Bocoran Video Gameplay Pokémon Go Diunggah di YouTube

Penghujung bulan Maret silam merupakan momen yang ditunggu-tunggu oleh fans. Sesuai janji Niantic, saat itu developer memulai program uji coba eksklusif Pokémon Go di kawasan Jepang. Meskipun pihak Nintendo mewanti-wanti pada para tester untuk tetap merahasiakan rincian mengenai Go, tetap saja pada akhirnya sejumlah detail penting bocor ke publik.

Melengkapi informasi itu, kali ini pengguna YouTube dengan username GAME Previews mengunggah rekaman permainan sepanjang delapan menit lebih. Video tersebut memperlihatkan bagian menu, fitur penciptaan karakter, serta gameplay. Di sana, Pokémon Go memang masih terlihat belum rampung, namun untuk pertama kalinya kita semua bisa menyaksikan bagaimana game dihidangkan.

Pertanyaan saya: kapan kira-kira Nintendo menyadari keberadaan video ini dan memintanya diturunkan? Tapi sebelum saat itu tiba, gameplay Pokémon Go tetap dapat Anda simak:

Pokémon Go dikemas layaknya permainan mobile. Di versi ini, game tidak mempunyai narasi. Begitu mulai, Anda langsung diberikan pilihan untuk menentukan jenis kelamin karakter. Setelah itu, Go membawa Anda ke menu pembuatan karakter, di mana pemain bisa mengedit wajah, gaya rambut, warna mata serta kulit, baju, tas, sepatu, topi dan lain-lain. Terakhir, Anda diminta memasukkan nama.

Pokemon Go 02
Menu pembuatan karakter.

Tampilan dasar game mirip peta GPS dengan elemen 3D. Di dalam menu utama, Anda dapat melihat level dan progres karakter, termasuk jarak yang sudah ditempuh, banyaknya kunjungan ke PokéStop, serta jumlah tangkapan, evolusi Pokémon dan telur yang menetas. Di awal permainan, Anda dibekali 20 Poké Ball dan diminta memilih satu dari tiga tim – biru, merah atau kuning (kemungkinan buat mode multiplayer).

Pokemon Go 03
Map serta tampilan karakter dan Pokemon pilihan Anda.

Di video, gamer bernama Darkathion mendapatkan Pokémon Geodude. Sepertinya, tempat-tempat tertentu akan memicu sistem bonus, contohnya memberikan item beserta XP. Game segera memberi notifikasi jika ada Pokémon di sekitar Anda. Arena dapat dinikmati via augmented reality (menggunakan kamera smartphone) atau dalam mode animasi. Berhasil atau tidaknya Anda menangkap Pokémon bergantung dari level serta tipe Poké Ball.

Pokemon Go 01
Anda bisa memilih dua tipe arena: mode animasi atau augmented reality.

Meski dijadwalkan untuk meluncur tahun ini, baik The Pokémon Company maupun Niantic belum memberi tahu kapan tepatnya Pokémon Go tersedia. Ia akan disajikan sebagai permainan gratis dengan sistem microtransaction.

Via Gamespot. Sumber: NeoGAF.

Project Arena Ialah Disc Battle ala Tron yang Disuguhkan Lewat Virtual Reality

Jauh sebelum khalayak menyadari potensi besar virtual reality, CCP Games sudah sibuk mengembangkan kontennya. EVE Valkyrie, spin-off dari game MMO EVE Online, sengaja didesain untuk headset VR – menjadi salah satu permainan yang menemani peluncuran Rift dan juga akan dibundel bersama PSVR. Namun bagi CCP, perjalanan mereka di ranah itu masih panjang.

Developer asal Islandia tersebut meneruskan investasi mereka di bidang VR, dan kali ini diketahui sedang bereksperimen menyajikan pengalaman VR ‘full-body‘ melalui karya digital proof-of-concept bernama Project Arena. Gagasan di belakang pembuatannya memang tak seambisius The Void, namun ia tidak kalah unik. Project Arena menuntut Anda menggerakkan tubuh, tepatnya seperti disc battle di film Tron.

