Yummy Corp Luncurkan Aplikasi Yummyshop, Mudahkan UMKM Kuliner Kelola Bisnis

Platform cloud kitchen dan katering online Yummy Corp meluncurkan layanan baru berjuluk “Yummyshop”. Yakni sebuah aplikasi yang bisa membantu pelaku UMKM kuliner bertransaksi lebih mudah dengan konsumen mereka.

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO Yummy Corp Mario Suntanu mengungkapkan, dengan adanya Yummyshop diharapkan dapat membantu para pelaku bisnis kuliner skala kecil hingga besar dalam mengatur penjualannya.

“Ini berlaku di seluruh Indonesia, selama layanan logistik mitra kami melayani daerah tersebut. Target lainnya dengan diluncurkannya Yummyshop adalah, kami ingin membentuk ekosistem bisnis kuliner dan berjuang bersama untuk bangkit lagi setelah dua tahun ini diterpa pandemi.”

Secara khusus Yummyshop memberi kemudahan pelaku UMKM untuk mengakses dasbor dan mengisi informasi mengenai produk yang dijual seperti foto, deskripsi, dan harga barang. Berikutnya mereka dapat membuat tautan toko online yang dapat disebar ke berbagai platform media sosial.

Sejak dirilis dalam versi beta di pertengahan tahun ini, Yummyshop kini telah memiliki lebih dari 7000 merchant aktif yang tersebar di seluruh Indonesia terutama di kota-kota seperti Jakarta, Medan dan Surabaya.

“Saat ini fitur dibuat sesuai dengan kebutuhan dari para pelaku industri kuliner. Mulai dari pengaturan stok, beragam pilihan sistem pembayaran, kemudian untuk pengaturan logistik memiliki fitur self pick-up atau bisa diantarkan oleh penjual juga,” kata Mario.

Yummyshop telah terintegrasi dengan GoPay, OVO, dan ShopeePay untuk mempermudah merchant berikan opsi pembayaran sesuai keinginan pelanggan mereka. Pilihan logistik yang telah menjadi mitra resmi adalah Lalamove, Deliveree, AnterAja, hingga Mr.Speedy. Ke depannya jika memungkinkan Yummyshop juga memiliki rencana untuk menjalin kolaborasi dengan pembiayaan atau institusi finansial.

“Saat ini kami terbuka untuk berkolaborasi dengan pembiayaan untuk para penjual sehingga dapat mengembangkan bisnis brand. Kami juga terbuka untuk kolaborasi awal seperti pemberian edukasi/kelas dengan berbagai topik dari keahlian para partner seperti pemasaran, pengelolaan keuangan yang tentunya akan membuka wawasan para seller di Yummyshop. Saat ini fokus kami memperbanyak pilihan layanan delivery dan payment,” kata Mario.

Pertumbuhan bisnis Yummy Corp

Hadir sejak tahun 2017 lalu, saat ini Yummy Corp telah memiliki lebih dari 80 dapur yang menyajikan makanan lebih dari 60 brand partner untuk keseharian operasional F&B mereka. Mereka juga telah melayani konsumen B2B2C dengan layanan katering dan cloud kitchen.

Yummy Corp juga telah memproduksi 18.000 makanan setiap harinya dan dipercaya beberapa klien untuk mengelola makanan untuk kantor mereka termasuk Unilever, Wings, Oakwood, hingga Kedubes Amerika Serikat.

“Untuk jangkauan seluruh Indonesia, Yummy Corp telah memiliki 15.500 penjual yang terdaftar di Yummyshop dan 7000 di antaranya adalah merchant aktif yang berdomisili di Jabodetabek, Medan, Surabaya, dan Bandung,” kata Mario.

Ada beberapa rencana yang ingin dilancarkan oleh Yummy Corp tahun 2022 mendatang untuk tiga bisnis mereka yaitu Yummykitchen, Yummyshop, dan Yummycater. Untuk Yummykitchen, rencananya akan terus melakukan ekspansi ke kota-kota baru di Indonesia dan membantu penetrasi cloud kitchen tidak hanya di Jabodetabek namun juga kota lainnya untuk memastikan posisi mereka sebagai cloud kitchen operator di Indonesia.

Sementara untuk Yummycater, yaitu unit bisnis Yummy Corp yang bergerak di bidang food facilities management di kantor, food court, hotel, dan mall, akan fokus mendapatkan berbagai kontrak baru untuk mengoperasikan food facility di berbagai tempat dan terintegrasi dengan unit bisnis lainnya.

“Dengan percepatan vaksinasi di Indonesia diharapkan keadaan akan kembali normal dan ketiga bisnis unit Yummy Corp dapat melanjutkan tren pertumbuhan positif bahkan semakin agresif di tahun depan,” kata Mario.

Application Information Will Show Up Here

DishServe Bags Pre Series A Funding, Ready to Expand Partnership

Delivery-focused ghost kitchen platform DishServe announced the closing of pre-series A fundraising this month. Some of the investors participated include Genting Group, Insignia Venture Partners, Stonewater Ventures, Ratio Ventures, Rutland Ventures, 300x Ventures, MyAsiaVC, and several angel investors. In 2020, they also received early-stage funding from Insignia.

The company plans to use the fresh funds to plant over 500 outlets in Jakarta and expand to Bandung and Surabaya. In addition, this capital will be used to increase sales channels, develop technology, and conduct curation to increase food options.

DishServe’s Founder & CEO, Rishabh Singhi revealed to DailySocial, Indonesia is a very attractive market with a variety of signature dishes. Cloud kitchens can certainly help F&B brands reach more customers in various geographic areas.

“In a certain way, cloud kitchens have increased the food options available to customers. Delivery only internet kitchen or dark kitchen is the future of the food business,” Rishabh said.

The animo of today’s society to order food online, has encouraged DishServe’s growth which has been functioning as a ghost kitchen. The company recorded sales to grow nearly 20x since its debut. Currently, around 25 brands have joined the DishServe platform.

