Aplikasi Investasi Reksa Dana Moinves Bermitra dengan CekAja

Aplikasi investasi reksa dana yang dimiliki PT Mandiri Manajemen Investasi, Moinves, meresmikan kerja samanya dengan marketplace finansial CekAja. Layanan Moinves sendiri diluncurkan pada bulan September 2016 dan menargetkan berbagai kalangan sebagai target pasarnya.

Sebagai langkah awal, kolaborasi Moinves dan CekAja akan menghadirkan fitur profiling system interaktif, berupa beberapa pertanyaan untuk pengguna yang ingin mengetahui lebih detil tentang reksa dana, bagaimana caranya berinvestasi, dan tipe investor. Informasi tersebut akan digunakan Mandiri Investasi dan CekAja.

“Kerja sama ini merupakan upaya dari Moinves untuk memperluas kegiatan promosi di tanah air. Kami harapkan selain bisa mendukung Moinves di CekAja, bisa menambah customer base dan mencari pasar baru untuk bisa mengenal lebih jauh tentang Moinves,” kata Head of Product Development & Management PT Mandiri Manajemen Investasi Ari Adil.

Saat ini Moinves telah memiliki 3 ribu pengguna aktif dan telah mendapatkan persetujuan dari OJK. Melalui platform yang sepenuhnya memanfaatkan aplikasi mobile, Moinves memberikan kesempatan kepada pengguna untuk melakukan transaksi reksa dana secara online.

Terdapat 4 fokus utama yang bakal dihadirkan Moinves kepada pengguna, yaitu pengenalan risiko, pengenalan dan edukasi tentang reksa dana, pengalaman melakukan transaksi reksa dana melalui aplikasi, dan laporan rutin yang bisa diakses melalui aplikasi Moinves. Dana awal yang disyaratkan minimal Rp. 500 ribu.

Melengkapi layanan finansial “toko online” CekAja

Dalam kesempatan yang sama, Co-founder dan CEO C88 Financial Technologies Group, induk perusahaan CekAja, JP Ellis mengungkapkan kerja sama strategis ini pada akhirnya telah melengkapi semua layanan yang tersedia di CekAja.

Sebelum kesepakatan diresmikan, CekAja telah melakukan survei kepada pengguna CekAja, yang saat ini telah berjumlah 20 juta orang, terkait kesiapan mereka untuk berinvestasi. Hasil yang dikumpulkan adalah sebanyak 35% pengguna telah siap untuk berinvestasi. Soal komisi yang bakal diperoleh CekAja dari kerja sama ini, Ellis enggan mengungkapkan.

“Nantinya melalui fitur profiling semua pengguna bisa mengetahui dengan jelas, seperti apa resiko mereka dan menyesuaikan investasi yang sesuai lengkap dengan pilihan batas waktu yang diinginkan. Semua bisa dilihat di CekAja,” kata Ellis.

Baru-baru ini CekAja telah membuka layanan di 8 kota besar di Indonesia, yaitu Bandung, Denpasar, Surabaya, Medan, Palembang, Semarang, Sidoarjo dan Palembang. Ekspansi di luar kota Jakarta merupakan salah satu fokus CekAja tahun ini.

“Salah satu tantangan terbesar untuk selanjutnya adalah bagaimana membuat layanan kami menjadi pintu keterbukaan informasi serta akses bagi seluruh masyarakat Indonesia terhadap produk finansial (financial inclusion), bukan hanya bagi masyarakat di kota besar tapi juga di seluruh pelosok Indonesia,” kata Ellis.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Berikan Edukasi Kepada UMKM, Lazada Luncurkan Program #KamuJugaBisa

Masih rendahnya kesadaran pelaku UMKM di Indonesia untuk mengadopsi teknologi untuk peningkatan usaha, menjadi salah satu perhatian utama dari Lazada, selaku layanan e-commerce di Indonesia. Untuk mengatasi kendala tersebut, Lazada bersama dengan mitra BUMN dan swasta, menggelar kegiatan pelatihan serta pengajaran kepada calon pelaku UMKM di Indonesia yang diberi nama program #KamuJugaBisa.

Kepada media hari ini (18/05) Co-CEO Lazada Indonesia Florian Holm mengungkapkan, internet telah memudahkan pemilik usaha untuk mempromosikan dan menjual produk yang ada dengan mudah. Dengan program ini Lazada menargetkan bisa mengedukasi 25 ribu UMKM di Indonesia agar bisa mengembangkan bisnis mereka secara online. Kegiatan ini akan berlangsung sepanjang tahun 2017.

