Jongla Raih Pendanaan Seri B Senilai Rp 71 Miliar, Dialokasikan untuk Pengembangan AI dan Bot

Aplikasi pesan Jongla baru saja mengamankan pendanaan Seri B dengan nilai total mencapai € 5 juta (setara dengan Rp 71 miliar). Pendanaan kali disebutkan akan digunakan sebagai amunisi untuk melakukan inovasi pada aplikasi dan memberikan sejumlah fitur baru seperti AI atau kecerdasan buatan.

Jongla sendiri masuk ke tanah air dua tahun silam. Aplikasi asal Finlandia ini setidaknya masih berusaha berjuang melawan aplikasi pesan instan yang sudah banyak dikenal masyarakat seperti WhatsApp, Line, atau BBM. Pendanaan kali ini setidaknya akan menambah bahan bakar mereka untuk mendekatkan dengan pengguna di beberapa negara tempat mereka beroperasi, salah satunya Indonesia.

Dalam rilisnya, Founder Jongla Arto Boman mengungkapkan bahwa dengan tambahan modal yang didapatkannya Jongla akan berusaha menjalin beberapa kemitraan strategis, salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah menerapkan teknologi AI dan bot yang dipercaya akan mampu merevolusi industri pesan instan bagi perusahaan dan konsumen. Melihat pernyataan ini tampak Jongla akan mulai fokus pada ceruk kelas bisnis.

Selain itu pihak Jongla juga akan terus berusaha meningkatkan penggunaan aplikasi pesan Jongla di negara-negara berkembang seperti Brazil, Nigeria, Turki, Iran, India dan Indonesia. Menurut Jongla pasar di negara berkembang termasuk yang sangat potensial, di negara-negara tersebut frekuensi pengiriman jumlah pesan juga terus meningkat dalam tiga bulan terakhir.

Di Indonesia sendiri Jongla sudah beberapa kali mengungkapkan keseriusannya mendobrak dominasi aplikasi pesan instan yang sudah ada. Bahkan beberapa waktu lalu mereka mengeluarkan fitur Open Jongla. Sebuah fitur yang disebut-sebut sebagai platform untuk menghapus batasan aplikasi dalam berkirim pesan.

Namun jika melihat popularitas layanan sejenis di Indonesia, Jongla bisa dikatakan masih kalah jauh dengan pesaingnya. Hal ini mungkin karena apa yang diberikan Jongla selama ini masih tergolong biasa dan tidak ada sesuatu yang membedakan dengan aplikasi yang lain. Di Indonesia tampaknya akan semakin sulit menembus hegemoni pesan instan populer seperti WhatsApp, Line, dan BBM jika tidak benar-benar menyuguhkan sesuatu yang unik, menarik, dan dirasakan manfaatnya.

Bocoran rencana Jongla yang aktif pada AI dan bot ini juga menandakan bahwa pihaknya akan fokus pada pelanggan kelas korporasi, khususnya bisnis, lebih spesifiknya untuk keperluan customer service. Mari kita tunggu bersama seperti apa strategi Jongla untuk meraih pengguna, terutama pengguna Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Bekerja Sama dengan Blizzard, Google Latih AI dengan Game StarCraft II

Tidak bisa dipungkiri, Google merupakan salah satu perusahaan yang paling semangat mengembangkan teknologi artificial intelligence (AI) alias AI. Lewat salah satu divisinya, DeepMind, mereka terus mengasah dan melatih keterampilan AI dalam berbagai bidang. Akan tetapi mungkin Anda penasaran, bagaimana sebenarnya cara mereka melatih AI?

Penjelasan lengkapnya yang pasti sangat teknis, tapi salah satu metodenya ternyata melibatkan video game. Yup, seperti halnya kita bisa belajar banyak dari bermain game, AI pun juga demikian. Untuk menunjukkan keseriusannya, Google mengumumkan kerja samanya dengan salah satu developer game paling tersohor, Blizzard.

