Zenius Umumkan Pendanaan Pra-Seri B; Pendapatan Naik Ditopang Layanan “Live Class”

Startup edtech Zenius hari ini (05/1) mengumumkan telah mendapatkan putaran pendanaan pra-seri B dengan nilai yang tidak diungkapkan. Alpha JWC Ventures dan Openspace Ventures masuk ke jajaran investor baru, investor sebelumnya yakni Northstar, Kinesys, dan BeeNext juga turut andil di putaran ini.

Dana akan difokuskan untuk pengembangan platform, di tengah permintaan pasar yang terus berkembang. Sebelumnya Zenius secara resmi mengumumkan pendanaan seri A pada Februari 2020 lalu senilai $20 juta.

Turut disampaikan, sepanjang 2020 platform pembelajaran online tersebut mengklaim pertumbuhan kuat. Bahkan, pendapatan per semester kedua tahun lalu naik 70% dibandingkan periode yang sama di 2019. Zenius sempat menggratiskan sebagian besar konten pembelajaran sepanjang paruh pertama 2020, guna mendukung inisiatif belajar dari rumah di tengah pandemi Covid-19.

Pada Juni 2020, bersamaan dengan rebranding dan pembaruan aplikasi, Zenius mulai mengadopsi model bisnis freemium. Hampir 50% sumber pendapatan Zenius berasal dari fitur Live Class. Sejak diluncurkan pada Maret 2020, jumlah pengguna diklaim telah naik 10 kali lipat dengan tingkat retensi mencapai 90%.

Saat ini, kelas-kelas di Zenius rata-rata menerima rating 4,9 (dari 5), dengan jumlah kehadiran mencapai 400 siswa, dan sempat memecahkan rekor dengan 10 ribu pengguna dalam satu sesi matematika selama 60 menit.

Berdasarkan data SimilarWeb, rata-rata situs Zenius.net mendapat 3-4 juta kunjungan setiap bulannya. Di platform Android, aplikasi sudah diunduh lebih dari satu juta pengguna.

“Baru-baru ini kami meluncurkan fitur Automated Doubt-Solving melalui aplikasi kami dan WhatsApp. Fitur ini akan memberikan solusi kepada siswa hanya dengan menggunakan kamera di ponsel mereka. Sistem kemudian akan merekomendasikan video dan pertanyaan latihan untuk menjelaskan proses di balik solusi tersebut dan memungkinkan siswa secara aktif menerapkannya dalam rangkaian pertanyaan latihan yang diberikan. Hal ini akan menciptakan pengalaman belajar lebih mendalam yang berkontribusi pada pemikiran kritis siswa dan kemampuan untuk memecahkan masalah yang sulit dan konsep masa depan”, kata CEO Zenius Rohan Monga.

“Selama lebih dari satu dekade, mereka telah menunjukkan rekam jejak dengan memperlihatkan hasil pembelajaran yang terbukti berhasil dan menciptakan kembali core business-nya seiring dengan munculnya medium-medium baru. Kami percaya rekam jejak tersebut akan menjadi faktor pembeda utama dalam lanskap pendidikan yang berkembang pesat, dan kami berharap putaran baru pendanaan ini akan mendorong pertumbuhan Zenius lebih jauh,” sambut Direktur Openspace Ventures Ian Sikora.

Edtech di Indonesia

Menurut data yang dirangkum dalam Edtech Report 2020 oleh DSResearch, saat ini ada beberapa model bisnis startup pendidikan yang berkembang pesat di Asia Tenggara. Zenius sendiri berada di kategori “Learner Support, Tutoring, & Test Preparation” bersama beberapa pemain lainnya – termasuk yang dari/telah beroperasi di Indonesia seperti Ruangguru, Pahamify, dan CoLearn.

Edtech in SEA

Sejak tahun 2012, perlahan tapi pasti, berbagai jenis layanan edtech terus bermunculan di Indonesia. Merujuk pada laporan di atas, saat ini ada puluhan startup edtech lokal yang masih beroperasi – tentu masing-masing memiliki value proposition berbeda. Pangsa pasarnya memang sangat besar, katakanlah untuk pemain seperti Zenius atau Ruangguru yang menyasar pelajar K-12 (setingkat SD-SMA), setiap tahunnya ada lebih dari 50 juta siswa/i yang tersebar di seluruh Indonesia.

Potensi tersebut membuat beberapa pemain asing pun berbondong-bondong melakukan ekspansi ke Indonesia. Per tahun 2020, setidaknya sudah ada 6 pemain luar yang berhasil membangun basis bisnis di Indonesia – termasuk memiliki kantor perwakilan dan tim lokal.

