Detail Mengenai Fitur Cross-Play di Call of Duty: Modern Warfare 2019

Satu tren populer di industri game adalah penerapan cross-platform play. Kadang disingkat menjadi cross-play, fitur ini memperkenankan para pemain di sistem berbeda untuk bermain bersama dan bisa Anda temukan di judul-judul seperti Rocket League, Fortnite dan Dauntless. Walaupun terdengar sederhana, implementasinya cukup kompleks, belum lagi kadang ada penolakan dari pemilik platform.

Call of Duty: Modern Warfare merupakan game blockbuster baru yang tak ragu mengusung gagasan cross-play. Reboot permainan shooter berlatar belakang medan tempur modern buatan Infinity Ward ini memungkinkan gamer di PC, PlayStation 4 serta Xbox One untuk bertempur di satu match. Dan tak tanggung-tanggung, versi console Modern Warfare bahkan mendukung penuh keyboard dan mouse – sehingga tak cuma pemain di PC saja yang diuntungkan oleh dukungan periferal itu.

Meneruskan tradisinya, Activision dan Infinity Ward mengumumkan agenda pelaksanaan sesi beta minggu ini. Menariknya, uji coba beta sengaja difokuskan pada kapabilitas cross-platform play di tiga sistem gaming, pertama kalinya disajikan di seri Call of Duty. Open beta rencananya akan dilangsungkan di hari Kamis ini (zona waktunya berbeda) hingga akhir minggu nanti. Sembari memperkenankan kita mencoba cross-play, developer juga mencoba mengumpulkan saran dan masukan dari para tester.

Lewat blog resminya, Activision mengungkap beberapa info lebih detail terkait cross-play, terutama di sesi beta ini. Berikut rinciannya:

  • Cross-platform play di Call of Duty: Modern Warfare bersifat opsional, tersedia untuk seluruh versi. Jadi kita masih tetap dapat bermainan dengan sesama gamer di satu sistem.
  • Agar bisa menikmati Modern Warfare, kita harus memiliki COD Account terlebih dulu. Pendaftarannya tidak dipungut biaya.
  • Sistem matchmaking serta faktor balancing didasarkan pada jenis controller yang pemain gunakan agar tidak terjadi ketimpangan dan setiap orang dipersilakan memutuskan metode input apa yang mereka inginkan. Pasangkan keyboard serta mouse di Xbox One/PS4 agar pemain bisa bertanding melawan gamer PC, lalu gamer PC juga dapat menggunakan gamepad agar dapat bermain bersama pengguna console. Tentu jika Anda menginginkannya, tersedia pula lobby tanpa filter controller.
  • Berkat pemanfaatan COD Account, daftar teman Anda tidak dibatasi jenis platform. Anda bisa menambahkan siapapun ke dalam list terlepas dari versi Modern Warfare yang mereka miliki. Tak ada lagi batasan di komunitas pemain dan komunikasi pun jadi lebih mudah.
  • Fitur cross-play mendukung seluruh mode multiplayer di Modern Warfare. Meski demikian, developer masih belum punya rencana untuk menghadirkannya di turnamen kompetitif maupun mode Ranked Play.

Call of Duty Modern Warfare 1

Selain cross-platform play, satu aspek paling menarik dari Call of Duty: Modern Warfare ialah dihilangkannya Season Pass serta update-update berbayar pasca rilis. Nantinya, seluruh pembaruan konten seperti tambahan peta, mode multiplayer, misi-misi special ops dan lain-lain akan dihidangkan gratis serta berbarengan di seluruh versi. Permainan dijadwalkan untuk meluncur pada tanggal 25 Oktober 2019.

Misfits Gaming dan Kroenke Sports & Entertainment Bakal Bertanding di Liga Call of Duty

Misfits Gaming dan Kroenke Sports & Entertainment (KSE) membeli slot untuk bertanding dalam liga Call of Duty yang akan dimulai pada tahun depan. KSE akan menjadi tim kedua dari Los Angeles. Sebelum ini, Immortals Gaming juga telah mendapatkan spot di kota tersebut. Sementara Misfits Gaming, yang juga memiliki tim Florida Mayhem dalam turnamen Overwatch League, akan mewakili Florida.

Dengan dua tim baru ini, maka telah ada sembilan tim yang akan bertanding dalam liga CoD tersebut. Tim Atlanta Esports Ventures dari Atlanta, Envy Gaming dari Dallas, Sterling.VC dari New York, c0ntact Gaming dari Paris, OverActive Media dari Toronto, WISE Ventures dari Minnesota, dan Immortals Gaming dari Los Angeles. Turnamen CoD ini digelar oleh Activision Blizzard Esports Leagues, yang juga bertanggung jawab atas Overwatch Leagues. Saat pertama kali OWL diadakan, ia mempertemukan 12 tim. Diperkirakan, turnamen CoD ini juga akan dimulai dengan jumlah tim yang sama.

Sebelum ini, Hybrid pernah menjelaskan tentang dua sistem liga esports: terbuka dan tertutup. Sama seperti OWL, liga CoD buatan Activision Blizzard ini menggunakan sistem tertutup. Itu berarti, masing-masing tim harus membayar sejumlah uang agar mereka bisa ikut bertanding dalam kompetisi itu. Disebutkan, untuk bisa masuk ke liga CoD, masing-masing tim harus membayar sekitar US$25 juta.

Sumber: Call of Duty via Esports Insider
Sumber: Call of Duty via Esports Insider

Menurut informasi bocoran yang didapatkan oleh Dexerto, pada akhirnya, akan ada 28 tim esports yang bertanding dalam liga CoD. Beberapa informasi lain yang didapatkan oleh media tersebut adalah tentang persyaratan bagi tim yang hendak ikut. Salah satunya, tim yang ingin bertanding harus memiliki seorang General Manager. Jumlah minimal pemain sebuah tim adalah tujuh orang dengan jumlah maksimal 10 orang.

Sama seperti OWL, ada minimal gaji yang diberikan pada para pemain, yaitu US$50 ribu per tahun. Menyoal hadiah dalam turnamen, manajemen tim boleh menentukan persentase pembagian hadiah yang diterima oleh pemain dan masuk ke kas tim. Namun, Activision Blizzard menyaratkan agar setidaknya 50 persen dari hadiah diberikan pada para pemain.

Sekilas, Activision Blizzard juga membahas tentang kesuksesan Overwatch League. Mereka menyebutkan, dari musim pertama liga tersebut, mereka berhasil mendapatkan US$82 juta. Angka ini lebih dari tiga kali lipat dari perkiraan awal, yaitu US$25 juta. Lebih dari setengah total pendapatan dari OWL berasal dari Twitch, yang membayar US$45 juta per tahun untuk mendapatkan hak siaran. Tidak heran jika Activision Blizzard mengaku bahwa liga CoD ini akan jadi proyek jangka panjang mereka. Dalam 10 tahun ke depan, mereka memperkirakan bahwa nilai slot tim dari turnamen ini akan naik menjadi US$45 juta. Sementara dalam tahun pertama, mereka memperkirakan bahwa mereka akan mendapatkan US$20 juta dari penjualan hak siar.

