BNI Jadi “Jalan Masuk” WeChat Pay dan Alipay ke Indonesia

Dua layanan pembayaran Tiongkok WeChat Pay dan Alipay sebentar lagi masuk ke pasar Indonesia melalui kerja samanya dengan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI). Hasil kemitraan ini diharapkan bisa diimplementasikan ke publik pada akhir tahun. WeChat Pay dan Alipay secara keseluruhan menguasai lebih dari 90% transaksi berbasis uang elektronik di negara Tirai Bambu tersebut.

Dikutip dari Kumparan, Direktur Teknologi BNI Dadang Setiabudi tidak menampik pihaknya tengah menjajaki kerja sama dengan kedua layanan pembayaran populer di Tiongkok tersebut. Ia menjelaskan bahwa kerja sama yang disusun sudah berada di tahap akhir dan hampir selesai.

“BNI dan WeChat Pay serta BNI dan Alipay dalam proses finish legal dan hampir selesai. Bentuk kerja samanya adalah BNI akan menjadi acquiring dan official settlement bank untuk transaksi inbound nasabah WeChat Pay dan Alipay dari Tiongkok untuk transaksi di merchant BNI,” terang Dadang.

Nantinya WeChat Pay dan Alipay akan terintegrasi dengan Quick Response Indonesia Standard (QRIS) Code yang ada di merchant-merchant BNI. Artinya QR Code standarisasi GPN tersebut bakal bisa dipindai melalui aplikasi WeChat Pay maupun Alipay.

“Iya benar, tetapi akan menjadi bagian merchant-nya BNI,” terang Dadang.

Bank sentral sendiri memberikan restunya. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara dalam pernyataan sebelumnya mendorong layanan pembayaran digital Alipay dan WeChat Pay menjalin kerja sama dengan bank lokal untuk menjalankan operasionalnya di Indonesia.

DANA Rilis Aplikasi “Standalone” dan Mesin QR Code

Layanan pembayaran DANA merilis aplikasi standalone dalam versi beta dan mesin QR Code yang sudah didistribusikan secara terbatas ke merchant di Jabodetabek. Langkah awal ini sebagai bagian strategi DANA untuk menjadi pemain pembayaran terdepan di Indonesia.

VP of Products DANA Rangga Wiseno menegaskan, kehadiran aplikasi standalone ini bukan berarti menghentikan strategi DANA untuk hadir sebagai open platform di dalam layanan merchant. Sejak awal DANA memiliki konsep open platform, yang mendukung semua merchant baik online maupun offline.

“Jadi DANA akan senantiasa menjaga komitmen ini dan menyediakan jasa pembayaran terbaik bagi seluruh merchant,” ujarnya kepada DailySocial.

DANA Widget (sebutan DANA di dalam layanan merchant) didesain dengan pembatasan fitur per merchant dan UX-nya dikustomisasi sesuai use case per merchant. Alhasil pengguna tidak merasa pindah ke aplikasi lain saat melakukan pembayaran. Contohnya pembayaran tiket bioskop di TIX.id dan pembayaran transaksi di marketplace Bukalapak.

Berbeda dengan DANA Widget, sambungnya, aplikasi DANA ditujukan untuk aplikasi utama yang dapat digunakan pengguna dalam memonitor seluruh transaksi yang dilakukan di seluruh merchant yang sudah terhubung. Aplikasi ini memiliki fitur lain yang tidak ada di Widget, misalnya pembayaran QR, pengiriman uang, pembayaran tagihan atau beli pulsa.

“DANA mendukung fasilitas pembayaran via kartu debit dan kredit, sehingga pengguna tidak perlu lagi top up. Pengguna juga dapat mengatur kartu yang sudah terhubung dengan DANA via Widget di aplikasi ini.”

Mesin QR Code

Mesin QR Code dari DANA / DailySocial
Mesin QR Code dari DANA / DailySocial

Rangga melanjutkan, mesin QR Code ini dinamai “Litte White Box”. Mesin pemindai QR ini dikembangkan oleh salah satu mitra DANA. Perusahaan melakukan kustomisasi dan beberapa pengujian, seperti Penetration Testing atau Performance Testing, sesuai komitmen perusahaan dalam memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pengguna.

Ada dua pendekatan yang ingin disasar perusahaan dari mesin QR tersebut. Pertama untuk Merchant Scan User, jadi QR user bersifat dinamis, selalu berubah-ubah dalam setiap transaksi sehingga tidak bisa digandakan.

Untuk melakukan transaksi, pengguna cukup menampilkan QR mereka dari aplikasi tanpa perlu terhubung ke internet. Tidak perlu repot pula memasukkan harga karena pemindai dapat langsung terhubung ke POS merchant untuk mendeteksi nilai transaksi. Notifikasi status pembayaran dapat langsung diterima merchant secara realtime.

“Hal ini membuat kami yakin bahwa metode ini dapat memberikan kenyamanan yang lebih bagi pengguna DANA dibanding metode User Scan Merchant yang sudah banyak beredar di pasar.”

