karena alasan persiapan peluncuran console baru, Sony memutuskan buat melewatkannya dan membiarkan sang rival Microsoft mendominasi acara.

Di tengah-tengah penantian kabar terbaru mengenai console next-gen serta kelanjutan info mengenai The Last of Us Part II dan Ghost of Tsushima, Sony Interactive Entertainment kembali mengabarkan agenda untuk absen dari E3 2020. Sebagai kompensasinya, perusahaan berencana hadir di berbagai perhelatan konsumen lain buat memamerkan permainan-permainan PlayStation 4 dan 5 –  setidaknya itulah yang mereka ungkapkan pada Games Industry.

Sony menjelaskan bahwa langkah ini diambil setelah evaluasi menyeluruh. Juru bicara perusahaan menyampaikan, “Kami sangat menghargai Entertainment Software Association sebagai organisasi [penyelenggara E3], namun menurut pandangan kami, visi E3 2020 tidak sesuai dengan apa yang ingin jadi fokus Sony di tahun ini dan bukan merupakan tempat yang tepat untuk melangsungkan acara.”

Logo E3 2020.

Buat sekarang, Sony mencoba mengeksekusi strategi berbeda: perusahaan akan berpartisipasi dalam ‘ratusan acara konsumen di seluruh dunia’. Lewat cara tersebut, perusahaan ingin merangkul gamer-nya secara langsung sehingga mereka betul-betul merasa jadi anggota keluarga besar PlayStation, dan di saat yang sama memberikan akses ke beragam permainan favorit. Sony sudah menyiapkan judul-judul menarik di PlayStation 4 sembari mengajak khalayak menanti pelepasan PlayStation 5.

Sony sebetulnya punya sejarah panjang bersama E3. Sejak awal, perusahaan menggunakan E3 untuk menyingkap detail terkait hardware gaming-nya, dimulai dari PlayStation pertama di tahun 1995 sebagai persiapan perilisan console di kawasan Amerika Serikat. Lalu di E3 2013, Sony dianggap sukses membangun penantian tinggi terhadap PlayStation 4, membuat brand ini berhasil merebut kepemimpinan  pasar console dari tangan Xbox.

Absennya Sony tahun lalu memang memberi dampak besar bagi Electronic Entertainment Expo. Sejak beberapa tahun silam, angka pengunjung E3 terus menurun, apalagi dengan adanya fasilitas live stream untuk setiap konferensi pers. Dan di E3 2019, jumlahnya bahkan merosot lebih drastis lagi. ESA sendiri kini menghadapi dilema: sejumlah publisher ingin agar E3 menjadi ajang selebrasi gaming, namun pihak lain berharap agar acara tetap fokus pada aspek bisnis.

Menyusul pengumuman ini, ESA tak lama mengeluarkan pernyataan tanpa secara langsung menyebutkan Sony. Pada intinya, mereka berjanji E3 2020 akan jadi ‘acara menarik dan penuh energi, dimeriah oleh bermacam-macam pengalaman, program, mitra, dan brand baru yang dapat menghibur pengunjung, baik bagi mereka yang baru pertama kali hadir maupun para veteran’.

Via DualShockers.

Microsoft: Xbox Series X Tak Ditemani Game Eksklusif di Hari Peluncurannya

Konten merupakan salah satu pilar esensial dari console game sejak perangkat ini diperkenalkan ke publik. Zaman telah berubah, tapi hingga sekarang game eksklusif masih jadi nilai jual utamanya. Nama-nama seperti Nintendo dan Sony terus memegang erat franchise-franchise andalannya, namun sejak beberapa tahun terakhir, Microsoft mengambil metode berbeda dalam menyajikan permainan.

Peluncuran console next-gen pelan-pelan datang menghampiri kita. Baik Microsoft dan Sony sudah mengonfirmasi keberadaan Xbox Series X dan PlayStation 5. Microsoft sendiri sudah mengumumkan dua game yang siap memaksimalkan kemampuan hardware Xbox Series X, yakni Halo Infinite dan Senua’s Saga: Hellblade II. Tapi kita tahu, permainan-permainan tersebut juga akan tersedia di PC ber-OS Windows 10.