Sumber: Newzoo
Sumber: Newzoo

Menurut Newzoo, pendapatan esports tahun ini mencapai US$1,1 miliar. Pada 2022, diperkirakan, angka ini akan naik menjadi US$1,8 miliar. Saat ini, kontribusi terbesar untuk pendapatan esports masih sponsorship dengan kontribusi sebesar US$456,7 juta. Kontributor terbesar kedua adalah hak siar dengan nilai US$251,3 juta. Namun, hak siar media merupakan sumber pemasukan esports yang tumbuh paling besar jika dibandingkan dengan tahun lalu. Sementara nilai kontribusi sponsorship naik 34,4 persen, nilai jual hak siar naik 41,8 persen. Karena itu, tidak tertutup kemungkinan, ke depan, industri esports akan disokong oleh penjualan hak siar, sama seperti turnamen olahraga konvensional.

Sumber: Esports Insider, The Esports Observer, Dexerto

Sumber header: Dexerto

Informan: Call of Duty: Black Ops 5 Akan Bawa Anda ke Era Perang Dingin

Begitu besarnya efek battle royale pada industri, genre ini mendorong para pemegang franchise shooter raksasa untuk turut menyertakan mode last-man standing berskala besar di permainan baru mereka. Tak ada yang tahu kapan demam battle royale akan mereda, namun belakangan, publisher Activision mulai mencoba mengembalikan seri Call of Duty ke visi awal seri ini.

Anda mungkin sudah mendengar rencana Activision untuk melepas remake Call of Duty: Modern Warfare di tanggal 25 Oktober nanti. Permainan tersebut dideskripsikan sebagai ‘penciptaan ulang yang realistis’. Dan sejak beberapa bulan silam, telah beredar pula rumor yang menyatakan bahwa tim Treyarch bermaksud buat menghadirkan lagi mode single-player di Black Ops 5 setelah sebelumnya absen di Black Ops 4.

Lewat akun Twitter-nya, YouTuber sekaligus informan terpercaya LongSensation kembali mengungkap kabar menarik terkait sekuel Call of Duty: Black Ops. Game akan mengangkat latar belakang Perang Dingin, serta juga membawa Anda melintasi masa 40 tahun, melewati era Perang Vietnam dan Perang Korea. Fans setia seri ini pasti segera menyadari, background tersebut hampir menyerupai permainan pertamanya.

LongSensation juga menyampaikan bahwa Activision menyebut game baru tersebut dengan dua judul, yaitu Call of Duty: Black Ops V dan Call of Duty: Black Ops ‘saja’. Permainan juga mengusung tema yang ‘lebih kelam’ dibanding Modern Warfare khas Treyarch. Hal tersebut memunculkan satu teori/pertanyaan menarik: apakah ia digarap untuk meneruskan seri Black Ops atau, seperti Modern Warfare, game diramu sebagai reboot/remake?

Kita semua ingin tahu apakah laporan dari LongSensation ini bisa dipercaya. Tak perlu cemas. Bocoran darinya berkali-kali berhasil dibuktikan kebenarannya, salah satunya adalah mengenai judul dari permainan ‘Call of Duty 2019’, yang cuma dinamai ‘Modern Warfare‘ tanpa embel-embel angka.

Sejauh ini belum ada keterangan resmi dari pihak Activision terkait Black Ops 5. Saya pribadi menduga, pihak publisher baru akan mulai menyingkap informasi mengenainya setelah Call of Duty: Modern Warfare meluncur. Jika reboot tersebut sukses, ada peluang Activision akan menerapkan pendekatan serta fitur-fitur yang serupa pada Black Ops anyar – misalnya cross-platform play serta dukungan sistem kendali keyboard dan mouse secara penuh.

Call of Duty: Black Ops 5 dijadwalkan untuk dilepas di tahun 2020, dua tahun setelah Black Ops 4 tersedia. Pengembangannya dipimpin oleh Treyarch, lalu tim Raven Software Software dan Sledgehammer Games ditugaskan Activision buat membantu penggarapannya.

Via DigitalTrends.

Versi Console Remake Call of Duty: Modern Warfare Dukung Penuh Keyboard dan Mouse

Gamepad merupakan periferal fleksibel yang memperkenankan kita menikmati hampir seluruh jenis permainan. Itulah alasan mengapa produsen console terus menyempurnakan desain controller mereka, karena perangkat ini adalah cara utama konsumen berinteraksi dengan konten sekaligus bagian dari identitas brand: Sony punya DualShock, Microsoft bangga pada controller Xbox-nya, dan Joy-Con jadi andalan Nintendo.

Namun seberapun revolusionernya rancangan controller, keyboard dan mouse masih dianggap sebagai sistem input terbaik untuk menikmati beberapa permainan yang membutuhkan keakuratan tinggi dan kecepatan, seperti shooter serta strategi. Tampaknya kondisi ini mendorong tim Infinity Ward untuk tidak tanggung-tanggung dalam memberikan dukungan penuh dua periferal kontrol khas PC itu di versi console  remake Call of Duty: Modern Warfare.

Lewat blog PlayStation, Infinity Ward menyampaikan bagaimana game shooter anyar itu bisa dimainkan dengan menggunakan keyboard dan mouse baik edisi PlayStation 4 maupun Xbox One-nya. Langkah ini merupakan salah satu wujud komitmen developer demi menunjang fitur cross-platform play. Kehadiran cross-play memungkinkan gamer di console untuk menikmati Call of Duty: Modern Warfare bersama rekan-rekannya di PC.

Beberapa produsen console memang sempat ragu merangkul fitur cross-platform play dan Sony merupakan brand yang paling lambat mengadopsinya (dibanding Microsoft dan Nintendo). Dilihat dari perspektif konsumen, cross-play memang membuat sesi multiplayer jadi lebih sulit diprediksi dan ada sejumlah penyesuaian yang harus developer terapkan di game demi menjaga pertandingan tetap seimbang.

Di Call of Duty: Modern Warfare, prosedur matchmaking sengaja disesuaikan dengan periferal input milik Anda. Jadi jika Anda menyambungkan keyboard dan mouse di PlayStation 4, maka Anda hanya akan bermain atau bertanding bersama gamer yang menggunakan skema kontrol serupa. Itu artinya, Anda yang cuma punya DualShock 4 atau controller Xbox tidak perlu cemas akan bertemu lawan ‘bersenjata’ keyboard-mouse.

Selain sistem input dan cross-platform play, ada banyak informasi menarik lain terkait remake Modern Warfare yang Activision/Infinity Ward ungkap. Misalnya, developer berjanji untuk menyingkirkan Season Pass dan menyajikan segala macam konten pasca-rilis secara cuma-cuma. Kemudian karakter Operator yang Anda pilih hanya bersifat kosmetik dan tidak memengaruhi gameplay. Dan selanjutnya, progres di semua mode (single-player, co-op dan multiplayer kompetitif) digabung jadi satu – sehingga Anda dapat meng-unlock senjata dan item di single-player, kemudian menggunakannya di multiplayer.