“Di Lazada sudah banyak cerita sukses para penjual yang telah bergabung dan memasarkan produknya melalui Lazada. Hal tersebut membuktikan internet telah membantu pelaku UMKM untuk memasarkan produk dengan mudah dan cepat, jika mereka memiliki produk yang baik memanfaatkan teknologi,” kata Florian.

Lazada mencatat dari sekitar 57 juta UMKM di Indonesia, hanya 18% saja yang telah memanfaatkan media digital untuk mengembangkan usahanya. Dengan program yang didukung oleh Bank Mandiri, Telkomsel, JNE ini, para peserta akan diberikan akses telekomunikasi dengan harga terjangkau, dukungan untuk proses pengiriman barang dengan memberikan Free Delivery dari JNE, serta dukungan perbankan dan keuangan bertahap dari Bank Mandiri.

Untuk merangkul lebih banyak talenta muda yang berniat untuk menjadi entrepreneur dan mempersiapkan generasi selanjutnya, Lazada juga telah bekerja sama dengan universitas di Indonesia, di antaranya adalah Universitas Trisakti, Universitas Atmajaya dan Universitas Indonesia.

“Selama 5 tahun Lazada hadir di Indonesia telah bermitra dengan 15 ribu UMKM dengan jutaan jenis produk. Kami bangga telah menjadi bagian dari perkembangan bisnis mereka,” kata Florian.

Didukung Bekraf, para peserta yang telah mendaftarkan diri di kota-kota seperti Surabaya, Serang dan juga pelatihan dari Kementrian Perdagangan di Yogyakarta.

“Bekraf akan mendukung inisiatif ini dengan menyediakan akses terhadap UMKM binaan Bekraf dan memfasilitasi pelatihan bagi UMKM yang berpotensi dalam kerangka program #KamuJugaBisa,” kata Deputi Akses Permodalan Bekraf Fadjar Hutomo.

Application Information Will Show Up Here

PopBox Jalin Kemitraan dengan GrabParcel, Bank Mandiri dan Sepulsa

Layanan loker pintar PopBox kembali menghadirkan layanan terbaru untuk masyarakat Indonesia. Melalui fitur PopSend, kini pengguna PopBox bisa mengirimkan barang next day service dengan memanfaatkan kurir dan estimasi harga dari GrabParcel. Kerja sama ini sengaja dilakukan oleh PopBox untuk memberikan kemudahan kepada pengguna PopBox di kawasan Jadetabek.

“Proses kerja sama PopSend dengan GrabParcel terbilang cepat, dari pihak kami hanya melakukan pembicaraan terkait dengan sistem yang ada, dan bulan April ini kemitraan tersebut kami resmikan,” kata Co-founder PopBox Greta Bunawan kepada DailySocial.

Melalui aplikasi pengguna PopSend bisa langsung memanfaatkan layanan yang ada, namun demikian kerja sama dengan GrabParcel ini tidak disebutkan dalam aplikasi, nantinya semua secara otomatis proses yang ada akan menggunakan GrabParcel.

“Di aplikasi kami tidak disebutkan pilihan GrabParcel, namun secara langsung paket pengantaran ini sudah bisa dimanfaatkan oleh pengguna individu. Bukan hanya PopSend nantinya pengguna juga bisa mengirimkan barang dari loker satu ke loker lainnya” kata Greta.

Terkait dengan batas waktu atau kontrak dengan GrabParcel, Greta menyebutkan untuk kerja sama awal ini akan dilakukan selama satu tahun, jika terbukti berhasil dan menguntungkan kedua belah pihak, tidak menutup kemungkinan kerja sama ini akan di perpanjang.

“Dengan jumlah kurir yang banyak serta estimasi harga yang sangat terjangkau, diharapkan kerja sama ini bisa memudahkan pengguna melakukan pengiriman dengan cepat,” kata Greta.

Kerja sama dengan bank Mandiri dan Sepulsa

Inovasi lain yang juga dihadirkan oleh PopBox adalah, pilihan pembayaran dengan menggunakan e-money dari Bank Mandiri. Dengan menempatkan reader di 70 loker PopBox yang ada saat ini, dan menyusul loker PopBox lainnya, pengguna yang ingin melakukan pembayaran ke layanan e-commerce MatahariMall bisa memanfaatkan reader e-money dari bank mandiri di loker PopBox yang tersedia.

