Carro Announces Series C Funding and Unicorn Status, Stirring Car Marketplace Competition

The used car marketplace platform Carro today (15/6) announced Series C funding worth $360 million or equivalent to 5.1 trillion Rupiah. The round was led by SoftBank Vision Fund 2, participated by a number of investors including East Ventures. Carro claims to have reached “unicorn” status with this investment round, aka reaching a valuation of more than $1 billion.

This funding continues the previous ones the company secured for the last few years. In 2020, Carro received debt funding from a number of investors, following the series B round which was closed in the first quarter of 2019. From the seed investment in 2015 until 2020, Carro managed to reach valuation of around $291 million.

The investors involved include Alpha JWC Ventures, B Capital Group, NCore Ventures, Golden Gate Ventures, Endeavor Catalyst, Mitsubishi Corp, and a number of others. SoftBank Group had previously invested in Carro in 2016 through SoftBank Ventures Asia.

Carro is to channel the fresh funds to strengthen its market position and expand its products in the markets of Indonesia, Thailand, Malaysia and Singapore. Carro will also increase its financial services portfolio by expanding beyond in-house loan financing, as well as accelerating the development of AI capabilities.

Carro management team / Carro

Last April, Carro Indonesia stated that their services managed to record total sales of used car units of over 100% in Q1 2021 compared to Q4 2020. In terms of business as a whole, Carro claims to have posted revenue growth of more than 2.5x as of March 2021 and continued its positive EBITDA position for the second year in a row.

The next round, based on the founder’s statement to e27, the company is considering to go public. It is said that the plan will be finalized in the next 18-24 months.

Within its company group, Carro also oversees several digital platforms, such as Genie (Singapore), myTukar (Malaysia), and Jualo (Indonesia).

Market Competition

In the category of purchasing (C2B) and selling (B2C) used cars, Carro competes directly with Carsome — both are regional players with business bases in Indonesia and some countries.

The business model is similar, for C2B they buy consumer cars instantly by conducting thorough inspections. The company provides checkpoints at strategic locations — while purchase requests can be made via the website. The purchased cars are then sold to car dealership owners for re-marketing.

As for the B2C model, the cars that were successfully purchased and inspected were re-sold through their digital platform. The unique value offered is the result of inspection, considering that the goods being sold are used stuff. They also work with financial institutions to peddle credit schemes.

Based on an site visits analysis in Indonesia and Malaysia, Carsome is currently superior to Carro. In each country they operate different sites, such as in Indonesia: Carsome.id and Carro.id; as well as in Malaysia: Carsome.my and myTukar.com.

Carro vs Carsome stats in Indonesia:

myTukar vs Carsome stats in Malaysia:

In terms of funding, Carsome has secured a series D funding round from a number of investors at the end of 2020. From the seed round to the last round, Carsome’s estimated valuation has reached $250 million. Endeavor and the Mitsubishi unit were involved in financing Carsome and Carro.

A recent report published by DealStreetAsia says that Carsome is in the midst of seeking more than $200 million in new funding — and potentially turning them into the next unicorn.

According to company’s submitted data, in Q4 2020 Carsome managed to record the highest revenue, which was double the period before the pandemic. In addition, Carsome also managed to achieve group operational profitability in Q4 2020.

In Indonesia, there are also other players, OLX Autos (formerly BeliMobilGue) which has now been integrated with OLX’s services. The main focus is on buying cars from consumers — although some of the inspection products are currently starting to be sold through OLX and other online marketplace channels.

Carro and Carsome also promote an online-to-offline strategy by presenting outlets to assist the transaction process. Carro just launched the “Carro Automall Point” in April 2021, currently the used car showrooms are located in three areas around Jabodetabek. Meanwhile, Carsome has recently launched the “Experience Center” in early April 2021. For its own inspection points, Carsome has covered 15 cities in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Carro Umumkan Pendanaan Seri C dan Jadi Unicorn, Kompetisi “Car Marketplace” Meruncing

Platform marketplace mobil bekas Carro hari ini (15/6) mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai $360 juta atau setara 5,1 triliun Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh SoftBank Vision Fund 2, diikuti sejumlah investor termasuk East Ventures. Dengan tambahan investasi ini, Carro menyatakan telah mencapai status “unicorn”, alias mencapai valuasi lebih dari $1 miliar.

Perolehan ini menyambung pendanaan yang berhasil dibukukan perusahaan pada beberapa tahun terakhir. Di tahun 2020, Carro memdapatkan pendanaan debt dari sejumlah investor, menyusul putaran seri B yang ditutup pada kuartal pertama 2019. Dari rangkaian investasi tahap awal tahun 2015 s/d 2020, Carro berhasil membukukan valuasi sekitar $291 juta.

Adapun investor yang terlibat termasuk Alpha JWC Ventures, B Capital Group, NCore Ventures, Golden Gate Ventures, Endeavor Catalyst, Mitsubishi Corp, dan sejumlah lainnya. SoftBank Group sendiri sebelumnya juga telah berinvestasi di Carro pada tahun 2016 melalui SoftBank Ventures Asia.

Carro akan menggunakan dana segar tersebut untuk memperkuat posisi pasarnya dan memperluas produk di pasar Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Carro juga akan meningkatkan portofolio layanan keuangannya dengan memperluas di luar pembiayaan pinjaman in-house, serta mempercepat pengembangan kemampuan AI.

Jajaran tim dan manajemen Carro / Carro

April lalu, tim Carro Indonesia menyampaikan bahwa pada Q1 2021 layanan mereka berhasil membukukan total penjualan unit mobil bekas hingga di atas 100% dibandingkan Q4 2020. Sementara untuk bisnisnya secara keseluruhan, per Maret 2021 Carro mengklaim telah membukukan pertumbuhan pendapatan lebih dari 2,5x dan melanjutkan posisi EBITDA positif untuk tahun kedua secara berturut-turut.

Babak selanjutnya, menurut pengakuan founder kepada e27, perusahaan akan mempertimbangkan untuk go-public. Di katakan rencana tersebut akan dimatangkan 18-24 bulan ke depan.

Dalam grup perusahaannya, Carro juga menaungi beberapa platform digital Genie (Singapura), myTukar (Malaysia), dan Jualo (Indonesia).