Call of Duty: Modern Warfare remake akan tiba di Windows via Battle.net, PlayStation 4 dan Xbox One pada tanggal 25 Oktober 2019. Sebelum momen itu tiba, Activision berencana untuk melangsungkan uji coba beta terbuka di tanggal 14 September.

Call of Duty: Modern Warfare Akan Kembali di 2019, Siap Sajikan ‘Momen-Momen Emosional’

Didirikannya Infinity Ward di tahun 2002 merupakan potongan sejarah penting di ranah gaming, karena dari dari sana-lah fenomena Call of Duty dimulai. Beberapa judul pertama di franchise ini dianggap gamer veteran sebagai permainan terbaik di eranya, namun bagi banyak orang, seri Modern Warfare merupakan yang paling ikonis karena membawa pemain ke medan tempur masa kini.

Sebagai pionir, perjalanan Infinity Ward tidak selalu mulus. Studio ini cukup terpukul ketikaco-founder-nya, Vince Zampella dan Jason West, berseteru dengan pihak Activision. Kemudian, dua game terbaru mereka, Ghosts dan Infinite Warfare juga tidak memperoleh respons sepositif permainan-permainan terdahulu. Di tahun ini, Infinity Ward berniat untuk mencoba peruntungannya kembalI sembari menerapkan satu twist unik.

Anda mungkin sempat mendengar dari sejumlah rumor yang beredar, bahwa Activision berencana untuk meluncurkan sekuel dari Modern Warfare dalam waktu dekat. Kabar ini kembali diperkuat oleh laporan YouTuber LongSensation lewat Twitter-nya. Ia bilang, ‘Call of Duty 2019’ mengusung judul resmi ‘Call of Duty: Modern Warfare’ – tak berbeda dari permainan pertama di seri itu yang dirilis di tahun 2007.

Laporan senada juga digaungkan oleh Jason Schreier dari Kotaku berdasarkan pengakuan dari banyak sumber. Schreier menyampaikan, Activision sebetulnya sudah mulai memamerkan konten game ini kepada sejumlah awak pers dan influencer, tetapi Kotaku bukan salah satunya dan tidak terikat embargo/NDA. Dari keterangannya, ada cukup besar peluang Call of Duty: Modern Warfare bukanlah sekuel yang kita harapkan.

Proyek Call of Duty: Modern Warfare 2019 dirancang sebagai ‘soft rebootgame pertama, digarap oleh tim Infinity Ward dan dijadwalkan untuk meluncur di musim gugur tahun ini. Hal paling menarik di sini ialah, permainan tak hanya mencoba menghidangkan aksi tembak-menembak seru, tetapi juga momen-momen penuh emosi dan pilihan moral yang sulit. Kabarnya konsep tersebut terpinspirasi dari level kontroversial bertajuk No Russian di Modern Warfare 2.

Misi No Russian menempatkan pemain sebagai agen CIA yang menyamar jadi anggota kelompok teroris Rusia. Kata-kata ‘no Russian’ diucapkan oleh sang tokoh antagonis, maksudnya adalah agar mereka tidak berkoordinasi dalam bahasa Rusia. Di sana, pemain diberi pilihan untuk menembak kerumunan warga sipil tak berdosa (walaupun kita bisa tidak melakukannya, dan hal ini tak mengubah narasi).

Setelah Modern Warfare tersedia di tahun 2019, Call of Duty: Black Ops ‘5’ akan jadi fokus Activision berikutnya. Permainan tersebut kabarnya akan kembali menghidangkan mode campaign single-player.

Call of Duty Black Ops ‘5’ Akan Hadirkan Kembali Mode Single-Player?

Ada kalanya mode single-player menjadi jati diri dari permainan action dan shooter. Di bagian inilah, developer mencoba membenamkan berbagai teknologi gaming mutakhir, dari mulai grafis dan fisik yang diintegrasikan pada elemen gameplay, puzzle, hingga pengembangan AI pada NPC. Tapi hal ini berubah sejak  battle royale menyerbu dan publisher mulai menjalankan strategi ‘game as a service‘.

Efek dari demam battle royale bisa kita rasakan di mana-mana, termasuk di franchise raksasa seperti Battlefield dan Call of Duty. Kedua nama ini ‘terpaksa’ menyediakan mode last man standing berskala besar demi memenuhi minat pemain, namun Call of Duty melangkah lebih jauh dengan mengorbankan campaign buat memasukkan battle royale. Black Ops 4 merupakan permainan pertama di seri itu yang tidak disertai porsi single-player.

Namun sepertinya, Activision tak berniat membuat single-player absen terlalu lama. Berdasarkan laporan sejumlah narasumber pada Kotaku, sang publisher menugaskan salah satu tim developer-nya untuk mengembalikan mode campaign di Call of Duty, walaupun boleh jadi bukan pada judul yang dirilis di tahun ini. Belum diketahui akan seperti apa Call of Duty ‘2019’, tapi menurut rumor, game tersebut diramu sebagai penerus Modern Warfare.

Para informan mengabarkan bahwa untuk tahun 2020 nanti, Activision menunjuk tim Treyarch buat mengembangkan Call of Duty Black Ops ‘5’. Seperti sebelumnya, proses tersebut dibantu oleh dua studio lain di bawah Activision, yaitu Raven Software dan Sledgehammer Games. Kabarnya, game tersebut akan membawa pemain ke era Perang Dingin. Dan karena jadwal rilis yang diperkirakan mendekati pelepasan console next-gen, kemungkinan ia disiapkan sebagai permainan cross generation.

Jika laporan ini akurat, maka Activision hanya memberikan waktu dua tahun bagi Treyarch untuk menggarap game barunya (Call of Duty 2019 bukan dibuat oleh studio ini). Beberapa orang di Treyarch mengakui bahwa mereka kurang senang terhadap keputusan itu, karena Black Ops 4 saja menuntut begitu banyak waktu lembur; namun ada pula staf yang merasa gembira karena tim sudah mempunyai rencana pengembangan yang solid.

Terlepas dari respons gamer dan media yang cukup positif terhadap Black Ops 4, game shooter blockbuster ini belum dapat membantu Activision mencapai target pemasukan mereka di 2018. Narasumber bilang, publisher tengah mempertimbangkan buat mengusung model bisnis free-to-play (yang dulu begitu dibenci) untuk diintegrasikan dalam Modern Warfare baru. Beberapa orang di Activision kurang setuju dengan pendekatan ini.

Pertanyaan saya pribadi adalah, apakah ‘Modern Warfare 4’ juga menjagokan battle royale dan hadir tanpa single-player?

Dari Medal of Honor Sampai Apex Legends, Bagaimana 2 Desainer Game Legendaris Merevolusi FPS

Satu fakta tak terbantahkan: battle royale merombak jalannya industri gaming. Demam yang dicetus oleh PUBG itu diteruskan Fornite. Dalam waktu singkat, para publisher dan developer ternama segera mengadopsi formula populer ini ke seri shooter kebanggaan mereka, misalnya Call of Duty dan Battlefield. Langkah serupa juga diambil oleh Respawn Entertainment melalui Apex Legends.

