Perkuat Lini Produk IoT, Telkomsel Hadirkan FleetSight

Operator telekomunikasi Telkomsel meluncurkan solusi fleet management untuk korporasi bernama FleetSight, sekaligus bagian dari agenda perusahaan dalam menghadirkan layanan berbasis internet of things (IoT) di Indonesia.

FleetSight adalah solusi pengelolaan armada yang mensinergikan perangkat telematika berbasis satelit (termasuk sensor) yang dipasangkan dalam aset bergerak/kendaraan. Perangkat tersebut didukung oleh konektivitas Telkomsel yang menjangkau lebih dari 95% wilayah populasi di Indonesia dengan layanan 2G dan 3G.

Produk ini dihadirkan bekerja sama dengan perusahaan ban dan mobilitas yakni Sascar. Perusahaan ini menjadi penyedia solusi fleet management berskala global dengan lebih dari 265 ribu kendaraan yang telah terkoneksi dalam platformnya. Kelebihan tersebut diklaim sebagai pembeda FleetSight dibandingkan solusi sejenis yang dihadirkan perusahaan lainnya.

Solusi ini diharapkan dapat membantu enterprise dalam mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan operasional armada, dengan meminimalkan risiko terkait dengan investasi kendaraan melalui peningkatan keselamatan, keamanan, efisiensi, dan produktivitas armada.

“FleetSight ini sudah satu paket. Sifatnya fleksibel, sudah ada alat dan konektivitasnya. Standarnya managed service, jadi pelanggan tahu beres. Kalau ada yang rusak kita ganti. Tapi kalau mau beli putus tidak masalah,” kata Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah, Senin (27/11).

Pangsa pasar fleet management itu sendiri menurut Ririek sangat luas. Bila dilihat dari total jumlah kendaraan bermotor (selain sepeda motor) mencapai 24 juta unit pada tahun lalu, dengan 40% di antaranya merupakan kendaraan komersial dan pertumbuhan rerata sebesar 6% per tahunnya. Belum lagi, biaya logistik dan transportasi yang besar mencapai 24% dari total GDP dan menjadi tertinggi di Asia Tenggara, melatar belakangi tingginya permintaan fleet management.

Solusi vertikal yang terintegrasi dengan layanan Telkomsel IoT Control Center menjadi jawaban atas kebutuhan perusahaan dalam mengoptimalkan produktivitas dan meningkatkan keselamatan fleet/armada operasional yang dimiliki.

Sasaran pengguna FleetSight yang dibidik Telkomsel adalah pelaku usaha yang bergerak di bidang logistik dan transportasi. Sudah ada tiga klien yang bergabung, yaitu Astra Daihatsu Motor, Pamapersada Nusantara (PAMA), dan Koperasi Telekomunikasi Selular (Kisel).

PAMA akan memanfaatkan FleetSight untuk monitor truk dan kendaraan operasional untuk meningkatkan standar keamanan. Mengingat, banyak aset bergerak yang beredar di daerah terpencil. Hal demikian membuat transportasi menjadi penting untuk kelancaran bisnis mereka.

Sementara Daihatsu karena mereka ingin efisiensi untuk tenaga sales dan kendaraan operasionalnya. Daihatsu telah melakukan uji coba FleetSight untuk mobil operasional yang dipakai pekerja ekspatnya.

“Kami juga menekankan pada layanan after sales, di mana setelah klien menggunakan FleetSight akan kami pantau bagaimana dampaknya dalam bisnis mereka. Seberapa jauh efisiensi yang bisa mereka dapatkan,” terang Vice President Internet of Things (IoT) Telkomsel Marina Kacaribu.

Peluncuran FleetSight ini, sambung Marina, adalah komitmen lanjutan dari Telkomsel untuk fokus mengembangkan solusi berbasis IoT. Sebelumnya, Telkomsel meluncurkan solusi IoT untuk menyasar segmen B2C yaitu T-Drive dan T-Bike.

Solusi SimpliDOTS Siap Bantu Perusahaan Distributor

Transformasi digital selalu mencari peluang bagi bisnis digital. Membantu para konsumen yang sebelumnya menggunakan cara-cara konvensional beralih ke penggunaan teknologi merupakan tujuan utama. Hal tersebut tampaknya yang sedang dilakukan SimpliDOTS, sebuah layanan berbasis cloud yang menyasar pengguna distributor dengan menawarkan solusi pengelolaan distributor mulai dari pembelian, penjualan, hutang piutang, monitoring posisi karyawan hingga Business Intelligence yang membantu membaca data-data yang ada di perusahaan.