Rangga menyebut dari hasil riset internal, metode ini hanya membutuhkan waktu kurang lebih tiga detik (scan>memasukkan PIN>selesai) untuk menyelesaikan transaksi. Dibandingkan metode user scan merchant yang butuh waktu lebih dari 10 detik (scan>input amount>konfirmasi>PIN>notifikasi merchant>selesai).

“Jadi, metode ini sangat cocok bagi merchant yang memiliki pengunjung padat untuk meminimalisir antrean.”

Kedua, User Scan Merchant. Metode ini lebih diperuntukkan untuk pedagang mikro yang low tech sebab lebih simpel untuk diterapkan. Pedagang dapat mencetak QR statis melalui aplikasi DANA dan pengguna dapat memindai QR tersebut via aplikasi dan memasukkan nilai transaksi untuk melakukan pembayaran.

Merchant akan menerima notifikasi saat pembayaran berhasil. Metode ini sama seperti yang kebanyakan beredar di pasar saat ini.

Untuk sementara, uji coba QR Code masih terbatas di wilayah Jabodetabek untuk merchant KFC dan Ramayana. Menurut Rangga, hal ini dimaksudkan agar perusahaan dapat fokus menerima masukan dari pengguna DANA dan melakukan perbaikan sebelum meluncurkan versi full dalam waktu dekat.

“Nanti versi full akan memiliki jangkauan area ke seluruh Indonesia sesuai dengan lokasi merchant atau pedagang yang bekerja sama dengan DANA,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Bank Indonesia Dorong AliPay dan WeChat Pay Bermitra dengan Bank Lokal

Bank Indonesia (BI) mendorong layanan pembayaran digital Alipay dan WeChat Pay menjalin kerja sama dengan bank lokal untuk menjalankan operasionalnya di Indonesia.

Diutarakan Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, bahwa WeChat Pay dan Alipay merupakan dua layanan pembayaran digital yang banyak digunakan di Tiongkok. Kehadiran mereka di Indonesia bisa menghadirkan potensi besar, mengingat banyaknya turis asal Tiongkok yang terbiasa melakukan pembayaran menggunakan platform tersebut.

“Turis dari China ini kan mereka sudah terbiasa untuk membayar menggunakan QR Code, turis China nomor satu (jumlah kunjungannya) jadi bagaimana kami harus fasilitasi itu,” terang Mirza.

Jalinan kerja sama WeChat Pay dan Alipay dengan perbankan lokal juga diharapkan bisa membawa keuntungan bagi pihak perbankan dengan banyaknya turis Tiongkok yang masuk ke Indonesia.

“Bagaimana kita fasilitasi itu, jadi WeChat dan Alipay harus kerja sama dengan bank nasional, supaya bank nasional mendapatkan kue dari transaksi turis Tiongkok Tersebut,” Jelas Mirza.

Pembayaran WeChat Pay dan Alipay saat ini memanfaatkan teknologi QR Code, sehingga pengguna hanya perlu memindai kode yang ada di merchant untuk melakukan pembayaran.

Sementara sejauh ini bank sentral masih melakukan standardisasi untuk pembayaran QR Code. Rencananya BI juga akan meluncurkan aturan transaksi pembayaran dengan QR Code ini untuk mendukung perekonomian nasional.

Di Indonesia Ant Finansial, pemilik layanan pembayaran Alipay, telah bekerja sama dengan Emtek untuk membentuk joint venture melahirkan layanan pembayaran digital DANA. Saat ini DANA telah terintegrasi dengan BBM dan Bukalapak.

Belum Ada Rencana Konkret Pendirian “Jack Ma Institute” di Indonesia

Pasca kehadiran Co-Founder Alibaba Jack Ma ke ajang IMF-WB Annual Meeting beberapa waktu lalu di Bali, rencana pendirian Jack Ma Institute kembali mengemuka. Namun jika ditelusuri lebih lanjut, sebenarnya inisiatif tersebut sudah menjadi wacana sejak September tahun lalu.

Ide awal pendirian institusi tersebut justru dari pemerintah dan Ma sendiri menyambut baik. Pihak Alibaba yang kami hubungi mengatakan, sejauh ini belum ada upaya konkret untuk merealisasikan Jack Ma Institute tersebut, sehingga belum bisa dipastikan seperti apa bentuk dan kapan realisasinya.

Ma sendiri dalam kesempatan tersebut menyatakan bahwa dirinya sangat bersemangat untuk menjadi bagian dalam meningkatkan kompetensi melalui pendidikan, khususnya untuk kewirausahaan. Ia menekankan, upayanya untuk pendidikan sama sekali tidak ada hubungannya dengan kegiatan kehumasan atau pemasaran, murni untuk pengembangan.

10×1000 Tech for Inclusion

Di kesempatan yang sama, International Financial Corporation (IFC), anggota Grup Bank Dunia, dan Ant Financial Services Group (operator Alipay) meresmikan sinergi program “10×1000 Tech for Inclusion”. Ma mengatakan program ini bertujuan membangun platform interaktif dan terbuka dalam meningkatkan dukungan bagi para pemimpin di bidang teknologi.

Program tersebut ditujukan bagi mereka  yang bergerak pada upaya mengurangi angka kemiskinan dan membuat layanan dasar keuangan untuk masyarakat di negara-negara berkembang. Indonesia adalah negara pertama yang dilibatkan di program ini.