Apex Legends adalah game terbaru dari studio pimpinan Vince Zampella yang digarap untuk memuaskan dahaga akan battle royale. Menariknya, game sengaja diracik sebagai ekstensi franchise andalan Respawn. Pada dasarnya, Apex Legends mengambil latar belakang dunia yang sama dengan Titanfall. Kabar gembira bagi Respawn, game FPS tersebut sukses besar, berhasil menghimpun 25 juta pemain hanya dalam waktu seminggu.

Media dan gamer memuji banyak aspek di Apex Legends, dari mulai betapa mudah diaksesnya permainan (bahkan buat orang yang tadinya kurang menggemari battle royale) hingga sistem ping revolusioner yang memungkinkan kita berkomunikasi tanpa perlu bicara langsung. Banyak orang juga terkejut pada kualitasnya. Dengan begitu kayanya konten serta nilai produksi tinggi, sebetulnya dapat dimaklumi jika Apex Legends disuguhkan sebagai produk berbayar. Nyatanya, ia adalah game free-to-play.

LF 36

Keberhasilan Apex Legends menyegarkan kembali ranah battle royale yang mulai terasa jenuh adalah buah dari pengalaman sang studio dalam menggarap game. Bagi khalayak umum, Respawn Entertainment terkenal karena dua game Titanfall. Namun sebetulnya, kemahiran tim meramu shooter datang dari reputasi sang nahkoda, Vince Zampella yang telah berkiprah di industri sejak lebih dari 15 tahun silam. Nama Zampella sendiri sulit dipisahkan dari rekan seperjuangannya, Jason West.

Jason West (kiri) dan Vince Zampella (kanan) | Eurogamer
Jason West (kiri) dan Vince Zampella (kanan) | Eurogamer

Untuk mengetahui besarnya jasa Jason West dan Vince Zampella, kita harus mundur mengarungi lorong waktu lebih dari dua dekade ke belakang. Siapkan secangkir kopi jika perlu, karena ini akan jadi satu cerita yang panjang.

 

Awal mula

Saat itu tahun 1997. Sutradara Steven Spielberg baru saja merampungkan pengerjaan film Saving Private Ryan. Di rumah, ia melihat putranya sibuk menikmati GoldenEye 007 di Nintendo 64. Tema Perang Dunia kedua masih membekas di benaknya. Dan hal tersebut memberi sang sutradara ide: bagaimana jika latar belakang PD2 dituangkan dalam permainan video? Inilah momen lahirnya seri Medal of Honor.

LF 7

Dalam melakukannya, didirikanlah sebuah studio bernama DreamWorks Interactive yang merupakan joint venture antara DreamWorks and Microsoft. Pengembangan Medal of Honor dilakukan selama kurang lebih dua tahun bersama produser Peter Hirschmann dan dibantu oleh Dale Dye sebagai penasehat militer. Di tahun 1999, Medal of Honor pertama dilepas untuk PlayStation, dipublikasikan oleh Electronic Arts.

LF 6

Medal of Honor ternyata berahasil memukau gamer dan media. Penjualannya pun terbilang tinggi, sehingga memberi kepercayaan diri serta modal bagi DreamWorks Interactive untuk mengerjakan sekuelnya. Melihat adanya potensi besar menunggu di balik IP ini, EA membeli DreamWorks Interactive beberapa bulan sebelum permainan kedua di seri ini – Medal of Honor: Undergrounds – dilepas.

LF 9

Untuk game ketiganya, Electronic Arts punya ambisi yang lebih besar. Mereka ingin meluncurkannya di lebih banyak sistem. Dalam penggarapannya, sang publisher menunjuk studio asal Amerika, 2015, Inc., mengandalkan Steven Spielberg buat menulis cerita dan mempercayakan dua orang developer sebagai ujung tombak proyek ini. Kedua talenta itu adalah para pahlawan kita, Vince Zampella dan Jason West.

LF 2

Medal of Honor: Allied Assault merupakan game dengan skor tertinggi di franchise ini, mencetak angka 91 di situs agregat Metacritic, 91,05 persen di Game Rangkings, dan memenangkan beberapa penghargaan Game of the Year 2002. Dalam enam bulan selepas pendaratannya, permainan terjual lebih dari 900 ribu kopi dan menghasilkan pemasukan senilai US$ 34.2 juta. Jumlah yang tergolong banyak waktu itu.

LF 5

Allied Assault ialah salah satu permainan shooter yang paling berkesan buat saya. Selain menyajikan perlengkapan dan kendaraan perang paling autentik di masanya, di sebuah level, untuk pertama kalinya sebuah game mampu mensimulasikan kacau dan mengerikannya pendaratan pasukan infantri Amerika di sektor Omaha, pantai Normandia, Perancis. Pengalamannya mirip seperti adegan pembuka di film Saving Private Ryan.

LF 4

 

‘Panggilan tugas’ baru

Tapi cuma sampai di sana saja perjalanan Vince Zampella dan Jason West bersama Electronic Arts (setidaknya buat sementara waktu). Di tahun perilisan Medal of Honor: Allied Assult, kedua sahabat ini memutuskan untuk mendirikan studio baru bernama Infinity Ward. Di awal kelahirannya, Infinity Ward hanya diisi oleh 21 orang developer. Meski jumlah talentanya tidak banyak, mayoritas dari mereka ialah project lead Allied Assault.

LF 10

Semangat PD2 masih bergelora di hati West dan Zampella. Mereka berambisi buat menggarap game shooter bertema perang dengan skala yang lebih besar serta lebih dramatis. Dibantu oleh Activision di sisi pendanaan, terperciklah konsep pembuatan Call of Duty. Game ini dirancang untuk membawa pemain merasakan versi virtual di sejumlah medan tempur di kawasan Atlantik dan melihat konflik dari perspektif berbeda lewat tiga opsi campaign; yaitu Amerika, Inggris dan Soviet.

LF 11

Call of Duty dibangun menggunakan engine id Tech 3 yang menjadi basis Quake III: Arena. Tentu saja Infinity Ward juga manfaatkan beragam teknologi baru agar game lebih realistis, misalnya lewat sistem animasi skeletal ‘Ares’ agar gerakan tokoh-tokoh game terlihat nyata, serta melalui penerapan AI paling revolusioner saat itu. Kecerdasan buatan di sana mampu beradaptasi dengan lingkungan disekitarnya serta dibekali oleh teknologi pathfinding mutakhir.

LF 12

Kombinasi dari semua itu memungkinkan para NPC yang jadi rekan Anda beraksi layaknya prajurit sejati. Mereka bisa membantu pemain dengan tembakan perlindungan, melompat melewati jendela, menyingkirkan penghalang, menyelinap mendekati lawan, hingga menghindari granat. Semuanya diintegrasikan dalam mode single-player. Ketika mayoritas shooter saat itu masih bersandar pada momen-momen ‘scripted‘, Call of Duty dapat memberikan pengalaman berbeda ketika Anda mengulang sebuah level.