Kompetisi pasar

Di kategori pembelian (C2B) dan penjualan (B2C) mobil bekas, Carro berkompetisi langsung dengan Carsome — keduanya sama-sama pemain regional yang juga memiliki basis bisnis di Indonesia dan sejumlah negara.

Model bisnisnya nyaris mirip, untuk C2B mereka membeli mobil konsumen secara instan dengan melakukan inspeksi menyeluruh. Perusahaan menyediakan titik-titik pemeriksaan di lokasi strategis — adapun permintaan pembelian bisa dilakukan melalui situs web. Mobil yang dibeli selanjutnya dijual kepada para pemilik diler mobil untuk kembali dipasarkan.

Sementara untuk model B2C, mobil yang berhasil dibeli dan diinspeksi kembali dijual melalui platform digital yang mereka miliki. Nilai unik yang coba dihadirkan adalah hasil inspeksi, mengingat barang yang dijual adalah bekas. Mereka juga bekerja sama dengan lembaga finansial untuk menjajakan skema kredit.

Berdasarkan analisis kunjungan situs di Indonesia dan Malaysia, sejauh ini Carsome lebih unggul dibandingkan dengan Carro. Di tiap negara mereka mengoperasikan situs yang berbeda, seperti di Indonesia: Carsome.id dan Carro.id; serta di Malaysia: Carsome.my dan myTukar.com.

Statistik Carro vs Carsome di Indonesia:

Statistik myTukar vs Carsome di Malaysia:

Di sisi pendanaan, Carsome akhir tahun 2020 lalu baru membukukan putaran pendanaan seri D dari sejumlah investor. Dari seed round sampai putaran terakhir yang diperoleh estimasi valuasi Carsome telah mencapai $250 juta. Endeavor dan unit Mitsubishi terlibat di pendanaan Carsome dan Carro.

Kabar terbaru yang diterbitkan DealStreetAsia mengatakan, bahwa Carsome tengah dalam penjajakan untuk mendapatkan pendanaan baru lebih dari $200 juta — dan berpotensi membawa mereka menjadi unicorn selanjutnya.

Menurut data yang disampaikan perusahaan, pada Q4 2020 Carsome berhasil membukukan pendapatan tertinggi yang jumlahnya dua kali lipat dari periode sebelum pandemi. Selain itu, Carsome juga berhasil mencapai profitabilitas operasional group pada Q4 2020.

Di Indonesia juga ada pemain lainnya yakni OLX Autos (sebelumnya BeliMobilGue) yang kini sudah terintegrasi dengan layanan milik OLX. Fokus utamanya lebih ke pembelian mobil dari konsumen — kendati saat ini beberapa produk hasil inspeksinya juga mulai dijual melalui OLX dan kanal online marketplace lainnya.

Carro dan Carsome turut galakkan strategi online-to-offline dengan menghadirkan gerai untuk membantu proses transaksi. Carro baru meresmikan “Carro Automall Point” pada akhir April 2021 lalu, saat ini showroom mobil bekas tersebut sudah berada di tiga lokasi sekitar Jabodetabek. Sementara Carsome juga baru meresmikan “Experience Center” pada awal April 2021 lalu. Untuk titik inspeksi sendiri, Carsome sudah menjakau 15 kota di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Carro Resmikan Automall Point, Suguhkan Pengalaman “Online-Offline” dalam Jual-Beli Mobil

Pada kuartal I 2021, platform car marketplace Carro mengklaim berhasil membukukan total penjualan unit mobil bekas hingga di atas 100% dibandingkan kuartal IV 2020. Dan rata-rata penjualan mobil bekas didominasi jenis MPV dan SUV bertransmisi otomatis dengan harga jual kisaran Rp100 juta hingga Rp600 juta.

Menurut Co-founder Carro Aditya Lesmana, salah satu alasan mengapa penjualan mobil bekas lebih diminati saat pandemi, di tengah tekanan ekonomi  masyarakat membutuhkan opsi kendaraan yang lebih ekonomis, namun tetap aman dan berkualitas. Oleh karena itu bisa dikatakan secara nilai ekonomi, mobil bekas menjadi pilihan terbaik.

“Walaupun demikian banyak masyarakat masih ragu untuk pergi dari satu dealer ke dealer lain karena faktor keamanan dan kualitas. Faktor inilah yang menjadi salah satu kekuatan Carro, karena konsumen dapat memilih, melihat informasi, bahkan melakukan pembayaran maupun tukar tambah secara online, dan mobil pilihan konsumen akan langsung kami kirimkan ke alamat yang dituju,” kata Aditya.

Carro juga telah bekerja sama dengan e-commerce Tokopedia dan Blibli, yang semakin memudahkan konsumen untuk membeli mobil bekas berkualitas, serta melakukan tukar tambah secara cepat, dengan berbagai jenis pilihan pembayaran.

Sepanjang tahun 2020 merupakan periode yang penuh tantangan bagi banyak sektor, termasuk industri otomotif. Hal ini tercermin dari data yang dikeluarkan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil wholesales turun 48,35 persen pada 2020 dibandingkan 2019, sedangkan penjualan mobil ritel turun 44,55 persen.

Sementara itu menurut Lembaga Pembiayaan yang dihimpun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pembiayaan mobil bekas pada Januari 2020 sempat menyentuh Rp58,35 triliun, namun angkanya terus turun hingga level terendahnya pada Agustus 2020, yaitu Rp51,32 triliun.

Hadirkan Carro Automall Point

Sepanjang 2020 lalu, melakukan beberapa inovasi dan ekspansi. Salah satunya dengan menghadirkan Carro Automall. Melalui Carro Automall, konsumen bisa mendapatkan pengalaman hybrid online-offline saat membeli mobil.

Sebelumnya, salah satu kompetitor mereka Carsome juga telah meluncurkan Carsome Experience Center, untuk hadirkan pengalaman serupa.

