Google Sedang Menggodok Fitur Virtual Desks untuk Chrome OS

Sebagian besar porsi penggunaan Chromebook berasal dari ranah pendidikan. Harga perangkat yang terjangkau, ditambah sistem operasi yang ringan membuatnya ideal untuk tugas-tugas sederhana seperti browsing atau mengetik dokumen.

Singkat cerita, perangkat Chrome OS lebih pantas dilihat sebagai penunjang produktivitas, meski levelnya jauh di bawah kategori workstation. Untuk urusan konsumsi multimedia, ada tablet Android maupun iPad yang jauh lebih mumpuni, sehingga akan lebih bijak apabila perangkat Chrome OS kian mematangkan perannya sebagai penunjang produktivitas kelas ringan.

Google nampaknya mengamini anggapan tersebut. Untuk itu, mereka pun mulai menyiapkan fitur bernama Virtual Desks buat Chrome OS. Dari namanya saja sebenarnya sudah kelihatan bahwa cara kerjanya mirip seperti fitur Multiple Desktop di Windows dan Mission Control di macOS.

Berkat Virtual Desks, pengguna nantinya dapat mengelompokkan aplikasi berdasarkan proyek yang sedang dikerjakannya. Buat murid sekolah misalnya, mereka dapat membuat Virtual Desk khusus untuk masing-masing mata pelajaran sehingga semuanya jadi lebih terorganisasi.

Fitur ini tentunya dapat menjadikan Chrome OS lebih fleksibel perihal multitasking. Namun di saat yang sama, multitasking seringkali menuntut kapasitas memory yang besar untuk bisa berjalan dengan lancar, sehingga kemungkinan fitur ini tak akan kita jumpai pada Chromebook kelas entry yang harganya super-terjangkau.

Untuk sekarang, Virtual Desks pada Chrome OS baru dalam tahap pengembangan awal. Tidak ada informasi terkait estimasi jadwal perilisannya, namun setidaknya ini merupakan kabar baik bagi mereka yang sudah nyaman menggunakan Chromebook, tapi di saat yang sama masih mendambakan kapabilitas lebih demi semakin memaksimalkan produktivitasnya.

Sumber: SlashGear.

Microsoft Edge Bakal Adopsi Teknologi Open-Source Chromium

Di bawah komando Satya Nadella, Microsoft dalam beberapa tahun terakhir tampak lebih aktif berpartisipasi dalam komunitas pengembangan software open-source. Puncaknya terjadi pada bulan Juni lalu, tepatnya ketika Microsoft mengumumkan bahwa mereka berniat mengakuisisi GitHub, salah satu platform open-source terpopuler yang ada saat ini.

Namun itu rupanya belum cukup untuk menunjukkan komitmen Microsoft terkait filosofi open-source. Baru-baru ini, mereka mengumumkan bahwa browser andalannya, Edge, bakal mengadopsi proyek open-source Chromium yang digagaskan Google. Ya, ini berarti ke depannya Edge bakal menggunakan rendering engine yang sama seperti Chrome.

Mengapa baru sekarang? Mungkin Microsoft baru menyadari kelemahan Edge perihal kompatibilitas. Namun situasinya bakal berubah drastis ketika Edge sudah memakai fondasi teknologi yang sama seperti Chrome. Chrome adalah browser terpopuler saat ini, jadi wajar apabila developer selalu memastikan situsnya bisa berjalan optimal di Chrome.

Selain penyempurnaan kompatibilitas, pengadopsian Chromium juga berarti Edge bisa hadir di lebih banyak platform. Edge nantinya dapat diunduh oleh konsumen yang perangkatnya masih menjalankan Windows 7 atau Windows 8, dan Microsoft tidak menutup kemungkinan akan eksistensi Edge di platform macOS.

Terakhir, Microsoft juga berjanji untuk aktif berpartisipasi dalam pengembangan Chromium. Kontribusi mereka pada dasarnya berpotensi menjadikan browserbrowser berbasis Chromium lebih baik di platform Windows, termasuk Chrome itu sendiri.