Selain pembayaran ke layanan e-commerce MatahariMall, PopBox juga menyediakan pembelian pulsa, bekerja sama dengan Sepulsa, layanan isi pulsa online semua operator telekomunikasi di Indonesia. Pembelian pulsa melalui loker pintar PopBox ini, diharapkan bisa memberikan pilihan baru dan kemudahan pengguna membeli pulsa.

“Saat ini pilihan pembayaran tersebut telah tersedia dan tentunya bisa langsung dinikmati oleh pengguna, sesuai dengan tujuan PopBox untuk memberikan kemudahan untuk semua,” tutup Greta.

Application Information Will Show Up Here

Bank Mandiri dan BNI Kembangkan Platform Kartu Kredit Lewat Ponsel

Dua bank pelat merah, Bank Mandiri dan Bank Negara Indonesia (BNI) saat ini tengah mengembangkan platform kartu kredit yang dapat diakses lewat ponsel pengguna. Rencananya kedua bank akan meluncurkan layanan teranyar tersebut paling lambat dalam tahun ini.

Pihak Bank Mandiri menyatakan layanan kartu kredit nantinya akan tersedia dalam aplikasi Mandiri Online pada pertengahan tahun ini. Saat ini, Mandiri Online baru menyediakan transaksi keseharian terlebih dahulu.

“Kami ingin membuat pengalaman nasabah menggunakan Mandiri Online di ponsel sama seperti di kartu,” ujar Direktur Digital banking and Technology Bank Mandiri Rico Usthavia Frans dikutip dari Bisnis.

Mandiri Online adalah aplikasi yang mengintegrasikan layanan internet banking dan mobile banking Bank Mandiri. Lewat aplikasi ini, perusahaan ingin menawarkan layanan perbankan berbasis teknologi terkini dengan segudang kemudahan.

Senior EVP CTO Bank Mandiri Joseph Georgino Godong menambahkan lewat kehadiran Mandiri Online, nasabah jadi lebih mudah memperoleh informasi tentang seluruh produk bank sekaligus saat melakukan transaksi keuangan.

“Saat ini, hampir semua orang sudah punya internet banking dan mobile banking, tapi belum ada yang menyediakan akses tunggal untuk mengakses keduanya,” kata dia.

Selain Bank Mandiri, BNI juga mengaku tengah mengkaji kemudahan layanan kartu kredit lewat ponsel. Yang berbeda, BNI mengemasnya dengan metode layanan push payment yang berbentuk aplikasi, sehingga nasabah perlu mengunduhnya terlebih dahulu.

Teknologi yang dihadirkan BNI dalam transaksi kartu kredit lewat aplikasi adalah pemanfaatan QR Code yang dapat dipindai oleh mesin kasir. Metode ini menggantikan tahapan menggesek kartu kredit di mesin electronic data capture (EDC).

General Manager Divisi Bisnis Kartu Kredit BNI Corina Leyla Karnalies menjelaskan pemanfaatan QR Code ini dikembangkan untuk menarik minat nasabah usia muda yang makin akrab dengan ponsel.

“Karena orang lebih sering ketinggalan dompet daripada ponsel, sehingga transaksi seharusnya bisa dilakukan di ponsel,” kata Corina.

Potensi kartu kredit

Berbagai jurus dilakukan perbankan untuk mendongkrak transaksi yang dihasilkan dari kartu kredit, misalnya menggandeng berbagai peritel, jasa travel, bazar, dan lainnya. Dengan bungkus marketing yang menarik, diharapkan akan menarik pengguna baru untuk tergiur dan terus bertransaksi.

Seperti diketahui, kartu kredit merupakan salah satu produk andalan perbankan yang tergolong ke dalam bisnis kredit konsumer. Selain kartu kredit, biasanya bank memiliki produk konsumer lainnya untuk menopang perolehan kredit, seperti KKB (kredit kendaraan bermotor), KTA (kredit tanpa agunan), dan KPR (kredit pemilikan rumah).

Berdasarkan data Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SEKI) dari Bank Indonesia, per Februari 2017 jumlah kartu kredit beredar mencapai 17,52 juta kartu. Bila dibandingkan antara 2016 dengan 2015, jumlah kartu kredit beredar tumbuh 3,2% dari 16,86 juta kartu menjadi 17,4 juta kartu.

Sementara itu, dari sisi volume mencapai 25,42 juta kali dengan nominal sebesar Rp22,18 triliun. Pertumbuhan volume transaksi kartu kredit dibandingkan 2016 dengan 2015 sebesar 8,43% dari 281,32 juta kali menjadi 305,05 juta kali.