Project Arena dipamerkan kepada pengunjung EVE Fanfest 2016 minggu lalu. Di mode Brawl, peserta diadu dalam pertarungan lempar-melempar disc satu lawan satu, menyerupai air hockey. Namun bukannya mencoba memasukkan lempengan ke gawang, misi Anda ialah mengarahkan disc ke lawan. Yang membuatnya jadi lebih rumit adalah tiap orang mempunyai disc sendiri, dan ia akan memantul di tembok virtual.

Game prototype ini disuguhkan melalui Oculus Rift, namun komponen terpenting di sana adalah Oculus Touch. Di tiap tangan, motion controller berfungsi sebagai tameng dan sarung tangan untuk melempar disc. Skor diperoleh jika disc berhasil mengenai tubuh rival Anda. Hal ini tak semudah teorinya karena pemain dapat menangkis dan menghindar.

Untuk melempar disc, pemain cukup menekan tombol di Touch, mengayunkannya seperti bola baseball, kemudian melepasnya di momentum yang tepat. Menurut pengakuan Andy Kelly dari PC Gamer, Project Arena membuat Anda lupa sedang mengenakan headset. Tangan virtual menyamai gerakan dengan mulus, dan saat disc mulai beterbangan, insting mendorong Anda untuk menghindar.

Project Arena 1

Via PC Gamer, Sigurdur Gunnarsson selaku teknisi VR CCP Newcastle yang turut mengerjakan EVE Valkyrie memberi komentar, “Perkembangan virtual reality sangat menarik tapi juga mengintimidasi. Sebagai penggemar berat VR, ini hanyalah permulaan. [Di masa depan] kita akan melihat ke belakang dan sadar betapa kunonya teknologi saat ini. Kami akan meneruskan perjalanan ini dan berupaya untuk selalu di garis depan.”

Ada peluang CCP tidak berencana meluncurkan Project Arena sebagai produk retail, tapi bayangkan istimewanya jika ia dijadikan esport. Game-game simpel namun distingtif seperti Project Arena inilah yang sekarang dibutuhkan virtual reality.

Sumber lain: RoadtoVR.

Siap Bersaing di Ranah Virtual Reality, Asus Umumkan Program Beyond VR Ready

Menyusul pelepasan dua headset high-end di era kelahiran virtual reality, produsen berlomba-lomba menyiapkan perangkat yang sanggup menopangnya. Daftar kebutuhan hardware telah tersedia, dan bermunculanlah sejumlah sertifikasi ‘VR ready’. Asus sendiri mengamankan nama mereka di ranah itu dengan menjadi salah satu penyedia Oculus Ready PC.

Tapi persaingan dari rival senegaranya memang cukup sengit. MSI lebih dulu meluncurkan notebook gaming dan workstation VR ready pertama di dunia, lalu disusul oleh Acer lewat Predator 17 X. Kali ini, Asus mencoba menyamai kedudukan dengan memprakarsai program baru. Saat kompetitor menetapkan virtual reality sebagai sebuah standar, produsen Taiwan itu mengumumkan Beyond VR Ready.

Asus menjelasan bahwa Beyond VR Ready adalah sebuah tanda kesanggupan dan rasa percaya diri mereka buat menyediakan perangkat-perangkat pendukung virtual reality. Untuk mencapai keinginannya, Asus berkolaborasi bersama perusahaan-perusahaan ternama di industri, sehingga produk seperti motherboard dan kartu grafis bekerja optimal dengan headset serta aksesori VR.

Asus Beyond VR Ready 0
Badge Beyond VR Ready.

Kehadiran Badge Beyond VR Ready mempermudah konsumen buat mengetahui hardware apa saja yang kompatibel ke Oculus Rift dan HTC Vive. Dengan mengusung lencana itu, Asus berjanji hardware-hardware tersebut sanggup menyuguhkan pengalaman virtual reality maksimal. Komponennya diuji demi memastikan semua beroperasi secara mulus begitu game atau aplikasi diluncurkan. Lalu selanjutnya, Asus berencana untuk memperbanyak varian produk.