Foreign Edtech Players in Indonesia

Pasar edtech lokal pun terus berkembang, tidak hanya melayani pelajar, berbagai startup edtech juga mulai menyasar kalangan profesional dan pelanggan bisnis. Beberapa model baru juga dilahirkan beberapa tahun terakhir, salah satunya terkait fintech yang fokus pada pinjaman pendidikan.

Application Information Will Show Up Here

AdaKerja’s Target After Securing 14.7 Billion Rupiah in a Follow-on Funding

On Friday (30/10), job marketplace platform AdaKerja announced the follow-on funding from Beenext worth $1 million or 14.7 billion Rupiah. The seed funding has opened since last year when the company debuted, Beenext also became their first investor. Thanks to the participation of several angel investors (including the leadership of LinkedIn, DBS, ICAP, and the Tolaram Group), the total funding raised was $1.4 million.

The additional capital obtained will be prioritized in product and technology development resulting in AdaKerja’s service more capable of accommodating blue-collar workers in Indonesia.

In fact, a similar platform is also being prepared to be replicated in Singapore under the name AskSteve. However, to DailySocial, Founder & CEO Ashwin Tiwari said that currently they only focus on business in Indonesia. While the unit in Singapore is only in the beta stage – functionally the same as AdaKerja already operating in Indonesia.

Was founded in 2019, AdaKerja claims to have reached around 600 thousand job seekers and 10 thousand businesses involved on its platform. This achievement made Ashwin and his team quite optimistic about 2020, even though the business climate was badly hit by a slowdown due to the pandemic.

Targeting blue-collar workers (in the informal sector), AdaKerja is not solely on this sector, there are already several platforms that provide similar services. There are Job2Go, Heikaku, or Workmate. However, Ashwin is quite optimistic, because there is a value proposition they offer.

“Yes, I can imagine. But after you open [AdaKerja], there are major differences. And the most important thing, we are not a digital staffing agency. The model [agency] is widely adopted by other players, they charge up to 20% commission to workers, those who should get the whole [wages] income,” Ashwin said.

Ashwin Tiwari
AdaKerja’s Founder & CEO, Ashwin Tiwari / AdaKerja

In terms of features, AdaKerja provides a personalized job search experience for job seekers by chatting using the WhatsApp or Messenger bot. Meanwhile, business partners (UKM), they are presented with an application to manage the recruitment process more efficiently. Embracing blue collar circles, most of AdaKerja’s partners come from SMEs. Because it is considered that these businessmen absorb more informal workers.

As for his business model, Ashwin explained, “Our service is completely free for job seekers. Employers buy interview credits at an affordable cost, then use them to invite candidates.”

Building a job marketplace business in Indonesia is not without challenges. “Frankly, the challenge is to build a fast-growing business, regardless of whether the company is based in Indonesia or not. Building a strong team and corporate culture is also not easy.”

“Our mission in Indonesia is to digitize job search and payrolls for 100 million blue-collar workers and 60 million MSMEs. According to projections, SMEs absorb about 95% of the workforce and record $ 300 billion in the annual payroll; serving them is our focus,” concluded Ashwin.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Fokus AdaKerja Setelah Kantongi 14,7 Miliar Rupiah dalam Pendanaan Lanjutan

Jumat (30/10) platform job marketplace AdaKerja mengumumkan perolehan pendanaan lanjutan dari Beenext senilai $1 juta atau setara 14,7 miliar Rupiah. Pendanaan awal sebenarnya sudah dibuka sejak tahun lalu, saat perusahaan debut, Beenext turut jadi investor pertama mereka. Berkat partisipasi dari beberapa angel investor (termasuk pimpinan LinkedIn, DBS, ICAP, dan Tolaram Group), total dana yang berhasil dikumpulkan senilai $1,4 juta.

Modal tambahan yang didapat akan diprioritaskan dalam pengembangan produk dan teknologi, sehingga membuat layanan AdaKerja lebih mumpuni dalam mengakomodasi pekerja kerah biru di Indonesia.

Sebenarnya platform serupa juga tengah disiapkan untuk direplikasi di Singapura dengan nama AskSteve. Namun kepada DailySocial, Founder & CEO Ashwin Tiwari mengatakan bahwa secara bisnis saat ini mereka baru fokus di Indonesia. Sementara unitnya di Singapura baru di tahap beta — secara fungsional bakal sama dengan AdaKerja yang sudah beroperasi di Indonesia.

Sejak diluncurkan tahun 2019, AdaKerja mengklaim telah merangkul sekitar 600 ribu pencari kerja dan 10 ribu bisnis yang terlibat di platformnya. Capaian tersebut membuat Ashwin dan tim cukup optimis mengarungi tahun 2020, meski iklim bisnis tengah dilanda perlambatan akibat pandemi.