“Saya percaya berinvestasi pada masyarakat berarti berinvestasi untuk masa depan. Membangun talenta merupakan salah satu tindakan penting yang dapat dilakukan oleh ekosistem Alibaba,” ujar Ma.

Program 10×1.000 Tech for Inclusion ini akan bekerja sama dengan mitra lokal dari sektor publik dan swasta di negara-negara berkembang. Serangkaian lokakarya yang berhubungan teknologi finansial akan dilaksanakan di Tiongkok dan berbagai negara. Lokakarya ini bertujuan untuk menginspirasi para pemimpin dan orang-orang berbakat di bidang teknologi untuk menjadi “Agen Perubahan” di era digital.

Aplikasi Kasir SMESS POS Hadir, Terima Pembayaran Melalui Berbagai “Mobile Payment” Asing

Tumbuhnya jumlah pelaku UKM di Indonesia mendorong kebutuhan suatu layanan untuk mencatat dan mengelola transaksi harian yang selama ini masih dilakukan secara manual. SMESS POS hadir meramaikan pasar ini dengan berbagai keunggulannya yang diklaim belum disajikan para kompetitor.

CEO SMESS POS Ari Gunawan mengatakan, perusahaan pertama kali berdiri pada Februari 2018 dengan badan hukum PT Akuiring Pembayaran Elektronis dan produk pertamanya adalah SMESS POS. Dalam layanannya, mesin SMESS POS menerima layanan pembayaran dari sejumlah pemain asing, seperti WeChat Pay, Alipay, dan UnionPay sebagai salah satu alternatifnya.

Dengan kata lain, para turis Tiongkok yang berkunjung ke Indonesia dapat menggunakan aplikasi e-money-nya saat membayar di outlet mitra SMESS POS.

Feedback yang kami dapat, mereka [turis] merasa nyaman karena di Tiongkok sudah baku transaksi menggunakan WeChat Pay di Bali,” ujar Ari.

Pihaknya memastikan ke depannya akan membuka berbagai opsi pembayaran seperti uang tunai, kartu debit dan kredit, layanan e-money lokal dengan menggunakan teknologi QR Code. SMESS POS didesain untuk mengakomodasi kebutuhan pelaku usaha di berbagai lini. Sistemnya juga terintegrasi dengan layanan pemesanan tiket pesawat dan kereta, token PLN, pulsa, dan voucher game, sehingga para mitra outlet dapat menerima penghasilan tambahan.

“Sudah banyak aplikasi sejenis dengan SMESS POS ini, akan tetapi dengan background kami yang sudah menguasai layanan keuangan digial, kami yakin dengan layanan kami yang lebih mengedepankan cara yang mudah dan modern dalam melakukan transaksi,” terang Ari kepada DailySocial.

Ari melanjutkan SMESS POS telah digunakan 400 pelaku UKM dari usaha toko kelontong, bengkel motor, mini restoran, penjual aksesoris, toko pakaian, parkiran dan lainnya. Mereka berada di Jakarta, Tangerang, Bali, Bandung, dan Surabaya. Ditargetkan SMESS POS dapat memiliki tiga ribu merchant sampai akhir tahun ini dan masuk ke kota baru, diantaranya Manado, Yogyakarta, dan Palembang.

Strategi yang akan dilakukan perusahaan, sambungnya, melakukan penjualan langsung ke pelaku usaha yang dijumpai entah itu di mal, pasar, atau pinggir jalan. Tak lupa, mengembangkan pemasaran secara B2B dengan gandeng asosiasi dan korporasi dengan asosiasi UKM, kelompok franchise, bank, koperasi, hingga instansi pemerintah seperti dinas koperasi dan UMKM.

“Target kami adalah melakukan akuisisi merchant sebanyak-banyaknya yang menggunakan aplikasi SMESS POS dengan tujuan menyediakan ekosistem pembayaran offline bagi seluruh digital banking dan juga e-money dan e-wallet.”

Bukalapak is now Receiving Payment through DANA

Bukalapak returns with new payment options. It’s through DANA, a payment platform from a joint venture of EMTEK and Ant Financial (Alipay). DANA has currently become the payment service for all transactions in BBM platform by EMTEK.

Previously, payment through DANA has been supported in Bukalapak, but only using the feature in BBM Discovery.

DANA integration with Bukalapak is a crucial breakthrough. It’s to boost the users’ growth of DANA, to not only depends on BBM platform.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bukalapak Kini Terima Pembayaran Melalui DANA (UPDATED)

Bukalapak kembali menambah metode pembayaran untuk transaksi mereka. Kali ini yang ditambahkan adalah metode pembayaran menggunakan DANA, platform pembayaran yang merupakan hasil joint venture EMTEK dan Ant Financial (Alipay). DANA saat ini menjadi payment service untuk seluruh pembayaran di platform BBM yang kini dikelola EMTEK.

Sebelumnya pembayaran melalui DANA sudah didukung Bukalapak, namun hanya menggunakan fitur Bukalapak yang ada di BBM Discovery.

Untuk pembayaran melalui DANA, pengguna akan mendapatkan one time password (OTP) melalui SMS dan PIN. Pembayaran tersebut akan diproses melalui halaman resmi DANA. DANA juga menyediakan alternatif menyediakan alternatif metode pembayaran menggunakan transfer virtual account dan kartu kredit jika saldo tidak mencukupi.