Strategic partnership

Apart from strategic partnerships with brands such as HongTang, Healthy Box by M Kitchen, and Chicken Pao by FoodStory, DishServe is also working with cloud kitchen platform providers such as YummyKitchen and
Grab Kitchen is leveraging its platform to scale its operations across Jakarta.

In terms of delivery, DishServe currently partnered with third-party platforms such as GrabFood, GoFood, ShopeeFood, and TravelokaEats. Through this partnership, DishServe claims to be able to increase the visibility and exposure of its F&B partners while helping them get more orders.

“Over the past year we have forged deep partnerships with these players that gives DishServe and our partner brands more exposure and visibility compared to other brands listed on the platform. For example if you open the Traveloka app and continue eating, you will find the DishServe banner on the home page which gives us more exposure,” Rishabh said.

In particular, DishServe also provides relevant technology services to its partners. Among these are branding and marketing, inventory management, procurement, enterprise POS solutions, logistics services and warehousing expansion, and logistics services without capital expenditure and low fixed costs.

Apart from SMEs, DishServe has partnered with several well-known chefs in Indonesia to curate savory dishes to be sold under their own brand names. Currently, DishServe sells the Asian Fusion Rice Bowl and a unique blend of cold teas under its own brand.

“There are no big players in the F&B segment after KFC, McDonalds, Pizzahut, Hokben. We have the opportunity to grow a top group of small-scale F&Bs with annual income of less than $100k and have the potential to generate more than $1 million per year,” Rishabh said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kantongi Pendanaan Pra-Seri A, DishServe Perluas Kemitraan

Platform ghost kitchen yang fokus kepada pengiriman, pengemasan untuk semua makanan siap saji DishServe bulan ini telah merampungkan penggalangan dana pra-seri A. Beberapa investor yang terlibat termasuk Genting Group, Insignia Venture Partners, Stonewater Ventures, Ratio Ventures, Rutland Ventures, 300x Ventures, MyAsiaVC, dan beberapa angel investor. Tahun 2020 lalu mereka juga telah menerima pendanaan tahap awal dari Insignia.

Dana segar tersebut rencananya akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk menambahkan lebih dari 500 lokasi di Jakarta dan berekspansi ke Bandung hingga Surabaya. Selain itu, modal ini juga akan digunakan untuk meningkatkan kanal penjualan, mengembangkan teknologi, dan melakukan kurasi untuk memperbanyak pilihan makanan.

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO DishServe Rishabh Singhi mengungkapkan, Indonesia saat ini merupakan pasar yang sangat menarik dengan pilihan makanan yang beragam. Cloud kitchen tentunya bisa membantu brand F&B menjangkau lebih banyak pelanggan di berbagai wilayah geografis.

“Dengan cara tertentu, cloud kitchen telah meningkatkan pilihan makanan yang tersedia bagi pelanggan. Delivery only internet kitchens atau dark kitchen adalah masa depan bisnis makanan,” kata Rishabh.

Meningkatnya minat masyarakat saat ini untuk melakukan pembelian makanan secara online, telah mendorong pertumbuhan DishServe yang selama ini berfungsi sebagai ghost kitchen. Perusahaan mencatat penjualan telah tumbuh hampir 20x sejak awal kehadirannya. Saat ini DishServe telah memiliki sekitar 25 brand yang telah bergabung dalam platform.

Kemitraan strategis

Selain menjalin kemitraan strategis dengan brand seperti HongTang, Healthy Box by M Kitchen, dan Chicken Pao by FoodStory, DishServe juga bekerja sama dengan penyedia platform cloud kitchen seperti YummyKitchen dan
Grab Kitchen yang memanfaatkan platformnya untuk meningkatkan skala operasi mereka di seluruh Jakarta.

Sementara untuk pengiriman, saat ini DishServe telah bermitra dengan platform pihak ketiga seperti GrabFood, GoFood, ShopeeFood, dan TravelokaEats. Melalui kemitraan ini DishServe mengklaim mampu meningkatkan visibilitas dan eksposur para mitra F&B sekaligus membantu mereka mendapatkan pesanan lebih banyak lagi.

“Selama setahun terakhir kami telah menjalin kemitraan yang mendalam dengan para pemain ini yang memberi DishServe dan brand mitra kami lebih banyak eksposur dan visibilitas dibandingkan dengan merek lain yang terdaftar di platform. Misalnya jika Anda membuka aplikasi Traveloka dan terus makan, Anda akan menemukan spanduk DishServe di halaman beranda yang memberi kami lebih banyak eksposur,” kata Rishabh.

Secara khusus DishServe juga menyediakan layanan teknologi yang relevan untuk mitra mereka. Di antaranya adalah branding dan pemasaran, manajemen persediaan, pengadaan, solusi POS perusahaan, layanan logistik dan ekspansi pergudangan, dan layanan logistik tanpa pengeluaran modal dan biaya tetap rendah.

Selain pelaku UKM, saat ini DishServe juga telah bermitra dengan beberapa koki ternama di Indonesia, untuk mengurasi hidangan gurih yang rencananya akan dijual dengan nama brand mereka sendiri. Saat ini, Dishserve menjual Asian Fusion Rice Bowl dan perpaduan unik dari teh dingin di bawah brand mereka sendiri.

“Tidak ada pemain besar di segmen F&B setelah KFC, McDonalds, Pizzahut, Hokben. Kami memiliki kesempatan untuk menumbuhkan kelompok teratas F&B skala kecil yang memiliki pendapatan tahunan kurang dari $100 ribu memiliki potensi untuk menghasilkan lebih dari $1 juta per tahun,” tutup Rishabh.

Dua Tahun QRIS: Ragam Tantangan Adopsi pada Startup F&B

Beberapa waktu lalu, DailySocial menerbitkan artikel berseri berdasarkan mini survey dengan topik besar QRIS yang mengambil sudut pandang konsumen secara umum dan pengalaman bertransaksi melalui aplikasi keuangan digital. Keduanya telah kami publikasi dalam dua tulisan berbeda, yakni bagian pertama dan bagian kedua.