Menyasar kalangan pekerja kerah biru (biasanya pekerja di sektor informal), AdaKerja tidak sendirian karena sudah ada beberapa platform yang sajikan layanan serupa. Sebut saja Job2Go, Heikaku, atau Workmate. Namun Ashwin cukup optimis, karena ada value proposition yang mereka unggulkan.

“Ya, saya dapat membayangkan. Tapi setelah Anda membuka [AdaKerja], ada perbedaan utama. Dan satu hal yang terpenting, kami bukan agen kepegawaian digital. Model tersebut [agen] banyak diadopsi oleh pemain lain, mereka mengenakan komisi sampai 20% kepada pekerja, orang-orang yang harusnya mendapatkan keseluruhan dari [upah] yang diperoleh,” ujar Ashwin.

Ashwin Tiwari
Founder & CEO AdaKerja Ashwin Tiwari / AdaKerja

Terkait fitur, untuk pencari kerja AdaKerja menghadirkan pengalaman pencarian pekerjaan yang dipersonalisasi dengan mengobrol menggunakan bot WhatsApp atau Messenger. Sementara bagi mitra bisnis (UKM), mereka disuguhkan sebuah aplikasi untuk mengelola proses perekrutan secara lebih efisien. Merangkul kalangan kerah biru, menjadikan sebagian besar mitra AdaKerja datang dari kalangan UKM. Karena dinilai pebisnis tersebut yang lebih banyak menyerap tenaga kerja informal.

Untuk model bisnisnya Ashwin menjelaskan, “Layanan kami sepenuhnya gratis untuk pencari kerja. Perusahaan membeli kredit wawancara dengan biaya terjangkau, kemudian mereka gunakan untuk mengundang kandidat.”

Membangun bisnis job marketplace di Indonesia bukan tanpa tantangan, “Terus terang, tantangannya adalah membangun bisnis yang berkembang pesat, terlepas dari apakah perusahaan itu berbasis di Indonesia atau tidak. Membangun tim dan budaya perusahaan yang kuat juga hal yang tidak mudah.”

“Misi kami di Indonesia adalah mendigitalkan pencarian kerja dan penggajian untuk 100 juta pekerja kerah biru dan 60 juta UMKM. Menurut proyeksi, UMKM menyerap sekitar 95% tenaga kerja dan membukukan $300 miliar dalam daftar gaji tahunan; melayani mereka adalah fokus kami,” tutup Ashwin.

Application Information Will Show Up Here

Andalin Secures New Funding, Local Logistics are Getting the Highlight

The smart logistic platform developer Andalin posted new funding led by BEENEXT. Access Ventures and ATM Capital took part in this round. There was no further details regarding the nominal, but Andalin is said to have raised $1.5 million, equivalent to 22 billion Rupiah.

The additional capital will be focused on expanding the team and strengthening services, the target is to acquire more clients from manufacturing companies and distributors. The service expansion throughout Indonesia will be their next target.

Was founded in 2016 by Rifki Pratomo, Andalin helps many businesses to perform export-import shipments. Including having a B2B model to help shipping companies in Indonesia find affordable cargo transportation – using aircraft (Air Cargo & Air Courier) or ships (Full Container Load & Low Container Load).

In addition, Andalin also has a supply chain service. This includes consulting services, customs management for import-export, and cargo insurance. They have also become Alibaba’s official partner in Indonesia, bridging the needs of local entrepreneurs to embrace the international market through the Alibaba platform.

“Our mission is to simplify and optimize international trade for businesses in Indonesia, starting with cross-border logistics,” Rifki said.

He also believes that Indonesia is experiencing a manufacturing boom, as happened in China three decades ago. This trend was accelerated by the US-China trade war which resulted in companies relocating manufacturing from China to countries in Southeast Asia, including Indonesia.

“By building a delivery company with modern technology, Andalin has the ability to dynamically simplify international supply chain solutions for our clients,” he added.

In Indonesia, the logistics business is quite developed, driven by many factors. Apart from manufacturing developments, the e-commerce business growth trend is also predicted to be a supporting factor. Moreover, there are many services from home and abroad that reach the international market. In the export-import segment, Andalin is not alone, there are several other players in the area include Expedito, Tera Logitic, and Janio.

Ekosistem bisnis logistik di Indonesia data iInfografik per Maret 2019)
Logistis business ecosystem in Indonesia, Infographic per March 2019

Logistics startup funding

The pandemic has become a momentum for logistics startups to maximize business. Evidently, this year there have been several startups in related fields that have received funding. The most significant was obtained by Waresix through the series B round if in total the company had raised $ 100 million worth of funding or the equivalent of 1.5 trillion Rupiah.