Dan dalam wawancara bersama MCV, head of Xbox Game Studios Matt Booty mengabarkan bahwa perilisan Xbox Series X tidak akan ditemani oleh game eksklusif. Booty bahkan tak ragu menyebutkan bagaimana Xbox anyar punya karakteristik menyerupai PC. Menurutnya, langkah ini merupakan sebuah investasi yang baik dan perusahaan jadi dapat lebih fokus pada penyajian konten.

Dampak positif dari strategi ini adalah, developer-developer – terutama pihak ketiga – tidak merasa terbebani saat mereka menggarap permainan untuk console next-gen. Sampai sekarang, pengembangan game eksklusif buat mendampingi pelepasan sistem baru ialah hal yang beresiko: seandainya angka adopsi console ternyata rendah atau tak sesuai target, itu berarti jumlah pemain game-nya juga tidak banyak; dan seberapa pun berkualitas kontennya, kerja keras developer jadi tak terbayarkan.

Booty menjelaskan, perusahaan akan memusatkan perhatian pada satu atau dua IP dan memastikan game siap dinikmati begitu Xbox Series X tersedia. Di kesempatan ini, perusahaan memilih Halo Infinite (dan Hellblade II, keduanya digarap oleh studio first-party Microsoft). Peluncuran Infinite akan jadi momen unik karena untuk pertama kalinya dalam waktu 15 tahun, permainan Halo akhirnya dilepas bersama console anyar.

Menyediakan permainan di platform berbeda ialah pondasi penting dari program Xbox Play Anywhere yang memperkenankan kita membeli game secara digital kemudian memainkannya dari perangkat ber-OS Windows 10. Dan melengkapi aspek kemudahan akses, Xbox next-gen turut ditopang fitur backward compatibility, memungkinkannya menjalankan game-game Xbox One (PS5 punya kapabilitas serupa).

Dengan absennya permainan eksklusif di Xbox Series X plus backward compatibility, konsumen tak lagi perlu cemas harus mengucapkan selamat tinggal pada library game yang selama ini susah payah dibangun ketika ingin beralih ke console baru. Namun kondisi ini turut memberi efek negatif buat pihak Microsoft, karena tak ada alasan kuat bagi kita untuk buru-buru membeli Xbox next-gen, apalagi jika kita sudah punya gaming PC mumpuni di rumah.

Via The Verge.

LG Singkap Lini Soundbar Baru yang Dibekali Kecerdasan Buatan

Kecerdasan buatan merupakan salah satu istilah terpopuler di industri teknologi saat ini, meski banyak orang mungkin tak benar-benar memahami maksudnya. Di bayangan khalayak awam, AI memungkinkan perangkat/layanan berpikir layaknya manusia. Tapi secara teknis, ia hanyalah hasil dari pemrograman yang kompleks. AI kini jadi daya tarik utama di berbagai produk, termasuk sistem audio baru LG.

Di penghujung bulan Desember 2019 kemarin, LG sempat menyingkap lini soundbar anyar yang mengusung ‘AI Room Calibration’. Waktu itu, produsen belum menjelaskan secara rinci fitur tersebut, hanya bilang bahwa mereka berupaya menerapkan kemampuan machine learning dan sejumlah sistem terkait ke beragam produk audionya. Selain kecerdasan buatan, soundbar lagi-lagi turut menjagokan teknologi Dolby Atmos serta DTS:X.

Soundbar LG SN11RG.

Barulah di ajang CES 2020 LG mengungkap lebih detail apa itu AI Room Calibration. Sederhananya, AI Room Calibration ialah sistem yang mampu menyesuaikan karakteristik suara soundbar LG secara otomatis agar pas dengan tipe lingkungan ia berada. Berbekal kecerdasan buatan, soundbar bisa mengenal dan menganalisis nada, kemudian menilai dimensi ruangan dan melakukan penyesuaian secara akurat.