“VR Ready memberi tahu kita spesifikasi dasar yang diperlukan buat memperoleh pengalaman VR memuaskan. Walaupun bagi konsumen hal tersebut mudah dipahami, mengonfirmasi kompatibilitas komponen merupakan pekerjaan sulit,” jelas Asus di website. “Program Asus Beyond VR Ready memastikan hardware telah dites dan menjamin semuanya tersambung.”

Beyond VR Ready meliputi dua tipe produk, terdapat 30 motherboard dan 17 GPU. Namun saya belum dapat memastikan apakah Asus turut memasukkan notebook Republic of Gamers serta PC desktop G11CD dan ROG G20CB yang mendapatkan titel Oculus Ready PC.

Sayangnya, deskripsi Asus mengenai apa yang dimaksud dengan ‘Beyond VR ready’ masih belum jelas. Pertanyaan saya adalah, kira-kira apa yang akan menjadi fokus utama Asus? Apakah produsen lebih menitikberatkan kemampuan produk mereka untuk menangani virtual reality, atau condong pada upaya kerjasama demi mengembangkan ekosistem VR?

Info lebih lengkap Beyond VR Ready bisa Anda peroleh di situs resmi.

Sumber: Asus.

Bluetooth Speaker Mpow Armor Plus Disiapkan Buat Temani Anda Hiking dan Bersepeda

Meskipun speaker wireless jarang menarik perhatian audiophile, kepopularitasannya terus meningkat di kalangan konsumen awam dan produsen menjawab antusiasme itu dengan menyediakan lebih banyak pilihan. Beberapa speaker tersebut mulai menjamah outdoor, dibekali fitur anti-cuaca dan sejenisnya. Tapi sekuat-kuatnya perangkat elektronik, tentu saja ada batasannya.

Seperti apapun janji produsen, mayoritas orang enggan menggunakan speaker di luar ruangan saat hujan atau menggeletakkannya semalaman, apalagi jika harganya tidak murah. Rasa cemas inilah yang ingin dihapus oleh Mpow. Perusahaan aksesori perangkat bergerak itu meramu speaker Bluetooth ultra-durable Armor Plus. Sebagaimana namanya, ia didesain untuk menghadapi skenario-skenario terburuk yang berpotensi merusak device.

Desain Mpow Armor Plus memang tidak seelok speaker wireless kompetitor, yang umumnya memiliki tubuh warna-warni. Wujudnya kotak memanjang dengan pinggiran berbahan karet keras, tak begitu besar sehingga Anda dapat menyelipkannya di dalam tas tas; dengan bobot sekitar satu kilogram. Armor Plus tahan benturan dan telah memperoleh sertifikasi IPX5, artinya sanggup menahan semprotan air, namun masih tidak boleh tercemplung.

Mpow Armor Plus

Selain menggunakan sambungan Bluetooth 4.0, Anda bisa mengoneksikannya ke sumber musik melalui kabel via port USB 2.1. Bagian tersebut (termasuk port charging serta AUX-in) dan lampu indikator dilindungi oleh tutup karet. Perangkat mengambil tenaga dari baterai 5.200mAh, cukup untuk menyuguhkan playback selama lebih dari 20 jam. Di situasi darurat, ia dapat dimanfaatkan pula sebagai power bank, mampu mengisi penuh dua smartphone.

Di belakang grille depan, Mpow menyematkan sepasang driver 50-milimeter, masing-masing bertenaga 8-watt, serta radiator pasif. Produsen menjanjikan audio jernih berkualitas high definition tanpa distorsi. Armor Plus menyimpan dua mode equalizer, yaitu indoor dan outdoor. Di indoor, speaker fokus pada rentang suara rendah sampai menengah; sedangkan di outdoor, Armor Plus menitikberatkan nada tinggi.

Mpow Armor Plus 2

Menurut Mpow, Armor Plus sengaja dirancang untuk menemani mereka yang gemar menikmati musik saat bersepeda atau mendaki gunung. Agar mudah dibawa dalam perjalanan, Mpow turut membundel speaker bersama kantong serta strap. Dan tak hanya buat menyajikan musik, Armor Plus juga dilengkapi microphone build-in, bisa digunakan untuk menjawab panggilan telepon.