Integrasi DANA dengan layanan Bukalapak ini merupakan terobosan penting. Bagi DANA, hal ini merupakan untuk menggenjot pertumbuhan pengguna yang tak hanya bergantung dengan platform BBM.

Dalam keterangan terbarunya CEO DANA Vincent Iswaratioso menyebutkan keberadaan DANA sebagai metode pembayaran di Bukalapak merupakan langkah strategis untuk menguatkan kepercayaan masyarakat dalam mengoptimalkan penggunaan dombet digital.

“Dengan DANA, pelanggan Bukalapak dapat terjamin keamanan bertransaksinya, dapat melakukan transaksi dengan cepat, mudah, dan efisien, serta tidak perlu mengunduh aplikasi baru yang sering dikeluhkan mengurangi kinerja smartphone mereka. Selain itu, melalui kerja sama ini, pelanggan Bukalapak juga akan memperoleh manfaat dari program-program promosi yang kami hadirkan khusus di eCommerce terkemuka ini,” ungkap Vincent.

Update : Keterangan CEO DANA

 

Application Information Will Show Up Here

Sabar Menanti Transaksi “Cashless” yang Mulus di Indonesia

“Zaman sekarang lebih khawatir enggak bawa ponsel daripada bawa dompet.”

Tuturan ini sering dilontarkan oleh orang-orang urban saat dihadapkan pada pilihan barang apa yang mereka selalu bawa sebelum beraktivitas di luar rumah.

Wajar saja mereka berkata demikian karena di dalam ponsel berisi berbagai aplikasi pendukung kegiatan keuangan yang semuanya hanya cukup dilakukan lewat genggaman jari saja. Semuanya berkat produk keuangan yang bermunculan dari berbagai perusahaan, dengan variasi layanan yang ditawarkan memberi andil besar sebagai upaya dukung program pemerintah gerakan nasional non tunai.

Akan tetapi, apakah pilihan dari orang urban ini berlaku juga untuk yang berada di daerah rural? Saya menyangsikan itu. Transaksi tunai masih menjadi raja di Indonesia. Bank Indonesia mencatat sepanjang tahun 2017 peredaran uang mencapai Rp694,8 triliun atau naik 13,4% dari tahun sebelumnya.

“Kita tahu kemajuan pembayaran nontunai pesat namun data menunjukkan kebutuhan untuk memenuhi tunai tidak berkurang,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Suhaedi dikutip dari Okezone.

Mata uang Indonesia / Pixabay
Mata uang Indonesia / Pixabay

BI memprediksi kebutuhan uang tunai akan meningkat 10%-12% pada tahun ini lantaran sudah memasuki tahun politik, sehingga banyak agenda politik yang akan menstimulus kegiatan ekonomi, khususnya konsumsi.

“Kami perkirakan di rentang 10-12 persen, tapi kami akan lihat terus karena semuanya bergantung pada faktor pertumbuhan ekonomi,” terangnya.

Tentunya, kondisi tersebut menjadi kontradiktif dengan program pemerintah yang sudah digadang-gadang sejak 2014 silam. Kendati secara perlahan porsi transaksi dengan uang elektronik mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.

Dari statistik BI, volume transaksi uang elektronik di 2017 mencapai 943,31 juta transaksi dan nominalnya Rp12,37 triliun. Sementara pada 2016, volumenya mencapai 683,13 juta transaksi dengan nominal Rp7,06 triliun.

Ketika transaksi tunai masih merajai di Indonesia, orang urban mau tak mau harus tetap memiliki cadangan uang tunai di sakunya untuk berjaga-jaga bila terjadi suatu. Entah mereka tiba-tiba ingin jajan di kaki lima, membayar mikrolet, membeli minum di minimarket, atau sebagainya.

Masalah cashless di Singapura

Indonesia tidak sendiri saat harus menghadapi fakta bahwa tunai masih jadi raja. Negara terdekat kita, Singapura juga mengalami masalah serupa. Meski mereka adalah negara maju, dijuluki sebagai negara dengan biaya hidup termahal di dunia. Negara tersebut belum bisa move on dari transaksi tunai.

Dikutip dari The Straits Times, Singapura memiliki terlalu banyak skema sistem pembayaran. Hal ini membuat warganya jadi bingung hingga pada akhirnya kembali beralih ke transaksi tunai. Lagipula, untuk mendapatkan uang tunai konsumen cukup mudah menemukan mesin ATM minimal radius 500 meter di manapun mereka berada.

Belum lagi, ketika beralih ke non tunai, konsumen dikenakan biaya layanan. Besarannya bervariasi, ketika bayar taksi dengan kartu kredit konsumen dikenakan biaya tambahan 10%. Bahkan ketika menggunakan kartu e-money EZ Link untuk membayar MRT, LRT, bus, dan beberapa outlet lainnya, konsumen dikenakan biaya 25 sen Dollar Singapura untuk tiap transaksi.