“Kami melihat pertumbuhan transaksi digital begitu pesat di Indonesia, di sisi lain konsumen juga tetap ingin mendapatkan pengalaman langsung dari sebuah gerai offline. Melalui kehadiran Carro Automall Point, kami meningkatkan sinergi online-offline dalam proses jual-beli mobil bekas. Sehingga di samping kecepatan, dan kepraktisan yang didapat dari penerapan teknologi digital secara online, konsumen juga dapat menikmati pengalaman langsung dari gerai offline kami,” kata Aditya.

Dengan diluncurkannya Carro Automall Point ini juga diharapkan perusahaan bisa menjangkau lebih luas lagi konsumen yang tinggal di luar pulau Jawa. Pasar mobil bekas yang masih tradisional turut menambah tantangan untuk mendapatkan mobil bekas berkualitas. Hal inilah yang menjadi perhatian Carro. Dalam waktu dekat ini Carro juga akan membuka Carro Automall Point di beberapa kota di Indonesia, antara lain Tangerang dan Semarang.

“Melalui Carro Automall, konsumen dari luar pulau Jawa dapat memilih, dan membeli mobil bekas berkualitas dengan mudah. Dan kami bahkan sudah berhasil mengirimkan mobil hingga ke Papua. Ditambah lagi dengan hadirnya Carro Automall Point di berbagai kota di Indonesia, akan membuat Carro dapat semakin dekat dan mudah dijangkau,” kata Aditya.

Disinggung apakah Carro memiliki rencana untuk penggalangan dana tahun ini, Aditya menegaskan sebagai platform jual-beli mobil bekas, Carro memiliki komitmen untuk terus meningkatkan layanan dan ekspansi bisnis agar bisa menjangkau seluruh masyarakat dan fundraising menjadi salah satu pilar perusahaan untuk mewujudkan komitmen tersebut.

Tahun 2019 lalu Carro mendapatkan pendanaan lanjutan senilai $30 juta atau setara dengan 428,2 miliar Rupiah. Investasi ini merupakan kelanjutan dari penggalangan seri B yang sebelumnya diumumkan pada Mei 2018 ($30 juta) dan Maret 2019 ($30 juta). Jika ditotal dari pendanaan pertama, kurang lebih Carro telah mengumpulkan total lebih dari $100 juta dari para investor.

“Kami sebagai startup selalu berada dalam fundraising-mode dan memastikan performa dan profitabilitas perusahaan di setiap lini selalu siap untuk mendapatkan pendanaan pada saat kapan pun.”

Application Information Will Show Up Here

Klaim Pertumbuhan Bisnis, Carsome Indonesia Resmikan “Experience Center”

Pandemi tahun lalu ternyata cukup mempengaruhi bisnis platform digital untuk penjualan mobil bekas Carsome. Kepada DailySocial, Co-founder & Group CEO Carsome Eric Cheng mengungkapkan, saat Malaysia, Indonesia, dan Thailand menjalani fase lockdown Covid-19 pada Maret-April tahun lalu, sebagian besar operasional bisnis Carsome terhenti. Meskipun demikian, mereka kemudian mampu mengendalikan situasi dengan cepat dan menjaga angka permintaan untuk mencapai v-shape recovery di Juni 2020.

“Di Q3 2020, kami akhirnya berhasil pulih sepenuhnya ke volume transaksi sebelum pandemi akibat permintaan kepemilikan kendaraan pribadi sebagai pilihan mobilitas yang lebih aman di tengah pandemi (dibandingkan dengan transportasi online atau transportasi umum).”

Momen tersebut kemudian menjadi titik balik untuk pemulihan cepat dan pertumbuhan kuat perusahaan. Sehingga pada kuartal Q4 2020 berhasil membukukan pendapatan tertinggi yang jumlahnya dua kali lipat dari periode sebelum pandemi. Selain itu, Carsome juga berhasil mencapai profitabilitas operasional group pada Q4 2020.

Akhir tahun 2020 lalu Carsome juga telah telah membukukan pendanaan seri D senilai $30 juta atau setara 424 miliar Rupiah. Investor yang terlibat meliputi Asia Partners, Burda Principal Investments, dan Ondine Capital. Sejauh ini menjadi all-equity financing terbesar dalam industri otomotif online di Asia Tenggara.

Setahun sebelumnya, tepatnya awal Desember 2019, Carsome mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai $50 juta. Putaran ini didukung MUFG Innovation Partners, Daiwa PI Partners, Endeavour Catalyst, Ondine Capital, serta investor di putaran sebelumnya termasuk Gobi Partners dan Convergence Ventures.

Luncurkan “Experience Center”

Diluncurkan pertama kalinya di Malaysia bulan Agustus 2020 lalu, bulan April tahun ini Carsome meresmikan “Carsome Experience Center” mereka di Indonesia. Bertempat di Jalan Sultan Iskandar Muda No.1A, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Carsome Pondok Indah Experience Center menjadi solusi bagi konsumen untuk membeli mobil bekas yang berkualitas serta bergaransi secara aman dan mudah.

Rencananya Carsome juga akan membuka Experience Center di Thailand tahun ini. Harapannya konsumen di semua negara juga bisa merasakan pengalaman yang aman dan mendapatkan jaminan kualitas ketika membeli mobil bekas.

“Kami memahami susahnya membeli mobil bekas seperti, sulit mendapatkan info yang akurat, kondisi mobil yang ada di listing berbeda dengan kondisi mobil aslinya, banyak penambahan biaya-biaya tak terduga dari harga yang tertera di listing, dan tidak ada jaminan kualitas adalah beberapa di antaranya,” kata Eric.

Secara khusus Carsome ingin mempermudah masyarakat merasakan pengalaman yang nyaman dan mudah untuk membeli. Menawarkan beragam pilihan mobil bekas yang telah terpilih dan melewati standar pemeriksaan mobil yang ketat dan berkualitas tinggi. Mobil-mobil yang tidak mengalami kecelakaan besar, kebanjiran, atau memiliki kerusakan rangka.

Di sisi lain, Carsome juga ingin memperkuat industri mobil bekas di Indonesia, memperkenalkan cara terpercaya bagi konsumen dalam membeli mobil bekas dan tentunya membangun platform yang terpercaya dan terintegrasi untuk mobil-mobil bekas tersertifikasi.