Mpow Armor Plus telah tersedia dan dapat dibeli di Amazon. Di sana, ia dijajakan seharga US$ 80 – lebih murah US$ 14 dari harga yang dipatok di website resmi.

Sumber: XMpow.com.

Berkat Solusi Terpersonalisasi Lingohop, Belajar Bahasa Asing Jadi Lebih Mudah

Bahasa merupakan basis manusia dalam berinteraksi. Tersedia banyak metode yang bisa Anda pakai untuk mempelajari bahasa lain. Sayangnya saat teknologi mengubah buku teks menjadi aplikasi, mereka tetap mengusung konsep penyajian serupa. Inilah alasannya kenapa banyak orang dihadang kesulitan. Kabar baiknya, sebuah alternatif lebih efektif ditawarkan oleh Oceanix.

Tim berisi ahli bahasa dan desainer tersebut memperkenalkan platform edukasi bahasa Lingohop. Mereka menyingkirkan metodologi lawas yang tak efisien itu, mengombinasi proses pembelajaran kontekstual dengan dialog relevan dan pendekatan terpersonalisasi, tergantung keperluan Anda: perjalanan bisnis, studi di luar negeri, atau sekedar liburan.

LingoHop dirancang agar menyuguhkan apa yang diperlukan saat Anda membutuhkannya. Aplikasi ini memungkinkan Anda berhadapan langsung dengan situasi nyata, memandu melalui tanya jawab sederhana, serta membantu kita mengetahui kosakata baru. Tiap pelajaran menempatkan pengguna dalam konteks spesifik, contohnya ketika memesan makanan di restoran asing – memanfaatkan bahasa sehari-hari sehingga cemat mudah dipahami.

LingoHop 2
Penyajian Lingohop di tablet.

Di Lingohop, Anda dapat menentukan target, misalnya ‘persiapan perjalanan’. Selanjutnya platform akan meminta Anda mendeskripsikan tipe perjalanan itu lebih rinci dan berapa lama waktu yang dipunyai sebelum berangkat. Semua informasi ini digunakan buat mengkalkulasi seberapa efektif proses belajar di sisa waktu tersebut. Melalui input inilah Lingohop menyesuaikan bimbingan sesuai kebutuhan user.

Setelah memilih topik, Lingohop segera menyampaikan pelajaran selama empat menit. Andai Anda harus bertemu klien di luar negeri, aplikasi akan mengajarkan bagaimana memperkenalkan diri, dan pelan-pelan membahas ungkapan-ungkapan baru yang terkait ke tema tersebut. Caranya juga tidak biasa. Oceanix memanfaatkan stimulasi visual dan suara, tak sekedar terjemahan agar cepat diingat oleh otak.

Developer juga tahu bahwa proses belajar akan lebih efektif jika dilakukan dalam grup. Itu mengapa Oceanix menambahkan fitur social dynamic, di mana Anda dapat berlatih bersama kawan, memasang sasaran, dan bisa saling mengetahui progres masing-masing.

“Di akhir proses belajar, Anda dapat bertanya dan menjawab lebih percaya diri, serta mempunyai bekal yang dibutuhkan untuk berinteraksi dengan penduduk asli negara itu,” tutur CEO Lingohop Michael Ashley di video.

Saat ini Oceanix sedang melangsungkan kampanye crowdfunding Lingohop di Kickstarter, menargetkan US$ 25 ribu. Khusus bagi backer, tersedia paket The Adventurer (US$ 45) berisi akses seumur hidup ditambah pelajaran eksklusif.

iBubble Adalah ‘Drone’ Videography Buat Para Penyelam

Di bawah laut, terdapat dunia yang tak terjamah manusia. Spesies baru dan bangkai kapal karam ialah sedikit contoh hal yang menanti di sana. Ironisnya, manusia lebih mengenal permukaan bulan ketimbang seluk beluk samudra. Itu mengapa banyak orang berdedikasi untuk menyibak rahasia lautan, dan menyampaikan penemuan mereka pada kita semua.