Startup Stage Nominal Investor
Andalin Seed BEENEXT, Access Ventures, ATM Capital
Waresix Series B EV Growth, Jungle Venture, SoftBank Ventures Asia, EMTEK Group, Pavilion Capital, Redbadge Pacific
Webtrace Seed Corin Capital, Prasetia Dwidharma, Astra Ventures
Shipper Series A $20 million Prosus Ventures, Lightspeed, Floodgate, Y Combinator, Insignia Ventures, AC Ventures
GudangAda Series A $25,4 million Sequoia India, Alpha JWC Ventures, Wavemaker Partners
Kargo Technologies Series A $31 million Tenaya Capital, Sequoia India, Intudo Ventures, Amatil X, Agaeti Convergence Ventures, Alter Global, Mirae Asset Venture Investment
Waresix Series A $25,5 million EV Growth, Jungle Ventures

Compared to last year, the trend is increasing, both in terms of quantity and nominal volume. From DailySocial’s records, there were 6 startups in the logistics sector that received funding from investors throughout 2019, as follows:

Startup Stage Nominal Investor
Kargo Technologies Seed $7,6 million Sequoia India, 10100 Fund, Agaeti Ventures, Northstar Group, Intudo Ventures, Zhenfund, ATM Capital, Innoven Capital
Triplogic Seed East Ventures
Ritase Series A $8,5 million Golden Gate Ventures, Jafco Asia, ZWC Partners, Insignia Ventures, Beenext, Skystar Capital, Mitsubishi Corporation
Waresix Series A $14,5 million EV Growth, Sinarmas Digital Ventures, Jungle Ventures
Shipper Seed $5 million Lightspeed Ventures, Floodgate Ventures, Insignia Ventures Partners, Convergence Ventures, Y Combinator
Finfleet Seri A $3,5 juta Kejora Ventures, XL Axiata, Gobi Ventures, Skystar Ventures, Asian Trust Capital


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Andalin Dapat Pendanaan Baru, Startup Logistik Lokal Makin Diperhitungkan Investor

Pengembang platform smart logistic Andalin membukukan pendanaan baru yang dipimpin oleh BEENEXT. Access Ventures dan ATM Capital turut andil dalam putaran ini. Tidak disebutkan detail nominal pendanaan yang diberikan, namun disampaikan Andalin telah mengumpulkan total pendanaan $1,5 juta setara 22 miliar Rupiah.

Modal tambahan akan difokuskan untuk memperluas tim dan memperkuat layanan, targetnya dapat mengakuisisi lebih banyak klien dari perusahaan manufaktur dan distributor. Perluasan layanan di seluruh Indonesia juga akan jadi target selanjutnya.

Didirikan sejak tahun 2016 oleh Rifki Pratomo, Andalin banyak membantu bisnis untuk melakukan pengiriman ekspor-impor. Termasuk memiliki model B2B untuk membantu perusahaan pengiriman di Indonesia menemukan angkutan kargo yang terjangkau — menggunakan pesawat (Air Cargo & Air Courier) atau kapal laut (Full Container Load & Low Container Load).

Selain itu Andalin juga memiliki layanan supply chain. Di dalamnya termasuk jasa konsultan, kepengurusan bea cukai untuk ekspor-impor, dan asuransi kargo. Mereka juga sudah menjadi mitra resmi Alibaba di Indonesia, menjembatani kebutuhan pengusaha lokal untuk merangkul pasar internasional lewat platform Alibaba.

“Misi kami adalah merampingkan dan terus mengoptimalkan perdagangan internasional untuk bisnis di Indonesia, dimulai dengan logistik lintas batas,” kata Rifki.

Ia juga meyakini, bahwa di Indonesia sedang mengalami booming manufaktur, seperti yang terjadi di Tiongkok tiga dekade lalu. Tren ini dipercepat oleh perang dagang AS-Tiongkok yang mengakibatkan perusahaan merelokasi manufaktur dari Tiongkok ke negara-negara di Asia Tenggara, tak terkecuali Indonesia.

“Dengan membangun perusahaan pengiriman dengan teknologi modern, Andalin memiliki kemampuan untuk secara dinamis merampingkan solusi rantai pasokan internasional untuk klien kami,” imbuhnya.

Di Indonesia sendiri bisnis logistik cukup berkembang, didorong oleh banyak faktor. Selain perkembangan manufaktur, tren pertumbuhan bisnis e-commerce juga digadang-gadang menjadi faktor penyokong. Terlebih, banyak layanan dari dalam dan luar negeri yang menjamah pasar internasional. Di segmen ekspor-impor sendiri, Andalin tidak sendirian, beberapa pemain lain di area tersebut antara lain Expedito, Tera Logitic, dan Janio.