“Setelah menelusuri informasi yang rinci dan melakukan pemesanan secara online di platform, pelanggan dapat mengunjungi Carsome Experience Center untuk melihat kondisi mobil yang sebenarnya, test drive, atau untuk mendapatkan informasi lebih dalam dari konsultan Carsome kami. Dengan itu, kami berharap dapat menjangkau konsumen yang biasanya ragu membeli mobil bekas karena kurangnya kepercayaan,” kata Eric.

Disinggung apa yang membedakan pasar Indonesia dibandingkan dengan negara lainnya, Eric menegaskan Indonesia adalah negara di Asia Tenggara dengan volume penjualan mobil bekas tertinggi, 2,5 juta unit terjual pada 2019 dengan market size sekitar $20 Miliar. Laju pertumbuhan tahunan gabungan (2010-2019) untuk penjualan mobil bekas di Indonesia adalah 8%, sedangkan kepemilikan mobil per 1.000 orang berada pada 77, dibandingkan dengan Malaysia (353), Thailand (243) dan Singapura (94).

“Melalui informasi dari laporan MomentumWorks, serta besarnya populasi dan cakupan geografis Indonesia, kami yakin bahwa Indonesia adalah pasar yang penuh dengan potensi pertumbuhan namun belum terfasilitasi. Hal ini membuat kami sangat yakin dengan prospek yang ada, dan kami berharap dapat memperluas cara baru membeli mobil ke lebih banyak kota di Indonesia,” tutup Eric.

Application Information Will Show Up Here

Mendiskusikan Kondisi dan Peluang Startup di Bidang Otomotif Selepas Pandemi

Industri penjualan produk otomotif juga menjadi area bisnis yang mulai banyak digarap pemain digital – baik oleh startup dari dalam atau luar negeri. Diskusi tentang sektor tersebut menjadi menarik, terlebih tahun ini para pemain diharapkan dengan pandemi dan dampak setelahnya, termasuk resesi.

Untuk membahas topik tersebut, di sesi #SelasaStartup minggu pertama bulan Desember 2020, DailySocial mengundang Delly Nugraha selaku General Manager Carsome Indonesia.

Carsome Group sendiri, awal bulan ini baru mengumumkan perolehan pendanaan seri D senilai $30 juta atau setara 424 miliar Rupiah. Investor yang terlibat meliputi Asia Partners, Burda Principal Investments, dan Ondine Capital. Selain penguatan operasional, termasuk di Indonesia, mereka juga akan melakukan perluasan model bisnis ke ranah C2B2C.

Perkembangan pasar

Sesi #SelasaStartup dengan Delly Nugraha dari Carsome
Sesi #SelasaStartup dengan Delly Nugraha dari Carsome

Dalam pemaparannya Delly mengatakan, pasar mobil bekas masih sangat besar di tanah air. Bahkan tiga negara (Indonesia, Malaysia, dan Thailand) memberikan sumbangsih 80% terhadap unit ekonomi di industri tersebut di Asia Tenggara. Studi terbaru Momentum Works mengatakan bahwa total nilai transaksi mobil bekas mencapai $600 juta di wilayah tersebut.

Tidak dimungkiri, pandemi sempat memberikan dampak penurunan. Menurut data yang dimiliki Delly, sejak dimulai PSBB sekitar bulan April secara transaksional transaksi di industri turun derastis. Tidak hanya pada penjualan mobil saja, bahkan juga di aspek pendukungnya, seperti penjualan bahan bakar. Namun sejak Agustus 2020, secara perlahan dan konsisten mulai kembali normal.

“Dari data Gakindo, sekarang kondisinya sudah kembali baik. Jika April lalu jumlah mobil terjual sekitar 7 ribuan unit, per Oktober ini sudah sampai 49 ribuan lagi. Ada optimisme di industri, market sudah mulai rebound,” ujar Delly.

Ia juga memaparkan, dari data Google Trend akhir-akhir ini, kata kunci pencarian mobil bekas di Indonesia juga mulai meningkat. Artinya memang ketertarikan untuk membeli atau menjual di kalangan masyarakat. Di YouTube pun, ulasan mengenai mobil bekas juga dikatakan mendapatkan traksi yang lebih tinggi – asumsinya orang yang akan beli/jual mobil bekas melihat review terlebih dulu.

“Kalau lihat hasil riset McKinsey, setelah pandemi ini perilaku konsumen di Indonesia berubah. Yang tadinya mereka rutin pakai kendaraan umum, kini mempertimbangkan untuk menggunakan mobil pribadi untuk mengurangi kontak langsung dengan keramaian. Ini jadi peluang tersendiri untuk pemain industri seperti Carsome,” imbuhnya.

Platform penjualan mobil bekas

Carsome sendiri saat ini hadir membantu masyarakat yang ingin menjual mobil bekas. Pengguna bisa mengakses layanan lewat situs; kemudian tim akan melakukan pengecekan secara detail dari aspek mesin, interior, eksterior, dll. Dari hasil penilaian, mobil akan diberikan harga kemudian ditawarkan kepada mitra dealer yang tergabung di Carsome untuk mendapatkan penawaran terbaik.

Pain point yang ingin diselesaikan, biasanya ketika menjual mobil secara manual, pengguna sulit mendapatkan pembeli yang tepat – kalaupun dijual langsung ke pemasok, tak sedikit yang mematok harga kurang bersaing, disebabkan karena kurangnya transparansi.

“Untuk itu layanan Carsome memastikan proses penjualan mobil dilakukan secara mudah, cepat, dan transparan. Untuk penguji, kami juga ada aplikasi, di dalamnya terdapat checklist detail bagian-bagian yang harus diperiksa. Pun untuk mitra dealer, aplikasi memungkinkan mereka untuk memberikan penawaran harga mobil secara cepat dan bisa memberitahukan secara langsung melalui sistem ke pengguna,” jelas Delly.

Selama pandemi ini, ternyata juga tidak sedikit yang mempertimbangkan untuk menjual mobilnya, mengurangi aset depresiasi yang dimiliki. “Misalnya tadinya dalam satu rumah ada 3 mobil untuk masing-masing anggota keluarga, karena adanya PSBB, WFH, dll sekarang aktivitas keluar rumah jadi berkurang, jadi banyak yang menjual mobilnya. Di sisi lain, yang belum punya juga mulai banyak mencari mobil bekas untuk keperluannya. Supply demand-nya terjembatani dengan baik,” lanjut Delly.