Sumber: Microsoft.

Versi Terbaru Chrome di Komputer Kini Dibekali Fitur Picture-in-picture

Picture-in-picture, Anda yang sering menonton video-video YouTube menggunakan smartphone semestinya sudah tidak asing dengan fitur ini. Bagi yang tidak tahu, fitur ini memungkinkan video untuk ditonton dalam jendela berukuran kecil di ujung layar sehingga pengguna bisa menelusuri YouTube tanpa harus menutup video tersebut.

Percaya atau tidak, selama ini fitur tersebut tidak tersedia di browser Chrome versi komputer. Padahal, layar komputer yang lebih besar jelas lebih ideal untuk implementasi fitur ini. Kabar baiknya, picture-in-picture sekarang sudah tersedia di Chrome versi 70.

Jadi, ketika Anda memutar suatu video YouTube misalnya, Anda dapat mengklik kanan di bagian videonya, lalu memilih opsi “Picture in picture”. Seketika itu juga akan muncul jendela baru berukuran kecil, dan video pun bisa Anda tonton selagi sibuk dengan tab yang lain di browser.

Secara default, jendela picture-in-picture ini akan diposisikan di ujung kanan bawah, tapi kita bisa dengan mudah memindahnya ke mana saja kita mau. Ukuran jendelanya pun bisa diperbesar atau diperkecil, lalu ketika sudah selesai, tinggal klik icon “X” untuk menutupnya.

Pengguna browser Opera mungkin bakal tertawa membaca artikel ini, mengingat mereka sudah kebagian fitur serupa sejak lama. Terlepas dari itu, picture-in-picture sekarang sudah tersedia sebagai fitur standar pada Chrome 70 di Windows, macOS, Linux maupun Chrome OS.

Picture-in-picture memang tidak sekeren Project Stream yang memungkinkan kita untuk bermain game AAA dengan modal Chrome saja. Namun fitur ini tetap tidak boleh diremehkan; kalau terlalu sering digunakan (terutama di jam kerja), produktivitas bisa menurun drastis.

Sumber: Android Police.

Google Perkenalkan Project Stream, Layanan Streaming Game via Chrome

Saat industri gaming semakin besar, hardware yang dibutuhkan untuk menjalankan konten hiburan interaktif juga kian terjangkau. Dan sejak beberapa belas tahun silam, sejumlah pionir bahkan mencetus ide sangat radikal: bagaimana jika game bisa dijalankan tanpa mesin, dan hanya memerlukan sambungan internet? Inilah gagasan dasar dari cloud gaming.

Konsep game streaming belakangan mulai sering terdengar. Sony sudah lama menginisiasi PlayStation Now, Nvidia punya GeForce Now, bahkan sejumlah developer lokal telah menyediakan platform gaming on demand mereka – misalnya Skyegrid serta Emago. Kali ini, sang raksasa internet Google diketahui mulai melangsungkan pengujian platform cloud yang mereka namai Project Stream.

Premis Project Stream terdengar sederhana sekaligus mengagumkan. Cukup berbekal browser Chrome di PC desktop maupun laptop, pengguna dipersilakan menikmati game-game kelas blockbuster. Dalam proses pengembangannya, Google melakukan kolaborasi bersama sejumlah publisher game internasional, salah satunya adalah Ubisoft. Saat sesi tesnya dimulai nanti, Assassin’s Creed Odyssey tersedia buat para partisipan.

Lewat Project Stream, Google bermaksud menawarkan solusi atas kendala umum di layanan gaming on demand, misalnya buffering yang memakan waktu serta penurunan kualitas grafis akibat ketidakstabilan koneksi. Dan berbeda dari streaming video, game merupakan jenis konten bergrafis kaya yang menuntut sistem interaksi instan antara unit controller dengan layar, sehingga keterlambatan dalam penyampaian informasi – meski hanya sedikit – dapat memengaruhi pengalamannya.