Diumumkan di ajang Blizzcon 2016, kerja sama antara Google DeepMind dan Blizzard ini merupakan kabar baik bagi semua yang sedang berkutat dengan pengembangan AI maupun teknologi machine learning. Pasalnya, keduanya tengah menyiapkan API dimana mulai tahun depan para peneliti bisa melatih AI buatannya dengan game StarCraft II.

Mengapa StarCraft II? Karena pada dasarnya ini merupakan salah satu game yang paling kompleks yang pernah Blizzard buat. Menurut Google, kompleksitas yang ditawarkan StarCraft bisa menjadi jembatan bagi AI sebelum berhadapan dengan kekacauan di dunia nyata.

Mereka percaya bahwa keterampilan yang diperlukan untuk memenangi match dalam StarCraft dapat diterjemahkan menjadi keterampilan di dunia nyata. AI sederhananya harus mendemonstrasikan pengaplikasian memori secara efektif, kemampuan perencanaan jangka panjang dan kapasitas untuk mengadaptasikan rencana dengan informasi baru yang diterima.

Mengingat StarCraft II merupakan game RTS (real-time strategy), AI pun dituntut untuk membuat keputusan secara cepat dan efisien. Pada akhirnya, pencapaian yang dilakukan AI bisa diukur lewat sistem skor yang dipunyai StarCraft.

Kolaborasi ini besar kemungkinan akan melahirkan AI dalam game StarCraft II yang semakin terampil dan sulit untuk dikalahkan. Pun begitu, implikasinya pada pengembangan AI di berbagai bidang pun juga cukup besar kalau mengacu pada visi aslinya.

Sumber: DeepMind Blog.

eBay ShopBot Siap Membantu Anda Berbelanja Lewat Facebook Messenger

Harus diakui, mencari barang di eBay bukanlah sesuatu yang mudah. Ini dikarenakan ada jutaan barang yang dijajakan oleh jumlah pedagang yang tidak kalah banyaknya. Prosesnya akan semakin memakan waktu ketika kita harus menyesuaikan berbagai faktor, budget masing-masing misalnya.

eBay tentu saja tidak mau masalah ini menjadi penghalang bagi para konsumen. Mengikuti tren yang sedang booming, mereka memperkenalkan eBay ShopBot, yang pada dasarnya merupakan sebuah asisten belanja virtual berbekal kecerdasan buatan alias AI.

Visi yang eBay tetapkan dengan ShopBot adalah kemudahan berbelanja seperti halnya meminta rekomendasi dari seorang teman yang memahami selera Anda. AI merupakan pilihan yang tepat dalam konteks ini, dimana keterampilan ShopBot dalam memberikan rekomendasi terpersonalisasi akan semakin matang seiring bertambah banyaknya konsumen yang menggunakannya.

Sementara baru tersedia di Facebook Messenger, kemungkinan eBay ShopBot nantinya juga bakal mampir ke platform lain / eBay
Sementara baru tersedia di Facebook Messenger, kemungkinan eBay ShopBot nantinya juga bakal mampir ke platform lain / eBay

Untuk sekarang, ShopBot bisa diakses melalui Facebook Messenger – tidak menutup kemungkinan nantinya ia juga bakal tersedia di Telegram, Line dan lain sebagainya. Pengguna kemudian bisa bercakap-cakap seperti biasa via teks atau suara, atau bisa juga dengan mengunggah gambar dan mempersilakan ShopBot untuk mencarikan produk yang sesuai.

Dalam prosesnya, ShopBot akan memberikan sejumlah pertanyaan untuk mempersempit cakupan produk menjadi lebih spesifik, memberikan opsi kategori produk kepada pengguna sehingga hasilnya bisa lebih disesuaikan dengan permintaan, dan pastinya lebih optimal ketimbang melakukan pencarian biasa di situs atau aplikasi eBay.

Anda sering berburu barang di eBay? Silakan cari eBay ShopBot di Messenger, atau bisa juga dengan mengunjungi situs resminya. Perlu dicatat, eBay sejauh ini masih melabelinya “beta”, yang berarti Anda masih harus maklum dengan sejumlah kekurangannya dalam memberikan rekomendasi atau sekadar memahami maksud Anda.

Sumber: eBay.