Adapun secara nominal, pertumbuhannya tipis sebesar 0,17% dari Rp280,54 triliun menjadi Rp281,02 triliun di 2015.

Dari data BI di atas, dapat disimpulkan bahwa bila membandingkan rasio antara pemilik kartu kredit dengan jumlah penduduk Indonesia sangat jauh, kurang dari 10%. Hal ini menjadi potensi bisnis yang besar untuk dimanfaatkan perbankan atau jasa keuangannya.

Pendaftaran IDX Incubator Diperpanjang

Beberapa waktu lalu BEI (Bursa Efek Indonesia) membuka pendaftaran batch pertama bagi startup yang ingin mengikuti program IDX Incubator. Sejatinya hari ini adalah batas terakhir pendaftaran program tersebut. Namun berdasarkan informasi yang kami terima pendaftaran program tersebut akan diperpanjang. Sehingga peluang bagi startup yang ingin mendaftar dan tergabung masih terbuka lebar.

Dihubungi DailySocial melalui pesan singkat, Kepala Unit Startup dan UKM BEI Aditya Nugraha menjelaskan akan ada penjadwalan ulang (reschedule) dan perpanjangan masa pendaftaran. Hal ini, menurut Aditya, merupakan upaya BEI untuk memberikan kesempatan lebih luas kepada calon peserta. Belum ada kepastian mengenai sampai kapan perpanjangan proses pendaftaran ini. Di laman resmi IDX Incubator pun masih tertera hari ini sebagai batas akhir pendaftaran.

IDX Incubator adalah salah satu inisiatif Bursa Efek Indonesia dalam rangka untuk membantu mengembangkan startup, dari segi bisnis, legal, hingga membantu startup untuk melenggang ke lantai bursa saham atau melakukan IPO.

Setelah selesai menjalani masa inkubasi selama 6 bulan, peserta masih bisa mendapatkan kesempatan mengikuti kegiatan workshop atau event yang diselenggarakan BEI.

Nantinya, dalam program ini, pihak BEI menjanjikan beberapa hal yang bisa didapatkan peserta. Di antaranya adalah co-working space yang rencananya akan terletak di Menara Bapindo I lantai 16, program pengembangan bisnis, akses ke pemodalan, dan workshop atau event lainnya yang tentunya bermanfaat bagi pengembangan bisnis startup.

Ada juga program dan fasilitas khas dari inkubator startup, lengkap dengan beberapa mentor yang akan dihadirkan. Selain mentor dari tim BEI, belum ada informasi lengkap mengenai siapa saja yang terlibat sebagai mentor program ini.

Program inkubator ini terselenggara berkat kerja sama BEI dan Bank Mandiri. Bank Mandiri sendiri juga memiliki perusahaan modal ventura (Mandiri Capital Indonesia) dan inkubator yang baru saja melangsungkan demo day untuk batch pertamanya.

Mandiri Capital Hadirkan Platform StartupBerbagi Khusus Bantu UMKM

Bank Mandiri melalui anak usahanya Mandiri Capital Indonesia (MCI) memberikan akses aplikasi gratis kepada pelaku UMKM lewat platform StartupBerbagi. Seluruh aplikasi bisnis dan keuangan yang ada di dalam kanal tersebut dapat diunduh secara gratis, hasil kolaborasi MCI dengan startup binaannya yang sebelumnya sudah tergabung di inkubator.

Semangat yang ingin disampaikan dari kehadiran platform ini adalah MCI ingin memfasilitasi UMKM yang belum digital dan ingin ‘go digital’ dengan membantu menyediakan web hosting, app building, services, dan lainnya. Yang menyediakan jasa tersebut adalah startup yang tergabung dalam program inkubator Mandiri.

Direktur Finance & Treasury Bank Mandiri Pahala N Mansury mengatakan StartupBerbagi diharapkan dapat mendukung percepatan pengembangan bisnis UMKM di Tanah Air, agar makin memiliki daya saing baik di ranah nasional maupun regional.

“Inisiatif ini juga sejalan dengan tren inovasi digital yang telah mengubah perilaku masyarakat dalam mendapatkan solusi atas permasalahan sehari-hari, termasuk pelaku UMKM. Kami pun menyadari bahwa inovasi digital merupakan solusi efektif untuk pengembangan UMKM,” ucapnya.

Dari total startup binaan MCI yang sudah masuk ke inkubator, sebenarnya ada 14 startup. Namun hanya sembilan yang terpilih untuk masuk ke dalam StartupBerbagi. Beberapa di antaranya Konektifa, Folio, Atom, Taxies, PickPack, DompetSehat, Mikrobiz, IDCloudHost,dan Erz4p.