Google menjelaskan bagaimana dalam pengembangan game, sejumlah developer betul-betul mencurahkan perhatian mereka pada detail; dari mulai mendesain kulit karakter, pakaian, rambut, hingga membangun dunia berskala besar tempat Anda bermain, termasuk tekstur di tiap helai rumput. Kemudian setiap pixel di sana didukung juga oleh sejumlah teknologi rendering real-time, animasi, efek visual, simulasi, serta sistem fisik.

Menurut Google, segala hal tersebut harus disajikan secara optimal terlepas dari apapun platform pilihan konsumen. Mereka sendiri menetapkan resolusi 1080p dengan 60 gambar per detik sebagai standar idealnya.

Sesi uji coba Project Stream rencananya akan dimulai pada tanggal 5 Oktober nanti, namun baru bisa diikuti oleh konsumen yang tinggal di kawasan Amerika Serikat saja.

Gerbang pendaftaran sudah dibuka, tapi ada sejumlah syarat lain juga harus terpenuhi: Anda membutuhkan internet berkecepatan minimal 25 megabit per detik, kemudian program ini hanya dapat diikuti oleh individu berusia 17 tahun ke atas. Peserta yang diperkenankan Google untuk berpartisipasi dalam tes bisa menikmati Assassin’s Creed Odyssey secara gratis.

Sumber: Google.

[Panduan Pemula] Tak Perlu Aplikasi, Iklan di Browser Chrome Bisa Dihilangkan dengan Cara Ini

Meski bukan satu-satunya cara, iklan masih menjadi sumber pemasukan paling favorit bagi para pengelola situs entah itu situs personal, komunitas, forum atau media. Sayangnya, beberapa pengelola memasang iklan yang jumlahnya luar biasa mengganggu aktivitas pengunjung, termasuk menggunakan iklan pop-up.

Selain mengganggu kenyaman pembaca, iklan yang agresif juga menyimpan resiko keamanan. Sebab tak sedikit penerbit iklan yang tidak mengetahui bahwa script yang disematkan melakukan praktik-praktik terlarang yang melanggar privasi pengguna. Kalau sudah begini, langkah paling tepat adalah menggunakan tools pemblokir iklan yang banyak bertebaran di toko ekstensi browser. Bahkan, Chrome menyediakan tool sendiri yang menawarkan fungsi serupa.

  • Jalankan browser Chrome seperti biasa, kemudian klik menu Settings.cara menghilangkan iklan di browser chrome
  • Lalu klik Advance – Content Settings.

cara menghilangkan iklan di browser chrome

  • Di pengaturan konten, ada dua opsi yang akan diubah. Yang pertama, Pop-ups and redirects, ini untuk memblokir iklan popup dan redirect. Kemudian kedua, Ads untuk memblokir iklan.

cara menghilangkan iklan di browser chrome

  • Di panel Pop-ups and redirect secara default dalam kondisi mati. Ubah ke posisi aktif dengan mengklik tombol Allowed.

cara menghilangkan iklan di browser chrome

  • Kembali ke pengaturan konten, sekarang klik Ads dan lakukan hal yang sama seperti di atas.

cara menghilangkan iklan di browser chrome

Selesai, sekarang Chrome secara default akan memblokir jenis iklan yang mengganggu seperti popup dan redirect kemudian iklan yang secara agresif melacak aktivitas pengguna.

Selain cara di atas, Anda juga punya opsi kedua tapi dengan menggunakan aplikasi pihak ketiga atau istilah umumnya disebut ekstensi ads blocker. Ada banyak pilihan, salah satunya AdBlock.

Sumber gambar header cliqz.

Chrome 70 Beta Dukung Otentikasi Sidik Jari dan Kian Agresif Tandai Situs Non-HTTPS

Belum lama ini Google merayakan ulang tahun Chrome  yang ke 10 dengan memperkenalkan Google Material Theme ke Chrome 69, membuat Omnibar menjadi lebih pintar, dan memperkenalkan banyak fitur berfaedah lainnya. Tak menuggu lama setelah versi 69 masuk ke fase stabil, kini Chrome 70 versi beta datang di mana berbagai API baru segera dapat dimanfaatkan oleh pengembang. Tentu bersama sejumlah fitur-fitur baru yang tengah disempurnakan.