Presiden Barack Obama Berikan Pandangannya Mengenai Kecerdasan Buatan

Setelah VR dan IoT, tidak sulit menebak hal apa selanjutnya yang menjadi perhatian para raksasa di ranah teknologi: Microsft belum lama mendirikan AI and Research Group, AI Google kini bisa belajar dari memori secara independen, Samsung mengakuisisi Viv (dibangun oleh pencipta Siri), bahkan Gedung Putih baru-baru ini merilis laporan soal masa depan kecerdasan buatan.

Di sana, Executive Office of the President menjabarkan beragam analisis mengenai AI; dari mulai bagaimana ia bisa menjadi solusi masalah tenaga kerja, bagaimana kita tahu bahwa zaman kecerdasan buatan telah dimulai, ancaman keamanan cyber dan penanggulangannya, sampai etika penggunaannya. Dan dalam wawancara bersama Wired, Presiden Barack Obama juga memberikan pandangannya mengenai artificial intelligence.

Menurut sang presiden Amerika Serikat ke-44 ini, gambaran khalayak umum terhadap kecerdasan buatan banyak diwarnai oleh kisah-kisah fiksi ilmiah populer: komputer menjadi lebih pintar dari manusia, membuat kita ‘gemuk dan bahagia’ atau mengekang kita seperti dalam The Matrix. Ini merupakan pandangan mengenai AI secara umum. Dari diskusi Obama bersama tim penasihat sains, era tersebut masih berada jauh di depan.

Imajinasi memang penting, memicu kita berpikir serta berdiskusi soal pilihan dan kehendak bebas. Tapi buat sekarang, kecerdasan buatan yang berkembang merupakan AI-AO terspesialisasi, dibangun dengan menggunakan algoritma-algoritma kompleks buat mengerjakan tugas-tugas rumit. Dan faktanya, artificial intelligence sudah sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari – dari mulai di bidang pengobatan, transportasi, pabrikasi, sampai sistem distribusi listrik.

“Jika dimanfaatkan dengan benar, AI dapat mendatangkan kesejahteraan serta peluang baru,” tutur Presiden Obama. “Namun hal tersebut juga akan mendatangkan dampak negatif dan kita harus menemukan cara untuk menanggulanginya; misalnya saja kehadiran AI bisa menghilangkan lapangan pekerjaan, menciptakan ketidaksetaraan, sampai pengurangan gaji.”

Tentu saja, implementasi AI melahirkan kendala yang tidak kalah pelik: moral. Andaikan AI dibubuhkan pada kendaraan self-driving, lalu terjadi kecelakaan yang tidak bisa dihindari, apakah kecerdasan buatan akan memilih untuk mengorbankan penumpang dan menyelamatkan pejalan kaki, atau sebaliknya? Respons spontan dan rasa terkejut ialah beberapa contoh aspek pembeda antara kita dengan mesin, membuat manusia jadi dinamis.

Presiden Obama menjelaskan bahwa ketika teknologi mulai matang, tantangan terberatnya adalah menciptakan struktur peraturan. Menurutnya, pemerintah harus punya peran di sana. Bukan hanya untuk ‘memaksa’, namun juga menerapkan regulasi agar merata. Karena jika tidak, AI berpotensi merugikan pihak atau individu tertentu.

Tambahan: ZDNet. Gambar: Flickr, The White House.

Pasca Penghentian Layanan Asisten Pribadi, YesBoss Luncurkan Kata.ai untuk Bisnis

Setelah dikabarkan telah mulai menghentikan layanan dan segera melakukan pivot bisnis, YesBoss Group akhirnya kini mengumumkan layanan barunya. Kali ini tidak disasarkan untuk kalangan konsumen umum, melainkan spesifik untuk brand di Indonesia. Bernama Kata.ai, sebuah conversational platform dikembangkan dengan teknologi Artificial Intelligence (AI) guna menghubungkan brand dengan konsumen secara lebih efektif.

Dalam rilisnya dikatakan bahwa Kata.ai merupakan produk perdana dari banyak produk yang akan segera dirilis mendatang dalam naungan YesBoss Group. Langkah ini diambil demi meraih peluang baru di sektor bisnis dan konsumen. Dalam sambutannya, CEO YesBoss Group Irzan Raditya memperlihatkan semangat dan optimismenya.