Melanjutkan seri tulisan sebelumnya, kali ini DailySocial mencoba memvalidasi sejumlah anggapan responden yang mengkaitkan merchant sebagai salah satu hambatan adopsi QRIS di Indonesia. Sekali lagi, mini survey yang kami lakukan beberapa waktu lalu hanya mewakili sebagian kecil fakta dan tantangan yang ada. Tulisan ini menjadi salah satu upaya kami menjembatani isu di lapangan kepada para pemangku kepentingan (stakeholder).

Kami memvalidasi hasil mini survey ini dengan mewawancarai beberapa startup F&B di Indonesia, antara lain Kopi Kenangan, Hangry, dan Livera, terkait pandangan mereka dalam mengadopsi QRIS pada gerai yang mereka miliki.

Customer dan Merchant Presented Mode

Sedikit penyegaran, dua tahun pasca-meluncur, nilai transaksi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) telah mencapai sebesar Rp9 triliun di semester I 2021 atau tumbuh 214% secara tahunan (YoY). Bank Indonesia (BI) juga mencatat  sebanyak 8,2 juta merchant di Indonesia yang sudah mengadopsi QRIS. Jumlah tersebut telah bertambah sekitar 3 juta sejak akhir 2020.

Dengan pencapaian ini, BI berupaya untuk terus meningkatkan adopsi QRIS ke seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Terlebih melihat situasi pandemi Covid-19 yang belum berakhir, ekspektasi untuk bertransaksi secara nontunai (cashless) masih akan tetap ada.

Salah satu upaya BI adalah merilis fitur Customer Presented Mode untuk mempermudah penggunaan QRIS dalam waktu dekat. Customer Presented Mode memungkinkan kasir merchant untuk memindai (scan) QRIS milik pengguna ponsel. Merchant akan disediakan alat scanner dari penyedia pembayaran.

Sebaliknya, Merchant Presented Mode yang biasa kita gunakan untuk bertransaksi memampukan transaksi dengan memindai QRIS di merchant dan menyelesaikan transaksi lewat aplikasi pembayaran yang diinginkan. Sebelum QRIS meluncur, pengguna harus memasukkan nomor telepon pada masing-masing EDC milik penyedia jasa pembayaran.

“Dalam waktu dekat, kami juga akan segera meluncurkan fitur Customer Presented Mode karena sekarang kita baru ada Merchant Presented Mode. Kami juga sedang piloting transaksi QRIS untuk cross border, baik inbound maupun dan outbound,” ungkap Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Filianingsih Hendarta beberapa waktu lalu.

Memvalidasi isu adopsi QRIS pada merchant

Berdasarkan hasil mini survey QRIS, kami merangkum beberapa alasan utama responden yang belum bertransaksi dengan metode QRIS. Pertama, responden menilai merchant hanya menjadikan QRIS sebagai ‘pajangan’ saja alias kurang diutilisasi sebagaimana mestinya. Kedua, QRIS sudah tersedia, tetapi belum diaktifkan merchant.

Ketiga, petugas atau kasir kurang memahami cara memproses transaksi dengan QRIS. Keempat, QRIS terlalu banyak di-display di gerai karena setiap penyedia jasa pembayaran punya QRIS sendiri-sendiri. Terakhir, ketersediaan QRIS di merchant masih terbatas.

Kami telah mencoba memvalidasi hal-hal di atas dengan mengumpulkan perspektif lebih luas dari berbagai startup F&B. Namun, baru Kopi Kenangan, Hangry, dan Livera yang bersedia mengungkap perspektif dalam mengimplementasi QRIS. Tantangan yang mereka alami pun cukup berbeda mengingat Kopi Kenangan bertumpu pada gerai fisik, sedangkan Hangry dan Livera mengandalkan cloud kitchen.

Ilustrasi penggunaan QRIS pada platform pembayaran dompet digital / QRIS.id

Dalam pernyataannya kepada DailySocial, Manajemen Kopi Kenangan mengatakan sebanyak 500 gerai fisik miliknya sudah menerima metode pembayaran berbasis QRIS. Menurut catatannya, volume transaksi Kopi Kenangan dengan metode pembayaran QRIS meningkat 98% terhitung sejak Mei 2020 hingga Agustus 2021. Pertumbuhan ini sejalan dengan peningkatan awareness publik terhadap metode pembayaran QRIS.

Pihaknya menampik anggapan kasir kurang memahami penggunaan QRIS. Pasalnya, Kopi Kenangan menyebut selalu memberikan edukasi kepada staf terkait tata cara penggunaan QRIS. Biasanya, staf di gerai menanyakan pilihan metode pembayaran yang diinginkan oleh pelanggan dan promosinya.

“Sejauh ini tantangan utama yang kami rasakan adalah ketidakstabilan koneksi internet. Hal ini menyulitkan proses transaksi QRIS. Terkadang barcode tidak muncul, atau muncul tetapi tidak dapat di-scan,” ungkap Manajemen Kopi Kenangan.

Sementara itu, COO Hangry Andreas Resha mengaku belum menghadapi kendala krusial ketika staf merchant-nya memproses transaksi QRIS. Pasalnya, transaksi pemesanan di Hangry kebanyakan menggunakan metode delivery ketimbang take away.

“Kami tidak punya angka persis, tetapi kami memang melihat ada penurunan sejak pandemi, terlebih dengan semakin banyaknya masyarakat yang berkegiatan di rumah. Maka itu, metode delivery yang tidak menggunakan QRIS lebih banyak digunakan dibandingkan metode takeaway,” ujarnya.

Saat ini, Hangry telah mengimplementasi metode pembayaran QRIS di 49 outlet yang tersebar di daerah Jabodetabek dan Bandung. Andreas mengaku bahwa pihaknya kini tengah menyiapkan konsep restoran dine-in yang akan dibuka dalam waktu dekat dan akan menyertakan metode pembayaran QRIS juga.

Dari perspektif berbeda, Founder dan CEO Livera Marcello Judhandoyo menilai bahwa adopsi QRIS tampaknya kurang terutilisasi bagi pelaku bisnis F&B yang menggunakan cloud kitchen. Pasalnya, uang transaksi pembelian makanan/minuman lewat platform ride-hailing langsung otomatis masuk ke merchant. 