Untuk naik transportasi umum di Singapura cukup memakai kartu e-money EZ Link / Pixabay
Untuk naik transportasi umum di Singapura cukup memakai kartu e-money EZ Link / Pixabay

Tak hanya konsumen yang mengeluh karena tambahan biaya, merchant pun demikian. Mereka dikenakan biaya MDR sebesar 3% ketika menerima pembayaran via Visa, Mastercard, ataupun platform e-money seperti Apple Pay, Samsung Pay, dan Google Pay.

Ditambah lagi dengan kondisi settlement terhitung cukup lambat ketika konsumen membayar ke merchant secara elektronik. Bisa satu sampai dua hari pembayaran dicairkan ke rekening merchant.

Kondisi yang dialami Singapura ini menjadikan negara tersebut ketinggalan jauh dengan Tiongkok.

“Merana” membayar di Tiongkok

Ketika jadi turis di Singapura, tipsnya cukup beli kartu EZ Link dan uang tunai secukupnya, Anda semua sudah bisa berkeliling seantero negara dengan puas. Apalagi, sudah ada bank lokal yang buka cabang di Singapura, seperti BCA, Bank Mandiri, BNI, BRI, dan Bank Panin meski tidak banyak.

Turis Indonesia bisa dengan leluasa belanja tanpa khawatir uang tunainya habis. Bila punya cadangan kartu kredit, bisa pakai dulu. Toh, money changer juga banyak bertebaran di sana.

Kondisi tersebut hampir 360 derajat berbeda ketika turis Indonesia mengunjungi Tiongkok. Hampir semua kota besar di sana sudah mengimplementasi transaksi uang non tunai. Pemain besar di sana adalah dua platform yang sering terpampang di berbagai outlet, yakni Alipay dan WeChat Pay.

Transaksi digital menggunakan Alipay di minimarket di Tiongkok / Ant Financial
Transaksi digital menggunakan Alipay di minimarket di Tiongkok / Ant Financial

Baik WeChat Pay dan Alipay memiliki jaringan merchant dan pengguna yang luas. Hampir setiap outlet menerima metode pembayaran dari kedua perusahaan tersebut. Penetrasinya yang kuat di Tiongkok menjadikan warganya sudah terbiasa untuk membayar apapun dengan cara online. Belanja di kaki lima, memberi uang ke pengemis, pengamen saja cukup scan pakai QR Code saja.

Bisa saja sebenarnya ketika meminta opsi pembayaran dengan tunai, namun sebaiknya perlu sediakan uang pas. Karena kondisinya saat ini merchant jarang sekali menyediakan uang tunai sebagai kembaliannya.

Itu yang saya alami ketika berkunjung ke salah satu mall di Hangzhou, di sela-sela undangan Alibaba untuk sejumlah media asal Indonesia. Kami memesan taksi online dari aplikasi Didi Chuxing. Pengemudi tetap meminta kami untuk membayar via Alipay, meski sebelum memesan sudah menandai bahwa kami membayar dengan tunai. Akhirnya dia tetap menerima uang tunai kami, dengan ekspresi yang sedikit kecewa.

Begitu pun saat membeli makanan cepat saji di bandara, pramuniaga terlihat kerepotan mencari uang kembalian. Hal itu menyebabkan lini antrian kami sedikit terganggu.

Akibat berbagai kesulitan tersebut, kami akhirnya jadi malas berbelanja. Lantaran hanya bisa menerima Alipay ataupun WeChat Pay, kartu bertanda Visa ataupun Mastercard saja jarang sekali kami temukan.

Keinginan untuk terdaftar sebagai pengguna Alipay timbul, hanya saja kita perlu rekening bank asal Tiongkok dengan memakai identitas paspor. Itu bisa memakan waktu. Belum lagi harus proses verifikasi saat mendaftar di Alipay.

Kami pun bertemu dengan pelajar Indonesia yang sedang menetap di sana untuk studi bernama Feby. Dia menuturkan dalam kesehariannya dirinya tidak perlu lagi bawa dompet karena semua transaksi dilakukan lewat Alipay.

“Ini lagi bawa dompet aja karena mau ketemu kalian (kami rombongan dari Alibaba), tapi sehari-hari sih enggak bawa dompet. Cukup bawa hape aja kalau mau kemana-mana. Disini juga aman banget,” ujar Feby.

Dia bilang untuk mendaftar sebagai pengguna Alipay, prosesnya cukup mudah. Banyak bank di Tiongkok yang sudah mendukung Alipay. Tinggal pilih saja bank yang diinginkan, ketika verifikasi selesai tinggal hubungkan saja dengan aplikasi.

Nanti rekening bank akan otomatis terhubung dengan Alipay. Semua pembayaran akan terpotong dari saldo rekening bank. Tinggal scan QR Code atau pakai facial recognition untuk pembayarannya.

Membawa pengalaman ke negara lain

Alipay dan WeChat Pay sadar bahwa agar terus berkembang, perlu inovasi tak henti-henti demi menjaring pengguna baru sebanyak-banyaknya. Untuk itu kedua perusahaan memboyong layanannya tersebut ke berbagai negara.

Alipay sudah merilis aplikasi versi spin-off untuk menyasar pengguna baru dari Hong Kong, AlipayHK. Sebelum merilis aplikasi tersebut, sebenarnya Alipay sudah hadir di sana. Dengan AlipayHK, untuk pertama kalinya mereka menerima mata uang di luar Renmimbi.