“Tidak semua startup binaan kami berpartisipasi dalam program CSR ini karena beda-beda offering, kapasitas, dan lain hal. Tiap enam bulan akan ada batch baru, jika waktu sudah habis akan ada batch berikutnya,” terang CEO MCI Eddi Danusaputro.

Pelaku UMKM dapat mengakses layanan fintech ataupun aplikasi bisnis lainnya melalui StartupBerbagi. Aplikasi yang dapat dimanfaatkan, misalnya Erzap untuk pembuatan laporan keuangan yang komprehensif, PickPack untuk layanan distribusi barang, Folio untuk inventori produk dan jaringan point-of-sale berbasis cloud. Atau Atom untuk pembuatan aplikasi penjualan produk dan layanan secara sederhana.

Untuk tahap awal, akses ke platform ini akan diberikan kepada 100 ribu pelaku UKM. Adapun dari segi potensi UMKM yang belum memanfaatkan teknologi digital jumlahnya mencapai 60 juta UMKM di Indonesia.

Mengacu laporan terkini Deloitte, sekitar 36% UMKM di Indonesia sama sekali belum menggunakan teknologi internet. 30% UMKM sudah memiliki pemahaman dasar tentang akses internet, lalu 18% UMKM mengaku sudah menggunakan media sosial. Namun, hanya 9% UMKM yang sudah capai level mahir berjualan melalui layanan e-commerce.

“Lewat platform ini, MCI ingin memberikan kontribusi yang lebih baik untuk bangun ekosistem digital di Indonesia,” pungkas Eddi.

Mandiri Capital Bidik 6-8 Startup Fintech Baru Tahun Depan

Mandiri Capital Indonesia (MCI), anak usaha modal ventura Bank Mandiri, menunjukkan komitmennya untuk membidik daftar startup fintech lainnya agar masuk sebagai investee company dari MCI. Target yang dipasang cukup ambisius antara enam hingga delapan fintech baru, lebih banyak penambahannya dibandingkan pada tahun ini sekitar tiga perusahaan.

“Tahun ini penambahannya ada tiga perusahaan baru, sehingga totalnya jadi ada lima fintech dalam portofolio MCI. Sedangkan tahun depan, maksimal penambahan fintech ada enam hingga delapan perusahaan, atau minimal bertambah empat hingga lima perusahaan saja itu sudah sesuai dengan target yang diharapkan,” terang Eddi Danusaputro, Direktur Utama MCI kepada DailySocial, Selasa (22/11).

Adapun besaran investasi yang disiapkan untuk suntikan modal, baik ke investee company yang baru bergabung dengan perusahaan existing diproyeksikan nilainya mencapai Rp 200 miliar. Besaran suntikan modal akan bergantung pada ukuran masing-masing perusahaan.

Saat ini yang sudah terpublikasi ada dua pasangan usaha yang dimiliki MCI, yakni PT Mitra Transaksi Indonesia (fokus ke penyediaan mesin EDC) dan PT Digital Artha Media (fokus mengelola bisnis Mandiri E-Cash). Kedua perusahaan tersebut sudah mendapat suntikan modal sebesar Rp 250 miliar.

Menurut Eddi, salah satu hal yang dipertimbangkan sebagai preferensi pemilihan fintech yang bisa masuk ke MCI adalah perusahaan yang sudah matang dari segi umur, minimal sudah berdiri satu hingga dua tahun. Sebab dari situ akan terlihat kematangan produknya dan akan lebih mudah menentukan apakah dapat bersinergi dengan Bank Mandiri atau tidak.

“Kriterianya sebenarnya beragam, tidak hanya dari umur saja. Kami juga lihat apakah mereka dapat bersinergi dengan Bank Mandiri.”

Sebelumnya, juga telah diumumkan Bank Mandiri berkomitmen untuk kembali menyuntikkan modal baru untuk MCI pada tahun depan. Nilainya mencapai Rp 150 miliar, sehingga diharapkan total dana kelolaan yang dimiliki MCI dapat mencapai Rp 500 miliar dari sebelumnya Rp 350 miliar.