Fitur-fitur yang ada di SimpliDOTS meliputi fitur Distribution Management yang diklaim bisa membantu bisnis mengelola mulai dari pemesanan, pengantaran sampai dengan penagihan yang dapat diakses melalui smartphone. Lengkap dengan kapabilitas sistem dashboard yang bisa membantu meringankan kinerja admin. Teknologi ini disiapkan untuk sales, driver dan kolektor dalam melayani pelanggan.

Selanjutnya adalah fitur Finance Management, sistem distribusi yang meliputi fitur hutang piutang, penagihan yang bisa dilakukan melalui aplikasi mobile dan juga pembayaran.

Fitur lainnya juga ada Inventory Management, sebuah fitur yang menyediakan pengelolaan stok barang dengan fitur-fitur seperti alokasi stok, mendukung pengelolaan lebih dari satu gudang canvassing system, stok produk yang bisa disimpan multi unit, dan juga kemampuan melihat pergerakan stok dengan detail dan akurat. Ada juga sistem Tracking and Route Management yang mampu mengelola rute kunjungan, pemantauan atau monitoring dari salesman maupun driver, termasuk menganalisisnya.

CEO SimpliDOTS Jowan Kosasih kepada DailySocial menjelaskan mereka secara spesifik menyasar perusahaan distributor.

“Target pengguna kita adalah perusahaan distributor yang memiliki banyak salesman, produk dan pelanggan terutama yang masih memakai cara manual atau sistem yang belum berbasis cloud. SimpliDOTS adalah layanan B2B jadi market kita lebih targetted ke perusahaan-perusahaan distributor, dan juga karena perusahaan distributor sendiri tahu bagaimana susahnya untuk menangani perusahaan tanpa sistem yang bagus. Jadi ini adalah niche market, yang artinya kita lebih mudah untuk masuk,” terang Jowan.

SimpliDOTS pertama kali dibangun pertengahan tahun 2016 dan mulai diluncurkan pada awal tahun 2017. Di usianya yang belum genap satu tahun ini SimpliDOTS sudah memiliki 9 perusahaan distributor yang berlokasi di Sumatera Utara, di wilayah tempat SimpliDOTS berasal. Untuk itu ekspansi ke pulau Jawa menjadi salah satu target SimpliDOTS dalam satu-dua tahun ke depan.

“Target kami untuk satu-dua tahun ke depan adalah, ekspansi terutama ke pulau Sumatera dan Jawa, membentuk tim Sales dan Support, fitur-fitur yang ada akan terus di-improve dan juga menambah fitur-fitur baru seperti accounting, sales target gamification, voice ordering, predictive analysis, dan kapabilitas machine learning, “ tutup Jowan.

KlikTeknik Focus on Selling Engineering and Industry Equipment

The potential of E-commerce is still being explored, one of the idea is by targeting specific niche, like KlikTeknik. KlikTeknik is an e-commerce service which provides technical and industrial equipment. The portal targets individuals (B2C) as well as corporations (B2B) in finding tools and equipment for various industries and businesses by reliable suppliers.

“KlikTeknik provides a variety of machine, tools, and heavy equipment, particularly for agriculture, lumber, garage, construction, and home supply,” said Steven Bernardi Koentono, KlikTeknik’s CEO and Founder.

likTeknik has two mechanisms. First, to sell the goods directly from the warehouse – KlikTeknik is currently operating offline store because it is still considered important in technical and industrial equipment shopping. Second, KlikTeknik connects customers with goods and sent directly by partnered suppliers / importers / agents.

Succession of traditional sales business process

KlikTeknik was founded in 2015 by Koentono. The journey begins from continuing parents business engaged in engineering and industrial tools in Central Java (offline stores). Before deciding to create an online channel, Koentono conducted a consumer survey, resulting in many of (other) regional consumers face difficulties in finding the spare part needed due to limited stock in their area with unreasonable price.

Salah satu laman situs e-commerce KlikTeknikOne of KlikTeknik pages

Before an actual jump into its own site, Steven tried to sell spare parts in Tokopedia. In a few months, he gets positive feedback and understands the problems and limitations for consumers to meet the needs of spare parts in the physical store.

“I developed KlikTeknik aiming in providing consumer with access to find any kinds of engineering and industrial tools from various agents / importers / principals and making it easer for consumers to shop online,” Koentono said.

KlikTeknik has been handling over at least 70,000 customer, business and individual, per month, with the amount of 500 transactions for average. KlikTeknik.com has become trusted partner of PT KUBOTA Indonesia to be a sole distributor for its online marketing products.