WeChat Pay tak mau kalah. Kini ia bisa digunakan para ekspat yang tinggal di Tiongkok dan warga Hong Kong, Macau, dan Taiwan. Cukup menghubungkan kartu berlogo JCB, Mastercard, dan Visa.

Inovasi tersebut memang sifatnya masih terbatas, namun menjadi sinyal bahwa kedua perusahaan tidak bisa selamanya menganut sistem closed loop untuk jadi yang terdepan.

Indonesia pun ikut jadi sasaran Alipay. Induk usahanya Ant Finansial telah membentuk aliansi strategis dengan Grup Emtek untuk mendirikan perusahaan patungan DANA. Aplikasi ini sudah meresmikan kehadirannya, meski masih beta, dengan mengusung pendekatan open platform sehingga pengguna tidak perlu mengunduh DANA secara terpisah.

DANA dalam platform BBM

Sementara ini DANA baru tersedia di dalam platform BBM. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan pihak DANA akan meluncurkan aplikasinya secara tersendiri meski belum diungkapkan realisasinya.

Mengingat masih beta, pengalaman yang diberikan DANA belum secanggih dan se-seamless Alipay. Layanan yang baru tersedia adalah pembelian pulsa, membayar tagihan listrik, air, dan telepon, BPJS, dan pembayaran beberapa jenis cicilan. Untuk pengisian saldo, pihaknya masih menggunakan transfer bank.

Dalam rencananya, DANA sedang mempersiapkan implementasi pembayaran non tunai untuk segmen offline dengan memanfaatkan teknologi QR code. Perusahaan akan menggandeng warung tradisional sebagai mitranya. Rencana tersebut kan direalisasikan setelah Bank Indonesia membuat aturan standarisasi pembayaran dengan QR code yang masih digodok.

“Kami akan terus perkenalkan teknologi baru yang semuanya dilakukan secara in-house. Dalam tim kami, rasio engineer cukup mendominasi sekitar 70%-80%,” ucap CEO DANA Vincent Iswara.

Mudahnya berbelanja dengan Alipay

Selama perjalanan di Tiongkok, kami diajak berkeliling pihak Alibaba bagaimana konsep new retail dimanfaatkan, termasuk kemudahan pembayaran lewat Alipay.

Ada toko bacang tradisional bernama Wu Fang Zhai yang berdiri sejak 1999, kemudian bertransformasi penuh secara digital. Jadi setiap pesanan dan pembayarannya bisa dilakukan secara online.

Toko perdananya meluncur pada awal Januari 2018. Kini mereka sudah memiliki enam toko digital dari total 400 outlet yang mereka miliki seantero Tiongkok.

Konon Jack Ma hanya membutuhkan waktu beberapa jam saja untuk berbicara langsung dengan pemilik toko bacang saat mengajak mitra perdana Alibaba. Sang pemilik langsung mengangguk menyetujui ajakan Ma ketika jam makan siang selesai.

“Dulu perlu 13 orang jaga toko, kini hanya satu orang saja. Itupun tugasnya hanya mengajarkan pengunjung bagaimana cara memesan makanan. Secara umum sales setelah bulan pertama diresmikan naik 40%,” ucap Kubei Business Catering Trade Operator Advisor Ant Financial Service Group Liszt.

Setelah implementasi ini, setiap pesanan mampu dilayani maksimal 15 menit tanpa restoran perlu menaikkan harga produknya sama sekali. Padahal sebelumnya membutuhkan waktu sampai 30 menit. Setiap harinya restoran digital tersebut menerima 300 pengunjung.

Tak hanya Wu Fai Zhang, toko lainnya juga mengimplementasi teknologi Alibaba seperti toko furnitur HomeTimes di Incity Mall, Hangzhou. Toko ini menyediakan barang-barang yang paling banyak dibeli warga sekitar dan tersedia di Taobao berdasarkan analisis big data.

Pengunjung bisa memilih mau beli barang secara online atau offline dari toko tersebut. Bila ingin belanja online, cukup scan QR Code dari barang yang diinginkan lewat Taobao untuk diarahkan ke katalog produk tersebut. Nanti barang akan dikirimkan ke alamat tujuan.

Jika ingin berbelanja secara offline, cukup ambil barang yang diinginkan nanti pengunjung cukup masuk ke kasir digital. Pengunjung berdiri di depan mesin sensor kasir, mesin akan menghitung barang yang masuk ke dalam keranjang. Daftar belanjaan akan muncul beserta total uang yang harus dibayarkan.

Berikutnya, pengunjung cukup scan QR Code untuk membayarnya dengan Alipay. Setelah sukses, pengunjung bisa keluar dari mesin sensor.

“Cara ini baru kami terapkan hari Senin lalu (16/4) hasilnya cukup menggembirakan karena lebih efisien, tidak perlu antre lagi,” ucap petugas HomeTimes.

Berikutnya kami juga diajak mengunjungi HEMA, toko supermarket milik Alibaba. Di supermarket tersebut, beberapa cabang di antaranya mengggunakan metode pembayaran dengan facial recognition, tak lagi dengan QR code.