“Kami sangat menantikan kesempatan untuk bekerja sama dengan brand berskala nasional untuk mengubah cara berkomunikasi mereka dengan jutaan konsumennya. Sebagai startup teknologi, kami tidak sabar untuk segera mengaplikasikan teknologi Kata.ai di sektor bisnis sekaligus mengembangkan produk-produk lainnya di sektor konsumen yang akan diluncurkan dalam waktu dekat.”

Pada versi awal ini, Kata.ai menawarkan Dialogue Engine dengan Natural Language Processing (NLP). Fitur tersebut memungkinkan pelaku bisnis mewujudkan persona brand melalui chatbot yang dapat melakukan beragam aktivitas. Aktivats yang dapat dikelola meliputi pemasaran produk, transaksi jual-beli, hingga pengumpulan data perilaku konsumen melalui media sosial dan messaging app yang populer digunakan.

Kata.ai akan mulai dipasarkan dalam bentuk Software as a Services (SaaS) pada awal tahun 2017 mendatang. Teknologi ini diyakini akan menjadi pendobrak di pasar, membantu para pelaku bisnis memahami perilaku konsumen secara mendalam dengan meningkatkan kualitas hubungan dengan konsumen. Visinya platform ini akan menjadi teknologi NLP dalam Bahasa Indonesia yang kaya fitur. Perekrutan ilmuwan Jim Geovedi sebagai Tech Advisor telah menunjukkan keseriusan ini.

Kendati telah mulai dihentikan, layanan YesBoss sebagai asisten virtual pribadi memberikan modal dan pengalaman berharga dalam pengembangan Kata.ai, begitu diungkapkan oleh CTO YesBoss Group Ahmad Rizqi. Dalam keterangannya Rizqi menyampaikan:

“Lewat layanan asisten pribadi YesBoss, kami belajar banyak tentang bagaimana konsumen Indonesia ingin dilayani, terutama saat melakukan percakapan via teks. Kami paham betul kompleksitas Bahasa Indonesia saat bertukar pesan. Pemahaman ini memberikan keuntungan lebih dalam melatih dan mendesain platform AI kami lewat data perilaku dari jutaan percakapan yang meliputi lebih dari 50 ranah komersial.”

Sebelum peluncuran resmi Kata.ai, YesBoss Group telah bekerja sama dengan Microsoft, Infomedia Nusantara (contact center terbesar di Indonesia, anak perusahaan dari Telkom) dan aCommerce dalam rangka memuluskan jalan mereka untuk bekerja sama dengan ratusan brand berskala nasional dan perusahaan di berbagai industri, mulai dari e-commerce, FMCG, hingga layanan finansial seperti perbankan. Kata.ai siap membawa tren conversational commerce di Indonesia lewat teknologi AI berstandar tinggi.

Indiana Pacers Manfaatkan AI untuk Persingkat Waktu Antrean Stand Makanan di dalam Stadion

Tidak ada satupun manusia yang suka mengantre, apalagi kalau itu terjadi di tengah-tengah mereka sedang menonton gelaran akbar seperti pertandingan NBA. Di dalam stadion berkapasitas ribuan orang seperti itu, mengantre membeli burger atau minuman, atau bahkan mengantre di kamar mandi bisa memakan waktu yang sangat lama.

Namun di mata salah satu tim NBA, Indiana Pacers, problem tersebut bisa diselesaikan dengan bantuan artificial intelligence (AI). Mereka menggandeng sebuah startup bernama WaitTime demi mempersingkat waktu antrean dan membuat pengunjung jadi lebih cepat mendapatkan jajanan yang mereka mau.

Teknologi WaitTime melibatkan sejumlah kamera yang ditempatkan di beberapa titik sekaligus, lalu mengambil 10 gambar setiap detiknya. Software rancangannya yang ditenagai oleh AI kemudian akan menerjemahkan foto-foto tersebut menjadi informasi untuk ditampilkan di sejumlah monitor yang tersebar di dalam stadion, atau melalui aplikasi Pacers di smartphone.