“In the future, we plan to develop mobile application to facilitate consumers in accessing and shopping at KlikTeknik.com. We also plan to work with payment providers, banks, retailers, and government agencies such as cooperatives in providing practical and reliable payment services to reach more consumers,” Koentono added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Seven South Korean Fintech Startup in Search for B2B Opportunities in Indonesia

Korea Internet & Security Agency (KISA), the authority responsible for maintaining and protecting Internet space under South Korea’s Ministry of Science and IT, opened a B2B business opportunity in Indonesia for seven startups fintech from Gingseng country through business meeting with 15 fintech companies from Indonesia .

All startups offer technology they each develop, starting from financial security, blockchain, remittances, biometrics, and payment systems.

The business meeting is KISA’s first step in promoting fintech startup from South Korea to the international market. After Indonesia, KISA will bring all participants to Vietnam to do the same.

KISA Senior Researcher Jeong Jongil tells the reason behind the election of Indonesia and Vietnam, because these two countries have similarity in fintech application which considered qualified that makes a good partnership is expected to be happened.

Furthermore, the market in South Korea can be considered quite competitive. The fintech company  has reached more than 200 companies. Therefore, the company must find a more potential market abroad.

“By the end of this year there will be more than 300 startup fintech in South Korea, the market is getting more competitive, we have to find new markets abroad, all of our participants curated based on the solutions they offer,” Jeong said on Monday (13/11 ).

Here are the names of the seven South Korean startups:

1. MOIN

Is a fintech startup engaged in the field of remittance by using blockchain technology. MOIN uses cryptocurrency versus SWIFT system. The company guarantees sending money four times faster and 80% -90% cheaper than using bank services.

2. WION

Is a fintech startup engaged in payment services. WION has a variety of products that make payment ecosystem more seamless. Among them are WiGLE products which are infra devices that can read user devices and provide various payment methods such as beacons, security apps and so on.

Other presented products are WiCard (wireless credit card), WiTable (booking and payment service at restaurant), WiKiosk (mobile payment via digital kiosk), WiPos (mPOS device), WiWare (mobile wireless payment without smartphone), and more.

In Indonesia alone, WION is doing business cooperation with XL Axiata, Finnet, Doku, Alfamart, and Hyosung ATM.

3. WinningI

Is a fintech startup that uses biometric technology from the palms and fingerprints as a sensor for authentication, simply via a smartphone camera. Target users of these services are financial services companies such as banking, securities, insurance, and mobile biometrics.

The technology presented by WinningI has been used by several companies from Korea such as JB Bank, Kwangju Bank, and SK Telecom.

4. Soft.kr

Is a fintech startup engaged in Enterprise Risk Management (ERM) services, providing information to analyze various financial risks to prevent fraud. For example, transaction pattern analysis, pattern simulation, risk assessment, real-time monitoring and detection, and so on.

5. Coinone

Is a fintech startup that offers a variety of services based on blockchain technology. Two types of services presented are, cryptocurrency exchanges and cross-border remittance. In cryptocurrency exchanges, Coinone provides six currencies, including BTC, BCH, ETH, XRP, and QTUM.

Meanwhile, crossborder remittance offers remittance services using cryptocurrency. Users can transfer money with cheaper fee from banks and supported by five major banks in Asia.

6. To Be Smart

Is a software development company which uses Universal subscriber Identity Module (USIM) card. There are three products presented such as, authenticated transaction platforms with visual crypto technology, electrocardiogram-based biometric authentication solutions, and USM pay.

For biometric authentication solutions, To Be Smart develops two types of electrocardiogram cards. One card is used for the server, the other is distributed to the individual. This method is considered more secure than the use of OTP.

7. Heenam

Is a fintech scraping provider company under the name of E-Spider products. This product provides ECMA scripting language for automatically sending consumer information from multiple networks, even on different operating systems or devices.

This information is used for companies in relation to the provision of credit facilities, the issuance of ATM cards without face-to-face, personal financial management, and others. Some Heenam users in South Korea, such as Woori Bank, Hyundai Card, and Busan Bank.


Article is originally written in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Tujuh Startup Fintech Korea Selatan Cari Peluang B2B di Indonesia

Korea Internet & Security Agency (KISA), otoritas yang bertanggung jawab untuk memelihara dan melindungi ruang internet di bawah Kementerian Sains dan TI Korea Selatan, membuka peluang bisnis B2B di Indonesia untuk tujuh startup fintech asal negeri Gingseng lewat pertemuan bisnis dengan 15 perusahaan fintech dari Indonesia.

Seluruh startup menawarkan teknologi yang mereka kembangkan masing-masing, mulai dari keamanan finansial, blockchain, remitansi, biometrics, dan sistem pembayaran.