Sedikit informasi, cloud kitchen merupakan sebuah istilah yang dipakai pada restoran yang tidak menyediakan layanan makan di tempat (dine in), tetapi hanya memiliki opsi jasa pengiriman makanan (delivery) dan ambil di tempat (takeaway).

“Kalau bicara soal adopsi QRIS di bisnis F&B yang pakai cloud kitchen sebetulnya kurang optimal. Tapi kalau kasusnya pemesanan manual melalui WhatsApp, sebetulnya bisa. Livera menawarkan pembayaran via QRIS dengan mengirimkan barcode kepada konsumen. Sayangnya, dalam kasus ini, kebanyakan konsumen Livera lebih prefer metode transfer. Padahal, QRIS jauh lebih mudah lho, konsumen tidak perlu repot menanyakan bank rekening yang digunakan, apalagi harus mendaftarkannya satu-satu di aplikasi mobile banking,” paparnya.

Livera baru memulai bisnis di 2020 di mana operasionalnya baru menggunakan cloud kitchen. Adapun, pemesanan produknya baru dapat dilakukan via delivery di platform Gojek, Grab, dan Tokopedia maupun pemesanan secara manual melalui WhatsApp

Perluasan akses QRIS

Tidak ada yang menyangka dunia akan menghadapi pandemi Covid-19 di mana mobilitas menjadi sangat terbatas. Padahal, beberapa bulan sebelum kebijakan PSBB pertama kali, Pemerintah baru saja meluncurkan QRIS. Momentum ini sebetulnya dapat mendorong adopsi QRIS, bahkan jauh lebih signifikan dari pencapaiannya saat ini.

Di saat yang sama, tren cloud kitchen tengah berkembang di kalangan pelaku usaha F&B untuk menyiasati biaya mencekik dan ketidakpastian bisnis di tengah pandemi. Masyarakat pun memilih untuk bertransaksi lebih cepat dan mudah tanpa perlu bertatap muka dan melakukan sentuhan fisik.

Layanan yang diharapkan mengadopsi QRIS / Sumber: Mini Survey QRIS 2021
Layanan yang diharapkan mengadopsi QRIS / Sumber: Mini Survey QRIS 2021

Langkah Pemerintah memperkenalkan Customer Presented Mode juga bisa  membantu akselerasi adopsi QRIS. Meskipun demikian, jauh lebih penting untuk memperluas implementasinya agar tidak bertumpu pada merchant ritel modern saja. Sebanyak 87,3% responden kami mengharapkan QRIS dapat digunakan pada pedagang kaki lima, pasar (81%), layanan pemerintah (76,2%), dan transportasi publik (68,3%). Ini yang sebetulnya paling dinantikan untuk mengakselerasi adopsi QRIS yang lebih masif.

East Ventures Leads Seed Funding for F&B Company “Legit Group”

The local F&B firm Legit Group announced $3 million seed funding (worth Rp43 billion) led by East Ventures with participation from AC Ventures. Legit Group will use the funds to launch two new brands focused on delivery services with marketing; and expand operations to 135 distribution points by the end of this year.

Legit Group is a multi-brand cloud kitchen conceptor and operator founded by Sumarno Ngadiman, Monica Evanti, and Asrul Abraham Hendrata in early February 2021. Sumarno was previously the founder of Eatwell Group, the owner of a restaurant group network that operates the Ta Wan, Ichiban Sushi, Warung Solo, and Eat and Eat.

Currently, Legit Group operates three brands, Pastaria, Sei’Tan and Juju Chikin which has 45 distribution points. They designed the business by utilizing delivery solutions generating big opportunity during this pandemic.

According to data compiled by Statista, Indonesia is the largest food delivery service market in Southeast Asia with a value of $3.7 billion and accounts for 31% of total deliveries in the region. This value is recorded to grow continuously by 32.5% every year.

In the midst of a pandemic situation, the majority of the global community experienced changes in their consumption behavior of F&B products. Consumer behavior that tends to reduce their intensity to eat and drink out (dine-in) has created great opportunities for F&B businesses that focus on delivery services.

Legit Group’s Co-Founder & CEO, Sumarno Ngadiman said, “The DNA of an F&B business that prioritizes delivery is very different from that of an offline or traditional restaurant business, which is why many traditional restaurants find it difficult to compete in the delivery service market.

“The key to the success of a F&B business that focuses on delivery services is being able to create high quality food that has consistent timeliness and remains optimal during delivery and at an affordable price, therefore, customers can make it a part of their daily habits.”

He believes that the trend of adopting food delivery services will continue until the pandemic is over. Legit Group’s sales have grown 9.5 times since its estabishment, and saw a 61% increase in revenue from June to July.

Legit Group has built strategic partnerships with Ismaya Group, Yummy Corp, and GK Hebat to accelerate expansion and drive business growth strategies. This position allows companies to use its existing infrastructure to rapidly expand operations without large upfront investments.

“This has allowed us to rapidly expand our coverage thereby lowering shipping costs for customers who order our products. We have been in the F&B business for more than 20 years and will use our experience to create the products that customers want while adhering to food handling standards. the best safety,” Sumarno added.

East Ventures’ Managing Partner, Roderick Purwana said, since the beginning of the pandemic the F&B sector has been significantly impacted due to restrictions on mobility and eating-in activities. They can no longer rely on traditional dine-in sales, they have to include online food delivery services, which is a necessary step to stay afloat.

“Despite being recently launched earlier this year, Legit Group has proven its ability to create unique and attractive F&B brands with impressive growth. Thanks to a very solid team with industry-leading experience for this achievement is,” he said.

East Ventures’ operating partner, David Fernando Audy added that Ismaya’s role in the F&B industry is unquestionable. Now the concept is being replicated through Legit Group by leveraging their kitchen and network infrastructure with various online initiatives and technology to deliver quality food with great taste and affordable prices.

“At the level of speed and economies of scale it will make Legit Group a great player in the on-demand food delivery business.”