Dalam versi terbaru Chrome 70 beta, Google ingin menghadirkan akses ke situs lebih mudah dari sebelumnya dengan memungkinkan Chrome menggunakan pembaca sidik jari di perangkat Android atau Mac sebagai bentuk otentikasi dua faktor.

webauth

Fungsi ini memberikan kemampuan baru kepada browser untuk mengakses sidik jari atau sensor Touch ID. Perangkat keras ini dapat diaktifkan secara default sebagai bagian dari API Otentikasi Web. Bagi situs yang menerapkan API ini, maka secara default Touch ID dapat digunakan sebagai otentikasi 2-faktor.

Selanjutnya, sebagian besar layanan online meminta pengguna untuk memasukkan kata sandi atau informasi sensitif ketika mengakses akun. Di Chrome 70 sekarang secara otomatis keluar dari mode layar penuh setiap kali halaman dengan kotak dialog muncul termasuk ketika web meminta pengguna memasukkan alamat, informasi kartu kredit, atau otentikasi lainnya.

Privasi juga menjadi salah satu perhatian Chrome, di mana perambang di versi 70 tidak akan lagi menyertakan nomor versi Android dan iOS di string identifikasi agen pengguna yang terlihat oleh situs web. Tujuannya apa? Yaitu untuk mencegah eksploitasi penargetan, sidik jari, dan pelanggaran lainnya.

Perubahan besar berikutnya, Google mulai menguji Google Shape Detection API, yang memungkinkan perambang mendeteksi dan mengenali informasi seperti wajah, kode batang, dan teks dalam gambar. Tambahan fitur ini mengandalkan OCR (pengenalan karakter di layar) yang bertujuan memungkinkan pengguna untuk mengubah foto dokumen teks menjadi PDF jauh lebih mudah dari sebelumnya.

Terakhir, Google juga secara masif dan serius mendorong penggunaan protokol HTTPS untuk menghadirkan lingkungan yang aman bagi semua pengguna internet. Hal ini telah didorong secara agresif di Chrome 69 dan kini makin didorong lebih jauh di Chrome 70 beta di mana Chrome menambahkan label Not Secure berwarna merah ketika pengguna mengetikkan email dan sandi di web tanpa HTTPS.

Fitur lain masih disepurnakan di versi beta tetapi sudah tersedia untuk Android, sistem operasi Chrome (OS), Linux, macOS dan Windows.

Sumber berita Chrome dan AndroidPolice.

Google Chrome Rayakan Ulang Tahun yang ke-10 dengan Sederet Fitur dan Tampilan Baru

Tepat tanggal 2 September kemarin, Google Chrome resmi berulang tahun yang ke–10. Satu dasawarsa memang bukan apa-apa jika dibandingkan dengan browser lain yang lebih senior, macam Firefox misalnya, namun tetap saja ini merupakan pencapaian yang mengesankan, apalagi jika melihat status Chrome sebagai anak baru saat pertama dirilis di tahun 2008.

Untuk merayakannya, Google telah menyiapkan versi baru Chrome yang sudah dirombak total. Tampilannya kini jadi lebih segar dan modern, dan Google memastikan desainnya terasa koheren di semua platform. Satu perubahan yang paling mencolok dan bermanfaat adalah di Chrome versi mobile, di mana toolbar-nya kini diposisikan di bawah demi memudahkan akses – dampak tren layar smartphone yang terus bertambah besar.

Google Chrome redesign

Pembaruan yang Google terapkan rupanya tidak berhenti sampai di kulitnya saja. Google telah menyematkan sederet fitur baru pada versi anyar Chrome ini, salah satunya adalah password manager terintegrasi. Selain menyimpan informasi berbagai akun pengguna, Chrome juga bisa membantu menciptakan kata sandi yang kompleks, yang akan otomatis disimpan di akun Google sehingga pengguna dapat mengaksesnya dari perangkat desktop maupun mobile.