Upaya Bank Mandiri Mengejar Geliat Fintech

Perkembangan teknologi finansial (fintech) yang masif pada akhirnya membuat korporasi yang telah mapan sebelumnya harus mampu mengadaptasi kemajuan tersebut. Seperti halnya yang dilakukan oleh Bank Mandiri, guna mendekatkan dengan para pemain fintech, pihaknya berniat untuk menyuntikkan pendanaan kepada tiga startup fintech pada akhir tahun ini. Tak hanya itu, Bank Mandiri juga akan menggelontorkan dana segar senilai Rp 150 miliar ke anak usaha modal venturanya, yakni Mandiri Capital Investasi (MCI) pada tahun depan. Sehingga, dana kelolaan MCI bakal mencapai Rp500 miliar.

Kartika Wirjoatmodjo selaku Direktur Utama Bank Mandiri mengatakan bahwa pergerakan fintech yang sangat terasa di Bank Mandiri. Hal ini terlihat dari pergeseran transaksi perbankan, sebelum tahun 2000-an kebanyakan nasabah melakukan transaksi di kantor cabang. Kemudian, pada awal tahun 2000 mulai banyak yang beralih ke ATM, dan terakhir di 2015 banyak nasabah bank yang menggunakan transaksi mobile.

“Pergeseran transaksi nasabah yang kini sudah mulai digital. Pada akhirnya membuat bank mulai fokus mengembangkan teknologi digital. Baru-baru ini kami mulai masif gerakkan banyak kerja sama dengan perusahaan teknologi seperti Grab dan Line untuk meningkatkan penggunaan transaksi uang elektronik,” ujarnya saat membuka acara Finspire, Rabu (9/11).

Direktur Keuangan dan Treasury Bank Mandiri Pahala Mansyuri menambahkan perusahaan melihat bahwa untuk bisa berkembang di digital tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri. Menurutnya perlu adanya kolaborasi antara bank dengan pelaku startup fintech.

Dalam peta jalan perusahaan, sampai akhir tahun ini akan menambah tiga perusahaan fintech baru dalam portofolio. Ketiga perusahaan tersebut bergerak untuk solusi alat pembayaran dan usaha kecil menengah (UKM). Adapun suntikan modal tahap awal untuk ketiga perusahaan ini masing-masing akan mendapat dana sekitar Rp 5 – 10 miliar.

“Dalam pipeline kami sampai akhir tahun ini bakal ada tiga penambahan startup fintech yang akan kami suntik lewat MCI, sekarang sudah di tahap due diligence,” ujar Pahala.

Eddi Danusaputro, Direktur MCI mengatakan MCI sebelumnya sudah menyuntikkan investasi tambahan untuk dua startup yang sejak awal sudah berada di bawahnya, yakni PT Mitra Transaksi Indonesia sebuah perusahaan patungan yang fokus ke penyediaan mesin EDC (electronic data capture) dan PT Digital Artha Media yang mengelola bisnis E-cash.

Bila ditotal, kini kedua perusahaan tersebut sudah mendapat suntikan modal sebesar 250 miliar Rupiah dari MCI.

Eddi melanjutkan, MCI memiliki preferensi tersendiri saat hendak berinvestasi di perusahaan fintech. Pihaknya mengaku konservatif, lebih menyukai perusahaan yang sudah berdiri paling tidak satu hingga dua tahun lamanya dan memiliki bisnis yang matang.

“Agak riskan kalau mau berinvestasi di startup fintech yang baru berumur bulanan. Kami memang agak berbeda dibanding venture capital lainnya.”

Hal ini juga terlihat dari pemilihan 10 finalis Finspire, secara rata-rata mereka adalah perusahaan yang sudah matang dari segi umur dan bisnisnya. Salah satu di antaranya adalah Taralite.

Eddi menjelaskan, juara 1 kompetisi Finspire akan mendapatkan uang tunai sebesar Rp 125 miliar dan juara 2 Rp 75 miliar. Para pemenang juga mendapatkan golden tiket untuk mengikuti program inkubator selama 6 bulan untuk mengembangkan bisnis. Melalui program inkubator, pemenang akan mendapatkan free co-working space, potential investment dan sinergi dengan Mandiri Group.

Resmikan kerja sama dengan Bukalapak

Pada hari yang sama, Bank Mandiri juga meresmikan kerja sama dengan Bukalapak untuk kemudahan transaksi perdagangan untuk Mandiri Clickpay dan E-cash di dalam marketplace tersebut. Dalam waktu dekat, para Pelapak juga akan mendapat fasilitas pembiayaan berupa pinjaman yang dapat membantu mereka dalam mengelola cash flow bisnisnya.

“Kerja sama ini sangat baik dalam mendorong pertumbuhan industri e-commerce di Indonesia karena Bukalapak merupakan salah satu marketplace terbesar. Langkah ini juga sejalan dengan keinginan kami untuk memajukan UKM melalui pengembangan bisnis lewat e-commerce,” ujar Pahala.