Pertemuan bisnis ini merupakan langkah perdana KISA dalam mempromosikan startup fintech dari Korea Selatan ke pasar internasional. Setelah Indonesia, KISA akan memboyong seluruh peserta ke Vietnam untuk melakukan hal yang sama.

Senior Researcher KISA Jeong Jongil menuturkan alasan di balik dipilihnya Indonesia dan Vietnam, lantaran kedua negara ini memiliki kesamaan penerapan fintech yang bisa dibilang sudah mumpuni sehingga diharapkan terjadi kemitraan yang baik antar satu sama lain.

Alasan berikutnya, pasar di Korea Selatan bisa dibilang sudah cukup kompetitif. Perusahaan fintech di sana sudah mencapai lebih dari 200 perusahaan. Alhasil perusahaan harus mencari market yang lebih potensial di luar negeri.

“Sampai akhir tahun ini diperkirakan akan ada lebih dari 300 startup fintech di Korea Selatan. Pasar sudah makin kompetitif, akhirnya harus cari pasar baru di luar negeri. Seluruh peserta kami kurasi berdasarkan solusi yang mereka tawarkan,” kata Jeong, Senin (13/11).

Berikut adalah nama-nama ketujuh startup Korea Selatan:

1. MOIN

Adalah startup fintech yang bergerak di bidang remitansi dengan memanfaatkan teknologi blockchain. MOIN menggunakan cryptocurrency dibandingkan sistem SWIFT. Perusahaan menjamin kecepatan dalam mengirim uang empat kali lebih cepat dan 80%-90% lebih murah dibandingkan memakai jasa bank.

2. WION

Adalah startup fintech yang bergerak di jasa pembayaran. WION memiliki berbagai produk yang membentuk ekosistem pembayaran jadi lebih seamless. Di antaranya produk WiGLE yang merupakan perangkat infra yang dapat membaca perangkat pengguna dan menyediakan berbagai metode pembayaran seperti beacon, aplikasi keamanan dan sebagainya.

Produk lainnya yang dihadirkan adalah WiCard (kartu kredit wireless), WiTable (layanan pemesanan dan pembayaran di restoran), WiKiosk (pembayaran mobile via kios digital), WiPos (perangkat mPOS), WiWare (pembayaran mobile wireless tanpa smartphone), dan lainnya.

Di Indonesia sendiri, WION tengah melakukan kerja sama bisnis dengan XL Axiata, Finnet, Doku, Alfamart, dan Hyosung ATM.

3. WinningI

Adalah startup fintech yang menggunakan teknologi biometrik dari telapak tangan dan sidik jari sebagai sensor untuk otentikasi, cukup lewat kamera smartphone. Target pengguna layanan ini adalah perusahaan jasa keuangan seperti perbankan, sekuritas, asuransi, dan biometrik mobile.

Teknologi yang dihadirkan WinningI sudah digunakan oleh beberapa perusahaan dari Korea seperti JB Bank, Kwangju Bank, dan SK Telecom.

4. Soft.kr

Adalah startup fintech yang bergerak di jasa Enterprise Risk Management (ERM), menyediakan informasi untuk menganalisis berbagai risiko keuangan demi mencegah terjadinya fraud. Misalnya, analisis pola transaksi, simulasi pola, penilaian risiko, pemantauan dan deteksi real-time, dan lain sebagainya.

5. Coinone

Adalah startup fintech yang menawarkan berbagai jasa berbasiskan teknologi blockchain. Ada dua jenis layanan yang dihadirkan, cryptocurrency exchanges dan cross-border remittance. Dalam cryptocurrency exchanges, Coinone menyediakanenam mata uang uang, diantaranya BTC, BCH, ETH, XRP, dan QTUM.

Sementara crossborder remittance menawarkan jasa remitansi dengan menggunakan cryptocurrency. Pengguna dapat mengirim uang dengan fee yang lebih murah dari bank dan didukung oleh lima bank besar di Asia.

6. To Be Smart

Adalah perusahaan pengembang perangkat lunak yang menggunakan kartu Universal subscriber Identity Module (USIM). Ada tiga produk yang dihadirkan, platform transaksi yang terotentikasi dengan teknologi crypto visual, solusi otentikasi biometrik berbasis electrocardiogram, dan USM pay.

Untuk solusi otentikasi biometrik, To Be Smart mengembangkan dua jenis kartu electrocardiogram. Satu kartu digunakan untuk server, satu lagi didistribusikan ke individu. Cara ini dinilai lebih aman dari penggunakan OTP.