Ekosistem bisnis logistik di Indonesia data iInfografik per Maret 2019)
Ekosistem bisnis logistik di Indonesia data iInfografik per Maret 2019)

Pendanaan startup logistik

Pandemi justru seperti menjadi momentum bagi para startup logistik untuk memaksimalkan bisnis. Terbukti, sepanjang tahun ini sudah ada beberapa startup di bidang terkait yang mendapatkan pendanaan. Paling signifikan didapatkan Waresix melalui putaran seri B, jika ditotal secara keseluruhan perusahaan telah mengumpulkan pendanaan senilai $100 juta atau setara dengan 1,5 triliun Rupiah.

Startup Tahapan Nilai Investor
Andalin Seed BEENEXT, Access Ventures, ATM Capital
Waresix Series B EV Growth, Jungle Venture, SoftBank Ventures Asia, EMTEK Group, Pavilion Capital, Redbadge Pacific
Webtrace Seed Corin Capital, Prasetia Dwidharma, Astra Ventures
Shipper Series A $20 juta Prosus Ventures, Lightspeed, Floodgate, Y Combinator, Insignia Ventures, AC Ventures
GudangAda Series A $25,4 juta Sequoia India, Alpha JWC Ventures, Wavemaker Partners
Kargo Technologies Series A $31 juta Tenaya Capital, Sequoia India, Intudo Ventures, Amatil X, Agaeti Convergence Ventures, Alter Global, Mirae Asset Venture Investment
Waresix Series A $25,5 juta EV Growth, Jungle Ventures

Dibanding tahun lalu trennya meningkat, dari sisi kuantitas maupun nominal yang dibukukan. Dari catatan DailySocial, sepanjang 2019 ada 6 startup di bidang logistik yang mendapatkan pendanaan dari investor, sebagai berikut:

Startup Tahapan Nilai Investor
Kargo Technologies Seed $7,6 juta Sequoia India, 10100 Fund, Agaeti Ventures, Northstar Group, Intudo Ventures, Zhenfund, ATM Capital, Innoven Capital
Triplogic Seed East Ventures
Ritase Series A $8,5 juta Golden Gate Ventures, Jafco Asia, ZWC Partners, Insignia Ventures, Beenext, Skystar Capital, Mitsubishi Corporation
Waresix Series A $14,5 juta EV Growth, Sinarmas Digital Ventures, Jungle Ventures
Shipper Seed $5 juta Lightspeed Ventures, Floodgate Ventures, Insignia Ventures Partners, Convergence Ventures, Y Combinator
Finfleet Seri A $3,5 juta Kejora Ventures, XL Axiata, Gobi Ventures, Skystar Ventures, Asian Trust Capital

Jendela360 Kantongi Pendanaan 14 Miliar Rupiah, Dipimpin oleh Beenext

Perusahaan rintisan yang pertama kali mempopulerkan penggunaan 360 virtual tour di dunia properti di Indonesia, Jendela360, mengumumkan pendanaan awal sebesar US$1 juta atau setara 14,2 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Beenext. Beberapa investor turut mendukung putaran investasi ini, meliputi Prasetia Dwidharma, Everhaus, dan sebuah konsultan properti lokal.

Jendela360 merupakan startup poptech berbasis marketplace yang menghubungkan pengguna, pemilik properti, dan agen dalam satu platform. Konten tur virtual dengan pandangan 360 derajat menjadi nilai unik yang ditawarkan, diharapkan dapat meningkatkan pengalaman pengguna dalam menentukan unit properti yang akan disewa.

Pendanaan ini akan difokuskan untuk meningkatkan strategi O2O (Online to Offline) perusahaan. Selain itu perusahaan juga ingin merekrut lebih banyak talenta-talenta terbaik di dunia properti, termasuk mengembangkan sistem akademi atau pelatihan yang dapat melahirkan agen properti profesional, dan meningkatkan brand awareness Jendela360.

“Ini merupakan bukti nyata bahwa apa yang Jendela360 kerjakan selama ini telah memberi dampak yang positif terhadap industri properti di Indonesia. Ini bisa dilihat dari bagaimana Jendela360 dapat tumbuh lebih dari 30x lipat dalam 3 tahun terakhir dan tren inilah yang dilihat oleh para investor yang menaruh kepercayaan besar pada kami,” kata Co-founder & CEO Jendela360 Daniel Rannu.

Dari sisi konsumen, proses bisnis yang diterapkan ketika hendak melakukan sewa apartemen; setelah memilih opsi yang sesuai, tim Jendela360 akan mengonfirmasi seputar ketersediaan dan detail unit tersebut. Selanjutnya pengguna dapat mengunjungi apartemen yang dipilih didampingi tim Jendela360. Jika setelah kunjungan cocok dengan unit tersebut, maka konsumen dapat melakukan down payment hingga serah terima unit dan dokumen pendukungnya.