Di Indonesia sendiri, pasar jual-beli mobil memang perlu disikapi secara unik. Banyak faktor yang menyebabkan kondisi pasar di tiap daerah berbeda-beda. Delly menyebutkan ada empat hal mendasar yang mempengaruhi. Pertama adalah letak geografis, ini berpengaruh pada distribusi produk. Karena stok di perkotaan dan di daerah pasti berbeda – terlebih saat berbicara produk mobil baru.

Faktor kedua, terkait daya beli. Spesifikasi ini perlu dipahami dengan baik, sehingga para pemain industri dapat menyuguhkan varian produk yang terjangkau di pasar tertentu. Ini juga berhubungan dengan faktor selanjutnya, yakni harga. Kadang produk dengan merek dan kondisi yang mirip dapat di jual dengan harga berbeda di daerah yang berbeda. Contohnya, kalau dari Jakarta orang berasumsi mobilnya berisiko kena banjir dan penggunaannya sangat tinggi karena sering terjebak macet. Terakhir, faktor dasar hukum ekonomi, yakni supply-demand. Tentu akan banyak berpengaruh pada kondisi pasar mobil bekas di suatu daerah.

“Karena kultur kami startup, maka menjadi lebih fleksibel untuk berinovasi di berbagai sisi, baik di internal maupun eksternal. Jadi bisa menyesuaikan apa yang benar-benar dibutuhkan oleh pengguna. Termasuk terkait rencana pemanfaatan dana, kami secara gesit akan memulai model bisnis baru tahun depan di Indonesia. Harapannya akan banyak masyarakat yang terbantu,” tutupnya.

Gambar header: Depositphotos.com

Carsome Dapatkan Pendanaan Seri D 424 Miliar Rupiah, Segera Perluas Model Bisnis

Platform digital untuk penjualan mobil bekas Carsome hari ini (08/12) mengumumkan telah membukukan pendanaan seri D senilai $30 juta atau setara 424 miliar Rupiah. Investor yang terlibat meliputi Asia Partners, Burda Principal Investments, dan Ondine Capital. Sejauh ini menjadi all-equity financing terbesar dalam industri otomotif online di Asia Tenggara.

Setahun sebelumnya, tepatnya awal Desember 2019, Carsome mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai  $50 juta. Putaran ini didukung MUFG Innovation Partners, Daiwa PI Partners, Endeavour Catalyst, Ondine Capital, serta investor di putaran sebelumnya termasuk Gobi Partners dan Convergence Ventures.

Disampaikan oleh Co-Founder & Group CEO Carsome Eric Cheng, “Pendanaan ini akan kami gunakan untuk memperkuat model bisnis yang telah ada yaitu C2B, dan mempercepat mewujudkan model bisnis baru kami yaitu B2C. Kami berharap dapat meluncurkan C2B dan B2C pertama di Asia Tenggara untuk mobil bekas dan pengalaman ritel yang jauh lebih unggul.”

Sepanjang Covid-19, klaim Eric, perusahaannya berhasil meningkatkan pendapatan bisnis hingga 2x lipat dibandingkan periode sebelum pandemi. Per November 2020 atau sejak lima tahun didirikan, Carsome telah memfasilitasi sekitar 100 ribu penjualan mobil bekas. Ada peningkatan drastis yang berasal dari perilaku konsumen di Indonesia, Malaysia, Thailand dan Singapura.

“Carsome telah meraih profit per Oktober 2020, lebih cepat dari proyeksi sebelumnya [..] Kami yakin pendanaan seri D terbaru ini akan membantu dalam aksi merger dan akuisisi ke depannya, untuk bisa lebih mengkonsolidasikan rantai pasokannya,” imbuh CFO Carsome Juliet Zhu.

Layanan Carsome memfasilitasi pengguna untuk menjual mobil bekasnya; untuk kemudian ditawarkan ke mitra dealer penjual mobil bekas. Dalam proses pembelian, mereka juga melakukan inspeksi mobil di 175 titik yang komprehensif. Model layanan serupa di Indonesia juga diadopsi pemain lain seperti OLX Auto dan Carro.

OLX Autos (sebelumnya BeliMobilGue) juga sempat mendapatkan perolehan pendanaan $30 juta pada Agustus 2019 lalu; melanjutkan pendanaan seri A senilai $10 juta yang didapat di tahun sebelumnya.

Pengembangan model bisnis

Soal perluasan model bisnis di luar C2B memang sudah beberapa kali disampaikan pihak Carsome, termasuk di Indonesia. Misi ini diperkuat pernyataan resmi Eric, yang akan segera menghadirkan model B2C di layanannya. Skema ini memungkinkan pengguna membeli mobil bekas dari mitra dealer yang terdaftar di aplikasi.

Pada kesempatan temu media, General Manager Carsome Indonesia Delly Nugraha menyampaikan, penambahan model bisnis memang tengah digodok internal Carsome. Ia menyampaikan, model C2B2C yang akan diaplikasikan termasuk di Indonesia.

Ambisi ini tak lain dilatar belakangi potensi pasar yang sangat besar. Studi terbaru Momentum Works mengatakan bahwa total nilai transaksi mobil bekas mencapai $600 juta; pihak Carsome mengatakan sudah berhasil menyumbang 1% di Asia Tenggara. Pasar di Malaysia, Indonesia, dan Thailand menyumbang sekitar 80% dari nilai pasar regional.

Beberapa pengembang platform digital di dunia juga telah mendapatkan traksi dan valuasi besar. Misalnya Cars24 di India, setelah mendapatkan pendanaan seri E senilai $200 juta mereka berhasil menyabet gelar unicorn. Status yang sama juga didapat Kavak di Meksiko; bahkan di Amerika Serikat platform Vroom berhasil mengumpulkan $468 juta dari penawaran umum perdana pada Juni 2020 lalu.

