Line Indonesia Kenalkan Platform UGC “Line Today Buzz”

Line Indonesia mengumumkan fitur baru Line Today, Line Today Buzz. Fitur ini memungkinkan pengguna mengunggah berbagai macam konten yang menarik dan menghibur. Di sisi lain pengguna Line Today Buzz dimungkinkan mendapatkan informasi menarik yang sedang hangat diperbincangkan di masyarakat. Dengan konsep user generated content (UGC) Line Today Buzz diharapkan bisa meningkatkan keterlibatan pengguna dan memacu kreativitas masyarakat.

“Sebagai layanan yang tengah digemari oleh masyarakat Line Today berkomitmen untuk selalu memberikan konten yang menarik melalui layanannya, salah satunya melalui Line Today Buzz. Kami ingin Line Today Buzz tidak hanya hadir sebagai platform user generated content yang dapat meningkatkan keterlibatan masyarakat tetapi juga sebagai wadah untuk menampung aktivitas kreatif para pengguna setia Line di Indonesia,” terang Managing Director Line Indonesia Dale Kim.

Sebagai salah satu platform sosial, Line sadar bahwa popularitas UGC semakin berkembang dan menyediakan tempat untuk pengguna mengunggah konten adalah upaya terbaik untuk mengikat pengguna. Dihadirkannya Line Today Buzz diharapkan bisa semakin mengembangkan dan mendukung kreativitas para pengguna dan secara bersamaan memberikan konten yang menarik dan menghibur untuk seluruh pengguna Line.

Selain memungkinkan pengguna mengunggah konten ke dalam Line Today Buzz, mereka juga bisa memberikan komentar atau berinteraksi antar pengguna dengan mengetuk ikon Upvote atau Downvote yang terletak di sebalah kiri bawah konten. Pengguna juga akan dimudahkan untuk mengakses berbagai macam informasi mengenai event.

Line sebagai platform pesan instan dalam beberapa tahun terakhir melakukan sejumlah inovasi-inovasi untuk terus menunjukkan eksistensinya. Tahun ini Line Indonesia menyebutkan akan fokus pada strategi monetisasi.

Application Information Will Show Up Here

Hara dan Pundi X Siapkan XPOS, Point of Sales Berbasis Blockchain

Layanan agritech berbasis data Hara dan layanan fintech berbasis blockchain Pundi X menyiapkan XPOS, sebuah perangkat point of sales berbasis blockchain yang akan didistribusikan ke petani untuk memfasilitasi pengumpulan data dan inklusi keuangan yang diawali untuk seluruh desa di Indonesia. Nantinya perangkat ini akan dikembangkan untuk tujuh negara berkembang yang menjadi target pasarnya.

Hara selama ini mengumpulkan data secara real time tentang informasi pertanian dan memberikan insentif kepada pemain ekosistem dalam bentuk aset digital, berupa Hara Token. XPOS menjadi alat yang memfasilitasi transaksi menggunakan Hara Token ini.

XPOS segera didistribusikan ke setiap daerah yang berpartisipasi, dengan perkiraan pemakaian satu perangkat untuk setiap 200 petani. Tahun lalu Hara disebut telah mengumpulkan data pertanian dari 10.000 petani di seluruh Indonesia.

Pemanfaatan XPOS sebagai cara monetisasi Hara Token diharapkan membantu mendorong inklusi finansial. Disebutkan banyak petani yang sampai sekarang masih unbanked dan tidak mampu mencari bantuan ke bank (misalnya karena membutuhkan jaminan sertifikat tanah atau kepemilikan NPWP) untuk mendorong peningkatan kualitas hidupnya.

Hara sendiri saat ini sedang melakukan proses ICO melalui Liquid ICO Market dan Tokenomy Launchpad.

Prioritas di tujuh negara berkembang

Selain Indonesia, Hara memiliki prioritas di tujuh pasar pertanian di wilayah Asia Selatan, Asia Tenggara, Amerika Latin, dan Afrika Timur. Mereka berharap bisa menjangkau hingga dua juta mitra pengguna di kawasan ini di masa depan.

Data pertanian tersebut dimanfaatkan, menggunakan teknologi big data dan IoT, untuk meningkatkan efisiensi sumberdaya pertanian dan menghindari pemborosan. Keuntungan tersebut diklaim secara langsung dapat menguntungkan para petani.