LF 13

Berbekal terobosan canggih ini, Call of Duty sukses menyabet berbagai penghargaan, termasuk memenangkan sejumlah gelar Game of the Year di 2003. Tapi, inovasi teknologi hanyalah satu dari banyak aspek yang diapresiasi gamer. Banyak pula di antara kritikus yang memuji komposisi musik serta desain suaranya.

Sehari setelah Call of Duty dirilis, Activision membeli seluruh aset Infinity Ward.

 

Bersama Activision

Activision melihat potensi besar bersembunyi di balik Call of Duty. Bermaksud memperluas konten game ini, sang publisher memerintahkan studio Gray Matter Interactive (waktu itu juga baru diakuisisi) buat mengerjakan expansion pack United Offensive. Di saat yang hampir bersamaan, mulai bermunculan rumor yang menyatakan bahwa Infinity Ward tengah menggarap sekuelnya.

LF 14

Barulah pada bulan April 2005, Infinity Ward resmi mengumumkan Call of Duty 2. Zampella menjadi produser, lalu rekannya West diberi tanggung jawab sebagai sutradara. Di game kedua itu, mereka ingin perang terasa lebih autentik lagi, caranya ialah dengan mempertahankan elemen-elemen terbaik di Call of Duty serta memoles hal-hal yang dikeluhkan pemain. Tim bahkan menghabiskan sebagian besar waktunya mengunjungi lokasi pertempuran bersejarah untuk mendapatkan bayangan langsung mengenai konflik yang pernah terjadi di sana.

LF 15

Detail merupakan aspek yang jadi perhatian utama Infinity Ward, mendorong studio untuk mengusung teknologi-teknologi paling mutakhir – baik dari sisi engine, visual maupun suara. Developer mengandalkan engine IW 2.0 buatan sendiri agar permainan mampu menampilkan efek partikel detail dan cuaca (badai pasir serta salju), lalu memberikan dukungan audio 5.1. Selanjutnya, tim mengembangkan efek post-war, sehingga meski kontak senjata telah berakhir, kita masih bisa melihat dampaknya pada medan tempur – seperti puing-puing yang berserakan hingga asap yang terus mengepul.

LF 16

Gameplay-nya pun mendapat upgrade besar-besaran. Peta permainan dirancang lebih luas, dan pemain diperkenankan untuk mengerjakan misi dengan urutan yang mereka inginkan. AI juga bertambah canggih. Musuh dirancang agar aktif mengejar Anda, dan mampu bereaksi terhadap kehadiran karakter pemain secara berbeda saat letupan senjata pertama kali terdengar. Lawan yang berada jauh akan mencoba mengecek keadaan, sedangkan musuh yang mengetahui keberadaan Anda segera mencari perlindungan.

LF 17

Bukan cuma lawan, tapi rekan-rekan Anda juga didesain agar beraksi secara cerdas. Setiap prajurit NPC yang bertempur di sisi Anda mampu memberi tahu di mana posisi lawan, dan akan berteriak panik jika mereka mengetahui ada musuh yang mencoba mengendap-endap ke tempat perlindungan Anda. Walaupun sedang menikmati mode single-player, Call of Duty 2 tidak membiarkan kita bermain ‘sendirian’.

Oh, sedikit trivia: Call of Duty 2 ialah salah satu game yang mempopulerkan pemakaian sistem regenerasi health, sehingga pemain tak perlu mengandalkan health pack untuk bertahan hidup.

 

Medan tempur modern

Kesuksesan Medal of Honor: Allied Assault dan Call of Duty mencetus kehadiran rentetan game berlatar Perang Dunia kedua. Activision sendiri tak mau buru-buru mengucapkan selamat tinggal pada konflik yang berlangsung antara tahun 1939 sampai 1945 itu, dan menugaskan Treyarch (studio yang mereka akuisisi di 2001) buat meracik Call of Duty 3. Berbeda dari dua game sebelumnya, Call of Duty 3 cuma disediakan untuk console.

LF 18

Namun Infinity Ward menyadari, orang sudah mulai penat dengan PD2. Karena itulah, Jason West dan kawan-kawan tergelitik untuk membawa para pemain ke era baru: medan tempur modern. Dibantu tim berformasi seratus orang, dimulailah pengerjaan Call of Duty 4: Modern Warfare di tahun 2005, berlangsung sampai 2007.

LF 19

Dalam prosesnya, developer bekerja sama dengan pihak Marinis AS untuk memberikan nasehat serta bantuan motion capture. Infinity Ward bahkan menghadiri sesi latihan Marinir di 29 Palms, buat membantu mereka memahami seperti apa rasanya berada di dekat tank M1 Abrams ketika sedang menembakkan peluru sabot. Tapi walaupun developer mengeker tingkat realisme tinggi, mereka tak mau narasi permainan punya kaitan dengan konflik di dunia nyata. Berbeda dari Call of Duty sebelumnya, Modern Warfare menyuguhkan kisah fiktif.

LF 20

Selain single-player yang mengesankan, Modern Warfare turut dipuji karena mode multiplayer super-adiktif. Entah bagaimana caranya, Infinity Ward menemukan titik keseimbangan agar game bersahabat dengan para pemula tapi juga tetap sanggup memuaskan para veteran. Di sana, developer meminimalkan hal yang mengurangi keasikan ber-multiplayer, misalnya lewat menyajikan pilihan beragam senjata dari awal, sehingga waktu gamer tak terbuang hanya untuk mencari tipe pistol atau senapan tertentu.

LF 21

Demi mendorong pemain buat meningkatkan kemampuannya, Modern Warfare memperkenalkan sistem kill streak: semakin banyak lawan yang Anda tumbangkan (tanpa gugur, tentu saja), maka kian tinggi pula penghargaan untuk Anda.

LF 22

Lagi-lagi, karya Infinity Ward yang begitu inovatif ini memperoleh respons sangat positif dari khalayak. Kesuksesannya melahiran dua sekuel Modern Warfare serta menyulut demam ‘game perang modern’. Sejumlah publisher besar lain bahkan turut terbawa arus. Misalnya EA yang termotivasi untuk meramu spin-off Battlefield: Bad Company serta me-reboot franchise Medal of Honor di tahun 2010 – kali ini menyeret pemain ke perang Afganistan.

LF 23

Tiga game Call of Duty: Modern Warfare boleh dikatakan sebagai trilogi game shooter tersukses sepanjang masa. Berdasarkan perhitungan kasar yang saya lakukan, jumlah penjualan ketiga permainan itu (per tahun 2013) minimal mencapai 64,9 juta kopi.

(Sebelum melanjutkan, saya berikan Anda kesempatan untuk membuat secangkir kopi lagi karena petualangan West dan Zampella masih cukup panjang.)

 

Perseteruan dengan Activision dan kelahiran Respawn Entertainment

Sayangnya, bahkan sebelum Modern Warfare 3 dirilis, semua orang sudah mengetahui gejolak di tubuh Infinity Ward. Di bulan Maret 2010, Activision melaporkan pemecatan dua developer seniornya, Vince Zampella dan Jason West, dengan alasan ‘pelanggaran kontrak dan pembangkangan perintah’. Agar Modern Warfare 3 bisa selesai tepat waktu, sang publisher menurunkan Sledgehammer Games dan Raven Software untuk membantu pengembangannya.