Melengkapi AI Room Calibration, LG tak lupa mencantumkan beragam kemampuan esensial, misalnya: Konektivitas dengan dukungan Dolby TrueHD dan audio beresolusi tinggi, Google Assistant yang memungkinkan kita melakukan perintah suara, dan kompatibilitas ke sistem rumah pintar serta produk-produk berkapabilitas LG ThinQ. LG juga menyediakan rangkaian speaker surround wireless opsional jika Anda menginginkan output suara lebih menyeluruh.

Soundbar LG 2

Dalam menggarap soundbar-soundbar premium ini, LG kembali berkolaborasi bersama Meridian Audio demi menghadirkan teknologi seperti Bass and Space – gunanya adalah mendongkrak suara-suara berfrekuensi rendah sembari memperlebar jangkauan audio (soundstage). Kemudian ada pula Image Elevation, yang diklaim dapat membuat output terdengar lebih nyata dengan cara ‘mengangkat’ suara vokal dan instrumen-instrumen utama.

LG soundbar juga menyimpan sistem onboard yang berfungsi untuk meningkatkan mutu audio terkompresi berkualitas rendah (via metode upscale) seperti MP3 atau dari layanan streaming dengan bit-rate rendah hingga ‘mendekati level studio’.

Soundbar LG 3

Perlu diketahui bahwa tak semua fitur di atas hadir di seluruh lini produk LG soundbar 2020. Meski demikian, dukungan Dolby Atmos and DTS:X bisa ditemukan di hampir seluruh model. Sejauh ini LG belum mengumumkan anggota keluarga soundbar 2020 secara lengkap, baru memperkenalkan SN11RG sebagai varian flagship serta SN9YG. Selain itu, belum ada pula konfirmasi soal waktu ketersediaan dan harga.

Via Digital Trends.

PlayStation 5 Dibekali Sejumlah ‘Fitur Rahasia’ yang Belum Sony Ungkap

CES kali ini mungkin jadi momen yang sedikit mengecewakan bagi fans PlayStation. Ketika antisipasi terhadap PS5 begitu tinggi, Sony hanya memamerkan logo resmi console (jujur saja, desainnya kurang mengesankan dan sudah tertebak) dan menginformasikan hal yang telah pernah diungkap sebelumnya. Kejutan terbesar dari Sony di sana malah berupa produk otomotif, kendaraan elektrik konsep bernama Vision-S.

Di pameran teknologi raksasa itu, Sony kembali membahas sejumlah fitur andalan PlayStation 5. Console akan ditopang oleh sistem suara 3D, SSD berkecepatan tinggi, teknologi ray tracing berbasis hardware (bukan sekadar software), optical drive ultra-HD Blu-ray, kemudian controller-nya mengusung kemampuan ‘haptic adaptive trigger‘. Mayoritas dari kapabilitas ini sudah lama tersedia di PC, namun masih ada kejutan lain yang disiapkan Sony di console next-gen mereka itu.

Kabar tersebut diungkapkan oleh CEO sekaligus presiden Sony Interactive Entertainment Jim Ryan pada Business Insider Japan (diterjemahkan oleh Gematsu). Ryan bilang bahwa PlayStation 5 mempunyai lebih banyak ‘elemen unik’ yang membedakannya dari console generasi sebelumnya. Dan sejauh ini, pihak Sony masih menyembunyikan fitur unik itu sembari menanti waktu yang tepat untuk mengumumkannya.

Menurut Ryan, lompatan performa dari satu generasi console ke generasi selanjutnya ialah hal lumrah. Tiap kali produk anyar dirilis, performa prosesor dan grafis pasti meningkat. Di sisi upgrade kinerja, Sony Interactive Entertainment sudah mengonfirmasi penggunaan SSD di PS5 demi memangkas waktu loading aplikasi/permainan, tapi perusahaan juga sadar mereka tetap harus menawarkan sesuatu yang istimewa.

Beberapa teknologi yang Sony usung, seperti audio 3D dan dukungan haptic feedback di controller anyar mampu merombak pengalaman bermain, meski Anda menikmati game yang telah dirilis di PS4. Misalnya di Gran Turismo Sport, trigger button di gamepad PlayStation 5 bisa memberikan resistensi dan perlawanan untuk mensimulasikan karakteristik pedal gas di kendaraan. Haptic feedback dapat diprogram oleh developer dan bisa diterapkan ke permainan apapun.