“Tujuan kami adalah untuk membawa manfaat teknologi blockchain dan pembayaran digital kepada konsumen yang tidak memiliki rekening bank serta meningkatkan inklusi keuangan dan kemandirian. Kami bangga XPOS akan segera diluncurkan diantara jaringan mitra pertanian HARA, serta mampu membantu memfasilitasi rencana mereka menjadi lebih baik, misalnya menjadi sektor yang siginifikan dalam berkontribusi di perekonomian dunia dan kehidupan ratusan juta orang bergantung pada sektor ini,” ujar Constantin Papadimitriou, Presiden dan Co-Founder Pundi X.

Regi Wahyu, CEO Hara, menambahkan, “Hara dibentuk dan didedikasikan untuk menghubungkan bagian yang hilang di pertanian global demi kepentingan semua orang yang terlibat dalam rantai pasok (supply chain). Data yang sudah kami kumpulkan dari petani membawa manfaat bagi sektor riil lainnya, seperti transportasi, konsumen, serta apapun kepentingan penjualan barang/jasa dan terutama kepada pemerintah.”

“Kehadiran XPOS dalam ekosistem kami, memungkinkan untuk menghubungkan mata rantai yang hilang, yaitu tahap proses pelayanan pembayaran digital untuk populasi yang sebagian besar tidak memiliki rekening bank dalam sektor yang ingin kami atasi, yakni sektor pertanian global.”

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

KapanLagi Youniverse Kini Kelola Penuh Brilio, Joe Wadakethalakal Tinggalkan Perusahaan

Brilio, platform media yang fokus menjangkau generasi milenial, kini dimiliki penuh KapanLagi Youniverse (KLY), perusahaan hasil merger KapanLagi Networks (KLN) dan KMK Online. Co-Founder Joe Wadakethalakal mengumumkan bahwa dirinya telah mengundurkan diri sebagai CEO perusahaan dan Danny Purnomo, sebelumnya Co-Founder dan CMO Brilio, menjadi CEO yang baru.

Danny mengonfirmasi bahwa Brilio akan tetap beroperasi seperti biasa sebagai entitas independen dan menyebutkan Levina Amelia sebagai CMO perusahaan yang baru. Tidak ada perubahan lain di jajaran manajemen.

Kepada DailySocial, Danny mengatakan, “Aliansi bisnis dengan KLY akan lebih terbuka, terutama untuk Brilio berkolaborasi dengan grup secara keseluruhan.”

KLY, sebelumnya KLN, memang sejak awal pendirian berperan sebagai pemilik mayoritas Brilio yang didirikan di tahun 2015. Joe, dalam pernyataannya menyebutkan, salah satu opsi yang ada ialah mengonsolidasikan Brilio dengan KLY begitu Brilio mencapai skala tertentu. Poin itu disebut sudah dicapai saat ini.

“Ketika sebuah startup telah mencapai titik tertentu konsolidasi bisa membawa bisnis ke level berikutnya dengan memfokuskan sumberdaya, aset, dan pengetahuan kedua organisasi untuk mendukung sebuah formula yang sudah terbukti bekerja. Ini adalah posisi Brilio saat ini,” ujar Joe.

Di tahun 2017, Brilio mengklaim memiliki 21 juta pembaca (unique visitor), 96 juta halaman dibaca (pageviews), dan konten video yang dilihat lebih dari 12 juta kali setiap bulannya.

Application Information Will Show Up Here

Platform Remitansi Online Wallex Resmi Masuk ke Indonesia

Platform valas (valuta asing) online Wallex mengumumkan kehadirannya di Indonesia pasca memperoleh izin transfer dana dari Bank Indonesia. Ditargetkan dalam dua bulan terakhir di 2018 ini, perusahaan dapat tembus transaksi bulanan sebesar US$5 juta sampai US$10 juta.

Selain mengantongi izin dari BI, perusahaan asal Singapura ini juga telah memperoleh izin pengiriman uang dari MAS. Selanjutnya Wallex akan jadi salah satu perusahaan fintech yang menyediakan jasa transfer valas atau lebih dikenal remitansi di dua negara.

Ekspansinya ke Indonesia ini merupakan realisasi pasca merengkuh investasi yang dipimpin Beenext dan diikuti Central Capital Ventura dan Indonusa Dwitama.