LF 24

Sejak saat itu, dimulailah periode perseteruan yang berkepanjangan. Atas pemutusan hubungan kerja sepihak, Zampella dan West menggugat Activision, meminta mereka membayarkan uang senilai US$ 36 juta sebagai ganti rugi bonus yang tak pernah cair. Pihak Activision pun menuntut balik keduanya atas alasan percobaan ‘pembajakan’ tim Infinity Ward. Tidak jelas siapa yang akhirnya memenangkan perkara tersebut, atau apakah masalah ini benar-benar selesai, tapi kejadian itu menandai sebuah era baru bagi kedua pihak.

LF 25

Tak lama setelah pemecatan itu, Zampella dan West segera mendirikan studio baru: Respawn Entertainment. Karena terbatasnya dana, keduanya mencoba menghimpun modal lewat program EA Partners. Kesepakatannya ialah sebagai berikut: Respawn berhak memegang franchise game yang mereka ciptakan di waktu ke depan, dengan syarat permainan dirilis di platform pilihan Electronic Arts.

Di pertengahan tahun 2010, 38 dari 46 mantan staf Infinity Ward memilih untuk bergabung ke Respawn.

 

Titanfall

Eksistensi Titanfall sempat di-tease oleh presiden EA Games Label Frank Gibeau di tahun 2011. Waktu itu, ia bilang bahwa Respawn sedang mengerjakan permainan shooter bertema fiksi ilmiah yang memungkinkan studio berkompetisi dengan seri Gears of War dan Halo. Namun baru di E3 2013 Titanfall resmi diumumkan. Dan di sana, gamer menjadi saksi bagaimana Respawn mencoba menggabungkan gameplay ala Call of Duty dengan pertempuran berbasis robot raksasa.

LF 29

Hingga kini, hampir tidak ada yang bisa menandingi keunikan Titanfall. Game menghidangkan aksi tembak menembak bertempo cepat, dipadu parkour dan kejar-kejaran seru, serta partisipasi mecha ala MechWarrior. Hal paling brilian dari Titanfall adalah, para ‘pilot’ tidak pernah tak berdaya ketika berhadapan dengan robot raksasa. Berbekal manuver lincah, kerja sama, serta taktik yang tepat, sangat mungkin bagi pilot tanpa Titan menundukkan mecha lawan.

LF 26

Sayang sekali, minimnya modal memang memengaruhi konten. Respawn pada akhirnya tak pernah berkesempatan untuk membubuhkan mode single-player. Sebagai jalan keluarnya, mereka mengintegrasikan campaign di multiplayer. Narasi disajikan lewat sesi intro sebelum pertandingan dimulai, serta melalui cutscene via jendela kecil saat match masih berlangsung. Tentu saja metode ini tidak optimal buat menyampaikan cerita, dan tak semua orang menyukainya. Saya baru benar-benar paham soal apa yang terjadi setelah menamatkannya sebanyak enam kali.

LF 27

Walaupun gamer mengapresiasi keputusan Respawn untuk tidak menyertakan microtransaction, developer salah langkah dalam menyajikan add-on serta season pass. Akibat dari sulitnya membeli DLC dan hanya sejumput orang yang memiliki Deluxe Edition, komunitas jadi terbagi dua. Masalah ini menggerus populasi pemain, dan Respawn akhirnya tergerak buat menggratiskan seluruh konten tambahan yang pernah mereka rilis. Sebuah langkah yang dipuji gamer, tapi juga mengesalkan para pemilik Deluxe Edition. Kata mereka, “Buat apa kami beli versi deluxe mahal-mahal?”

LF 28

Terlepas dari sejumlah kekurangannya, mayoritas media dan gamer tetap mengakui bahwa Titanfall merupakan sebuah terobosan di segmen first-person shooter. Fitur seperti wall-running (kemampuan pilot untuk berlari di tembok) bahkan diadopsi oleh Treyarch di Call of Duty: Black Ops III serta studio lama Zampella dan West, Infinity Ward di Call of Duty: Infinite Warfare. Berdasarkan data IGN, Respawn berhasil menjual 10 juta kopi permainan di bulan Oktober 2015 – meski informasinya tak pernah dikonfirmasi oleh pihak EA.

LF 30

Respawn banyak belajar dari pengalaman itu, dan mereka terlihat bersemangat untuk terus mengekspansi franchise Titanfall ke lebih banyak platform hiburan. Setelah mengonfirmasi pengembangan sekuelnya, developer juga mengabarkan kolaborasi bersama Nexon buat menciptakan sejumlah spin-off, di antaranya permainan card battle mobile bertajuk Titanfall: Frontline dan Titanfall Online yang disajikan secara gratis khusus di wilayah Asia.

Namun karena alasan berubahnya iklim industri game online, pengerjaan dua spin-off itu dibatalkan. Berita baiknya, waktu yang dihabiskan Respawn bermitra dengan studio dan publisher lain tidak sepenuhnya terbuang sia-sia. Developer sempat meluncurkan permainan real-time strategy Titanfall: Assault di Android serta iOS.

 

Kepergian Jason West

Setiap cerita pasti ada akhirnya, dan begitu pula kolaborasi dua developer shooter legendaris ini. Pada bulan Maret 2013 – di bulan yang sama Titanfall meluncur – Zampella membenarkan pengunduran diri rekan seperjuangannya itu. Menurut keterangannya, Jason West pensiun dari ranah pengembangan permainan video karena ingin mengurus keluarga. Mereka berpisah tanpa masalah, meski ada desas-desus yang menyatakan sebaliknya.

Terkait hal ini, saya memilih untuk membayangkan kedua sahabat itu mengucapkan selamat tinggal sambil melambaikan tangan, dengan Zampella menyaksikan West berjalan ke arah matahari terbenam.

 

Titanfall 2 dan berakhirnya status ‘indie’ Respawn

Belajar banyak dari pengalaman sebelumnya, Respawn bersungguh-sungguh untuk menambal segala kekurangan di Titanfall dan menyuguhkan game keduanya sesempurna mungkin. Titanfall yang cukup sukses secara finansial memberikan studio modal serta kemampuan untuk menyewa tenaga kerja lebih banyak. Vince Zampella menyerahkan pucuk kepemimpinan proyek pada sutradara Steve Fukuda. Ia bertanggung jawab atas tim berisi 90 orang.

LF 31

Pengerjaan Titanfall 2 dimulai tahun 2014. Dengan menargetkan jendela rilis antara 2016 sampai 2017, Respawn  bertekad menghidangkannya sebagai ‘game kelas blockbuster tulen’ yang dilengkapi campaign single-player dan mode multiplayer terpisah. Fukuda membebaskan tim untuk bereksperimen serta menciptakan beberapa purwarupa sebelum masuk pada tahap pembuatan cerita. Penyusunan ceritanya sendiri terinspirasi dari film-film bertema buddy cop seperti Lethal Weapon dan Beverly Hills Cop, serta anime Gargantia on the Verdurous Planet.