Indonesia’s cloud kitchen industry

According to the e-Conomy SEA 2020 report, the transportation and food delivery industry will be worth $16 billion (GMV) by 2025, from $5 billion in 2020. The main engine of the digital economy in this country is still dominated by trade via e-commerce platforms which is projected to worth $83 billion.

The food delivery service ecosystem is also driven by the development of the cloud kitchen industry. In Indonesia, citing the Rise of Virtual Kitchen 2021 report published by Savills Research & Consultancy, the cloud kitchen model currently operating is targeting different consumers from restaurants in malls.

It is estimated that there are 70 cloud kitchen outlets operated by seven players in Jakarta. Ismaya Group, through one of its affiliates, Yummy Kitchen.

No Operator  Year of est. Location Minimum contract Kitchen size Price from Partner brands
1 GrabKitchen 2018 45 outlet 1 tahun 10-20 m2 Bagi hasil Geprek Bensu, Reddog, The Good Habit Express
2 Dapur Bersama GoFood 2019 27 outlet 1 tahun 14-25 m2 Bagi hasil FamilyMart, Banzai, I am Geprek Bensu
3 Everplate 2019 9 outlet 1 tahun 6-17 m2 Biaya tetap, 6 juta/bln 2080 Burger, The Moo, Bakso Gembul
4 Yummy Kitchen 2019 40 outlet 6 bulan 5-10 m2 Bagi hasil, 7 juta/bln Dailybox, KyoChon, Se’i Sapi Lamalera
5 Kita Kitchen 2020 3 outlet 6 bulan 6-17 m2 Biaya tetap, 5 juta/bln Burgreens, Thai Alley, Yoshinoya, SaladStop
6 Telepot 2020 1 outlet 6 bulan 7-19 m2 Bagi hasil, 6 juta/bln Yuks Bowl, Kaka Bakes, CWIMS
7 Hangry 2020 40 outlet N/A N/A N/A Own brand
8 Popitsnack N/A 1 outlet N/A N/A N/A Segara Market, Tehna
9 Tabula 2020 53 outlet N/A N/A N/A Mujigae, Palava, Fondre
10 Eden Kitchen 2020 1 outlet N/A N/A Biaya tetap, 5 juta/bln Oppa Corn Dog, Unicorn Burger
11 Foodstory 2021 2 outlet N/A N/A N/A Ayam Sunda Empire, Nasi Goreng TikTok, Chick Pok!
12 Lookalkitchen 2021 50 outlet N/A N/A N/A Dapoer Bang Jali by Denny Cagur
13 DishServe 2021 100 outlet N/A N/A Komisi Phago, Daipan
14 Eatsii 2021 N/A N/A N/A N/A Nasi Goreng Endoy, Simply Fry
15 Boga Kitchen 2020 16 outlet N/A N/A N/A Own brand


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

East Ventures Pimpin Pendanaan Tahap Awal Perusahaan F&B “Legit Group”

Perusahaan F&B lokal Legit Group mengumumkan pendanaan tahap awal sebesar $3 juta (senilai Rp43 miliar) yang dipimpin oleh East Ventures dengan partisipasi dari AC Ventures. Legit Group akan menggunakan dana tersebut untuk meluncurkan dua brand baru yang berfokus pada layanan pengiriman dengan pemasaran; serta memperluas operasional ke 135 titik distribusi hingga akhir tahun ini.

Legit Group adalah konseptor dan operator cloud kitchen multi-brand yang didirikan oleh Sumarno Ngadiman, Monica Evanti, dan Asrul Abraham Hendrata pada awal Februari 2021. Sumarno sebelumnya adalah founder Eatwell Group, pemilik jaringan grup restoran yang mengoperasikan brand Ta Wan, Ichiban Sushi, Warung Solo, dan Eat and Eat.

Saat ini, Legit Group mengoperasikan tiga brand, yakni Pastaria, Sei’Tan dan Juju Chikin yang telah tersebar di 45 titik distribusi. Mereka mendesain bisnisnya dengan memanfaatkan solusi pesan-antar yang tengah mendapatkan kesempatan besar sepanjang pandemi ini.

Menurut data yang dihimpun Statista, Indonesia adalah pasar layanan pesan-antar makanan terbesar di Asia Tenggara dengan nilai $3,7 miliar dan menyumbang 31% dari total pengiriman di kawasan ini. Nilai ini tercatat terus bertumbuh sebesar 32,5% setiap tahun.

Di tengah situasi pandemi, mayoritas masyarakat global mengalami perubahan perilaku konsumsi produk F&B. Perilaku konsumen yang cenderung mengurangi intensitas mereka untuk makan dan minum di luar (dine-in) telah menciptakan peluang besar bagi bisnis F&B yang berfokus pada layanan pesan-antar.

Co-Founder & CEO Legit Group Sumarno Ngadiman mengatakan, DNA dari bisnis F&B yang mengutamakan pengiriman sangat berbeda dari bisnis restoran offline atau tradisional, itulah sebabnya banyak restoran tradisional kesulitan untuk bersaing di pasar layanan pesan-antar.

“Kunci sukses dari bisnis F&B yang berfokus pada layanan pesan-antar adalah mampu menciptakan makanan berkualitas tinggi yang memiliki ketepatan waktu konsisten serta tetap optimal selama pengiriman dan memiliki harga terjangkau sehingga pelanggan dapat menjadikannya sebagai bagian dari kebiasaan sehari-hari mereka.”

Pihaknya percaya tren adopsi layanan pesan-antar makanan akan tetap ada hingga pandemi usai. Penjualan Legit Group telah tumbuh 9,5 kali sejak awal berdiri, dan mengalami peningkatan pendapatan hingga 61% dari Juni hingga Juli saja.

Legit Group telah membangun kerja sama strategis dengan Ismaya Group, Yummy Corp, dan GK Hebat untuk mempercepat ekspansi dan mendorong strategi pertumbuhan bisnis. Posisi tersebut membuat perusahaan dapat menggunakan infrastruktur yang dimiliki untuk memperluas operasional dengan cepat tanpa investasi besar di awal.