Co-Founder dan COO Wallex Asia Hiroyoki Kiga mengatakan, Singapura dan Indonesia merupakan mitra berskala besar dengan perdagangan barang yang jumlahnya hampir US$28 miliar di 2016. Untuk itu Wallex Indonesia akan berfokus melayani para pelanggan UKM di berbagai sektor yang selama ini belum terlayani bank. Kalangan individu dan perusahaan besar juga bisa menggunakan jasa Wallex.

“Peluncuran Wallex secara resmi di Indonesia menandai tonggak penting bagi masa depan pertumbuhan kami. Ada beberapa inefisiensi yang ditemui ketika melakukan transaksi internasional di Indonesia. Kami ingin memangkas semua kendala tersebut dengan online yang mudah,” terangnya, Rabu (7/11).

Direktur Wallex Asia Group Triono J. Dawis menambahkan, Wallex dapat menjadi alternatif pengiriman dana di samping harus ke money changer atau ke bank. Semua layanan, mulai dari pendaftaran, KYC, membandingkan rate kurs, dan semua sistem sudah disetujui otoritas terkait, sehingga memudahkan pengguna.

“Semua data yang disimpan secara online kami pertanggungjawabkan sesuai dengan regulasi, menjadikan layanan kami lebih accountable dan transparan,” kata Triono yang juga menjabat sebagai Direktur Orori.

Wallex menawarkan kurs valas yang kompetitif dalam 30 mata uang dunia dan mengenakan biaya minimum Rp100 ribu untuk setiap pengiriman dana dalam jumlah berapapun. Dana diklaim akan sampai ke tangan penerima dalam kurun waktu 1 sampai 3 hari, tergantung negara penerima.

Target bisnis

Country Manager Wallex Indonesia Andy Putra menargetkan transaksi bulanan sebesar US$5 juta sampai US$10 juta dalam dua bulan ini. Sementara tahun depan diharapkan dapat naik dua kali lipat. Adapun target awal untuk UKM yang akan dibidik adalah 500 sampai 1.000 UKM.

“Target itu hanya dari kalangan UKM, tapi kami berharap dapat melayani hingga puluhan juta dolar AS setiap bulan karena kami bisa melayani korporasi hingga individu,” terang Andy.

Di Indonesia, Wallex bermitra dengan BCA dan BNI untuk mitra perbankannya. Sementara di Singapura dengan DBS, UOB, dan OCBC.

Untuk menggunakan jasa Wallex, pengguna tidak harus mengunduh aplikasi namun bisa mengaksesnya lewat situs. Cukup mengisi data diri, melakukan KYC, mengisi tujuan transfer, dan mentransfer dana ke rekening resmi milik Wallex.

Wallex menjamin platform-nya aman karena memiliki sistem yang bisa mendeteksi penggunaan dana. Apabila dicurigai untuk kebutuhan negatif, transaksi akan ditolak secara otomatis.

Pacu Kolaborasi di Era Disruptif dalam Disrupto 2018

Kolaborasi strategis dengan para inovator adalah kunci yang perlu dijalankan agar tetap bertahan di era disruptif. Inisiatif inilah yang ingin dikejar oleh WIR Group dengan menggelar kegiatan “Disrupto: The Movement to Disrupt & Transform The Nation” pada 23-25 November 2018 di Plaza Indonesia.

Kegiatan ini akan menjadi agenda tahunan dengan topik seputar disrupsi yang inklusif dan merangkul seluruh stakeholder. Ke depannya bakal diadakan di berbagai kota besar lainnya di Indonesia, dalam rangka membantu menggerakkan roda ekonomi melalui inovasi teknologi.

“Kami lebih sepakat bahwa Disrupto ini adalah movement karena datang dari berbagai pihak. Tidak hanya datang dari startup saja, butuh pihak lain untuk saling berkolaborasi karena disruption itu enggak hanya milik generasi milennial saja,” terang CEO dan Co-Founder WIR Group Daniel Surya, Rabu (7/11).

Dalam kegiatan ini, WIR Group menggandeng Maybank Indonesia dan Plaza Indonesia sebagai sponsor. Selain menyelenggarakan showcase technology, juga diramaikan oleh lebih dari 130 pembicara, 200 lebih startups dengan berbagai latar belakang industri, 60 lebih exhibitor dan lebih dari 500 volunter.