LF 32

Hampir semua orang memuji campaign Titanfall 2. Walaupun durasinya tidak terlalu lama, petualangan di sana terasa beragam dan tak membosankan. Permainan menyuguhkan aksi baku tembak, pertempuran robot, puzzle, dan momen-momen hening yang esensial untuk penyampaian cerita secara seimbang. Variasi dan pengalaman berbeda di sana membuat para gamer veteran membanding-bandingkannya dengan Half-Life. Level favorit saya pribadi bernama Effect and Cause, melibatkan aksi di dua garis waktu berbeda.

LF 33

Lagi-lagi waktunya trivia! Huruf BT di nama robot BT-7274, yang jadi rekan seperjuangan pilot Jack Cooper merupakan singkatan dari ‘Buddy Titan’. Nama ini dicemooh oleh tim, tapi Steve Fukuda bersikeras untuk mempertahankannya.

Untuk multiplayer, studio telah mengidentifikasi dua masalah besar di Titanfall pertama: game terasa terlalu kacau, kemudian kontennya belum cukup banyak untuk memuaskan pemain. Sebagai jalan keluar kendala pertama, Respawn memperlambat tempo permainan demi memberikan waktu lebih banyak pada gamer dalam membuat keputusan sehingga mereka tak hanya sekadar mengandalkan refleks. Solusi problem kedua ialah dengan melepas seluruh konten pasca rilis secara gratis.

LF 34

Saat meluncur, Titanfall 2 mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak – baik gamer, sesama developer serta media. Ia masuk dalam sejumlah daftar nominasi Game of the Year, serta membawa pulang banyak sekali penghargaan ‘game shooter terbaik’ di 2016. Tetapi Dewi Fortuna ternyata belum berpihak pada Zampella, Fukuda dan rekan-rekan. Karena waktu perilisannya diapit oleh Battlefield 1 dan Call of Duty: Infinite Warfare, penjualan Titanfall 2 tidak sebaik yang Respawn harapkan.

LF 35

Walaupun sama sekali belum bisa dibuktikan, banyak orang menduga langkah ini merupakan kesengajaan dari pihak EA selaku publisher. Para fans menuduh Electronic Arts ‘menyabotase’ peluncuran Titanfall 2 untuk melemahkan Respawn dari sisi keuangan, sehingga dapat lebih mudah diambil alih. Dan yang ditakutkan akhirnya terjadi. Di bulan November 2017, EA mengakuisisi Respawn senilai US$ 400 juta.

Berbicara kepada VentureBeat, Zampella menjelaskan alasan mereka setuju untuk jadi bagian dari EA: karena studio membutuhkan sumber daya lebih banyak demi menciptakan permainan yang lebih besar.

 

Respawn masa kini dan masa depan

Ada keheningan panjang yang cukup mengkhawatirkan sesudah pengambil-alihan oleh EA. Sejak momen itu, tim berhenti memberikan update buat Titanfall 2, menyebabkan populasi pemainnya menyusut. Lalu status proyek lain yang tengah mereka kerjakan – contohnya game shooter VR untuk Oculus Rift serta permainan petualangan di jagat Star Wars – juga lama tak terdengar. Baru di E3 2018, ketika Zampella duduk di tengah kerumunan penonton, sang CEO mengungkap judul game Star Wars anyar tersebut, Jedi: Fallen Order.

LF 40

Kira-kira tujuh bulan selepas pengumuman Star Wars Jedi: Fallen Order, Respawn Entertainment kembali menyingkap kejutan. Setelah menjaga ketat status pengembangannya, developer secara tiba-tiba mengumumkan dan meluncurkan Apex Legends. Respawn mengakui, ide penggarapannya disulut oleh PUBG yang sukses mengangkat ketenaran genre battle royale. Sejak saat itu, tim mulai berdiskusi serta melakukan pengujian buat menggabungkan konsep Titanfall dan struktur last man standing.

LF 39

Respawn menyadari, gagasan ini ternyata sangat menarik, tetapi tentu saja developer tidak bisa menyertakan Titan di sana karena akan sangat merugikan pemain yang tak memilikinya. Selain itu, studio ingin agar permainan tersebut dalam waktu singkat mampu merangkul gamer sebanyak-banyaknya dan memanfaatkan sistem monetisasi yang menguntungkan developer di waktu ke depan tanpa merusak keseimbangan. Akhirnya, dipilihlah penyajian free-to-play dengan in-app purchase yang menawarkan item-item kosmetik.

LF 38

Apex Legends merupakan spin-off sekaligus ekspansi dunia Titanfall. Game di-setting 30 tahun setelah kejadian di Titanfall 2 usai. Kata Apex diambil dari nama faksi tentara bayaran di game keduanya, Apex Predators. Dan jika Anda teliti, sesi intro permainan dinarasikan oleh Blisk, tokoh antagonis pemimpin Apex Predators asal Afrika Selatan yang berhasil melarikan diri di akhir Titanfall 2.

LF 42

Lalu bagaimana dengan Titanfall 3? Inilah pertanyaan yang banyak diajukan para penggemarnya. Mereka cemas kesuksesan Apex Legends akan menunda atau malah menghentikan pengerjaan permainan ketiga seri shooter tersebut. Tak usah galau. Via tweet di tanggal 5 Februari kemarin, Vince Zampella menyampaikan bahwa timnya sedang menggodok proyek lain terkait jagat Titanfall, akan disingkap di tahun ini juga.

Mari kita berdoa sesuai kepercayaan masing-masing agar proyek itu adalah Titanfall 3…

Catatan: Gambar-gambar diambil dari material promo dan sumber resmi lain, di antaranya situs official game, Steam dan EA Origin. Foto Vince Zampella dan Jason West berasal dari artikel Eurogamer.

Game Strategi Call of Duty: Global Operations Siap Meluncur ke Android

Seri Call of Duty identik dengan game first-person shooter, tapi siapa yang menyangka franchise milik Activision itu bisa disulap menjadi game strategi di platform mobile. Yang terbaru, Activision menyerahkan pengembangan game strategi Call of Duty kepada Elex Wireless, developer game Clash of Kings yang cukup populer.

Di tangan Elex, lahirlah Call of Duty: Global Operations, yang saat ini sedang dalam masa soft launching untuk platform Android. Kalau melihat screenshot-nya, grafiknya jauh lebih bagus daripada Call of Duty: Heroes yang juga ber-genre strategi – wajar mengingat Heroes dirilis di tahun 2014.

Berhubung ini game strategi, gameplay pun disajikan dari tampilan bird’s eye. Global Operations juga mengusung elemen MMO; pemain memegang peran sebagai jenderal, bertugas membangun pasukan, merekrut komandan veteran seperti Captain Price, Ghost, Soap (karakter-karakter populer dari franchise CoD), dan membentuk aliansi dengan pemain lain.

Call of Duty: Global Operations

Mode multiplayer tentu tersedia, baik co-op maupun PvP (player versus player). Kendati demikian, pemain juga dipersilakan bersantai menikmati single-player campaign. Global Operations semestinya bisa membawa angin segar bagi para penggemar CoD yang sedang bosan dengan genre shooter, tapi di saat yang sama masih tertarik dengan kelanjutan dari franchise ini.