7. Heenam

Adalah perusahaan fintech penyedia jasa scraping dengan nama produk E-Spider. Produk ini menyediakan bahasa penskripan ECMA Script untuk mengirimkan informasi konsumen secara otomatis dari berbagai jaringan, meski berada di sistem operasi atau perangkat yang berbeda.

Penggunaan informasi ini digunakan untuk perusahaan dalam kaitannya pemberian fasilitas kredit, penerbitan kartu ATM tanpa tatap muka, manajemen finansial personal, dan lainnya. Beberapa pengguna Heenam di Korea Selatan, seperti Bank Woori, Hyundai Card, dan Busan Bank.

Bukalapak Rambah Segmen B2B, Hadirkan BukaPengadaan [UPDATED]

Bukalapak mulai merambah segmen B2B dengan meluncurkan fitur terbaru BukaPengadaan, untuk meningkatkan loyalitas untuk para pengguna, sekaligus mewujudkan ambisinya menjadi layanan marketplace terdepan.

Menyasar segmen ini, ditekankan oleh Head of Sales Bukalapak Tri Bagus bukan sebagai pergeseran fokus dari C2C melainkan bentuk komplementer atau pelengkap atas visi Bukalapak itu sendiri. Bukalapak ingin mengajak para pelaku bisnis di korporasi untuk ikut serta membesarkan UKM Indonesia lewat BukaPengadaan melalui salah satu perusahaan afiliasi Bukalapak.

“BukaPengadaan merupakan sistem procurement yang disediakan Bukalapak untuk membantu korporasi dalam memenuhi solusi kebutuhan pengadaan barang di perusahaan dengan kemudahan dan harga terbaik,” terang Tri kepada DailySocial.

BukaPengadaan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pengadaan untuk perusahaan. Pengajuan pengadaan dilakukan dengan membuat daftar barang. Daftar tersebut akan dimasukkan ke Bukalapak dan selanjutnya akan dicarikan oleh tim Bukalapak. Kemudian, Bukalapak akan mengirimkan penawaran terhadap barang yang direkomendasikan dalam database Bukalapak kepada klien.

Setelah memilih barang, klien dapat memilih metode pembayaran yang tersedia, yaitu bayar di muka (cash) atau pembayaran setelah barang diterima (term of payment/TOP). Barang pesanan akan dikirimkan kemudian dengan lama waktu sesuai acuan peraturan yang ada di Bukalapak.

Layanan ini, terangnya, sudah bisa dinikmati di seluruh Indonesia. Hanya saja untuk korporasi yang berada di Indonesia bagian barat akan dilayani oleh Bukalapak Jakarta, sementara untuk bagian timur dilayani oleh Bukalapak Surabaya

Selain menyasar klien korporasi sebagai konsumen, BukaPengadaan juga menyediakan tawaran untuk mitra yang ingin menjadi vendor penyedia barang. Hanya saja, sambung Tri, vendor harus terdaftar di Bukalapak sebagai penjual. Ditambah, vendor tersebut telah terdaftar secara hukum dan telah melengkapi dokumen pendaftaran.

Berdasarkan data yang diungkap Bukalapak, terhitung saat ini perusahaan telah menghimpun lebih dari 100 juta produk tersedia di Bukalapak dengan lebih dari 1,8 juta pelapak.

BukaPengadaan melengkapi daftar layanan inovatif yang dihadirkan Bukalapak sepanjang tahun ini, setelah sebelumnya meluncurkan BukaReksa, BukaMobil, dan BukaEmas.

Kehadiran BukaPengadaan, secara langsung turut meramaikan pasar e-commerce B2B di Indonesia. Beberapa nama pemain yang cukup besar di antaranya Bizzy, Mbiz, dan KlikMRO.


*Kami menambahkan hasil wawancara dengan Head of Sales Bukalapak Tri Bagus

Platform SaaS Jari Permudah Proses Penagihan Sektor “Multifinance”

Proses penagihan pekerja lapangan yang tidak terpantau secara online, seringkali menjadi kesulitan yang belum bisa dipecahkan oleh perusahaan pembiayaan (multifinance). Lancar atau tidaknya penagihan bakal berdampak pada pembiayaan macet atau non performing financing (NPF) yang menjadi tolak ukur sehat atau tidaknya sebuah layanan multifinance.

Untuk menyelesaikan masalah tersebut, PT Jari Solusi Internasional (Jari) hadir dengan meluncurkan aplikasi Jari Mobile Collection. Semangat yang diusung ialah mempermudah proses penagihan yang didukung dengan teknologi komputasi awan, didukung dengan pembayaran MPOS (mobile point of sales) melalui aplikasi mobile.