Achmad Zaky, Founder dan CEO Bukalapak menambahkan kerja sama ini diharapkan dapat membuat Pelapak dan pembeli semakin terbiasa dengan pemanfaatan digital, baik melalui aplikasi Bukalapak maupun pembayaran dengan Mandiri Clickpay dan E-cash.

Hingga September 2016 pengguna aktif E-cash mencapai 1,7 juta pengguna atau naik 297% dibandingkan posisi yang sama di tahun lalu. Volume transaksi Mandiri E-cash hingga September naik lebih dari 200%. Adapun jumlah merchant yang dapat menerima transaksi E-cash lebih dari 110 merchant online dan lebih dari 50 ribu toko ritel.

Dari sisi Bukalapak, penggunanya kini mencapai 9 juta pengguna dengan lebih dari 70 juta produk dan lebih dari satu juta UKM yang tergabung.

LINE dan Bank Mandiri Usung Platform E-Money LINE Pay e-Cash

LINE dan Bank Mandiri meluncurkan platform e-money dengan tajuk LINE Pay e-Cash. Produk ini adalah “perkawinan” antara LINE Pay dan Mandiri e-Cash. Bisa ditebak, berbeda dengan solusi LINE Pay di Jepang, Taiwan, dan Thailand yang berbasis kartu kredit, LINE Pay e-Cash menjadi layanan LINE Pay pertama di dunia yang menggandeng pihak ketiga menggunakan produk e-money milik Mandiri. Tak hanya bisa digunakan untuk bertransaksi di platform LINE, produk ini bisa digunakan untuk bertransaksi 300,000 online dan offline shop di seluruh Indonesia.

Kehadiran LINE Pay e-Cash menjadi penting karena masifnya pengguna layanan ini di Indonesia. Jumlahnya diklaim mencapai 72 juta pengguna aktif. Sebagaimana yang sudah saya bahas kemarin, e-money bisa menjadi solusi masa depan untuk menjembatani kemudahan transaksi di dua “dunia”, offline dan online. LINE Pay e-Cash sendiri sudah mendapat restu dari Bank Indonesia.

Angka pengguna LINE tersebut jauh lebih besar dibanding kombinasi jumlah nasabah Bank Mandiri dan BCA. Hal ini yang menjadi titik krusial apakah e-money, melalui LINE Pay e-Cash memang bakal diadopsi oleh masyarakat luas, khususnya kaum millennial yang menjadi pengguna LINE.

Memanfaatkan Mandiri e-Cash, LINE Pay e-Cash tidak perlu bekerja keras untuk mengembangkan jaringan merchant. Disebutkan sudah ada 300 ribu offline dan online shop yang menerima platform ini. Mandiri sendiri sudah menjadi yang terdepan di persaingan popularitas produk e-money.

LINE Pay e-Cash bisa berfungsi layaknya sebuah akun tabungan. Tanpa perlu datang ke bank, konsumen bisa menggunakan akun LINE yang terintegrasi untuk isi ulang dan ambil tunai di ATM Mandiri, Indomaret, dan Alfamart. Selain itu LINE Pay e-Cash juga bisa dilakukan untuk mentransfer dana ke sesama pengguna. Fungsi banking diambil alih tanpa perlu membuka rekening tabungan.

Application Information Will Show Up Here

Perbankan Mulai Rajin Bangun Inkubator Guna Membina Startup Fintech

Geliat industri fintech yang makin menunjukkan posisinya sebagai salah satu penyedia jasa keuangan, turut membuat kalangan perbankan mulai aware dan mulai membuka jalan untuk melakukan kolaborasi bisnis terutama dengan startup fintech. Salah satunya dengan membuat program inkubator, seperti yang dilakukan oleh Bank CIMB Niaga, Bank UOB, dan Bank Mandiri.

Tigor Siahaan, Direktur Utama Bank CIMB Niaga, mengatakan saat ini perusahaan kerap rajin dalam menggali dan membina potensi startup fintech dan tergabung sebagai mitra dengan wadah inkubator ternama, Startupboothcamp FinTech. Menurutnya, dengan kegiatan ini nantinya bisa menghasilkan startup fintech yang dapat menjadi perpanjangan tangan perusahaan dalam menjangkau nasabah lebih luas lagi.