Application Information Will Show Up Here

Carsome Indonesia on Succession, to Enter the C2B2C Business Model

In order to boost its business in Indonesia, the used car sales platform Carsome has just appointed Delly Nugraha as General Manager of Indonesia. Previously, Delly was known as VP at Gojek who was responsible for the development of SME partners. This succession was also used by Carsome as a form of commitment to seriously work on the Indonesian market. An understanding of the local market is considered important to support this goal.

In a media conference this afternoon (26/11), Delly conveyed a number of strategies that would be taken to improve Carsome’s business. One of them is to launch the C2B2C business model in 2021, enabling consumers to sell their used cars, as well as buy used cars through applications. Previously, Carsome applied C2B services, as a medium for consumers to sell their cars to dealerships – including promotional, inspection, and payment services.

Furthermore, Delly said, there are two things that will be done to strengthen the existence of Carsome Indonesia. First, continue to build consumer trust by improving used car buying and selling services that are easy, fast, and transparent. Second, build organizational and team strength in the midst of the Covid-19 pandemic situation. He believes that the positive growth in business results is in line with generating positive business margins as well.

“The used car market was affected by the pandemic, but has started to show growth again in the last few months. We believe the used car market will recover and improve in 2021. Our role at Carsome is to continue to maintain and even increase the momentum of the used car market revival,” said Delly.

According to the research by DSResearch in 2018, there are several car sales services that are currently popular in Indonesia. At that time the survey was followed by 729 respondents who had made car sales transactions through the application. Apart from Carsome, there are BeliMobilGue (now rebranded as OLX Autos) and Carro.

Platform penjualan mobil bekas di Indonesia

Carsome has been present in Indonesia since 2017. As the business strengthens, including the series C funding worth $50 million obtained at the end of 2019, currently in Indonesia they have reached more than 4100 dealers. Overall they have also helped sell more than 100 thousand used cars in their operational areas, namely in Indonesia, Malaysia, Thailand and Singapore.

Also attending the Grace Quah event as Regional Marketing Director. He said the most significant markets for Carsome were Indonesia and Malaysia. Many efforts are being made to become a market leader, including they are currently raising new funding to present various product and service initiatives for consumers. There are no details that can be conveyed about the fundraising, the process is not yet complete.

This year, Carsome also launched several technology products, namely the CARpartner and CARdealer applications (previously known as CarsomeGO) to simplify and accelerate the process of searching for used car information and transaction convenience for used car dealers.

“We have a unique value proposition, from the dealer side, they will get more and faster offers (after the goods are inspected). Having more comprehensive options makes them happier. From the consumer side, products are also offered at competitive prices, because our system offers used cars that are sold to many dealers at once – they can bid up to a deal at a certain number, ”Delly said.

With the presence of new business models and innovations, Delly is optimistic that Carsome will become the market leader. This year, it is said to have doubled its sales from before the pandemic. In fact, the growth of used cars sold through Carsome increased by almost 300% quarter-on-quarter in the third quarter of this year.

* Note: We are revising parts of the business model, from C2C ​​to C2B2C


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Carsome Indonesia Lakukan Suksesi, Segera Rambah Model Bisnis C2B2C

Guna menggenjot bisnisnya di Indonesia, platform penjualan mobil bekas Carsome baru saja menunjuk Delly Nugraha sebagai General Manager Indonesia. Sebelumnya Delly dikenal sebagai VP di Gojek yang bertanggung jawab untuk pengembangan mitra UKM. Suksesi ini juga dijadikan Carsome sebagai wujud komitmen untuk secara serius menggarap pasar Indonesia. Pemahaman tentang pasar lokal dianggap penting untuk menunjang tujuan tersebut.

Dalam acara jumpa media siang ini (26/11), Delly menyampaikan sejumlah strategi yang akan diambil untuk meningkatkan bisnis Carsome. Salah satunya akan meluncurkan model bisnis C2B2C di tahun 2021, memungkinkan konsumen menjual mobil bekasnya, sekaligus membeli mobil bekas lewat aplikasi. Sebelumnya Carsome mengaplikasikan layanan C2B, sebagai medium konsumen menjual mobilnya ke dealer — di dalamnya termasuk layanan promosi, inspeksi, dan pembayaran.

Lebih lanjut Delly mengatakan, ada dua hal yang akan dilakukan untuk memperkuat eksistensi Carsome Indonesia. Pertama, terus membangun kepercayaan konsumen dengan meningkatkan layanan jual-beli mobil bekas yang mudah, cepat, dan transparan. Kedua, membangun kekuatan organisasi dan tim di tengah situasi pandemi Covid-19. Ia yakin pertumbuhan hasil bisnis yang positif sejalan dengan menghasilkan margin bisnis yang positif juga.

“Pasar mobil bekas sempat terkena dampak pandemi, namun sudah mulai menunjukkan pertumbuhan kembali sejak beberapa bulan terakhir. Kami yakin pasar mobil bekas akan kembali pulih dan membaik di 2021. Peran kami di Carsome adalah untuk terus menjaga bahkan menaikkan momentum kebangkitan pasar mobil bekas,” ujar Delly.

Menurut hasil riset yang dilakukan DSResearch tahun 2018, ada beberapa layanan penjualan mobil yang saat ini populer di Indonesia. Kala itu survei diikuti 729 responden yang pernah melakukan transaksi penjualan mobil melalui aplikasi. Selain Carsome, ada BeliMobilGue (kini sudah rebranding jadi OLX Autos) dan Carro.

Platform penjualan mobil bekas di Indonesia

Carsome mulai hadir di Indonesia sejak tahun 2017. Seiring penguatan bisnis, termasuk pendanaan seri C senilai $50 juta yang didapat akhir tahun 2019, saat ini di Indonesia mereka telah merangkul lebih dari 4100 dealer. Secara keseluruhan mereka juga sudah membantu menjual lebih dari 100 ribu mobil bekas di wilayah operasionalnya, yakni di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Singapura.

Turut hadir dalam acara Grace Quah selaku Regional Marketing Director. Ia mengatakan, pasar yang paling signifikan untuk Carsome adalah Indonesia dan Malaysia. Banyak upaya yang tengah dilakukan untuk menjadi pemimpin pasar, tak terkecuali mereka tengah menggalang pendanaan baru untuk menghadirkan berbagai inisiatif produk dan layanan untuk konsumen. Belum ada detail yang bisa disampaikan soal penggalangan dana, prosesnya belum rampung.