Pembicara dari berbagai sektor juga didatangkan untuk memberikan pandangannya mengenai disrupsi, mulai dari level pemerintah, pebisnis, perbankan, venture capital dari dalam dan luar negeri. Beberapa nama tersebut seperti Moeldoko (Staf Kepresidenan Indonesia), Rudiantara (Kemenkominfo), Thomas Lembong (BPKM), Carlos Monreal (Plastic Energy), Taswin Zakaria (Maybank Indonesia), Guillaume Sicard (Renault), dan masih banyak lagi.

Direktur Community Financial Services Maybank Indonesia Jenny Wiriyanto berharap lewat kegiatan ini dapat memberikan akses berbagi, networking, sehingga tercipta sinergi berskala. Potensi kolaborasi antara startup dan perusahaan dapat memberi dampak ekonomi yang lebih besar, bahkan sampai skala global.

“Kami mendukung di tengah maraknya pertumbuhan ekonomi kreatif dari berbagai bidang. Inovator dapat terus tumbuh secara berkesinambungan memerlukan informasi, edukasi, investasi, serta kolaborasi,” ucap Jenny.

Selama acara berlangsung, ada delapan zona yang akan membahas disrupsi yang telah mentransformasi bisnis di tiap sektor. Misalnya Future Tech Zone akan membahas Augmented Reality (AR), Virtual Reality (VR), dan Artificial Intelligence (AI), Green Tech Zone membahas teknologi hijau yang mulai mengubah kehidupan seperti kendaraan ramah lingkungan.

Berikutnya, ada Startups Zone yang mempertemukan startup dengan investor, The Brand Zone menampilkan merek yang mengikuti perkembangan zaman, The Creative Product Zone menghadirkan produk kreatif yang belum diproduksi masal, dan The Digital Content Zone membicarakan soal konten digital berkualitas. Seluruh zona tersebut ada di lantai 4, 5, dan 6 di Plaza Indonesia, Jakarta.

Disamping itu, Disrupto menyediakan sesi matchmaking untuk membantu peluang kerja sama baru antara startup dengan institusi lokal maupun global.

Plaza Indonesia ubah konsep

Pihak manajemen Plaza Indonesia turut hadir dalam kesempatan yang sama. Astri Abyanti selaku General Manager Plaza Indonesia Extention mengatakan ini adalah pertama kalinya manajemen berpartisipasi dalam kegiatan bertema teknologi digital.

Astri mengaku sebagai peritel gaya hidup, pihaknya juga merasa terdisrupsi dengan perkembangan yang ada sejak beberapa tahun terakhir. Alhasil, mau tak mau memaksa manajemen untuk berbenah dan kini menempatkan diri sebagai pusat gaya hidup, tak lagi sebagai pusat perbelanjaan saja.

“Konsep kita akhirnya berubah, banyak pembenahan yang sedang kita lakukan. Salah satunya dengan membuat Plaza Indonesia Extension di lantai 4 sampai 6 untuk jangkau lebih banyak sasaran konsumen,” terang Astri.

Dia melanjutkan Plaza Indonesia tetap menyasar kalangan premium. Namun khusus di lantai Extention ini ada banyak penyesuaian untuk jangkau komunitas, entrepreneur, pemilik bisnis, dan sebagainya sehingga konsep yang dianut di ketiga lantai ini cukup kontras dari segi desain dan tenant dibandingkan isi di lantai 1 sampai 3.

Keputusan ini diambil karena dilihat dari segmen usia pengunjung ternyata orang-orang yang berusia 17 sampai 35 tahun mulai meningkat. Daya beli mereka untuk membeli produk aksesoris cukup tinggi, ketimbang produk fesyen.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tenant yang diisi bervariasi, ada restoran dengan harga terjangkau, salon, klinik kecantikan, dan lainnya yang didominasi oleh pemain lokal dan sudah dikurasi ketat sebelumnya.

“Sekarang renovasi di Extention masih berlangsung, rencananya Maret 2019 akan diresmikan. Ada banyak pemanfaatan teknologi dari WIR Group yang akan kami pakai untuk meningkatkan pengalaman berbelanja konsumen.”