“Hal ini memungkinkan kami untuk memperluas cakupan kami dengan cepat sehingga menurunkan biaya pengiriman untuk pelanggan yang memesan produk kami. Kami telah berkecimpung dalam bisnis F&B selama lebih dari 20 tahun dan akan menggunakan pengalaman kami untuk menciptakan produk yang diinginkan pelanggan dengan tetap menerapkan standar penanganan food safety terbaik,” imbuh Sumarno.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana mengatakan, sejak awal pandemi sektor F&B sangat terpukul karena pembatasan mobilitas dan kegiatan makan di tempat. Mereka tidak bisa lagi mengandalkan penjualan makan di tempat tradisional seperti sebelumnya, sekarang harus menyertakan layanan pengiriman makanan online, yang merupakan langkah yang diperlukan untuk tetap bertahan.

“Meski baru diluncurkan awal tahun ini, Legit Group telah membuktikan kemampuannya dalam menciptakan brand F&B yang unik dan menarik dengan pertumbuhan yang mengesankan. Pencapaian tersebut berkat tim yang sangat solid dengan pengalaman industri terkemuka,” kata dia.

Operating Partner East Ventures David Fernando Audy menambahkan, kiprah Ismaya di industri F&B sudah tidak diragukan lagi. Sekarang konsep tersebut direplikasi melalui Legit Group dengan memanfaatkan dapur dan infrastruktur jaringan mereka dengan berbagai inisiatif online dan teknologi untuk menghadirkan makanan berkualitas dengan rasa yang enak dan harga terjangkau.

“Pada tingkat kecepatan dan skala ekonomis akan menjadikan Legit Group sebagai pemain yang hebat di industri pesan-antar makanan online (on-demand food delivery business).”

Industri cloud kitchen di Indonesia

Menurut laporan e-Conomy SEA 2020, industri transportasi dan pengiriman makanan bakal bernilai $16 miliar (secara GMV) pada 2025 mendatang, dari $5 miliar di 2020. Mesin utama ekonomi digital di negara ini masih didominasi oleh perdagangan lewat platform e-commerce yang diproyeksikan akan bernilai $83 miliar.

Dalam ekosistem layanan pesan-antar makanan, turut didorong oleh perkembangan industri cloud kitchen. Di Indonesia, mengutip dari laporan Rise of Virtual Kitchen 2021 yang diterbitkan Savills Research & Consultancy, model cloud kitchen yang beroperasi saat ini menyasar target konsumen yang berbeda dari restoran di mal.

Diestimasi ada 70 outlet cloud kitchen yang dioperasikan tujuh pemain di Jakarta. Ismaya Group, melalui salah satunya afiliasinya, Yummy Kitchen.

No Nama Operator Tahun berdiri Lokasi Minimum kontrak Ukuran dapur Harga sewa (mulai dari) Mitra brand
1 GrabKitchen 2018 45 outlet 1 tahun 10-20 m2 Bagi hasil Geprek Bensu, Reddog, The Good Habit Express
2 Dapur Bersama GoFood 2019 27 outlet 1 tahun 14-25 m2 Bagi hasil FamilyMart, Banzai, I am Geprek Bensu
3 Everplate 2019 9 outlet 1 tahun 6-17 m2 Biaya tetap, 6 juta/bln 2080 Burger, The Moo, Bakso Gembul
4 Yummy Kitchen 2019 40 outlet 6 bulan 5-10 m2 Bagi hasil, 7 juta/bln Dailybox, KyoChon, Se’i Sapi Lamalera
5 Kita Kitchen 2020 3 outlet 6 bulan 6-17 m2 Biaya tetap, 5 juta/bln Burgreens, Thai Alley, Yoshinoya, SaladStop
6 Telepot 2020 1 outlet 6 bulan 7-19 m2 Bagi hasil, 6 juta/bln Yuks Bowl, Kaka Bakes, CWIMS
7 Hangry 2020 40 outlet N/A N/A N/A Own brand
8 Popitsnack N/A 1 outlet N/A N/A N/A Segara Market, Tehna
9 Tabula 2020 53 outlet N/A N/A N/A Mujigae, Palava, Fondre
10 Eden Kitchen 2020 1 outlet N/A N/A Biaya tetap, 5 juta/bln Oppa Corn Dog, Unicorn Burger
11 Foodstory 2021 2 outlet N/A N/A N/A Ayam Sunda Empire, Nasi Goreng TikTok, Chick Pok!
12 Lookalkitchen 2021 50 outlet N/A N/A N/A Dapoer Bang Jali by Denny Cagur
13 DishServe 2021 100 outlet N/A N/A Komisi Phago, Daipan
14 Eatsii 2021 N/A N/A N/A N/A Nasi Goreng Endoy, Simply Fry
15 Boga Kitchen 2020 16 outlet N/A N/A N/A Own brand

[Video] Cerita “Hangry” Bangun Brand dan Strateginya di Masa Pandemi

Hangry merupakan startup multi-brand virtual restaurant yang saat ini sudah memiliki empat brand kuliner yang gerainya tersebar di Jabodetabek dan Bandung.

DailySocial bersama Abraham Viktor dari Hangry berbagi cerita mengenai bisnisnya yang fokus membangun brand dan strateginya dalam ekspansi di masa pandemi.

Untuk video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.

Yummy Corp Bags Additional Series B Funding from BRI Ventures

After securing $12 million in Series B funding led by Softbank Ventures Asia in October 2020, Yummy Corp’s cloud kitchen platform has secured additional series B funding from BRI Ventures’ Sembrani Nusantara. There is no further detais on the investment value. The company will use the funds to continue the Yummykitchen expansion in more than 50 new locations until the end of 2021.

“We expect that our expansion will not only help business players, but will also be able to open up many new jobs and help the national economy to bounce back,” Yummy Corp’s CEO, Mario Suntanu said.

Yummykitchen, Yummy Corp’s cloud kitchen business unit which was established in 2019, is growing rapidly and is sought after by food and beverage business players in Indonesia to help expand quickly and affordably during the pandemic. Cloud kitchen also become the solution as the restriction for malls opening and closing and dine in are still strictly enforced by the government.