Beberapa jenis kamera memang didesain agar bisa digunakan di bawah air, tapi tentu saja lautan memberi tantangan bagi para videographer. Kesulitan terbesarnya adalah tekanan air, belum lagi mereka harus menghadapi kerumitan pemakaian. Buat mempermudah aktivitas ini, sekelompok petualang dan pecinta bidang maritim memperkenalkan iBubble, sebuah drone penyelam untuk membantu proses perekaman video bawah laut.

iBubble 2
Tampilan depan iBubble.

Prinsip iBubble sebetulnya tidak terlalu berbeda dari UAV. Namun bukannya terbang di udara, ia bekerja bak miniatur kapal selam. iBubble menyimpan sejumlah kapabilitas buat memperingkas penggunaan dan prosedur perekaman. Ia mudah dipakai, dapat beroperasi otomatis dan pintar. Device sengaja dirancang agar kompatibel dengan GoPro, khususnya tipe Hero3 hingga yang terbaru.

Dengan mode otomatis, iBubble dapat mengikuti Anda, lalu merekam secara melingkar di poros vertikal maupun horisontal. Demi mamastikan videonya stabil, developer mengintegrasikan sistem camera stabilization. Kendala lain pada videography bawah air ialah cahaya – kian dalam, maka semakin gelap. Sebagai solusinya, tim desainer membubuhkan dua lampu 1000-lumen untuk meningkatkan kualitas gambar.

iBubble 3
Rangkaian baling-baling di sana membuat iBubble mudah bermanuver di air.

Unit gelang berpemancar telah disiapkan buat mengendalikan iBubble dan mengakses fitur-fiturnya. Anda disajikan delapan mode serta switch start/stop merekam. Drone dapat menganalisa dan menjaga agar gelang tetap berada di tengah. iBubble berkomunikasi ke gelang melalui Ultra Short Baseline (USBL), sinyal berfrekuensi rendah yang juga digunakan kapal selam, tidak membahayakan penyelam serta fauna laut.

Tersedia pula mode kendali manual, misalnya jika Anda mencoba merekam gurita yang bersembunyi di celah karang. Tinggal panggil drone dan beralih ke mode manual, selanjutnya Anda dapat menggunakan iBubble sebagai kamera biasa. Tak mau basah-basahan? iBubble dilengkapi kapabilitas remote control, tersambung dengan kabel sepanjang 100-meter untuk menyajikan video live.

iBubble 4
Hasil foto iBubble.

iBubble bisa bekerja hingga kedalaman 60-meter. Baterai rechargeable-nya aktif selama satu jam di kondisi normal (suhu 10°-30°C dan arus laut 1m/s), dapat melesat dengan kecepatan maksimal 1-meter per detik.

Anda sudah dipersilakan memesan iBubble lewat situs Indie Gogo. Drone penyelam ini bisa dimiliki seharga US$ 1.300, didistribusikan mulai bulan Juni 2017.

IDC: Pemasukan Dari Penjualan Hardware VR Diperkirakan Lewati $ 2 Miliar di 2016

Keputusan para produsen untuk melepas perangkat virtual reality high-end di tahun ini membuat VR menjadi pusat perhatian. Di sejumlah negara, konsumen sudah bisa memiliki Rift dan Vive. Beberapa minggu silam mungkin Anda sudah membaca artikel soal perkiraan penjualan hardware VR oleh Strategy Analytics. Menariknya, perhitungan IDC bahkan lebih tinggi lagi.

Via press release, firma analis dan riset pasar Amerika itu memprediksi angka pengapalan hardware VR akan melonjak naik di 2016, mampu mencapai 9,6 juta unit. Penjualan diujungtombaki oleh produk-produk Samsung, Sony, HTC dan Facebook. Berdasarkan estimasi IDC, hal tersebut memberikan pemasukan lebih dari US$ 2 miliar bagi perusahaan-perusahaan ini – tepatnya US$ 2,3 miliar.