Pemain co-working space Go-Work turut diundang Plaza Indonesia untuk hadir, sehingga tujuan Plaza Indonesia sebagai pusat gaya hidup dapat terealisasi segera. Saat ini jumlah kunjungan pada hari biasa di Plaza Indonesia sekitar 25 ribu, saat akhir pekan jumlah melonjak dua kali lipat.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Disrupto 2018

Mengadopsi Teknologi AI, Machine Learning, dan IoT untuk Bisnis

Tidak bisa dipungkiri teknologi artificial intelligence, IoT, dan machine learning sudah mulai banyak digunakan startup dan perusahaan teknologi secara global. Tidak hanya membantu mempermudah pekerjaan, memangkas waktu, hingga memberikan hasil pekerjaan yang akurat, teknologi-teknologi tersebut juga diprediksi akan menggantikan pekerjaan manusia secara umum dan menghapus pekerjaan yang sebelumnya banyak dilakukan.

Menurut Product Marketing Manager Data & AI Microsoft Indonesia Marsya Juwita Aderizal yang menjadi pembicara dalam sesi #SelasaStartup, kekhawatiran tersebut menjadi tidak relevan dilihat dari banyaknya peluang baru yang bisa dihasilkan dari AI, IoT, dan machine learning. Masing-masing memiliki keunikan tersendiri dan bagaimana kreativitas dari individu untuk bisa mengadopsi perubahan tersebut.

“Intinya kita harus berpikir lebih kreatif, dan bagaimana teknologi tersebut bisa membuka lapangan pekerjaan baru untuk Anda dan orang banyak,” kata Marsya.

IoT, machine learning, dan AI

Salah satu keunggulan teknologi IoT adalah dengan hanya menggunakan data bisa memprediksi sebuah proyek. Dalam hal ini yang berkaitan dengan industri otomotif hingga agrikultur. Untuk yang terakhir, yaitu pertanian, sudah mulai banyak ditinggalkan kalangan muda, karena sifatnya yang masih sangat tradisional dan konvensional.

Dengan teknologi IoT, semua pekerjaan tersebut justru bisa lebih menyenangkan sekaligus memberikan hasil yang lebih akurat. Pertanian, perikanan, dan sektor agrikultur lainnya merupakan salah satu sektor yang bisa bertransformasi menjadi lebih baik mengandalkan teknologi IoT.

Sementara itu jika berbicara tentang machine learning, sektor yang paling banyak diuntungkan adalah perbankan dan fintech. Mulai dari melakukan credit scoring hingga risk analytics, semua bisa lebih mudah dilakukan dengan menerapkan machine learning.

Dulu sebelum teknologi ini hadir, proses credit scoring masih dilakukan secara manual. Kini, dengan menerapkan proses scrawling di media sosial hingga eksistensi pengguna secara online, proses tersebut sudah bisa dilakukan dengan mudah dan cepat. Machine learning juga bisa membantu perbankan, instansi keuangan hingga fintech untuk meminimalisir fraud.

Yang terakhir yaitu AI, paling banyak dimanfaatkan startup dan perusahaan teknologi. Salah satu fitur yang menjadi favorit adalah chatbot. Bukan hanya layanan e-commerce saja yang banyak memanfaatkan chatbot, namun juga jasa, keuangan dan lainnya. Teknologi AI juga bisa dimanfaatkan untuk pengembangan permainan VR dan AR, dibantu dengan Natural Language Processing (NLP).

“Pada akhirnya semua teknologi tersebut bisa diterapkan oleh semua industri, tentunya dengan pendekatan dan kebutuhan yang berbeda. Microsoft sendiri sebagai perusahaan yang sudah besar, masih memanfaatkan teknologi-teknologi tersebut untuk menghasilkan performance yang lebih baik, mengurangi biaya dan otomasi,” kata Marsya.

Warung Pintar Tingkatkan Kemitraan, Gandeng OVO, Go-Pay, dan Flock

Memasuki usia satu tahun, Warung Pintar mengumumkan pencapaian 1000 kios di area Jabodetabek. Pertumbuhan tersebut diklaim sebagai prestasi bagi startup yang berkomitmen meningkatkan pendapatan dan kualitas warung tradisional di Indonesia.

Untuk memberikan keuntungan lebih kepada pemilik warung tradisional, Warung Pintar menambah kemitraan dengan OVO dan Go-Pay untuk pembayaran non-tunai. Sementara untuk menggandeng brand yang ingin melakukan kegiatan pemasaran memanfaatkan gerai warung pintar di Jabodetabek, Warung Pintar bermitra dengan Flock, sebuah layanan creative agency.