Tahun ini, Carsome juga meluncurkan beberapa produk teknologi, yaitu aplikasi CARpartner dan CARdealer (sebelumnya dikenal sebagai CarsomeGO) untuk lebih mempermudah dan mempercepat proses pencarian informasi mobil bekas dan kenyamanan bertransaksi yang diperuntukkan bagi para dealer mobil bekas.

“Kami punya unique value proposition, dari sisi dealer mereka akan mendapatkan penawaran lebih banyak dan cepat (setelah barang diinspeksi). Adanya opsi yang lebih lengkap membuat mereka lebih senang. Dari sisi konsumen, produk juga ditawarkan dengan harga yang kompetitif, karena sistemnya kami menawarkan mobil bekas yang dijual kepada banyak dealer sekaligus – mereka bisa menawar sampai deal di angka tertentu,” ujar Delly.

Dengan hadirnya model bisnis dan inovasi-inovasi baru, Delly cukup optimis membawa Carsome untuk menjadi pemimpin pasar. Tahun ini, pihaknya juga mengklaim telah meningkatkan penjualannya sebanyak dua kali lipat dari sebelum pandemi. Bahkan, pertumbuhan mobil bekas yang terjual lewat Carsome meningkat hampir 300% quarter-on-quarter pada kuartal ketiga tahun ini.

*Catatan: Kami merevisi bagian model bisnis, dari C2C ke C2B2C

Application Information Will Show Up Here

Muncul Sebagai Industri Agnostik, Indogen Capital Berkomitmen Bantu Investor Masuk Pasar Indonesia

Industri VC terus tumbuh secara signifikan, terkait pasar Indonesia sebagai salah satu yang paling aktif di kawasan Asia Tenggara. Salah satu yang menjadi kontributor adalah Indogen Capital, investor pada sektor agnostik di Asia Tenggara dengan pengalaman operasi yang fokus pada peta persaingan pasar Indonesia.

Dari sisi sumber daya, Indonesia sangat menggugah dengan semua dinamika gaya hidup dan bisnis di dalamnya. Indogen Capital, sebagai VC dengan pengalaman terkait  bisnis keluarga dan jaringan yang kuat, bertujuan untuk menjadi mitra bagi VC asing yang ingin melakukan ekspansi ke pasar Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Hal ini yang membuat mereka berbeda dari VC lainnya.

Managing Partner Indogen Capital, Chandra Firmanto mengatakan, “Indonesia menjadi yang utama untuk pasar digital, dan kami melihat bahwa Indonesia semakin agresif. Sebagian besar pemain besar bukan lokal, mereka tidak memiliki pengetahuan tentang budaya dan kebiasaan kita. Saya melihat ini sebagai peluang modal ventura membantu VC asing untuk expand portofolionya.”

Fokus dan target investasi

Sebagai modal ventura, tak ayal profit menjadi tujuan akhir. Meskipun melabeli diri sebagai industri agnostik, Indogen Capital berkomitmen untuk berinvestasi hanya di sektor yang menjanjikan, seperti fintech, gaya hidup (termasuk esports), logistik & e-commerce, AI & Blockchain, dan Edutech.

“Metriknya jelas, harus ada nilai dalam teknologi. Karena itu, lembaga keuangan membutuhkan layanan Anda

Dari segi tahapan, Firmanto mengungkapkan saat ini perusahaan memiliki spesialisasi pada pra-Seri dan Seri A. Mereka hanya menargetkan post-seed, bukan seed karena berisiko tinggi. Namun, ia mengakui bahwa perusahaan juga memiliki pengecualian, terutama pada perusahaan yang melibatkan profesional atau serial entrepreneur.

Targetnya jelas, harus exit, tetapi caranya bisa berbeda-beda. Ada tiga cara exit yang disebutkan oleh Managing Partner Indogen Capital. Pertama, dari IPO. Dalam hal ini, akan ada periode lockdown [6 hingga 1 tahun] untuk sepenuhnya exit. Kedua, exit melalui akuisisi. Hal ini paling mungkin terjadi dengan valuasi yang cukup fleksibel berdasarkan permintaan. Ketiga, adalah jsecondary exit, di mana investor bisa menjual saham yang sudah mapan kepada VC atau investor lain.

Secondary exit ini sangat menarik, ini menjadi alasan mengapa kita harus membangun hubungan yang baik di antara VC,” tambah Chandra.

Portfolio saat ini

Indogen Capital mulai beroperasi pada akhir 2016, ketika Managing Partner, Chandra Firmanto lulus dari bisnis keluarganya lalu memulai sebuah inovasi baru dengan beberapa teman. Mereka mulai berinvestasi sejak 2017 dan berhasil mencatat 18 portofolio hingga saat ini, termasuk platform perdagangan mobil terkemuka di Asia Tenggara, Carsome, dan pasar online produk perancang busana Islam lokal di Indonesia, Hijup. Salah satu yang terbaru adalah platform penyewaan jangka pendek dan manajemen properti, Travelio.

Dari 18 portofolio yang ada, tiga diantaranya sudah exit. Yang pertama adalah Spacemob yang diakuisisi oleh WeWork pada 2017. Kedua, mereka exit dari Clearbridge Health dengan IPO di Singapore Stock Exchange. Terakhir, ada AINO, solusi pembayaran untuk sektor transportasi dan pemerintah di Indonesia yang telah diakuisisi sebagian oleh TIS Corp.

“VC memang sarat kompetisi. Namun, ketika kami menawarkan nilai tambah, kita bisa ubah jadi kolaborasi. Dalam hal ini, kami memiliki jejaring yang kuat dan kemauan untuk hands-on,” ujar Chandra.

exit

Di balik semua kisah sukses, pasti ada pelajaran bermakna. Dalam hal ini, Indogen Capital juga pernah mengalami investasi yang tidak terlalu baik pada salah satu layanan on-demand dalam bidang pekerjaan domestik dan binatu di Indonesia. Masalah ini menjadi rumit ketika membahas rencana masa depan perusahaan. Pada saat itu, kami menyederhanakan skema exit dan terlalu fokus pada hal-hal kecil yang tidak berdampak besar.