Jari secara resmi telah beroperasi sejak September 2016 dan telah mengeluarkan satu produk, Jari Mobile Collection. Rencananya Jari akan meluncurkan empat produk berbasis B2B yang nantinya secara menyeluruh mendukung sistem kerja layanan multifinance. Tiga produk lainnya yang sedang disiapkan adalah Mobile Survey, Mobile Surveillance, dan Mobile Quest.

“Seluruh produk yang kami siapkan secara end-to-end mendukung multifinance untuk proses penagihan. Sesuai dengan visi kami menjadi mobile solution provider untuk industri perusahaan pembiayaan di Indonesia,” terang Co-Founder dan Direktur Jari Stephanus Lutfi kepada DailySocial, Senin (21/8).

Di dalam aplikasi Mobile Collection, terdapat berbagai fitur seperti live tracking, task management, online payment, dan informative dashboard. Seluruh fitur tersebut diharapkan mempermudah manajemen perusahaan untuk memantau kolektor lewat fitur dashboard monitoring.

Tak hanya itu, proses penagihan jadi paperless, lebih efisien, meningkatkan produktivitas pekerja, serta mengurangi potensi fraud. Dari sisi nasabah akan lebih nyaman karena prosesnya dilakukan dengan simpel dan praktis.

Untuk proses pembayarannya, kolektor dipersenjatai dengan mesin MPOS Cashlez yang merupakan mitra Jari. Dengan mesin tersebut, kolektor bisa menerima pembayaran tunai melalui kartu debit. Setelah pembayaran diterima, bukti akan langsung dicetak pada saat itu juga.

“Tadinya seluruh proses pembayaran pakai kuitansi manual, ini berpotensi terjadinya fraud dan tidak paperless bagi perusahaan. Kolektor dapat secara online melaporkan seluruh kegiatannya di lapangan. Data pun sudah terintegrasi cloud di kantor pusat, sehingga mereka tidak perlu khawatir meski tidak mendapat jaringan di daerahnya.”

Target Jari

Lutfi meyakini layanan yang dihadirkan Jari dapat menjawab permasalahan yang kerap dihadapi perusahaan multifinance di Indonesia. Pihaknya membidik layanan multifinance lapis kedua sebagai penggunanya. Adapun total  perusahaan di sektor ini di Indonesia mencapai 297 perusahaan.

Saat ini aplikasi Mobile Collection sudah digunakan oleh dua layanan multifinance, yakni Trihamas dan Procar. Total pengguna (kolektor) yang dihimpun dari dua perusahaan tersebut sekitar 700 orang.

“Selain menargetkan [layanan] multifinance baru sebagai pengguna kami, berikutnya akan meluncurkan produk kedua yakni Mobile Surveillance pada akhir bulan ini,” pungkas Stephanus.

Aplikasi Mobile Collection hanya tersedia untuk pengguna Android. Untuk pendanaan, Jari diungkapkan telah menerima suntikan angel investor dengan nilai yang tidak disebutkan.


Andriansyah Agustian berpartisipasi dalam penulisan artikel ini

Rencana Pengembangan dan Pembaruan Bizzy di Kuartal Ketiga 2017

Layanan procurement dan e-commerce B2B Bizzy, kini tengah berbenah dan menyiapkan roadmap di bawah kepemimpinan CEO Andrew Mawikere. Resmi menjabat sebagai CEO Bizzy bulan Mei 2017 lalu pasca akuisisi terhadap “Alpha” dengan nilai yang tidak disebutkan, Andrew bakal melakukan revamping dan pengembangan pricing engine, pusat merchant, dan segera meluncurkan Bizzy Select marketplace.

Di sisi lain, Peter Goldsworthy, President Bizzy dan CEO sebelumnya, telah mundur dari posisinya per Juli lalu dan kini menjabat Partner Maloekoe Ventures. Karena Maloekoe Ventures masih merupakan investor Bizzy, Peter kini menjadi wakil VC tersebut di board Bizzy.

“Bagi Bizzy, peluncuran layanan tersebut adalah penting untuk memaksimalkan solusi sekaligus menambah keuntungan kepada pengguna, vendor dan stakeholder. Pembaruan ini kami percaya akan memperkaya investasi Bizzy untuk kegiatan edukasi kepada pelanggan, vendor dan stakeholder agar bisa mulai mengadopsi platform kami. Revamp ini dijadwalkan akan selesai dan live bulan Agustus ini,” kata Andrew.

Pasca mendapatkan pendanaan Seri A, di bawah kepemimpinan Andrew, misi Bizzy adalah menerapkan ekonomi yang transparan dan mendukung ekosistem inklusi bisnis digital secara efisien.