Metode tersebut hanya berlaku ketika pengunjung sudah memverifikasi wajah mereka ke dalam sistem di Alipay. Dalam beberapa detik, mesin akan mengenali wajah dan secara otomatis saldo di Alipay akan terpotong sesuai total belanjaan.

Jika memutuskan untuk belanja online, pengguna hanya cukup memesan via aplikasi HEMA. Pengiriman akan dilakukan untuk pemesanan dengan radius maksimal 3 km saja dengan lama pengiriman 30 menit.

Dalam ekosistem HEMA, terdapat gabungan berbagai lini Alibaba seperti Tmall, bike sharing Ofo, dan penyedia layanan navigasi Autonavi, untuk memberikan pengalaman yang terbaik.

Sabar menanti

Lambang Ant Financial Services / DailySocial
Lambang Ant Financial Services / DailySocial

Teknologi mutakhir yang ditawarkan Alibaba lewat Alipay dan berbagai integrasi dengan anak-anak usahanya, merupakan pengalaman baru yang bisa dijadikan inspirasi untuk Indonesia. Bahwa integrasi layanan untuk menciptakan pengalaman transaksi yang seamless adalah sebuah kunci.

Kapan itu akan terjadi? Belum tahu, yang pasti harus perpanjang kesabaran kita semua. Ada banyak tahapan yang perlu diselesaikan, seperti Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang kini masih dalam tahap proses integrasi. BI menargetkan proses tersebut bisa selesai pada tahun depan.

Sejauh ini BI mencatat implementasi GPN sudah berjalan sesuai rencana, seperti standar nasional teknologi chip kartu ATM/debit atau National Standard Indonesian Chip Card Specification (NSICCS). BI juga sudah membentuk lembaga servis dan standar. Aturan soal QR Code targetnya bisa selesai sebelum Juni 2018 berbarengan dengan gerbang pembayaran nasional bagian kartu debit.

Menurut pihak BI, sebentar lagi juga ada implementasi single line dan multiline free flow. Beberapa bank mengaku juga mulai menyiapkan finalisasi terkait implementasi GPN kartu debit dan mulai mengedarkan kartu barunya tersebut ke publik.

Proses transaksi yang seamless itu masih panjang untuk bisa diterapkan di Indonesia. Untuk sementara, kita bisa menggunakan aplikasi yang sudah ada dan memanfaatkannya dalam pembayaran di berbagai merchant. Memang sudah ada yang bisa pakai dengan QR code, tapi pengalamannya belum sepadan dengan yang ditawarkan Alipay.

Kendati demikian, hal tersebut perlu diapresasi.  Suatu saat akan ada Alipay dan WeChat Pay versi Indonesia yang bisa menawarkan pengalaman seamless saat transaksi online. Sabar sabar saja dulu.

Layanan E-Wallet DANA Resmi Hadir, Unggulkan Sistem “Open Platform”

Layanan dompet digital DANA, perusahaan patungan Emtek Group dan Ant Financial, resmi hadir untuk publik dalam versi beta. Di awal kehadirannya ini, DANA mengusung sistem open platform, sehingga pengguna tidak perlu mengunduh aplikasi secara terpisah.

Layanan ini telah ditanamkan di aplikasi mitra dan bisa langsung digunakan oleh pengguna. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan pihak DANA meluncurkan aplikasinya sendiri meski belum diungkapkan realisasinya.

“Dibandingkan pemain sejenis, yang kebanyakan adalah closed loop sehingga tidak bisa keluar dari ekosistem. Ketika pengguna sudah terdaftar di DANA maka seluruh data mereka akan tersimpan dengan aman dan bisa di-carry over ke aplikasi lainnya,” ucap CEO DANA Vincent Iswara, Rabu (21/3).

Selain menganut open platform, dia menjelaskan DANA juga menggunakan machine learning yang dapat menganalisis pola konsumsi pengguna berdasarkan rekam jejak transaksinya. Teknologi ini dimanfaatkan sebagai langkah otentikasi otomatis, sehingga pengguna tidak perlu menempuh proses OTP secara manual dengan memasukkan nomor verifikasi yang dikirimkan lewat SMS atau email.

Pihaknya meyakini metode seperti itu membuat success rate naik hingga 90% dengan loss rate bisa berkurang sampai 1%. Metode OTP manual diklaim success rate-nya hanya mencapai 50%-70% dengan drop off rate 30%-50%.

Dia mencontohkan, ketika pengguna sudah terbaca kebiasaan membeli pulsa seminggu sekali. Maka DANA tidak akan meminta konfirmasi ulang dengan memasukkan kode OTP. Namun, apabila pengguna yang sama tiba-tiba membeli pulsa hingga tiga kali dalam seminggu, maka sistem akan meminta memasukkan kode OTP.

“Lewat analisis ini, kami ingin jadikan DANA sebagai dompet digital yang aman dan pintar. Umumnya platform yang ada selalu butuh OTP, tapi ini tidak optimal karena bisa menimbulkan drop off rate mencapai 30%-50%.”

Teknologi terkini lainnya juga dibenamkan dalam sistem DANA, seperti facial recognition untuk memudahkan proses otentikasi secara otomatis di luar metode lewat SMS.