Berbekal informasi tersebut, pengunjung setidaknya jadi punya gambaran mengenai seberapa banyak orang yang sedang mengantre untuk membeli taco, berapa lama mereka harus menunggu untuk memesan milkshake, atau berapa banyak orang yang sudah meninggalkan antrean kamar mandi.

Salah satu monitor WaitTime di stadion Pacers yang sedang menampilkan informasi secara real-time / WaitTime
Salah satu monitor WaitTime di stadion Pacers yang sedang menampilkan informasi secara real-time / WaitTime

Semua ini di-update secara real-time, dan tim internal Pacers sendiri juga bisa mengambil tindakan preventif seperti mengutus vendor perorangan pada area dengan antrean terpanjang. Data-data mendetail ini pada dasarnya bisa dimanfaatkan untuk mengoptimalkan pengalaman pengunjung selama berada di arena.

Komitmen Pacers patut menerima pujian. Pasalnya, tarif yang ditetapkan WaitTime tidaklah murah. Mereka harus membayar $150.000 di depan, plus biaya bulanan sebesar $9.000. Namun untuk menutup ongkos bulanan tersebut, Pacers diberi opsi untuk menjual space pada monitor milik WaitTime kepada para pengiklan.

Pada akhirnya, semua ini akan berdampak positif terhadap para fans sekaligus Indiana Pacers sendiri. Saat Anda tidak perlu terlalu lama mengantre untuk membeli makanan dan minuman, otomatis Anda bisa menikmati pertandingan lebih lama, dan kemungkinan besar tertarik untuk datang kembali pada pertandingan berikutnya, yang berarti lebih banyak pemasukan buat Pacers.

Sumber: Bloomberg. Gambar header: NBA.

AI Buatan Nvidia Belajar Mengemudi Hanya dengan Mengamati Manusia

Nvidia kembali membuat gebrakan di dunia otomotif. Setelah memperkenalkan supercomputer baru bernama Xavier yang dirancang secara spesifik untuk mobil kemudi otomatis, produsen kartu grafis komputer tersebut kini memamerkan bagaimana sistem kecerdasan buatan rancangannya bisa mengemudikan mobil hanya dengan mengamati dan mempelajari perilaku sopir manusia.

Bagi prototipe mobil bernama BB8 ini (entah apa relasinya dengan robot imut di film terbaru Star Wars kemarin), jalanan tidak bermarka ataupun tikungan tajam bukanlah suatu masalah yang serius. Kerennya lagi, Nvidia mengaku sama sekali tidak menyematkan algoritma khusus untuk menghadapi skenario semacam ini.

Lalu bagaimana cara BB8 mengatasinya? Deep learning jawabannya, BB8 benar-benar memaksimalkan kapabilitas deep learning-nya untuk mempelajari apa yang sopir manusia lakukan ketika dihadapkan dengan jalanan tanpa marka atau tikungan tajam. Alhasil, ia pun bisa mengambil keputusan dengan berbekal sekitar 20 contoh skenario yang dilakukan sopir manusia.

Menurut pernyataan Nvidia, BB8 dilatih hanya di kawasan California, tapi ternyata sanggup mengemudikan dirinya sendiri dengan baik di New Jersey, yang pastinya memiliki kondisi jalanan yang berbeda. Dalam video demonstrasinya di bawah, Anda bahkan bisa melihat kalau BB8 tidak segan keluar dari jalanan ketika berjumpa dengan proyek konstruksi/

Apa yang berhasil dicapai Nvidia ini cukup fenomenal, apalagi mengingat mereka mengembangkan sistemnya sendiri tanpa bantuan dari pabrikan mobil sama sekali. Ke depannya, BB8 akan terus dilatih agar semakin cekatan di jalanan.

Sumber: TechCrunch.

Google Tunjukkan Kebolehan AI dalam Mendeskripsikan Foto dengan Akurasi 94 Persen

Layanan macam Google Photos populer berkat integrasi AI dengan kemampuan mengenali objek dalam foto, yang kemudian diterjemahkan menjadi fitur tagging otomatis. Ini baru satu manfaat yang bisa diambil dari teknologi image recognition, masih ada kegunaan lain seperti misalnya memberikan deskripsi lisan untuk kaum tuna netra.