Latar belakang pendidikan keuangan yang dimiliki Andrew, termasuk pengalamannya menjadi Co-Founder Mbiz, disebut cocok mendukung arah pengembangan Bizzy yang sekarang dalam tahap scale up.

Memperluas kerja sama dan kolaborasi

Memasuki kuartal ketiga di tahun 2017, salah satu rencana yang bakal dilancarkan Bizzy adalah memperluas kerja sama dan kemitraan strategis dengan industri yang beragam, perusahaan besar hingga kecil, maupun letak geografis.

“Tujuan perluasan kerja sama strategis tersebut agar bisa mengembangkan dan melakukan eksekusi kegiatan operasional. Kami juga akan mulai fokus untuk melakukan scale up dan memperluas jaringan vendor lokal di luar Jadetabek,” kata Andrew.

Saat ini Bizzy telah memiliki katalog produk sebanyak 19 kategori utama dari lebih 5100 sub-kategori, dengan mengedepankan cross-docking fulfillment model agar bisa memaksimalkan waktu, Bizzy juga terus melakukan kolaborasi dengan mitra logistik dan vendor lokal di seluruh Indonesia.

“Dengan melanjutkan inovasi dan digital platform yang inklusif untuk ekosistem B2B, diharapkan bisa membuat Bizzy tetap tampil relevan,” tutup Andrew.

Melihat Tren E-Learning sebagai Komoditas Bisnis

E-learning bukan sebuah hal yang baru. Saat ini varian platform belajar itu sudah begitu banyak, pun demikian dengan startup atau perusahaan yang mencoba membisniskanya. Penetrasinya yang tidak se-booming teknologi lainnya –misalnya e-commerce ataupun layanan online lainnya—membuat banyak yang mengira bahwa platform ini kurang “sexy” untuk dijadikan sebagai sebuah revenue stream.

Menurut hasil penelitian dari elearningindusry.com, negara dengan tingkat pertumbuhan adopsi e-learning adalah India (55%), disusuk Tiongkok (52%), Malaysia (41%), dan Romania (28%). Indonesia sendiri berada di urutan ke 8 dengan pertumbuhan sebesar 25% setiap tahunnya. Angka ini lebih besar dari rata-rata Asia Tenggara sebesar 17,3%.

2

Terdapat sebuah pergeseran unik dari bisnis di sektor pendidikan ini, e-learning mulai mengarah ke kalangan B2B (Business-to-Business). Sebagai contoh, instansi publik di Amerika Serikat 77% memanfaatkan e-learning untuk program pelatihan korporasi demi meningkatkan keterampilan pekerjanya. Di sisi industri, pangsa pasar online corporate training meningkat 13% per tahun.

[Baca juga: Riset DailySocial tentang Pengguna Kursus Online di Indonesia]

Perusahaan dari skala kecil, menengah, hingga besar mulai memandang pentingnya dan keuntungan dari adanya e-learning. Menurut data dan statistik dari The 2014 Training Industry Report, sebesar 29% perusahaan secara global  baik kecil, menengah, dan besar berminat membeli perangkat lunak dan jasa e-learning. Selain itu, sebesar 41% perusahaan berminat untuk membeli jasa Learning Management System (LMS).

Di Indonesia sendiri bisnis e-learning mulai berkembang. Berbagai bentuk layanan disuguhkan. Salah satunya yang menyediakan berupa SaaS adalah Squline. Pihaknya menyediakan jasa pendidikan bahasa asing secara online berbasis Learning Management System (LMS) dengan memanfaatkan teknologi seperti video call, materi dan tugas-tugas online, penjadwalan belajar, evaluasi dari pengajar serta laporan belajar untuk murid.

Menanggapi dengan tren e-learning yang sekilas tampak “loyo”, CEO Squline Tomy Yunus mengungkapkan:

“Kami melihat dan menganalisis data serta statistik yang ada terkait bisnis e-learning di Indonesia secara seksama dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan laporan, survei, dan penelitian telah menunjukkan bahwa industri e-learning tidak melambat. Faktanya semakin banyak individu, perusahaan dan institusi beralih ke e-learning karena mereka menyadari keefektifan dan kenyamanannya.”

[Baca juga: Startup Pendidikan Squline Fokus Tambah Pengguna Korporasi]

Terkait dengan model B2B yang kini berkembang di sektor ini, Tommy turut menceritakan, “Untuk bisnis, kami telah bekerja sama dengan beberapa perusahaan besar di Indonesia seperti asuransi, migas, retail, institusi pendidikan dan pelatihan, hingga BUMN. Oleh karena itu, kami menargetkan perluasan pasar business to business (B2B) sebesar 13% per tahun sesuai dengan tren pasar e-learning untuk perusahaan secara global.”