“Properti adalah bidang bisnis yang selalu menarik dan tidak akan pernah berakhir, namun sampai saat ini cenderung belum banyak banyak inovasi yang dilakukan di bidang ini, lewat pencapaian kami selama 3 tahun terakhir ini dan dibantu dengan pendanaan terbaru ini, kami semakin siap untuk membawa inovasi dan angin segar yang baru bagi para pelaku dunia properti di Indonesia,” imbuh Co-founder & CFO Jendela360 Ade Indra.

Proptech di Indonesia

Di Indonesia persaingan bisnis di sektor terkait cukup ketat. Beberapa perusahaan juga terus kuatkan konsolidasi. Awal tahun 2018, pengembang situs properti asal Singapura 99.co resmi mengumumkan akuisisinya terhadap platform lokal Urbanindo. Belum lama ini mereka juga bentuk joint venture dengan REA Group, perusahaan properti online asal Australia yang mengoperasikan iProperty dan Rumah123.

Selain dua grup perusahaan tersebut, di Indonesia juga beroperasi unit bisnis milik PropertyGuru. Mereka menjalankan dua situs, yakni Rumah.com dan Rumahdijual.com yang diakuisisi pada akhir 2015 lalu. Di Indonesia, operasionalnya turut didukung konglomerasi EMTEK Group sebagai investor di putaran pendanaan seri D.

Sementara belum lama ini Lamudi (termasuk unit bisnisnya di Indonesia) baru diakuisisi Emerging Markets Property Group (EMPG). Tujuannya untuk memperkuat bisnis grup portal properti tersebut di kawasan Asia Tenggara.

Startup proptech di Indonesia
Startup proptech di Indonesia

Beenext Closes 2.2 Trillion Rupiah Fund, Indonesian Startups Remain a Potential

As a Singapore based Venture Capital, Beenext, which actively participated in the seed funding of Indonesian startups, today (16/6) announced the closing for two new managed funds, raising around US$160 million or equivalent to 2.2 trillion Rupiah. Previously, they’ve booked US$110 million in their first fund titled “Beenext Emerging Asia Fund”.

The fresh fund came from institutions in the United States, Japan, family conglomerates, and businesses interested in the digital industry. The new round is designed to connect early-stage startups with Beenext’s founder network, in order to gain global partnership opportunities and access to the best resources.

Beenext’s investment approach is centered on the founder; outside of monetary commitments, they will also provide a key role in accelerating business. The company has invested in more than 180 startups around the world, 45 of those are in the Asia Pacific region.

“Covid-19 has affected every aspect of global business, but we continue to detect novice founders who push boundaries not only to survive but also thrive in these conditions […] we feel required to nurture an entrepreneurial ecosystem to ensure reviving as a strong founding community,” Founder & Managing Partner, Teruhide Sato said.

He added, “Beenext has always believed in building a business together with local founders and co-investors, in order to have a lasting impact. We look forward to being able to create and grow together with more new company founders.”

Also mentioned in the release, the funds will be focused on ecosystems in India, Southeast Asia, and Japan. India will get the 50% portion of the first managed fund while also managed to increase funding in Southeast Asia.

Faiz Rahman from Beenext told DailySocial, “We plan to allocate 40% of the managed funds to Southeast Asia and Indonesia. We continue to focus on early-stage startups, in e-commerce, fintech, healthtech, agritech, logistics, HR-tech, and SaaS.”

Beenext is yet to plant local teams and office buildings in Indonesia, however, they have invested in 16 Indonesian startups and several regional startups that are expanding into the Indonesian market. These include Ralali, Zilingo, Amartha, Dekoruma, Happy Fresh, Sweet Escape, Zenius, Snaphunt, Mekari, Andalin, Janio, Ritase, Provesty, AgenKan, Raena, Jendela360, Akseleran, AdaKerja, and TrustMedis. The last three names secured investments around early 2020.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Beenext Bukukan Dana Kelolaan 2,2 Triliun Rupiah, Startup Indonesia Tetap Jadi Perhatian

Beenext selaku venture capital asal Singapura yang turut aktif berinvestasi untuk startup tahap awal di Indonesia, hari ini (16/6) mengumumkan telah menutup dua dana kelolaan (fund) baru, mengumpulkan dana senilai US$160 juta atau setara 2,2 triliun Rupiah. Sebelumnya mereka telah membukukan US$110 juta dalam fund pertamanya bertajuk “Beenext Emerging Asia Fund”.