To date, Yummy Corp runs more than 70 shared kitchens across Jadetabek, Medan, and Bandung; in collaboration with more than 50 food and beverage brands such as Dailybox, Gaaram, Kyochon, Sei Sapi Lamalera, and others. Various types of food are offered by Yummykitchen in order to provide diverse choices for consumers to enjoy the experience of buying their favorite food brands in one place.

“Now is the right time for us to encourage MSMEs platform growth through funding in new retail sector. Yummy Corp has helped MSMEs to survive the pandemic crisis and can continue to expand their business opportunities,” BRI Ventures’ CEO, Nicko Widjaja said.

Nicko continued, “BRI Ventures through the Sembrani Nusantara Venture Fund is committed to continue accelerating Indonesia’s MSMEs through the technology startup ecosystem. In addition, the new retail sector is also one of the industries with significant growth in recent years and this sector will continue to grow in the future.”

This year, Yummy Corp also announced new innovation by building a foodcourt management business unit that is integrated with online sales. This includes launching Yummyshop, an application that aims to help MSMEs sell food online, therefore, they can make orders and easy payment links.

“By the end of 2021, our target is to recruit employees and improve the quality of existing human resources as well as develop technological innovations, to help F&B players and also MSMEs in Indonesia to rise along during the pandemic,” Mario told DailySocial.

Cloud kitchen’s growth in Indonesia

According to a report released by Savills, the cloud kitchen market in Indonesia is gaining its momentum, especially in Jakarta, a vibrant economic hub and home to more than 10 million people. During the pandemic the growth is rapid, not only cloud kitchens but also a new concept, ghost kitchens.

“During the pandemic, the number of Yummykitchen transactions grew significantly up to 7 times compared to March 2020. This growth validates our belief in the great potential of online food delivery, which seems to have boomed early due to the pandemic,” Mario said.

Cloud kitchen is not a new concept in Indonesia. The previous model of cloud kitchen – one kitchen managed and operated by a brand that focused solely on delivery and takeout, has been adopted by fast food chains such as Domino’s Pizza and PHD. Instead of one building for a single brand, the cloud kitchen model is similar to the coworking space concept, accommodating several of the same brand or different owners operating in the same place.

In a report released by DailySocial, the majority of cloud kitchen operators are targeting F&B businesses in SME scale. Meanwhile, restaurant chains prefer traditional outlets as many of them sell not only food, but also atmosphere and dining experience to their customers. There are currently at least 15 cloud kitchen operators operating in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Yummy Corp Dapat Tambahan Pendanaan Seri B dari BRI Ventures

Setelah mendapatkan pendanaan seri B yang dipimpin Softbank Ventures Asia sebesar $12 juta pada Oktober 2020, platform cloud kitchen Yummy Corp kembali mengantongi pendanaan lanjutan seri B dari Sembrani Nusantara milik BRI Ventures. Tidak disebutkan nilai investasi yang diterima. Selanjutnya dana akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk melanjutkan ekspansi Yummykitchen di lebih dari 50 lokasi baru hingga akhir tahun 2021.

“Harapannya ekspansi yang kami lakukan tidak hanya membantu para pelaku usaha, namun juga mampu membuka banyak lapangan kerja baru dan membantu perputaran ekonomi nasional,” kata CEO Yummy Corp Mario Suntanu.

Yummykitchen, unit bisnis cloud kitchen dari Yummy Corp yang berdiri sejak 2019, berkembang pesat dan dicari para pelaku bisnis makanan dan minuman di Indonesia untuk membantu ekspansi dengan cepat dan terjangkau di kala pandemi. Cloud kitchen juga menjadi solusi favorit di kala peraturan buka-tutup mall dan pelarangan makan di tempat masih diberlakukan secara ketat oleh pemerintah.

Sejauh ini Yummy Corp telah mengoperasikan lebih dari 70 dapur bersama yang tersebar di Jadetabek, Medan, dan Bandung; bekerja sama dengan lebih dari 50 brand makanan dan minuman seperti Dailybox, Gaaram, Kyochon, Sei Sapi Lamalera, dan lain-lain. Beragam jenis makanan dihadirkan Yummykitchen guna untuk memberikan pilihan yang beragam untuk para konsumen menikmati pengalaman membeli brand makanan favorit mereka di satu tempat.

“Saat ini merupakan waktu yang sangat tepat bagi kami untuk mendorong pertumbuhan platform bagi UMKM melalui pendanaan kepada sektor new retail. Yummy Corp telah membantu UMKM agar dapat bertahan di krisis pandemi dan bisa terus memperluas peluang usahanya,” kata CEO BRI Ventures Nicko Widjaja.

Nicko melanjutkan, “BRI Ventures melalui Dana Ventura Sembrani Nusantara berkomitmen untuk terus mengakselerasi UMKM di Indonesia melalui ekosistem startup teknologi. Selain itu, sektor new retail juga merupakan salah satu industri yang mendapatkan pertumbuhan signifikan dalam beberapa tahun terakhir ini dan kami melihat bahwa sektor ini akan semakin bertumbuh ke depannya.”

Tahun ini Yummy Corp juga menggulirkan inovasi dengan membangun unit bisnis manajemen foodcourt yang terintegrasi dengan penjualan secara online. Termasuk meluncurkan Yummyshop, aplikasi yang bertujuan membantu UMKM yang berjualan makanan secara online sehingga dapat membuat pesanan serta tautan pembayaran yang mudah.

“Target kami di akhir 2021 ingin merekrut karyawan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang sudah ada serta mengembangkan inovasi teknologi, guna membantu pemain F&B dan juga UMKM di Indonesia untuk bangkit bersama selama masa pandemi,” imbuh Mario kepada DailySocial.

Pertumbuhan cloud kitchen di Indonesia

Menurut laporan yang dirilis Savills, pasar cloud kitchen di Indonesia mendapatkan momentum khususnya di Jakarta, pusat ekonomi yang dinamis dan rumah bagi lebih dari 10 juta orang. Selama pandemi pertumbuhannya semakin meningkat, bukan hanya cloud kitchen namun juga konsep baru yaitu ghost kitchen.