Berdasarkan pengamatan IDC, mereka mengidentifikasi tiga kategori utama di pasar head-mounted display: pertama adalah penonton screenless, yaitu mereka yang menggunakan smartphone buat menikmati VR (contohnya melalui Gear VR); lalu user Tethered Head Mounted Display, umumnya memanfaatkan PC dan console untuk menopang device (Rift/PSVR/Vive); serta Standalone HMD, yakni device yang tidak memerlukan sistem pendukung, misalnya Sulon Q atau HoloLens.

Menurut penjelasan Lewis Ward selaku direktur riset gaming, video game merupakan alasan orang membeli Rift, Vive atau PlayStation VR di tahun ini. Meskipun ada jeda di proses distribusi, ia yakin penjualan jadi lebih mulus sebelum musim liburan. Ward menuturkan bahwa judul-judul permainan baru berperan besar dalam mendongkrak minat konsumen – di antara mereka berbelanja buat diri sendiri, dan sebagian lainnya membeli untuk keluarga atau teman.

Virtual reality akan mendominasi persentase volume headset di 2016, sedangkan augmented reality sendiri baru menyusul beberapa tahun kemudian. Ketika VR dan AR dikombinasikan, jumlahnya diestimasi International Data Corporation melampaui 110 juta unit di 2020. Namun adaptasi konsumen terhadap AR memang tidak berjalan sekejap. Vice president Devices & Displays IDC Tom Mainelli menyampaikan, produk memerlukan waktu untuk dibawa ke pasar.

“Walaupun development kit dari Microsoft, Meta dan lain-lain menjaga ketertarikan khalayak akan augmented reality tetap tinggi, perangkat-perangkat itu lebih sulit diproduksi dibanding device VR,” tutur Mainelli. “Bagi produsen, mengeksekusinya dengan jitu lebih penting dari menggarapnya cepat-cepat, dan kami menyarankan mereka buat tetap mengerjakannya secara lambat namun stabil.”

Mengapa begitu? Ketika VR ‘sekedar’ berpotensi mengubah arah perkembangan industri hiburan digital, AR berpeluang merevolusi cara manusia melakukan pekerjaan sehari-hari…

Sumber: IDC.

MSI Umumkan Aegis, Gaming PC Bertenaga Dengan Desain ala Katana

Pengakuan sejumlah gamer profesional terhadap mutu produk gaming MSI membuat reputasinya melesat di waktu singkat. Di tengah persaingan ketat, mereka tak berhenti mencoba mengungguli kompetitor dengan menyingkap sejumlah terobosan. Tapi di antara puluhan perangkat gaming, produk PC desktop merupakan yang paling sedikit variannya.

Di kelas ini, sepertinya sang produsen Taiwan lebih mengutamakan inovasi dibandingkan kuantitas. Beberapa PC mereka memang memiliki karakteristik tersendiri: Nightblade dirancang khusus buat LAN party, lalu Vortex tersedia untuk Anda yang menginginkan sistem berspesifikasi monster dengan dimensi minimalis. Belakangan, lini desktop mereka jadi bertambah kuat berkat kehadiran Aegis.

MSI Aegis 03
Penampilan Aegis dari samping-depan.

Jika elemen desain laptop gaming MSI mengusung tema supercar, tim perancang lebih leluasa dalam menggarap PC jenis desktop. Mereka ingin device baru tersebut mempunyai wujud distingtif, dan memutuskan buat berpedoman pada pada bentuk katana. Hasilnya, Aegis bahkan terlihat lebih anggun dan keren dibanding Vortex maupun Nightblade.

Aegis mempunyai desain menyerong, tajam ke atas dan asimetris jika dilihat dari sisi samping. Bagian stand terpisah dari casing utama, di sanalah MSI memposisikan power supply-nya. Sisi penampilan turut didukung oleh kehadiran fitur Mystic Light yang bisa dikustomisasi. Warna-warni lampu RGB LED build-in dapat Anda konfigurasi, dan lighting juga mampu tersinkronisasi ke game atau menyesuaikan dengan musik.

MSI Aegis 024jpg
Dari samping, tubuh Aegis terlihat tajam dan asimetris.