Pasalnya, lanjutnya, startup fintech memiliki model bisnis dan target nasabah yang lebih spesifik. Sehingga, hal ini bisa menjadi produk pelengkap dari perbankan. Apalagi, data dari pemerintah Indonesia menyebut sekitar 60% penyumbang produk domestik bruto negara (PDB) berasal dari kelompok usaha kecil dan menengah. Namun, dari total penduduk Indonesia hanya 20% saja yang sudah mendapat akses jasa keuangan.

Akan tetapi, sambung Tigor, tidak semua startup bakal dipilih oleh perusahaan menjadi mitra bisnisnya. Pasca program pelatihan selesai, startup tersebut diharapkan sudah memiliki model bisnis yang matang, memiliki basis konsumen, dan tahu berbisnis dengan baik.

“Fintech ini sekarang jadi disruptive technology, kalau kami tidak ikut kembangkan bisnis perusahaan akan tergerus. Daripada hal itu terjadi, lebih baik kami gandeng mereka untuk berkolaborasi. Sebab, dengan segala rumitnya regulasi yang dimiliki perbankan, membuat perbankan jadi lebih susah bergerak daripada startup fintech untuk menjangkau nasabah baru,” terang Tigor.

Langkah yang sama juga dilakukan oleh Bank United Overseas Bank (UOB). Janet Young, Managing Director & Head Group Channels & Digitalisation UOB Singapura, mengatakan lewat program inkubator yang dibuat oleh UOB dinamai FinLab menjadi wadah penyalur startup fintech yang berkualitas agar nantinya bisa menjadi mitra perusahaan.

Sama seperti Tigor, Young memaparkan dengan adanya program kolaborasi ini bisa menjadi salah satu jalan demi menggaet nasabah lebih banyak lagi. Terlebih, potensi masyarakat Indonesia yang belum terjamah oleh perbankan, kini bisa dijangkau oleh fintech.

Dia menjelaskan dalam program tersebut, lebih dari 300 partisipan yang mendaftarkan diri dan berasal dari 20 negara. Kemudian, tersaring lewat proses seleksi hingga akhirnya terpilih menjadi sembilan startup masuk ke inkubator untuk menjalani proses pelatihan selama tiga bulan.

Peserta difasilitasi dengan coworking space gratis, pemanfaatan teknologi informasi yang dimiliki oleh Amazon untuk pengembangan produk, dan coaching dari 20 top leaders UOB.

“FinLab ini adalah proyek patungan antara UOB dengan Infocomm Investments Private Limited, dengar tujuan bisa menghasilkan inovasi produk fintech yang matang dan dapat memberi manfaat kepada masyarakat sesuai target spesifik marketnya,” ujar Young.

Bentuk inkubator sendiri

Bila kedua bank di atas lebih memilih untuk melakukan kolaborasi untuk membentuk program inkubator dengan pihak lain. Beda halnya dengan Bank Mandiri yang lebih membangun sendiri.

Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Utama Bank Mandiri, menjelaskan sejak pertengahan tahun ini perusahaan telah meresmikan Mandiri Inkubator Bisnis (MIB) sebagai wadah untuk mengembangkan potensi bisnis dari para pengusaha muda secara komprehensif, terutama terkait inovasi teknologi di bidang fintech.

Menurut dia, ada tiga produk fintech yang disasar oleh perusahaan yaitu sistem pembayaran, consumer experience management, dan virtual landing. Tercatat ada 14 startup fintech yang sudah tergabung dalam program pelatihan selama enam bulan tersebut, ditargetkan pada Januari 2016 akan selesai.

Setelah itu, lanjut Kartika, perusahaan akan melihat bagaimana perkembangan berikutnya pasca masa pelatihan selesai.

“Apabila mereka [startup] secara komersial sudah mulai bagus nanti bisa kita pertimbangkan untuk dipilih antara satu atau dua perusahaan untuk disuntik modalnya agar skala bisnisnya bisa meningkat. Mereka juga bisa ikut garap captive market Bank Mandiri sebanyak 20 juta orang,” katanya.

Kartika menargetkan setiap tahunnya perusahaan bisa mencetak tiga sampai lima startup baru. Bank Mandiri sebagai induk perusahaan menugaskan anak usahanya PT Mandiri Capital Indonesia (MCI) untuk menggarap startup binaannya tersebut.

Bank Mandiri menyiapkan modal sebesar 500 miliar Rupiah untuk dikelola MCI. Hingga saat ini, perusahaan mengklaim telah menggelontorkan 200 miliar Rupiah.


Disclosure: DailySocial adalah salah satu anggota komite Indonesia Fintech Festival & Conference 2016