Ingin jadi pemain tiga besar

DANA dalam platform BBM

Meski baru hadir, Vincent menargetkan DANA dapat menjadi pemain tiga besar dari jumlah pengguna sampai akhir tahun ini. Strategi yang akan dilakukan adalah melalui dorongan aplikasi mitra besar yang sudah digandengnya. Setidaknya, DANA ingin meraup pangsa pasar sekitar 10%-20% dari total opsi pembayaran yang tersedia dari aplikasi mitra.

“Dari rekan merchant dengan populasi pengguna yang besar dari Bukalapak dan BBM, kemungkinan bisa kita gaet dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat.”

Pihaknya juga akan menambah jumlah mitra demi meningkatkan penggunaan DANA. Terhitung saat ini, DANA telah tersedia di BBM dan Bukalapak, dengan total 40 mitra yang bergerak di berbagai segmen bisnis. Hanya saja, proses roll out fitur DANA akan dilakukan secara bertahap mulai dari hari ini (21/3) sampai akhir bulan Maret 2017.

Untuk jamin keamanan transaksi, DANA juga telah mengantongi sertifikat PCI DSS (Payment Card Industry Data Security Standard). Sertifikasi ini adalah standar keamanan yang biasa dipakai oleh perusahaan keuangan untuk jamin keamanan transaksi keuangan lewat kartu debit dan kredit.

DANA juga memanfaatkan pengamanan data pengguna dengan memakai data center (Tier III dan IV) dan data recovery berbasis di Jakarta dan Cibitung.

Adapun fitur yang bisa dilayani DANA, mulai dari pembelian pulsa, tagihan listrik, telepon, tagihan PDAM, BPJS, cicilan, serta transfer dana antar pengguna. Sedangkan top up dana di dalam BBM masih memanfaatkan Virtual Account (VA) untuk transfer dananya.

Untuk mendukung ambisinya sebagai pemain tiga besar, DANA sedang mempersiapkan implementasi pembayaran non tunai untuk segmen offline dengan memanfaatkan teknologi QR code. Rencananya, perusahaan akan menggandeng warung tradisional sebagai mitranya. Rencana tersebut baru akan direalisasikan setelah Bank Indonesia membuat aturan standarisasi untuk pembayaran dengan QR code yang masih digodok.

“Kami akan terus perkenalkan teknologi baru yang semuanya dilakukan secara in-house. Dalam tim kami, rasio engineer cukup mendominasi sekitar 70%-80%.”

Agar dapat menjaring lebih banyak talenta, DANA akan berekspansi ke lokasi baru. Saat ini, DANA memiliki kantor yang tersebar di Jakarta, Bandung, Bali, dan Surabaya. Untuk operasional bisnis dompet digital ini, DANA memanfaatkan lisensi dari PT Espay Debit Indonesia, yang diakuisisi Emtek tahun lalu.

BLOCK71 akan Selenggarakan “Sharing Session” Bahas Inovasi Fintech di Tiongkok

Tahun ini diprediksikan fintech masih akan banyak mendominasi dinamika lanskap startup di tanah air. Berbicara tentang perkembangannya, salah satu yang menjadi kiblat inovasi adalah Tiongkok. Saat ini 8 dari 25 startup fintech yang berstatus unicorn berasal dari negara tersebut.

Tahun 2016, mobile payment, sebagai salah satu model bisnis yang ditawarkan industri fintech, berhasil membukukan transaksi hingga $5 triliun secara global. Angka tersebut terus bertumbuh dan Tiongkok berada di uruta teratas, bahkan dikatakan 50 kali lebih besar ketimbang Amerika Serikat.

Salah satu pemain yang cukup mendominasi di negara tersebut adalah Alipay, unit bisnis fintech Alibaba.

Guna memberikan gambaran lebih lanjut seputar fintech, BLOCK71 bakal menghadirkan acara berbasis sharing session bertajuk “Alichat: Fintech in China, Built to Scale”. Acara ini akan dilaksanakan tanggal 8 Februari 2018 pada pukul 18.30 WIB, bertempat di BLOCK71 Jakarta. Acara dua bulanan ini mengundang top executive dari berbagai bisnis dan startup untuk berbagi informasi seputar topik terkait.

Pemateri dari Alibaba Cloud, Sijukumar Kumaran, akan dihadirkan dalam sesi kali ini. Pembahasannya tentang kemajuan fintech di Tiongkok, yang dibumbui dengan bagaimana strategi Alibaba dan portofolionya untuk berjaya di pasar tersebut. Bisa dibilang Indonesia memiliki karakteristik pasar yang hampir mirip dengan Tiongkok.

Sijukumar sendiri berpengalaman memimpin enterprise technology change selama 16 tahun dalam menangani proyek dan pengembangan solusi untuk layanan perbankan melalui perencanaan solusi IT. Di karier sebelumnya, Sijukumar bekerja di bank investasi Barclays selama 11 tahun memimpin arsitektur dan pengiriman program untuk layanan perdagangan derivatif di berbagai platform dan produk.

Untuk informasi lebih lanjut dan pendaftaran, kunjungi tautan http://bitly.com/alichat1.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner dari acara Alichat yang diselenggarakan oleh BLOCK71.