Seperti sepupunya, MSI berupaya meminimalisir ukuran Aegis, memanfaatkan form-factor mini-ITX bervolume 19,6-liter (dimensi 433x376x170mm). Ada handle di area ujung untuk memudahkan Anda mengangkatnya. Produsen menyematkan solusi pendingin Silent Storm Cooling 2, dan memastikan Aegis sanggup menjadi rumah yang lapang bagi kartu grafis Nvidia GeForce GTX 970 atau GTX 960 (PSU bisa menopang GTX 980).

Bagi MSI, Aegis bukanlah sekedar produk, namun juga merupakan platform gaming. Body-nya didesain agar kita mudah mengakses hardware serta melakukan upgrade: CPU, GPU ataupun storage. Untuk sekarang, Anda bisa memilih prosesor Intel Core Skylake i5-6500 atau i7-6700, dilengkapi memori RAM DDR4-2133 maksimal sebesar 32GB, serta penyimpanan kombinasi hard disk 3,5-inci, 2,5-inci, atau SSD M.2 SATA.

MSI Aegis 02
Aegis menyuguhkan level akses hardware dan konektivitas yang luas.

Untuk LAN party dan event-event sejenis, konektivitasnya sangat lengkap: Wi-Fi, Bluetooth 4.2, port LAN, empat buah USB 3.1, sepasang port USB 2.0, HDMI, dan jack audio 7-in-1.

Seperti biasa, MSI masih malu-malu mengungkap info soal harga. Di press release, mereka hanya bilang bahwa Aegis akan tersedia secara global di akhir bulan April 2016.

Setelah Mobile, Menyempurnakan Kecerdasan Buatan Adalah Fokus Google Selanjutnya

Pembahasan soal kecerdasan buatan biasanya mengingatkan kita pada film-film fiksi ilmiah, tapi sebetulnya AI dapat Anda temukan di mana-mana, contohnya layanan penerjemah bahasa. Bagi Google, artificial intelligence bukanlah hal baru. Mereka sudah lama bermain-main di ranah itu, sempat mengakuisisi DeepMind Technologies demi memantapkan cengkramannya.

Di bulan Maret, Google dilaporkan memperoleh pencapaian membanggakan: super computer AlphaGo ciptaan DeepMind berhasil mengalahkan pemain Go legendaris, Lee Se-dol, dalam tiga dari empat pertandingan berturut-turut. Kemenangan tersebut memperlihatkan potensi besar di sektor pengembangan AI. Dan dari komentar Google, kecerdasan buatan tampaknya menjadi fokus mereka selanjutnya.

Menjawab pertanyaan seorang analis mengenai cara Alphabet – perusahaan induk Google – memimpin inovasi dan bukan sekedar adaptasi terhadap perubahan di dunia teknologi, CEO Sundar Pichai menguraikan apa yang akan mereka kerjakan selama 10 tahun ke depan. Ia mengakui bahwa VR merupakan tema terpanas saat ini, dan saat menutup penjelasannya, Pichai juga bilang, “Saya pikir kami akan berupaya mengevolusi computing dari mobile-first world ke AI-first world.”

Pichai menuturkan bagaimana kesukseskan AlphaGo menundukkan Lee Se-dol merupakan tonggak sejarah penting bagi artificial intelligence. Ia menyampaikan, “Momen tersebut adalah langkah besar dalam menciptakan AI yang bisa membantu kita mengerjakan tugas sehari-hari hingga hal-hal rumit seperti membantu menanggulangi perubahan iklim sampai mendiagnosis kanker.”

Sang CEO menjabarkan, Google dan seisi industri akan mengalihkan perhatian mereka dari lini mobile sebagai teknologi kunci menjadi bagaiamana mengupayakan AI agar dapat digunakan untuk meningkatkan layanan. Google telah berinvestasi besar di bidang tersebut dan machine learning, khususnya di area-area yang bisa memperoleh manfaat langsung. Namun selain itu, Pichai belum menerangkan lebih rinci pandangan mereka tentang ‘AI-first world‘.