“Jika Anda sudah merasakan pengalaman bermain menggunakan controller dengan haptic dan adaptive trigger ini, sulit buat kembali menggunakan gamepad biasa,” tutur sang presiden SIE itu.

Berdasarkan keterangan resmi Sony di bulan Oktober lalu, PlayStation 5 dijadwalkan untuk meluncur di musim libur 2020, menjelang akhir tahun. Itu artinya, PS5 memiliki kemiripan waktu rilis dengan PS4. Menggunakan ini sebagai patokannya, ada kemungkinan penampakan serta info lebih detail terkait PlayStation 5 akan disingkap tak lama lagi.

Via Gamespot. Header: Polygon.

Death Stranding Mendominasi Daftar Nominasi Game Developers Choice Awards 2020

Game Developers Choice Awards ialah ajang pemberian penghargaan gaming yang dipresentasikan di Game Developers Conference. Berbeda dari acara serupa, GDCA merupakan persembahan dari kalangan pengembang permainan video untuk sesamanya. Dan mendekati waktu dilangsungkannya event tahun ini, penyelenggara mengumumkan daftar nominasi judul-judul yang berpotensi menyabet award bergengsi.

Game Developers Conference 2020 dijadwalkan untuk digelar pada tanggal 18 Maret di San Francisco Moscone Center. GDCA ke-20 sendiri akan dilangsungkan bersamaan dengan Independent Games Festival, dipandu oleh Kim Swift selaku game design director Stadia 2P Games. Sebelum bergabung bersama Stadia, Swift punya andil dalam pengembangan sejumlah permainan unik seperti Portal dan Left 4 Dead – keduanya dipublikasikan oleh Valve.

Untitled Goose Game.

Lewat GDCA ke-20, penyelenggara juga berencana untuk menganugerahkan gelar Ambassador dan Pioneer Award kepada dua orang individu. Ambassador Award akan diterima oleh Kate Edwards, executive director dari Global Game Jam. Edwards terpilih karena dianggap berjasa membuat industri gaming jadi lebih baik lewat ‘aksi nyata dan advokasi’. Penerima Pioneer Award sendiri baru akan diumumkan di waktu dekat.

Ini dia daftar lengkap finalis Game Developers Choice Awards ke-20, terbagi jadi 10 kategori.

 

Best Audio

  • Death Stranding
  • Sayonara Wild Hearts
  • Control
  • Untitled Goose Game
  • Call of Duty: Modern Warfare

Honorable mentions: Cadence of Hyrule: Crypt of the NecroDancer, Star Wars Jedi: Fallen Order, Disco Elysium, Ape Out, Outer Wilds

 

Best Debut

  • ZA/UM (Disco Elysium)
  • Mobius Digital (Outer Wilds)
  • William Chyr Studios (Manifold Garden)
  • Foam Sword Games (Knights and Bikes)
  • Chance Agency (Neo Cab)

 

Best Design

  • Baba Is You
  • Outer Wilds
  • Death Stranding
  • Sekiro: Shadows Die Twice
  • Untitled Goose Game

Honorable mentions: Disco Elysium, Control, Apex Legends, The Outer Worlds, Star Wars Jedi: Fallen Order, Luigi’s Mansion 3

 

Innovation Award

  • Untitled Goose Game
  • Disco Elysium
  • Baba Is You
  • Death Stranding
  • Outer Wilds

Honorable mentions: Control, Hypnospace Outlaw, Kind Words, Ring Fit Adventure, Wattam

 

Best Mobile Game

  • Sayonara Wild Hearts
  • What the Golf?
  • Grindstone
  • Sky: Children of the Light
  • Call of Duty: Mobile

Honorable mentions: Mutazione, Assemble with Care, Pilgrims, Archero, Card of Darkness, Mini Motorways

 

Best Narrative

  • Disco Elysium
  • Control
  • Death Stranding
  • The Outer Worlds
  • Outer Wilds

Honorable mentions: Star Wars Jedi: Fallen Order, Fire Emblem: Three Houses, A Plague Tale: Innocence, Heaven’s Vault, Mutazione, Telling Lies