Dana ini bersumber dari institusi di Amerika Serikat, Jepang, konglomerasi keluarga, hingga pengusahan yang tertarik di bisnis digital. Dana baru dirancang untuk menghubungkan startup tahap awal dengan jaringan founder Beenext, demi mendapatkan peluang kemitraan global dan akses ke sumber daya terbaik.

Pendekatan investasi Beenext memang terpusat pada founder; karena di luar komitmen moneter, mereka juga akan memberikan peran kunci dalam mengakselerasi bisnis. Perusahaan telah berinvestasi di lebih dari 180 startup di seluruh dunia, 45 di antaranya dari kawasan Asia Pasifik.

“Covid-19 telah memengaruhi setiap aspek bisnis global, tetapi kami terus melihat para pendiri pemula yang mendorong batasan untuk tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang dalam kondisi ini […] kami merasa perlu memelihara ekosistem kewirausahaan untuk memastikan kami bangkit kembali sebagai komunitas pendiri yang kuat,” ujar Founder & Managing Partner Teruhide Sato.

Ia melanjutkan, “Beenext selalu percaya untuk membangun bisnis bersama dengan pendiri dan co-investor lokal, demi memiliki dampak yang langgeng. Kami menantikan untuk bisa menciptakan dan tumbuh bersama dengan lebih banyak pendiri perusahaan baru.”

Dalam rilis disebutkan, dana akan difokuskan ke ekosistem di India, Asia Tenggara, dan Jepang. India akan mendapatkan porsi 50% dari dana kelolaan pertama dengan tetap meningkatkan volume pendanaan di Asia Tenggara.

Kepada DailySocial, Faiz Rahman dari Beenext menjelaskan, “Kami berencana mengalokasikan 40% dari dana kelolaan untuk Asia Tenggara dan Indonesia. Kami terus fokus pada startup tahap awal, di sektor e-commerce, fintech, healthtech, agritech, logistik, HR-tech, dan SaaS.”

Kendati hingga saat ini Beenext belum punya tim dan kantor lokal di Indonesia, mereka telah berinvestasi ke 16 startup Indonesia dan beberapa startup regional yang ekspansi ke pasar Indonesia. Termasuk di antaranya Ralali, Zilingo, Amartha, Dekoruma, Happy Fresh, Sweet Escape, Zenius, Snaphunt, Mekari, Andalin, Janio, Ritase, Provesty, AgenKan, Raena, Jendela360, Akseleran, AdaKerja, dan TrustMedis. Tiga nama terakhir mendapatkan investasi sekitar awal tahun 2020 ini.

AdaKerja Connects SMEs and Corporates with Blue Collars Talents

Another job marketplace platform intends to accommodate blue collar job opportunities is introduced to the public. It is AdaKerja, with a mission to simplify the process of recruiting workers efficiently through technology.

As a general note, blue-collar workers are needed in every business, from SMEs to corporations. For example, security workers, cleaners, couriers, salespeople, and others.

AdaKerja was founded in 2019 by Ashwin Tiwari. In its operations, they have received seed funding from Beenext, which also invested seeds to startups such as Amartha, Dekoruma, and Tokopedia.

“With an average UMR in the Jakarta area of ​​3 million Rupiah, it indicates that the majority of workers are the skilled labor or the blue collar sector, but there is no medium that connects companies or employers directly with skilled workers. We expect AdaKerja will be able to provide convenience access for SMEs and companies in recruiting these workers,” Tiwari said.

Facilitate talents to create CV

The AdaKerja service also features a Facebook Messenger-based chatbot to make it easier for workers to create profiles and CVs. This approach is deemed easier than users having to compile their own CV documents manually. After all, CV becomes one important component to “market” the skills of these workers.

“To date, there are more than 300 thousand skilled workers registered with AdaKerja, and there are 7 thousand job openings from various companies offered. We see changes taking place. Most companies that have used AdaKerja for recruitment purposes are SMEs which are merchants from the online platforms, such as Tokopedia and GoFood,” he added.

More players to come

There are several startups in the HR-tech sector targeting blue-collar workers in Indonesia. One of those is Job2GO, they just announced seed investment from the angel investor network BANSEA last week. Similar to AdaKerja, the list of available jobs are for gig workers, options varied, such as salesforce, merchandising, salespeople, marketing staff, administration, and others.

Job2GO’s Founder & CEO, Kurniawan Santoso told DailySocial that the Job2GO application has reached 15 thousand users, with 500 companies offering various vacancies.

Another player in the same field is Heikaku, offering similar job options but focusing on facilitating SME businesses. Based on the data shared, the most open vacancies are admin, sales, drafter, telemarketing, marketing, salespeople, and others. Around 87% of applicants are high school/vocational high school graduates. In addition, there are several other players operating in Indonesia, such as Kromo and Workmate.