Google Chrome redesign

Selanjutnya, Google turut menyempurnakan omnibox milik Chrome. Kita tahu bahwa Chrome-lah yang memelopori tren satu kotak di browser untuk mencantumkan alamat situs sekaligus melakukan pencarian. Di versi terbarunya, berbagai hasil pencarian kini bisa ditampilkan langsung di omnibox tanpa harus membuka tab baru.

Google Chrome redesign

Juga menarik adalah kemampuan Chrome untuk mendeteksi semua tab yang sedang dibuka, sehingga ketika Anda hendak membuka salah satunya di tab baru, Chrome akan menginformasikan kalau situs tersebut sudah ada di salah satu tab, dan Anda bisa langsung mengunjunginya dengan mengklik tombol “Switch to tab”. Ke depannya, pengguna juga dapat melakukan pencarian file yang tersimpan di akun Google Drive-nya lewat omnibox yang sama.

Terakhir, perihal personalisasi, Chrome versi baru telah dilengkapi fitur shortcut ke situs-situs favorit yang dapat diakses langsung dari halaman tab baru. Gambar latarnya pun sekarang bisa diganti sesuka hati, sekali lagi demi menimbulkan kesan lebih modern pada Chrome.

Sumber: Google.

Google Luncurkan Chrome untuk VR Headset Daydream

Google merancang Chrome supaya dapat digunakan di semua perangkat dan platform. Namun sampai kemarin masih ada yang terlewatkan, yakni Daydream VR bikinan Google sendiri. Beruntung Google sudah menyadarinya sejak lama, dan baru saja merilis Chrome untuk Daydream.

Bukan cuma headset Google Daydream View yang kebagian jatah, tapi juga yang bertipe standalone seperti Lenovo Mirage Solo. Pada prakteknya, Chrome edisi VR ini justru lebih berguna di VR headset tipe standalone macam Mirage Solo, sebab kalau dengan Daydream View asumsinya Anda bisa membuka browser lewat smartphone.

Google memastikan bahwa semua fitur Chrome versi desktop maupun mobile juga tersedia di sini, mulai dari bookmark, incognito mode sampai voice search. Tidak ketinggalan juga fitur yang diracik khusus untuk Chrome versi Daydream, yakni Cinema Mode, yang akan mengoptimalkan tampilan video dalam medium VR.

Kehadiran Chrome di Daydream ini juga berarti konsumen dapat menikmati konten VR lebih banyak lagi. Pasalnya, sejak tahun lalu Chrome sudah mengemas dukungan standar WebVR. Jadi seandainya ada konten VR yang tidak dikemas menjadi aplikasi oleh pengembangnya, pengguna headset Daydream masih bisa menikmatinya secara immersive lewat Chrome.

Sumber: Google.

Browser Chrome Terbaru Deteksi HTTP Sebagai Tidak Aman

Saat berkunjung ke sebuah website, tentu saja faktor keamanan menjadi sebuah hal penting. Mungkin terdengar sederhana, namun pada saat sebuah website tidak menerapkan tingkat keamanan, data Anda bisa dihadang oleh para tangan jahil. Dan pada saat tingkat keamanan terpasang pada sebuah website, tentu saja data yang terkirim akan dienkripsi.

Akan tetapi, tidak semua orang tahu bahwa website yang mereka kunjungi memiliki potensi tingkat keamanan. Cukup jarang memang orang yang mengerti bahwa sebuah website memiliki header HTTP atau HTTPS. Oleh karena itu, Google ternyata punya pendekatan yang berbeda.

Treatment_of_HTTP_Pages1x.max-1000x1000

Saat ini, Google Chrome versi 68, baik untuk di desktop maupun di perangkat Android, sudah melakukan hal yang lebih mudah dimengerti orang awam. Saat ini, semua website yang menggunakan protokol HTTP (Hyper Text Transfer Protocol) akan dicap sebagai website tidak aman (Not Secure). Sebaliknya, website yang menggunakan protokol HTTPS (S = Secure) akan ditandai dengan tanda aman (Secure).