Seberapa akurat sebenarnya AI bisa mengenali objek dalam gambar? Berdasarkan pengakuan tim Google Research, akurasinya kini sudah mencapai angka 93,9 persen. Menariknya, semua ini bisa dinikmati oleh semua pihak developer, bukan cuma Google saja.

Yup, Google terus menyempurnakan teknologi di balik mesin pembelajaran open-source-nya, TensorFlow, kali ini dengan algoritma “Show and Tell” yang memungkinkan developer untuk melatih AI dalam mengenali dan mengidentifikasi beragam objek dalam gambar.

Setelah dilatih, sistem dapat mengidentifikasi dan mendeskripsikan objek dalam foto yang belum pernah dilihat sebelumnya / Google Research
Setelah dilatih, sistem dapat mengidentifikasi dan mendeskripsikan objek dalam foto yang belum pernah dilihat sebelumnya / Google Research

Setelah dilatih dengan tiga foto anjing yang berbeda dan deskripsinya masing-masing misalnya, sistem ternyata sanggup mengidentifikasi dan mendeskripsikan foto yang belum pernah dilihatnya secara akurat. Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa sistem yang baru dapat memahami objek sekaligus konteks secara lebih mendalam.

Baru dua tahun yang lalu, AI Google hanya bisa mengidentifikasi objek dengan akurasi 89,6 persen. Sekarang, tidak cuma akurasinya yang bertambah, tetapi juga kemampuannya mengembangkan informasi yang sudah didapat – hasil latihannya bersama manusia – untuk mendeskripsikan foto yang benar-benar baru, lalu mengekspresikannya secara lisan dengan cara yang lebih alami.

Sumber: Engadget dan Google Research.

Facebook Kembangkan AI yang Bisa Menganalisis Foto

Pada pembukaan konferensi F8 di bulan April, Mark Zuckerberg membahas visi Facebook untuk membuat dunia yang semakin terhubung. Salah satu cara mencapainya ialah melalui artificial intelligence, dan di sana sang CEO turut memperkenalkan Facebook Messenger Platform, memungkinkan developer menciptakan bot buat berinteraksi ‘secara otomatis’ dengan konsumen.

Ternyata, membantu interaksi bukanlah satu-satunya fokus pengembangan AI. Facebook juga bermaksud agar sistem mereka mampu menganalisis foto dan mengidentifikasi objek. Di waktu ke depan, tim Facebook AI Research berharap kreasi barunya itu dapat memberikan saran bagi konsumen saat berbelanja, serta memberi manfaat di bidang kesehatan – misalnya merekomendasikan makanan bernutrisi hingga mengetahui kebugaran tubuh lewat foto yang Anda unggah.

Kapabilitas tersebut didasari pada teknik deep learning, memanfaatkan tiga algoritma khusus untuk memproses elemen-elemen tertentu pada gambar-gambar yang di-input. Algoritma tersebut mempunyai fokus berbeda, yaitu deteksi, segmentasi dan indentifikasi; terdiri dari DeepMask, SharpMask dan MultiPathNet. Saat ini FAIR sedang menggarap kodenya, dan mereka membuka aksesnya buat semua orang – karena lebih banyak bantuan artinya pengembangan bisa berjalan lebih cepat.

Tujuan akhir Facebook adalah agar AI mereka bisa melihat objek layaknya manusia. Ketika manusia dapat segera mengenal apa yang mereka lihat, komputer melihat pixel sebagai rentetan angka yang merupakan basis dari perbedaan warna. Dan lewat trio algoritma di atas, sistem jadi mampu mengklasifikasi benda, contohnya membedakan orang, kucing atau binatang lain. Selanjutnya, mesin bisa memisahkan objek utama dari elemen-elemen lain di gambar.