 

Best Technology

  • Death Stranding
  • Control
  • Call of Duty: Modern Warfare
  • Apex Legends
  • Noita

Honorable mentions: Gears 5, Resident Evil 2, Manifold Garden, Sekiro: Shadows Die Twice, The Outer Worlds, Star Wars Jedi: Fallen Order, Outer Wilds

 

Best Visual Art

  • Control
  • Death Stranding
  • Sekiro: Shadows Die Twice
  • Sayonara Wild Hearts
  • Disco Elysium

Honorable mentions: Outer Wilds, Untitled Goose Game, The Legend of Zelda: Link’s Awakening, Luigi’s Mansion 3, Void Bastards

 

Best VR/AR Game

  • Vader Immortal
  • Blood & Truth
  • Asgard’s Wrath
  • Boneworks
  • Pistol Whip

Honorable mentions: Trover Saves the Universe, Falcon Age, Ghost Giant, Vacation Simulator, Stormland

 

Game of the Year

  • Death Stranding
  • Control
  • Sekiro: Shadows Die Twice
  • Untitled Goose Game
  • Outer Wilds

Honorable mentions: Disco Elysium, The Outer Worlds, Star Wars Jedi: Fallen Order, Apex Legends

Control.

Dari penjabaran di atas, Death Stranding terlihat sangat mendominasi GDCA ke-20. Kondisi ini menyerupai ketika finalis The Game Awards 2019 diumumkan. Ia muncul di tujuh kategori penghargaan, termasuk Game of the Year. Di posisi kedua ada Control dan Outer Wilds, masing-masing mengamankan lima nominasi.

Dari semua ini, ada beberapa hal yang bagi saya cukup mengecewakan. Pertama, Disco Elysium sebenarnya patut untuk masuk di daftar Game of the Year karena ia merupakan permainan role-playing dengan skor review rata-rata tertinggi di 2019, mengalahkan Kingdom Hearts III, The Outer Worlds dan Dragon Quest Builders 2. Lalu sebagai salah satu permainan terbaik di tahun lalu, remake Resident Evil 2 malah sama sekali tidak masuk di nominasi GDCA ke-20 – hanya muncul di honorable mention Best Technology.

Pengumuman pemenang GDCA ke-20 bisa Anda saksikan secara live di tanggal 18 Maret 2020 nanti via channel Twitch resmi GDC.

Disco Elysium.

Sumber: GDConf.com.

Ini Dia 4 Perangkat Gaming Unik yang Razer Singkap di CES 2020

Nama Razer memang lekat dengan gaming gear, namun sejak beberapa tahun lalu, mereka mulai melebarkan bisnisnya ke ranah lain seperti penyediaan layanan e-wallet dan smartphone. Razer juga terkenal akan eksperimen-eksperimen berani lewat perangkat seperti Project Valerie serta Linda. Dan bukan Razer namanya jika mereka tak punya sesuatu yang unik untuk dipamerkan di CES 2020.

Ada empat perangkat yang jadi andalan Razer di ajang pemaren teknologi tahunan terbesar dunia itu. Pertama ialah versi upgrade dari Junglecat yang bisa mengubah smartphone Anda jadi console portable ala Switch, lalu ada gaming desktop bertema modular, kemudian Razer juga mengungkap router 5G baru serta mesin simulator ‘konsep’ hasil kerja sama dengan berbagai vendor hardware dan publisher game. Ini dia detailnya:

 

Sila 5G Home Router

Dideskripsikan sebagai router 5G pertama yang difokuskan untuk gaming, versi anyar Razer Sila ini menjanjikan sambungan berkecepatan tinggi dan rendah latency, baik ketika Anda ber-gaming di PC maupun perangkat bergerak. Sila 5G memperkenankan pengguna menentukan prioritas, misalnya ke PC atau Xbox. Kabarnya ia juga didesain buat mengoptimalkan layanan cloud gaming seperti Stadia. Pengaturan dan pengendaliannya juga sederhana, dapat dilakukan melalui aplikasi iOS dan Android.