Platform beriklan untuk brand FMCG

Kemitraan dengan Flock sengaja dihadirkan Warung Pintar untuk memberikan kesempatan kepada brand, khususnya FMCG, melakukan kegiatan pemasaran dengan target pasar yang relevan. Bagi pemilik warung, kemitraan ini akan menambah pendapatan melalui platform Warung Pintar.

“Dengan teknologi yang kita miliki, semua data bisa di-track in dan track out oleh brand dengan mudah. Iklan pun bisa lebih targeted dan bisa dikustomisasi oleh brand sesuai dengan kebutuhan,” kata Co-Founder & CEO Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro.

Nantinya iklan yang tayang di masing-masing warung akan disesuaikan dengan lokasi, cuaca, hingga tren yang ada. Media yang digunakan nantinya adalah televisi. Rencananya media iklan di seluruh mitra Warung Pintar akan bisa live dalam waktu dekat.

“Rencananya akan ada sekitar 30 lebih brand yang siap untuk beriklan di Warung Pintar. Sebagian besar adalah perusahaan FMCG yang ingin merangkul lebih banyak lagi target pengguna,” kata CEO Flock Ivan Hady Wibowo.

Fokus sebagai supply chain pemilik warung tradisional

Sebagai perusahaan teknologi, Warung Pintar semakin fokus untuk memberikan kebutuhan yang diinginkan mitra, dalam hal ini pemilik warung tradisional. Kebutuhan tersebut kemudian dimanfaatkan Warung Pintar sebagai supply chain dengan mendirikan gudang yang berfungsi menampung barang yang dipesan pemilik warung.

“Saat ini Warung Pintar sudah mulai menyasar supply chain karena kebutuhan dari pemilik warung yang kerap mengalami kesulitan membeli produk yang dibutuhkan. Dengan menggandeng partner yang relevan, kami berupaya untuk memenuhi semua kebutuhan warung tersebut,” kata Agung.

Warung Pintar mencatat selama ini mampu meningkatkan revenue dari mitra Warung Pintar hingga 37%. Dengan 34 principal partner yang ada, Warung Pintar menyediakan sekitar 370 produk. Sementara itu terdapat empat ribu warung tradisional yang melakukan pendaftaran untuk menjadi mitra di seluruh Indonesia. 70% permintaan berasal dari kawasan Jabodetabek.

“Kami masih memiliki rencana untuk melakukan ekspansi di luar Jabodetabek. tentunya kami memilih lokasi yang fast growing dengan pendekatan entrepreneur network yang memiliki keinginan untuk maju,” kata Agung.

Empat Startup Indonesia Ikuti Program eFounder Fellowship Asia Angkatan Kedua

Empat startup dari Indonesia terpilih  untuk mengikuti angkatan kedua Kelas Asia dari eFounder Fellowship. Sebuah program hasil kerja sama The United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dan Alibaba Business School. Ketiganya bersama dengan peserta lainnya dari 11 negara Asia akan mengikuti program intensif selama 14 hari di Tiongkok untuk mendapatkan wawasan dan pengalaman langsung seputar e-commerce dan inovasi-inovasi dari Tiongkok dan berbagai negara dunia.

Program ini diikuti oleh founder startup dari negara-negara Asia seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Kamboja dan Pakistan. Sementara negara yang baru ikut serta dalam angkatan kedua ini adalah Singapura, India, Bangladesh, dan Myanmar.

Para peserta terpilih dari 300 pendaftar dan mewakili berbagai industri termasuk e-commerce, logistik, teknologi finansial, pariwisata dan big data. Setelah lulus program ini mereka akan menjadi anggota eFounders Fellows, sebuah komunitas pengusaha muda eksklusif yang bertujuan untuk mendorong transformasi digital di negara mereka.

Empat orang wakil dari Indonesia adalah, Agung Bezharie dari Warung Pintar, Mario Ronaldo Andrew Mawikere mewakili Bizzy Indonesia, Rade Tampubolon mewakili SociaBuzz, dan Victor Jia Hap Liew mewakili Xfers.