Contoh lain penggunaan AI yang cukup familier ialah Google Now, dan tidak mengherankan jika Google mengusung Now sebagai basisnya. Tentu saja, ‘robot digital’ tetap membutuhkan tempat tinggal. Itu artinya, perangkat-perangkat bergerak masih dibutuhkan dan tak akan hilang di waktu dekat.

Perlu Anda ketahui, tak cuma Google yang terlihat tertarik dengan tool-tool berbasis artificial intelligence. Facebook mengungkap kemampuan bot di app Messenger sewaktu konferensi F8 dilaksanakan, lalu Microsoft juga sudah mengumumkan waktu ketersediaan Skype Bots.

Selain AI, Google juga mencoba menitikberatkan pengembangan ekosistem cloud. Boleh jadi semuanya disingkap lebih jelas dan lengkap di acara Google I/O 2016 bulan depan.

Sumber: Tech Radar & The Inquirer.

Ziro Ialah Robot Rakitan yang Bisa Anda Kendalikan Lewat Gerakan Tangan

Sejumlah proyek open source membuat bidang robotik semakin mudah dijamah semua orang. Tak hanya khalayak antusias, robot kini menjadi elemen edukasi penting buat anak-anak di negara maju. Beberapa tipe sengaja dirancang menarik dan mudah dimengerti untuk memicu minat terhadap ilmu robotik, salah satunya di antara mereka ialah kreasi dari ZiroUI.

Melalui website Indie Gogo, developer dari San Jose itu memperkenalkan Ziro: sebuah kit yang memungkinkan Anda mendesain, membangun dan menggerakkan robot. Keunikannya tak sampai di sana, Anda turut diberi kendali penuh. Buat mengontrolnya, kita tinggal mengangkat sebuah jari atau mengibaskan tangan. Dan tak hanya kalangan pecinta robot yang bisa bersenang-senang, Zito juga diramu supaya bersahabat bagi pemula.

Ziro mengusung rancangan modular, terdiri dari komponen bermotor terpisah, dapat dikendalikan dengan smart glove via koneksi wireless. Robot tersebut bisa diekspansi sampai delapan modul. Anda dipersilakan memilih kit pre-made atau merakitnya sendiri dari nol. Tak ada batasan dalam bentuk apapun. Gerakan dapat diatur agar menyerupai engsel atau berputar 360 derajat, dan Anda juga dibebaskan membubuhkan mainan atau hasil cetakan 3D.

Ziro 02
Tiga elemen penting di Ziro: modul, smart glove dan app mobile.

Yang membedakan Ziro dengan robot rakitan sejenis adalah kemudahan kustomisasi. Proses konfigurasi tak memerlukan langkah-langkah rumit, semuanya bisa dilakukan lewat aplikasi smartphone. Anda tinggal memilih fungsi (sudah disediakan) atau menciptakan perintah baru. Caranya sangat mudah; tentukan satu dari tujuh gesture, pasangkan gerakan ke modul, kemudian sinkronisasi gesture ke salah satu modul.

Setelah itu, prosedur kontrol dilakukan sepenuhnya dengan gerakan tangan. Misalnya menekuk tangan ke bawah untuk menyuruhnya maju dan mengarahkan tangan ke atas buat memerintakan robot berputar. Menurut tim pengembang, Ziro merupakan solusi di zaman ‘zombi layar’, sebuah generasi yang tak bisa lepas dari perangkat bergerak dan elektronik ke manapun kita pergi.

Ziro 03
Ziro juga dapat dirakit jadi robot pterodactyl.

“Meskipun Ziro diprogram menggunakan smartphone, ia memungkinkan pengguna menciptakan objek di dunia nyata langsung lewat kedua tangan, kemudian memperbolehkan mereka mengontrolnya dengan satu tangan,” jelas ZiroUI. Ziro tak memiliki target konsumen khusus, ia bisa dimanfaatkan siapapun. Melalui produk ini, developer ingin khalayak merasakan kembali serunya proses dan pengalaman belajar.

Ziro dapat Anda beli di situs Indie Gogo. Versi Starter Kit dibanderol US$ 150 (dua modul plus satu smart glove), sedangkan Ziro Pro Kit dijajakan seharga US$ 200 (smart glove ditambah empat modul).