Prosesnya memang cukup rumit. Pertama-tama, DeepMask bertugas menciptakan ‘mask‘ atau layer tambahan. Teknik ini digunakan Facebook untuk menandai benda berdasarkan pola-pola unik, dan selanjutnya teknologi tersebut mencoba mencari tahu apakah pixel di sana merupakan bagian dari objek utama – semuanya diputuskan lewat deep learning.

Kemudian SharpMask akan menyempurnakan lapisan-lapisan mask tersebut dan fokus pada batas objek. Setelah itu, MultiPathNet baru dapat mengerjakan fungsinya, yakni mengenali benda berdasarkan masing-masing mask.

Menurut Facebook, teknologi AI mereka bisa membantu banyak bidang. Dengan kemampuan deskripsi, komputer dapat menjelaskan konten dari sebuah foto, misalnya berlatar belakang pantai, ada pohon, dan tiga orang yang sedang tersenyum. Buat sekarang, tim berisi 60 apakar AI itu masih terus menyempurnakan kinerjanya, sehingga bisa diterapkan ke ranah komersial hingga kesehatan.

Dan kita baru berbicara foto, dapat teknologi ini diimplementasikan ke video?

Via Daily Mail. Sumber: Facebook AI Research.

Aplikasi Microsoft Pix Tingkatkan Kualitas Kamera iPhone dengan Bantuan Kecerdasan Buatan

Mungkin kita tidak terlalu menyadarinya, akan tetapi software memiliki peran yang cukup penting dalam kinerja kamera smartphone secara keseluruhan. Hal ini dibuktikan oleh Microsoft, yang baru-baru ini merilis aplikasi kamera untuk iPhone bernama Microsoft Pix.

Sederhananya, Microsoft merasa ada yang bisa ditingkatkan dari kinerja kamera iPhone dengan menggunakan aplikasi besutannya. Pix mengandalkan artificial intelligence (AI) untuk menganalisa kondisi pencahayaan dan menyesuaikan pengaturan kamera seperti tingkat ISO atau shutter speed secara otomatis guna memastikan foto yang diambil adalah yang terbaik.

Microsoft dengan tegas menjelaskan bahwa Pix punya spesialisasi dalam hal memotret orang. Saat mendeteksi wajah dalam frame, Pix sekali lagi akan menyesuaikan pengaturan kamera supaya wajah subjek terlihat jelas dan detail. Di saat yang sama, Pix juga akan menerapkan noise reduction supaya bagian bayangan tetap terlihat jernih selagi mempertahankan detail.

Dalam menggunakan Pix, pengguna hanya perlu memperhatikan framing, tidak perlu memusingkan aspek lainnya. Setiap kali pengguna hendak memotret, Pix akan mengambil beberapa gambar sekaligus – sebagian dari sebelum tombol shutter ditekan, dan sebagian lagi dari setelah ditekan.

Setelahnya, Pix akan otomatis memilih satu atau dua foto yang terbaik sekaligus menerapkan editing secara otomatis, menampilkan perbandingan antara sebelum dan sesudah diedit, dan menghapus sisanya. Silakan nilai sendiri hasil foto menggunakan Microsoft Pix dan aplikasi kamera bawaan Apple di bawah ini.

Hasil foto menggunakan Microsoft Pix / Microsoft
Hasil foto menggunakan Microsoft Pix / Microsoft
Hasil foto menggunakan aplikasi kamera bawaan iPhone / Microsoft
Hasil foto menggunakan aplikasi kamera bawaan iPhone / Microsoft

Menariknya, ketika Pix mendeteksi bahwa subjek foto tengah bergerak, beberapa gambar yang ditangkap akan otomatis digabungkan menjadi Live Image – seperti Live Photo, tapi diklaim lebih baik. Namun Microsoft tidak sendiri dalam konteks ini, mengingat Google juga aplikasi pesaing Live Photo bernama Motion Stills.

Secara keseluruhan, Microsoft Pix menarik untuk dicoba murni karena kepraktisan yang ditawarkan. Pengguna bisa mengunduhnya secara cuma-cuma dari App Store. Perangkat paling tua yang didukung adalah iPhone 5S – mungkin karena AI-nya membutuhkan performa komputasi dari chipset 64-bit.

Sumber: Microsoft.