Untuk sekarang, Call of Duty: Global Operations baru tersedia di Filipina dan Australia. Peluncuran globalnya masih belum diketahui. Semoga saja nasibnya tidak seperti Call of Duty: Siege, game strategi yang tidak jadi dirilis pasca soft launching-nya pada Oktober 2016.

Sumber: VentureBeat.

Application Information Will Show Up Here

Call of Duty Black Ops 4 Kalahkan Penjualan Red Dead Redemption 2

Seperti sebelumnya, kuartal terakhir tahun ini dimeriahkan oleh pelepasan game-game yang paling dinanti dari franchise-franchise raksasa. Mereka semua akan bersaing hingga momen liburan nanti. Sejak bulan Oktober kemarin, Anda mungkin sudah sempat mendengar judul-judul apa saja yang berhasil memperoleh pemasukan hingga ratusan juta dolar.

Melihat angkanya, dua permainan berhasil mencuri perhatian kita. Dirilis di tanggal 12 Oktober, Call of Duty: Black Ops 4 sempat mengamankan gelar sebagai game terlaris di 2018, sukses meraup US$ 500 juta dalam waktu 24 jam. Namun titel itu sempat direbut oleh Red Dead Redemption 2 dengan US$ 725 juta cuma dalam tiga hari. Meski demikian, data terkini menunjukkan bahwa game shooter Activision itu ternyata masih lebih laku dibanding simulator koboi buatan Rockstar.

RDR 2

Berdasarkan laporan NPD Group terkait penjualan game di bulan Oktober 2018, Call of Duty: Black Ops 4 berhasil mengungguli Red Dead Redemption 2, terutama di wilayah Amerika Serikat. Menakar dari distribusi versi fisiknya, Black Ops 4 tercatat sebagai game dengan penjualan tertinggi urutan kedelapan sepanjang sejarah, sejak NPD Group mulai beroperasi di tahun 1995. Perlu diketahui bahwa WWII masih menjadi game Call of Duty terlaris dalam periode 12 bulan.

Red Dead Redemption 2 sendiri terpantau sebagai permainan dengan penjualan terbanyak kedua baik di bulan Oktober maupun di tahun 2018. Dibanding Red Dead Redemption pertama (dilepas tahun 2010), angka pemasarannya naik tiga kali lipat.

Inilah 20 permainan terlaris di bulan Oktober 2018 di kawasan Amerika Serikat. Perlu diketahui bahwa daftar di bawah tidak merepresentasikan distribusi game secara digital serta di platform PC, hanya versi fisik untuk console.

  1. Call of Duty: Black Ops IIII
  2. Red Dead Redemption II
  3. Assassin’s Creed: Odyssey
  4. NBA 2K19
  5. Super Mario Party
  6. Soul Calibur VI
  7. FIFA 19
  8. Marvel’s Spider-Man
  9. Madden NFL 19
  10. WWE 2K19
  11. Forza Horizon 4
  12. Lego DC Super Villains
  13. My Hero One’s Justice
  14. Shadow Of The Tomb Raider
  15. Mario Kart 8
  16. Grand Theft Auto V
  17. Super Mario Odyssey
  18. Diablo III
  19. The Legend of Zelda: Breath of the Wild
  20. NHL 19

Di bulan Oktober kemarin, pemasukan dari penjualan game global mencapai US$ 1,545 miliar, naik 73 persen dari Oktober 2017; dan menyentuh US$ 10,52 miliar dalam periode setahun. Menurut NPD Group, US$ 1,545 selama sebulan merupakan rekor baru. Sebelumnya, nilai penjualan permainan video tertinggi (selama sebulan) yang berhasil mereka catat adalah di Oktober 2008 – tepat 10 tahun silam.

Bukan cuma konten digital, penjualan hardware serta aksesori gaming juga memperlihatkan lonjakan dalam 12 bulan ini, masing-masing sebesar US$ 2,72 miliar (meningkat 19 persen) dan US$ 2,96 miliar (naik 35 persen).

Via VentureBeat.

Detail Terkait Mode Battle Royale di Call of Duty: Black Ops 4 Disingkap Lewat Trailer Baru

Sebagai permainan ke-15 di seri utama Call of Duty, Black Ops 4 mengusung arahan penyajian yang sangat kontras dari para pendahulunya. Melihat tren populer di ranah game action saat ini, Activision dan tim developer Treyarch nekat untuk menukar keberadaan campaign single-player yang sudah menjadi tradisi Call of Duty selama belasan tahun dengan mode battle royale.

Lewat arahan baru tersebut, Black Ops 4 merupakan permainan Call of Duty pertama yang difokuskan sepenuhnya pada multiplayer. Begitu diumumkan, mode last man standing berskala besar itu tentu saja segera menarik perhatian. Treyarch memberinya nama Blackout, dan di sana, mereka mencoba mengombinasikan gameplay khas Call of Duty dengan formula battle royale tradisional.

Dan tak lama setelah EA menyingkap informasi lebih jauh mengenai Firestorm di Battlefield V, Activision segera memublikasikan trailer ‘Blackout Battle Royale’. Video berdurasi dua menit lebih ini tidak memiliki narasi, namun penyuguhan gameplay kemungkinan besar tak jauh berbeda dari PUBG atau Fortnite: pemain diterjunkan ke suatu lokasi dari udara, dan sebelum mulai memburu lawan, Anda harus mengumpulkan persenjataan serta peralatan terlebih dulu.

Treyarch menjelaskan bahwa Blackout akan menyuguhkan peta permainan terbesar di seri Call of Duty. Di sana, tempat-tempat seperti Nuketown, Hydro Dam serta Cargo Dock digabung dalam satu lokasi raksasa. Pertempuran bisa dilakukan di darat, perairan serta udara; dan Anda diperkenankan untuk memanfaatkan segala macam kendaraan yang tersedia, misalnya ATV, truk, dan helikopter.

Di mode ini, game mempersilakan kita memilih karakter. Treyarch menyediakan opsi berupa tokoh-tokoh protagonis dan antagonis di seri Black Ops – contohnya Alex Mason, Raul Menendez, hingga kru Primis. Menariknya lagi, Blackout tak hanya mengadu para pemain saja. Developer menambah ancaman di arena battle royale tersebut dengan menghadirkan zombie – mengingatkan saya pada DayZ.

Treyarch berencana untuk menggelar uji coba mode battle royale Black Ops 4 minggu depan, dimulai pada tanggal 10 September nanti. Aksesnya cukup terbatas karena hanya bisa diikuti oleh mereka yang telah melakukan pre-order versi PlayStation 4-nya. Tes beta Blackout di platform lain baru akan menyusul sesudahnya.

Call of Duty: Black Ops 4 rencananya akan meluncur di Windows, PlayStation 4 dan Xbox One pada tanggal 12 Oktober 2018. Activision tampaknya tidak gentar untuk mengadu kreasi mereka itu dengan Red Dead Redemption 2, dilepas tepat dua minggu setelah Black Ops 4.