5

Dari testimoni pengguna Squline sendiri, sistem belajar secara online dianggap sebagai cara efektif bagi murid-murid. Hal ini juga didukung berdasarkan data bahwa belajar melalui e-learning membutuhkan waktu 40-60% lebih sedikit dibandingkan sistem belajar offline. Selain itu, dengan metode e-learning peserta menjadi lebih efektif belajar dengan menguasai hampir 5x lebih banyak materi dibandingkan dengan kelas offline dengan durasi waktu belajar yang sama.

Solusi B2B Facebook “Workplace” Mulai Rambah Indonesia

Fitur Facebook yang bertujuan untuk memudahkan kolaborasi antar bisnis, Workplace, saat ini telah diadopsi oleh lebih dari 14 ribu perusahaan lintas benua. Pada waktu yang bersamaan, lebih dari 400 ribu grup telah dibuat.

Sejak diluncurkan pada tahun 2016 lalu, Workplace telah digunakan oleh berbagai industri memenuhi kebutuhan komunikasi internal organisasi saat ini yang semakin mobile dan digital. Sebagai salah satu negara terbesar di Asia yang menggunakan Facebook, Workplace mulai diperkenalkan untuk pelaku bisnis di Indonesia.

Secara fitur, Workplace mengingatkan kita akan Slack yang sudah lebih dulu populer di kalangan startup Indonesia.

“Mengingat tenaga kerja di Indonesia kini semakin mobile, Workplace by Facebook membantu menghubungkan para karyawan yang jarang berinteraksi dengan email dan membangun budaya keterbukaan dan kolaborasi internal yang semakin kuat,” kata Country Director Facebook Indonesia Sri Widowati.

Permudah perusahaan koordinasikan pekerjaan pegawai secara mobile

Workplace menggunakan fitur yang familiar dengan fitur Facebook seperti News Feed, Groups, dan Messenger untuk membantu pegawai menyelesaikan pekerjaan. Adopsi Workplace mencoba untuk memenuhi kebutuhan organisasi saat ini, di mana kebanyakan adalah multi-platform dan struktur yang ada semakin menjadi digital sehingga membutuhkan platform umum dengan sistem terintegrasi untuk komunikasi internal.

“Workplace membangun koneksi antar orang, bukan grafik organisasi, dan melakukan transformasi bagaimana tim dapat saling bekerjasama. Workplace memberikan keuntungan bisnis yang nyata bagi organisasi dengan mengurangi biaya dan waktu serta meningkatkan efisiensi dengan memungkinkan orang bekerjasama dengan lebih baik,” kata Workplace Growth Lead Asia Pacific Nakul Patel kepada DailySocial.

Makin banyaknya pegawai perusahaan yang bekerja remote saat ini, memudahkan perusahaan untuk memonitor pegawai terkait tugas yang harus diselesaikan memanfaatkan Workplace. Workplace dapat digunakan untuk saling terhubung secara mobile tanpa alamat email kantor. Fitur tersebut diklaim Facebook merupakan perangkat yang tidak tersedia di layanan serupa lainnya.

“Kami memiliki beragam grup perusahaan di Workplace, namun menghadapi tantangan yang sama menemukan cara yang lebih baik untuk menghubungkan para karyawan, menjangkau orang di mobile. Perusahaan-perusahaan menginginkan sebuah jembatan untuk lingkungan kerja yang lebih mobile dan banyak hal luar biasa yang terjadi ketika mereka melakukan hal tersebut,” kata Patel.

Pilihan paket premium Workplace

Untuk membuat Workplace semakin baik dalam menghubungkan orang-orang dalam organisasi, integrasi berbagi file (file-sharing) pada platform diumumkan di konferensi F8. Saat ini mitra yang sudah bergabung dalam peluncuran integrasi ini termasuk Microsoft, Box, Salesforce, dan Quip.

Perusahaan yang ingin berlangganan paket premium disediakan tiga pilihan paket premium, sementara Workplace Premium gratis diberikan kepada non-profit dan staf dari institusi edukasi. Di Indonesia, perusahaan yang telah memanfaatkan Workplace di antaranya adalah AXA Mandiri, KIRIM.EMAIL dan Godrej Indonesia.

“Kami tentunya sangat senang menyaksikan semakin banyak bisnis di Indonesia yang menjadikan Workplace sebagai bagian dari organisasi mereka untuk melakukan transformasi komunikasi dan budaya internal yang akan membantu mendorong peningkatan efisiensi dan produktivitas antar karyawan,” tutup Patel.

Application Information Will Show Up Here