“Kami menilai kemitraan kami bersama Alibaba Business School dalam kegiatan eFounders adalah sebuah model kemitraan yang sukses untuk memenuhi tujuan global. Kami menilai bahwa pengusaha muda, terutama mereka yang terlibat di program ini menunjukkan komitmen yang sangat kuat untuk berkontribusi terhadap dunia. Kami juga mencatat bahwa memperkuat ekonomi digital, membangun daerah pedesaan dan mengikut sertakan kelompok tenaga kerja yang rentan melalui pelatihan di negara-negara berkembang adalah beberapa poin penting sejak peluncuran eFounder Fellowshop tahun lalu,” terang Koordinator program eFounders Fellowshop UNCTAD Ariette Verploegh.

Sebelumnya eFounders Fellowship telah menjalankan tiga kelas. Kelas pertama terdiri dari 24 pengusaha dari Afrika, kelas kedua dengan 37 pengusaha dari Asia Tenggara dan Asia Selatan dan kelas ketiga dengan 29 pengusaha dari Afrika.

Keikutsertaan pengusaha atau founder dari Indonesia ini adalah kali kedua, sebelumnya pada bulan Maret 2018 sembilan wakil startup Indonesia telah mengikuti kelas pertama program eFounder Fellowship untuk Asia.

Vice President of Alibaba Group Brian A Wong mengungkapkan bahwa mereka sangat senang bisa melanjutkan misi untuk mendukung para pengusaha digital dan komunitas dari berbagai belahan dunia termasuk dari Asia. Ia juga mengungkapkan bahwa eFounders Fellowship akan terus berkembang seiring dengan masuknya anggota baru.

“Kam ingin menginspirasi para pengusaha dari berbagai belahan dunia untuk menjadi katalisator dalam mendorong pembangunan digital yang lebih inklusif dan bermanfaat secara ekonomi untuk bisnis mereka sendiri dan masyarakat secara luas, serta menyebarluaskan paradigma dan manfaat digital ekonomi di negara asal mereka,” terang Brian Wong.

Produksi Talenta Startup Berkualitas Lebih Cepat Dimulai dari Sekolah

Menarik benang merah peluncuran Database Startup Indonesia, kehadirannya diharapkan tak hanya berperan bagi penentu kebijakan di masa depan, tetapi juga dalam merancang program dan kaitannya menciptakan talenta sesuai dengan kebutuhan industri startup.

Minimnya jumlah talenta telah menjadi isu bagi industri startup di Indonesia beberapa tahun belakangan. Geliat industri startup yang semakin berkembang rupanya tak diimbangi dengan jumlah dan kualitas talenta yang ada.

Menurut Founder dan CEO HAHO Anthonius Andy Permana, ada potensi monopoli talenta dari startup-startup berstatus unicorn. Ia menilai talenta yang bekerja di sini adalah talenta yang memiliki kualitas dan sesuai kebutuhan startup.

“Mau bajak atau hire [talenta], apa harus dari Tokopedia atau Go-Jek?” tanyanya saat sesi tanya-jawab di peluncuran Database Startup Indonesia di Nusa Dua, Bali.

Menjawab hal ini, Ketua Umum Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia (MIKTI) Joddy Hernady mengakui Indonesia saat ini masih sangat kekurangan talenta. Kalaupun ada, talenta ini dirasa belum mampu memenuhi startup yang kebutuhannya semakin kompleks.

“Riset yang kami lakukan di 2013 mengungkap seperti apa kebutuhan startup. Bukan pendanaan yang ada di urutan pertama, tetapi talenta, terutama di bidang software developer, untuk backend, frontend,” ungkap Jorry ditemui usai peluncuran Database Startup Indonesia di Nusa Dua, Bali.

Menurutnya ada kasus di mana talenta di Indonesia belum dapat menyelesaikan masalah ketika startup melakukan scale up.

“Buat software untuk 100 ribu pengguna dengan jutaan pengguna itu berbeda. Ketika scale up, mereka belum mampu mengatasi masalah itu,” tambahnya.

Sekjen MIKTI Andy Zaki juga menilai bahwa penciptaan talenta berkualitas akan lebih cepat apabila dimulai dari kebutuhan akademis di sekolah maupun perguruan tinggi.

“Suplai dan demand tidak sebanding. Harus banyak. Kualitas talenta juga harus ditingkatkan. Maka itu caranya adalah menambah talenta startup adalah lewat program belajar di sekolah, universitas, ada juga inisiasi dari pemerintah dan stakeholder terkait,” kata Andy.