“Selama pandemi terjadi, jumlah transaksi Yummykitchen tumbuh secara signifikan hingga 7 kali lipat dibandingkan Maret 2020. Pertumbuhan ini memvalidasi keyakinan kami akan potensi besar online food delivery yang tampaknya booming lebih awal karena adanya pandemi,” kata Mario.

Cloud kitchen bukanlah konsep baru di Indonesia. Model sebelumnya dari cloud kitchen – satu dapur dikelola dan dioperasikan oleh satu brand yang hanya berfokus pada pengiriman dan takeout, telah diadopsi oleh makanan cepat saji seperti seperti Domino’s Pizza dan PHD. Alih-alih satu bangunan untuk satu brand tunggal, model cloud kitchen yang serupa dengan konsep coworking space, mengakomodasi beberapa brand yang sama atau pemilik berbeda yang beroperasi di tempat yang sama.

Dalam laporan yang dirilis oleh DailySocial terungkap, mayoritas operator cloud kitchen ini menyasar pada pebisnis F&B yang masih berskala UKM. Sementara, jaringan restoran cenderung memilih gerai tradisional karena banyak dari mereka tidak hanya menjual makanan, tetapi juga suasana dan pengalaman bersantap kepada para pelanggannya. Setidaknya ada 15 operator cloud kitchen yang beroperasi di Indonesia sejauh ini.

Application Information Will Show Up Here

Ramaikan Industri Cloud Kitchen, Foodstory Usung Konsep “Multi-Brand F&B”

Foodstory meramaikan industri cloud kitchen di Indonesia yang masih memiliki ruang tumbuh besar. Startup ini mulai beroperasi pada Januari 2021, didirikan oleh Dennish Tjandra, eks pendiri startup kecantikan HelloBeauty dan memiliki pengalaman di Rocket Internet; bersama Charles Kwok, seorang serial entrepreneur.

Foodstory mengusung konsep multi-brand F&B group yang membuat, membangun, dan mengoperasikan beberapa brand in-house dalam satu dapur. Ada tiga brand pada saat ini, yakni Chicken Pao, Bowlgogi, dan Lahab Kitchen. Outlet Foodstory melayani take-away, delivery, serta beberapa lokasi dine-in untuk meningkatkan engagement ke konsumen. Hangry menjadi startup terdekat yang memiliki konsep serupa dengan Foodstory.

Kepada DailySocial, Co-Founder Foodstory Dennish Tjandra menceritakan bahwa startup barunya didirikan karena dirinya dan Charles memiliki kesamaan hobi, yakni menyukai makanan. Mereka berdua sama-sama pernah menekuni usaha F&B sebelum akhirnya bertemu pada akhir kuartal tiga tahun lalu, untuk membicarakan kondisi masing-masing yang terdampak dari pandemi.

“Lalu kami sama-sama melihat adanya peluang di industri makanan mengingat perubahan perilaku konsumen terhadap pemesanan makanan online setelah adanya pandemi. Lalu tercetuslah ide mengenai Foodstory ini,” terangnya, Selasa (7/7).

Meski konsepnya bukan barang baru, sambungnya, namun Foodstory tidak memiliki food production house sendiri. Perusahaan bekerja sama dengan mitra yang bertugas untuk mengirimkan pre-cooked meals ke outlet Foodstory. Dengan cara ini, setiap outlet tidak perlu memiliki chef karena hanya perlu memasak untuk assembly dan finishing saja sesuai pesanan.

“Jadi seperti ‘doorship’ makanan, sehingga secara operasional dan biaya kami bisa lebih efektif dan efisien, serta yang paling penting, lebih konsisten.”

Sumber: Foodstory

Untuk pengembangan menu dan brand F&B lainnya, Foodstory bekerja sama dengan mitra food production house tersebut. Pemilik dari food production house ini termasuk salah satu pemegang saham di Foodstory. “Untuk brand dan menu-menunya kita combine antara makanan-makanan yang long last dengan tren. Contoh, fried chicken atau crispy chicken ‘kan dari zaman dulu sudah ada, cuma kita padukan dengan tren sekarang.”

Saat ini Foodstory sedang menuju delapan outlet yang tersebar di sekitar Jakarta dan Tangerang, di antaranya Sawah Besar, Pluit, Puri, Kramat Pulo, Cengkareng, Cipete, Gading Seerpong, dan Alam Sutera. Perusahaan menargetkan pada tahun ini dapat menambah kehadiran di 50 lokasi baru, mulai masuk ke Jabodetabek, Surabaya, Bandung, dan kota-kota potensial lainnya.

Perusahaan memanfaatkan kehadiran pemain online food delivery, seperti GoFood, GrabFood, Traveloka Eats, dan ShopeeFood untuk memasarkan produknya.

Sumber: Foodstory

Persiapan penggalangan dana tahap awal

Dennish menyebut pada Mei kemarin, perusahaan telah mengantongi pendanaan pre-Seed senilai $200 ribu (sekitar 2,8 miliar Rupiah) dari PT Gamma Persada Solusindo, perusahaan distribusi produk IT. Dana tersebut digunakan untuk membenahi fundamental operasional dan sistem, merekrut tim, membangun tiga brand, dan membuka cabang awal untuk menguji kesiapan sistem untuk scaling ke depannya.

Penggalangan ini membuka kesempatan perusahaan untuk masuk ke tahap lanjutan agar dapat tumbuh lebih ekspansif. Ia mengatakan saat ini Foodstory sedang proses penggalangan tahap awal, yang mana 90% dana tersebut akan digunakan untuk kegiatan marketing, branding, dan ekspansi ke 50 lokasi baru.

“Target jangka panjang kami tidak hanya ingin menjadi bagian dari cerita makanan Indonesia, namun kami juga punya target untuk bisa jadi bagian dari cerita makanan masyarakat global. Layaknya brand-brand F&B global yang kita kenal selama ini. Seperti nama grup kami, Foodstory ingin jadi bagian dari cerita makanan semua orang, dimulai dari perjalanan kecil saat ini,” tutupnya.