Previously, vacancies for blue-collar workers were widely distributed manually – for example with leaflets in public places, job postings at POS offices, or in the form of digital posters on social media. Actually, there are already existing job marketplace services, such as Jobstreet, which accommodates job vacancy publications. The thing is, with a special platform, in addition to making it easier for prospective workers, it also makes employers have a more orderly system through the partner dashboard provided.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

AdaKerja Hubungkan UKM dan Korporasi dengan Calon Pekerja Kerah Biru

Satu lagi platform job marketplace yang mencoba mengakomodasi kesempatan pekerjaan kerah biru (blue collar) dikenalkan ke publik. Bernama AdaKerja, memiliki misi untuk menyederhanakan proses perekrutan tenaga kerja secara efisien lewat teknologi.

Seperti diketahui, perkerjaan blue collar hampir dibutuhkan di setiap bisnis, mulai dari UKM sampai korporasi. Contohnya tenaga kerja keamanan, kebersihan, kurir, SPG, dan lain-lain.

AdaKerja sudah didirikan sejak tahun 2019 oleh Ashwin Tiwari. Dalam operasionalnya, mereka sudah mendapatkan pendanaan awal dari Beenext, investor yang juga berinvestasi awal di startup seperti Amartha, Dekoruma, hingga Tokopedia.

“Dengan rata-rata UMR wilayah Jakarta adalah sebesar 3 juta Rupiah, mengindikasikan bahwa mayoritas pekerja adalah sektor tenaga terampil atau sektor blue collar, namun belum ada medium yang menghubungkan perusahaan atau pengusaha dengan tenaga kerja terampil secara langsung. Kami berharap kehadiran AdaKerja mampu memberikan akses kemudahan untuk para UKM maupun perusahaan dalam merekrut tenaga kerja tersebut,” ungkap Ashwin.

Mudahkan pekerja buat CV

Layanan AdaKerja turut dilengkapi chatbot berbasis Facebook Messenger untuk memudahkan pekerja dalam membuat profil dan CV. Pendekatan ini dirasa lebih memudahkan alih-alih pengguna harus menyusun sendiri dokumen CV secara manual. Karena bagaimanapun CV menjadi salah satu komponen penting untuk “memasarkan” keterampilan para pekerja tersebut.

“Saat ini sudah ada lebih dari 300 ribu pekerja terampil terdaftar di AdaKerja, serta ada 7 ribu lowongan pekerjaan dari berbagai perusahaan yang ditawarkan. Kami melihat perubahan mulai terjadi. Sebagian besar perusahaan yang telah menggunakan AdaKerja untuk keperluan rekrutmen adalah UKM yang merupakan merchant dari platform online seperti Tokopedia dan GoFood,” imbuh Ashwin.

Pemain makin banyak

Startup di bidang HR-tech yang menyasar pekerja kerah biru sudah ada beberapa di Indonesia. Salah satunya Job2GO, minggu lalu mereka baru mengumumkan perolehan investasi tahap awal dari jaringan angel investor BANSEA. Sama seperti AdaKerja, daftar perkerjaan yang ada ditawarkan untuk gig workers, pilihannya seperti tenaga penjualan, merchandising, SPG, staf pemasaran, staf administrasi, dan lain-lain.

Kepada DailySocial, Founder & CEO Job2GO Kurniawan Santoso mengatakan saat ini pengguna aplikasi Job2GO sudah mencapai 15 ribu orang, dengan 500 perusahaan yang menawarkan berbagai lowongannya.

Pemain lain yang tawarkan layanan serupa adalah Heikaku, tawarkan opsi pekerjaan serupa namun fokus memfasilitasi pelaku bisnis UKM. Berdasarkan data yang dibagikan, lowongan kerja yang paling banyak dibuka adalah admin, sales, drafter, telemarketing, marketing, SPG dan lainnya. Sekitar 87% pelamar adalah lulusan SMA/SMK. Selain itu masih ada beberapa pemain lainnya yang beroperasi di Indonesia, misalnya Kromo dan Workmate.

Sebelumnya lowongan untuk pekerja kerah biru banyak didistribusikan secara manual – misalnya dengan selebaran yang ditempel di tempat umum seperti papan lowongan kerja di Kantor POS atau dalam bentuk poster digital di media sosial. Sebenarnya layanan job marketplace yang sudah ada sebelumnya, sebut saja Jobstreet, juga akomodasi publikasi lowongan pekerjaan seperti itu. Hanya saja dengan adanya platform khusus, selain lebih memudahkan calon pekerja, juga membuat pemberi kerja memiliki sistem yang lebih tertata melalui dasbor mitra yang disediakan.