MIKTI sejak beberapa tahun lalu mulai berkolaborasi dengan perguruan tinggi dalam menciptakan talenta, misalnya program D3 yang output-nya dinilai akan lebih unggul dibandingkan S1 untuk keahlian teknis.

“Database Startup Indonesia” Diresmikan, Siap Jadi Acuan Pengembangan Industri Digital

Indonesia saat ini tengah menikmati pertumbuhan industri digital yang ditandai dari menggeliatnya industri startup. Kini Indonesia tercatat telah memiliki empat startup berstatus unicorn, terbanyak kedua setelah Singapura di kawasan Asia Tenggara.

Sesuai visi Presiden Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai The Digital Energy of Asia, tak cukup hanya mengandalkan sejumlah inisiatif dari para pemangku kepentingan (stakeholder). Ada hal lain yang dapat mendukung hal tersebut, yakni melalui kehadiran database startup yang komprehensif.

Untuk itu, Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia (MIKTI) didukung Badan Ekonomi Kreatif RI (BEKRAF) meluncurkan Database Startup Indonesia 2018 yang akan menjadi acuan pengembangan industri digital Tanah Air. Peluncuran ini sekaligus dalam rangka perhelatan World Conference on Creative Economy di Nusa Dua, Bali.

Deputi BEKRAF Hari S Sungkari menyebutkan, Database Startup Indonesia 2018 akan memetakan ragam informasi berkaitan dengan kondisi startup. Dalam hal ini, Database Startup Indonesia dapat membantu berbagai pihak, termasuk pemerintah, dalam menentukan kebijakan dan program agar lebih optimal.

Sementara Ketua Umum MIKTI Joddy Hernady menyebutkan, pengumpulan informasi dan proses verifikasi dilakukan seluruhnya oleh tim MIKTI. Verifikasi ini dilakukan untuk memastikan data tersebut valid. Setidaknya hingga saat ini, menurut Joddy, sudah ada 960 startup yang datanya telah dikumpulkan dan diverifikasi.

“Saat ini belum ada acuan [data startup] yang kredibel. Kalaupun ada, itu tidak valid. Nah yang kami lakukan adalah verifikasi seperti mengecek website dan menelepon [pemiliknya], apa masih ada atau tidak. Dengan begini, data menjadi lebih akurat,” tutur Joddy ditemui DailySocial di Nusa Dua, Bali.

Menurut Joddy, Database Startup Indonesia nantinya dapat diakses oleh publik. Saat ini, pihaknya tengah mempersiapkan platform sebagai akses yang diperkirakan meluncur pada 10 Desember mendatang.

Perumusan kebijakan dan program lebih optimal

Database Startup Indonesia akan menampilkan ragam informasi kredibel dan valid mengenai startup, mulai dari profil perusahaan, hingga pendanaan yang diterima. Joddy menyebut data tersebut akan sangat berguna bagi para stakeholder dalam merumuskan kebijakan dan program.

“Misalnya, saat ini startup paling banyak di sektor e-commerce. Nah, kami justru bisa dorong ke sektor lain yang lebih prospek, berapa pendanaan yang diperlukan. Kan e-commerce sudah banyak,” tuturnya.

Dari data terverifikasi MIKTI yang diterima DailySocial, hingga saat ini sektor e-commerce mendominasi jumlah startup di Indonesia sebanyak 353 (36,84%), diikuti 53 startup fintech (5,52%), 21 startup game (2,19%), dan 535 startup di bidang lain (55,67%).

Data lainnya mencatat sudah ada 530 startup (55,15%) yang menjadi PT, namun ada 66 startup (6,87%) masih berbadan usaha CV, 92 startup (9,57%) belum berbadan usaha, dan sisanya 272 startup (28,41%) belum diketahui badan usahanya.

Selain itu, lanjut Joddy, data ini dapat menarik lebih banyak investor untuk menyuntik modalnya di sini. Pihaknya juga berencana untuk menampilkan data penjualan startup yang selama ini masih bersifat tertutup untuk publik.

“Data penjualan kan penting sekali ya, tapi startup memang belum mau publikasi itu. Kami akan coba encourage mereka secara bertahap agar mau [menampilkan data penjualannya].”