“Satu hal penting yang saya pelajari, adalah wajib hukumnya untuk mengkonfirmasi dengan para pemain apakah mereka memiliki keinginan untuk produk atau layanan tertentu dalam ekosistem mereka,” kata Firmanto.

Terkait fundraising

Indogen Capital telah mencetak Fund pertama sebesar US$ 10 juta dengan LP yang terlibat semuanya lokal dan 80% sudah tersalurkan. Saat ini, mereka sedang mengincar dana kedua sebesar US$ 50 juta, akan segera menutup US$ 10 miliar pertama dari jaringan global, seperti Hongkong, Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang. Mengenai sisa 40 miliar, Firmanto mengatakan tim telah menyediakan ruang untuk perusahaan-perusahaan besar.

Setiap startup memiliki jenis kebutuhan yang berbeda, Indogen Capital mencoba mengakomodasi semua ini melalui investor yang tepat. Itulah alasan di balik dana pertama mereka yang hanya melibatkan LP lokal. Hal ini yang menjadi kekuatan mereka. Para investor datang tidak hanya dari Pulau Jawa tetapi dari seluruh Indonesia.

“Jangan bilang ingin jadi mitra investasi untuk Indonesia jika hanya bisa mendukung yang di pulau Jawa,” kata Firmanto.

Mengenai ticket size, mereka menetapkan sekitar 200-500 ribu pada dana pertama. “Kami bahkan bukan ancaman bagi VC lain. Hal ini lebih kepada untung daripada rugi,” lanjut Chandra.

Pihaknya menyatakan telah melampaui target pengembalian investasi tahunan sebesar tiga puluh persen secara konsisten tahun-ke-tahun. Timnya mengaku sangat agresif ketika menetapkan target 3-5 pengembalian atau return dalam 7 tahun.

 

Indogen Capital is an Industry-Agnostic, Bridging Investors to Indonesian Market

The VC industry continues to grow in its significant way, as the Indonesian market still one of the most crowded in the Southeast Asia region. One of the contributors is Indogen Capital, a sector agnostic investor in Southeast Asia with deep operating experience in the Indonesian market.

In terms of resources, Indonesia is very attractive with all the dynamics in lifestyle and businesses. Indogen Capital, as a VC with family-business background experiences and powerful network, aims to be a value-adding partner for overseas VCs looking to grow in expand into the Southeast Asia market, particularly Indonesia. That is supposedly what makes them different from other VCs.

Indogen Capital’s Managing Partner, Chandra Firmanto said, “Indonesia becomes prime for the digital market, and we see that it’s getting aggressive. Most big players are not local, they didn’t have knowledge of our culture and habit. I see an opportunity for venture capital to help overseas VC to expand its portfolio.”

Investment focus and target

As a venture capital, profit becomes the ultimate goal. Although they claimed to be an industry-agnostic, Indogen Capital commits to investing only in hot sectors, such as fintech, lifestyle (including esports), logistics & e-commerce, AI & Blockchain, and Edutech.

“The metric is clear, there must be value in technology. Therefore, the financial institution needs your service

In terms of stage, Firmanto said the VC is specialized in pre-Series and Series A. They only target post-seed, not the seed level due to high-risk. However, he admits that the company has exceptions, particularly on the organizations that involved professionals or serial entrepreneurs.

The target has always been clear, it’s to exit, but the approach can be different. There are three ways of exit, shared by Indogen Capital’s Managing Partner. First, it’s from the IPO. In this case, there will be lockdown period [6 to 1 year] to fully exit. Second, exit through a major acquisition. This one is likely to happen and valuation is quite flexible based on demand. Third, is a secondary exit, where you can trade established shares to other VCs or investors.

“The secondary exit is very attractive, it is the reason why we have to build a good relationship among VCs,” Firmanto added

The portfolio story

Indogen Capital began operation in late 2016, it’s when the Managing Partner, Chandra Firmanto, has graduated from his family business and initiated something new with some friends. They started to invest in organizations since 2017 and managed to invest in 18 portfolios today, including the leading car trading platform in Southeast Asia, Carsome, and the online marketplace of local Islamic fashion designers’ products in Indonesia, Hijup. The latest one is a short-term rental and property management platform, Travelio.

Among the 18 portfolios, three have exited. The first one is Spacemob which acquired by WeWork in 2017. Second, they exited from Clearbridge Health by IPO on the Singapore Stock Exchange. Last but not least, AINO, a payment solution for transportation and government sectors in Indonesia which partially acquired by TIS Corp.

“VC is indeed a competition. However, when we have added value, it may turn into collaboration. In this case, we have powerful networking and willingness to hands-on,” Firmanto said.

door-1590024_1920

Behind the success stories, there must be lessons learned. In this case, Indogen Capital happened to experience not-so-good investment to one of the on-demand housekeeping and laundry services in Indonesia. It’s a complicated issue concerning future plans. At that time, we simplify our exit scheme and too focused on small matters.

“One thing I learn, the most important is to confirm with the players whether they demand to have certain services in their ecosystem,” Firmanto said.

Fundraising terms

Indogen Capital has closed its first fund at US$10 million with only local LPs involved and already 80% deployed. Currently, they are aiming for US$50 million second fund, soon to close the first US$10 billion from global networks, such as Hongkong, Taiwan, South Korea, and Japan. Regarding the rest billion, Firmanto said the team has reserved space for big corporations from other countries.

Every startup has a different kind of special needs, Indogen Capital tries to accommodate all these through the right investors. That is the reason behind their first fund involved only the local LPs. This is what becomes their strong point. The investors come from not only Java Island but all over Indonesia.

“You cannot be the investment partner for Indonesia if you can only support Java,” Firmanto said.

Regarding ticket size, they set around 200-500 thousand at the first fund. “We’re not even a threat to other VCs. It’s rather an advantage than a disadvantage,” Firmanto continued.

It is said that they have consistently exceeded their annual investment return target of thirty percent year-on-year. The team is very aggressive, they even set a target for 3-5 return in 7 years.