Razer CES 2020 6

Ada dua fitur andalan lain di Sila 5G. Router dibekali engine FasTrack racikan Razer sendiri, dirancang untuk memprioritaskan bandwidth ke aplikasi dan perangkat yang digunakan buat streaming atau gaming. Sila 5G juga menyimpan baterai built-in, sehingga Anda bisa memakainya sebagai hotspot 5G mobile, sangat membantu atlet esports ketika mereka harus pergi dari satu lokasi turnamen ke lokasi lainnya.

 

Kishi

Sederhananya, Kishi ialah varian lebih canggih dari Junglecat yang Razer perkenalkan di bulan Oktober lalu. Aksesori ini dirancang untuk ditambatkan di kedua sisi smartphone seperti Nintendo Switch. Tapi ketika Junglecat hanya mendukung sejumput smartphone flagship (termasuk Razer Phone 2), Kishi kompatibel ke lebih banyak perangkat, Android ataupun iOS. Dan berkat kompatibilitas ke cloud, kita juga bisa menikmati game Stadia menggunakan Kishi.

Razer CES 2020 4

Tentu saja ada pembaruan di sisi desain. Kedua stik analognya bisa ditekan, lalu konturnya sengaja dibuat lebih ergonomis sembari tetap mempertahankan layout asimetris mirip controller Xbox. Demi meminimalkan latency, Kishi memanfaatkan koneksi USB type-C tersembunyi atau Apple Lightning. Tersedia pula fitur pass-through yang memungkinkan kita men-charge smartphone sambil bermain.

Razer CES 2020 5

Aksesori Razer Khisi untuk iOS dan Android rencananya akan mulai dipasarkan di awal tahun 2020.

 

Tomahawk Gaming Desktop

Razer mengklaim bahwa Tomahawk Gaming Desktop merupakan sistem desktop tulen pertama di dunia. Penggarapannya dilakukan perusahaan pimpinan Min-Liang Tan itu secara kolaboratif bersama Intel. Razer memilih chassis Tomahawk N1 sebagai basisnya – sebuah case yang hemat ruang tapi siap untuk menjadi rumah bagi Intel NUC Extreme Compute Element. Hardware ini menggantikan komponen tradisional seperti desktop CPU dan motherboard.

Razer CES 2020 1

Seperti desktop gaming pada umumnya, kustomisasi adalah salah satu aspek andalan Tomahawk Gaming Desktop. Anda dapat meng-upgrade modul RAM, SSD, kipas, GPU, termasuk elemen NUC-nya agar sesuai dengan kebutuhan – baik gaming atau dijadikan stasiun kerja. Jika Anda menginginkan performa tertinggi, tersedia opsi prosesor Intel Core i9, RAM DDR4 64GB, serta kartu grafis Nvidia GeForce RTX 2080 Super.

Razer CES 2020 2

Case Tomahawk N1 dapat dibeli secara terpisah. Case tersusun atas konstruksi aluminium dan diapit oleh kaca tempered di kedua sisinya. Untuk membantu mempercepat pembuangan panas, Tomahawk N1 mengusung desain ventilasi terbuka. Akses ke hardware juga sangat mudah karena penggunaan sistem tray lock-and-slide, sehingga upgrade bisa dilakukan tanpa memerlukan perkakas.

Tomahawk Gaming Desktop akan tersedia di paruh pertama 2020.

 

Eracing Simulator Concept

Di ranah konsep, Razer menyiapkan sesuatu yang spesial bagi pecinta balap. Mereka membangun Eracing Simulator, sebuah mesin simulasi high-end berstruktur modular plus sistem proyeksi 202-derajat. Pengerjaannya tidak dilakukan oleh Razer sendirian, tetapi dibantu oleh nama-nama seperti Vesaro, Simpit, Fanatec dan Synthesis VR. Dengannya, Razer bermaksud untuk memberi kita gambaran seperti apa racing esports di masa depan.

Razer CES 2020 3

Sebagai pusatnya, Eracing Simulator memanfaatkan platform motion berbasis dua aktuator. Di sana ada control box kelas pro yang biasa digunakan buat latihan pembalap, lalu mesin kabarnya juga mampu mensimulasikan efek G-force dan suara secara realistis.