Walaupun begitu, tidak semua website yang menggunakan protokol HTTP akan menyebarkan malware atau terdapat tangan-tangan jahil. Walaupun begitu, tidak ada salahnya jika kita lebih waspada dalam mengunjungi website tersebut.

Di sisi lain, tidak juga semua website dengan protokol HTTPS akan menyajikan konten yang aman. Masih banyak website dengan HTTPS yang justru menyebarkan malware ke komputer para pengguna. Oleh karena itu, Anda bisa lebih berhati-hati dan menggunakan anti virus.

Treatment_of_HTTP_Pages_with_User_Input

Perubahan ini sepertinya juga salah satu cara Google untuk mempromosikan penggunaan jalur yang lebih aman. Dengan begitu, para webmaster diharapkan dapat menggunakan protokol HTTPS. Untuk para pemilik website yang awam pun juga bisa melakukan hal tersebut dengan mudah dan gratis. Salah satu penyedia layanan tersebut seperti Let’s Encrypt.

DailySocial juga merupakan salah satu website yang mendukung penggunaan HTTPS. Jika website kami dibuka dengan menggunakan Chrome baru, tentu akan tertulis aman. Seharusnya koneksi antara komputer Anda dengan website kami tidak bisa dipotong ditengah jalan.

Oleh karena itu, yuk kita gunakan koneksi yang lebih aman.

Sumber dan gambar: Blog Google. Gambar feature: Pixabay.

[Panduan Pemula] Cara Menggunakan Scanner Malware pada Google Chrome

Zaman sekarang, melakukan penjelajahan di dunia maya memang sudah menjadi kegiatan utama. Setiap orang pasti membutuhkan sesuatu yang terdapat di internet. Tapi apakah situs yang dikunjungi tersebut aman?

Saat ini ribuan situs terindikasi menyebarkan malware, baik yang merusak PC maupun yang hanya menjangkiti browser internet saja. Bahkan, Ransomware pun juga sering kali tidur di dalam PC kita tanpa kita sadari karena diunduh secara diam-diam oleh sebuah situs.

Jika Anda menggunakan Windows 10, kemungkinan besar Anda dalam posisi aman karena Windows Defender bakal melindungi komputer dari malware. Akan tetapi, pada Windows 8 ke bawah, Windows Defender kemungkinan tidak aktif secara otomatis. Dan sampai saat ini masih banyak orang yang kurang menyadari pentingnya software anti virus.

Jika saat ini Anda menggunakan Google Chrome versi terbaru, hal tersebut mungkin dapat menyelamatkan komputer Anda. Saat ini, Google Chrome sudah dilengkapi dengan proteksi terhadap malware. Bahkan Google Chrome mampu mendeteksi malware pada komputer secara keseluruhan, bukan hanya pada browser itu sendiri.

Untuk mendeteksi malware, Google ternyata bekerja sama dengan ESET. ESET sendiri terkenal dengan software anti malware-nya yang bernama NOD32. Oleh karenanya, jika Anda menggunakan Google Chrome sebagai browser, mulai sekarang dapat menggunakan anti malware.

Chrome Clean up

Yang perlu diingat adalah bahwa anti malware pada Google Chrome hanya akan melakukan deteksi pada saat dijalankan secara manual atau on demand. Jadi, lakukan saja setiap kali Anda ingin membersihkan malware dari komputer jika tidak memiliki anti virus.

Caranya sangat mudah. Jalankan browser Chrome seperti biasa, lalu ketik pada bar alamat URL:

chrome://settings/cleanup

Deteksi malware akan berjalan beberapa saat. Lama atau tidaknya deteksi sangat tergantung dengan media penyimpanan yang Anda gunakan (SSD atau hard disk) dan banyaknya file di dalam komputer tersebut. Layanan ini juga akan mendeteksi pada saat Google Chrome dibajak oleh pihak ketiga.

Sekali lagi, yang perlu diingat adalah bahwa Chrome tidak menawarkan fasilitas anti malware secara otomatis. Untuk hal tersebut, Anda harus mempercayakan kepada software-software anti virus.

Gambar header: Pixabay.