Sisi visual ditangani oleh sepasang proyektor full-HD buatan Simpit, diarahkan ke permukaan berwarna hitam seluas 128-inci untuk menghasilkan warna-warni super-cerah dan sudut pandang 202-derajat. Selanjutnya, sistem kendali berupa setir berbahan serat karbon dan kulit, paddle gear magnetik, rangkaian tombol yang dapat dikustomisasi, serta sistem tiga pedal di bawah dipersembahkan oleh Fanatec.

Razer belum ada niatan untuk menjual Eracing Simulator, namun seandainya mesin ini dipasarkan, saya berasumsi harganya lebih mahal dari mobil sungguhan.

Sumber: Razer.

Alienware Pamerkan Pesaing Nintendo Switch, Concept UFO Namanya

Dalam waktu singkat, Nintendo Switch sukses menggaet jutaan pengguna karena ia sanggup menawarkan apa yang tak dapat diberikan oleh Xbox One dan PS4: fleksibiltas untuk digunakan di mana pun serta kemampuan buat menyajikan konten ala home console tradisional. Dari sisi spesifikasi dan software, Switch bukanlah perangkat berperforma istimewa, dan Dell melihat ada celah yang bisa mereka isi.

Di CES 2020, Alienware memamerkan Concept UFO, perangkat gaming hybrid yang sangat terinspirasi dari Nintendo Switch – baik dalam hal desain maupun penyajian. Aspek utama yang membedakan Concept UFO dari Switch adalah pemanfaatan komponen PC tulen serta OS Windows 10, membuatnya jadi hardware gaming super-fleksibel dengan akses ke puluhan ribu permainan dan beragam pilihan platform distribusi digital.

Alienware Concept D 1

Alienware Concept UFO disajikan layaknya Switch dengan penampilan yang sedikit lebih bersudut. Di mode handheld, layar diapit oleh rangkaian tombol dan stik analog. Seperti biasa, direction pad berada di kiri dan action button di kanan, lalu tersedia pula dua pasang tombol trigger di area atas. Bagian controller bisa dilepas dari modul layar, namun tak seperti Switch, mereka tidak bisa bekerja secara individual dan membutuhkan unit bridge buat menyambungkan keduanya.

Ketika controller sudah terpasang ke bridge, mode wireless segera aktif. Selanjutnya, modul layar bisa berdiri berbekal stand built-in. Concept UFO menyuguhkan display yang lebih canggih dibanding Switch, memiliki luas 8-inci beresolusi 1200p (versus 6,2-inci 720p). Selain itu, Concept UFO juga didukung oleh unit dock yang memungkinkan perangkat tersambung ke televisi dan lebih banyak input kendali. Terdapat pula fitur screen sharing dan konektivitas fisik berupa port USB type-C serta Thunderbolt.

Alienware Concept D 2

Perlu diketahui bahwa docking Concept UFO tidak seperti milik Switch. Ukurannya lebih besar, dan dirancang sebagai ‘tempat duduk’ bagi modul utama/layar. Saat artikel ini ditulis, Dell belum mengungkap detail terkait spesifikasi Concept UFO. Lewat Twitter-nya, chief architect AMD Frank Azor mengonfirmasi bahwa perangkat ini mengusung teknologi Ryzen (sebelum bergabung ke AMD, Azor ialah GM Alienware).

Saya sendiri penasaran apakah Concept UFO punya karakteristik seperti Switch, terutama terkait performa hardware? Di mode portable, game Switch dijalankan di resolusi HD serta frame rate yang cenderung rendah, dan baru memperoleh dongkrakan kinerja ketika dipasangkan ke dock. Apakah kondisi serupa terjadi di Concept UFO? Selain itu, Dell juga belum mengungkap informasi soal daya tahan baterai dari gaming PC handheld mereka ini.

Alienware Concept D 3

Dan seperti yang bisa Anda lihat dari namanya, status Concept D saat ini baru berupa konsep. Itu berarti, belum dapat dipastikan apakah Concept D akan diangkat jadi produk konsumen atau tidak, dan masih terlalu cepat untuk bertanya mengenai harganya…

Via Tom’s Hardware. Gambar: The Next Web.