Adaptasi Cloud Bantu Startup Mengembangkan Inovasi Baru dengan Mudah

Pandemi COVID-19 turut mendorong transformasi digital untuk menjadi buzzword di kalangan pelaku bisnis. Meningkatnya kebutuhan sebuah entitas bisnis dalam beradaptasi secara digital, turut menjadi faktor pendorongnya. Salah satu infrastruktur teknologi yang cukup erat dikaitkan sebagai bagian dari langkah transformasi ini adalah komputasi awan atau cloud computing.

Pemanfaatan cloud dalam operasional perusahaan dapat menjadi langkah cermat bagi para pelaku bisnis. Salah satu keuntungan utamanya tentu saja efisiensi anggaran. Dengan memanfaatkan cloud, perusahaan dapat mengoptimalkan biaya infrastruktur dan pemeliharaan server on-premise dengan layanan cloud yang lebih terjangkau tanpa tambahan biaya lainnya.

Akan tetapi, keuntungan pemanfaatan cloud tidak hanya berhenti sampai situ saja. Ada beberapa keuntungan lainnya yang dapat dirasakan startup ketika mulai memanfaatkan cloud, diantaranya:

  • Kemudahan dalam pengimplementasian
  • Dapat memanfaatkan layanan cloud yang beragam
  • Produk dapat dikembangkan dengan lebih cepat
  • Kapasitas server yang tak terbatas.
  • Meningkatkan skalabilitas bisnis sesuai kebutuhan
  • Peningkatan efisiensi operasional perusahaan
  • Enkripsi dan keamanan data yang dapat diandalkan
  • Proses pengolahan data yang lebih cepat karena latency yang rendah
  • dan masih banyak keuntungan lainnya.

Berbagai keuntungan dari fleksibilitas, efisiensi, dan efektivitas penggunaan cloud ini juga berlaku untuk seluruh skala perusahaan. Baik itu perusahaan dengan skala kecil, menengah, hingga korporasi besar sekalipun. Keuntungan-keuntungan tersebut diyakini dapat membantu startup untuk menciptakan berbagai inovasi baru dengan lebih mudah.

Pengembangan Fitur Lebih Mudah, Go-To-Market Lebih Cepat

Salah satu keunggulan utama yang dapat dirasakan startup setelah melakukan adaptasi cloud adalah pengembangan fitur yang dapat dilakukan dengan lebih cepat. Mengapa? Karena salah satu bentuk kemudahan dari penggunaan cloud adalah penggunaan fiturnya yang cukup simpel, yaitu secara plug and play. Dengan begitu, tim IT tidak perlu lagi memikirkan teknis engineering internal yang kompleks dan non-essential, mereka cukup fokus dengan produk yang sedang dikembangkan.

Adroady, Startup lokal yang fokus dalam periklanan digital OOH, memanfaatkan kemudahan cloud dalam pengembangan produk-produk adtech mereka. “Kita semua server pakai kluster yang ada di AWS, menggunakan beberapa teknologi seperti virtual machine, database, bisa di deploy dalam satu sentuhan dan dapat fokus ke development produk untuk memberikan best experiences to our customer.” ujar Samuel Utama, CTO Adroady.

Selain Adroady, kemudahan dalam pengembangan fitur karena adaptasi cloud ini juga diamini oleh Jojonomic. Kepada DailySocial, CEO Jojonomic, Indrasto Budisantoso mengatakan bahwa adaptasi cloud di satu sisi juga dapat membantu Jojonomic dalam memberikan semacam concept yang meyakinkan customer bahwa mereka dapat menyelesaikan berbagai solusi, melalui inovasi yang dihadirkan lewat pemanfaatan cloud tersebut.

Salah satu contohnya, Jojonomic dapat menghadirkan produk konferensi video mereka, JojoMeet, tanpa memakan waktu lama. Hal ini dikarenakan pemanfaatan platform cloud yang membantu mereka untuk tidak perlu merancang sistem dan produk secara scratch dari nol. “Dengan adanya Amazon Chime SDK, Jojonomic tidak perlu merancang dan mengembangkan antarmuka untuk konferensi video dari awal dan memakan waktu berbulan-bulan.” tambah CTO Jojonomic, Abdul Qifli Sangadji, dalam acara media briefing bersama AWS beberapa waktu lalu.

Hal ini, dapat membuktikan bahwa selain memudahkan startup menelurkan inovasi-inovasi baru, adaptasi cloud juga dapat membantu inovasi tersebut lebih cepat dipasarkan kepada customer. Startup dapat berlari lebih cepat dengan inovasi-inovasi baru, tanpa perlu khawatir kekurangan sumber daya dan infrastruktur teknologi pendukung.

Jawab Tantangan Kebutuhan Server dan Skalabilitas Startup

Berbicara terkait infrastruktur teknologi, tantangan juga akan dihadapi oleh startup terkait kebutuhan server yang dapat mendukung skalabilitas bisnisnya. Dalam hal ini, startup akan dipertemukan pada dua pilihan, memiliki server sendiri atau menggunakan cloud sebagai pilihan servernya.

Di satu sisi, memiliki server sendiri juga dapat menjadi tantangan tersendiri bagi startup. Kepemilikan server on-premise ini tidak hanya menambah pengeluaran operasional, tetapi juga dapat mendatangkan biaya tak terduga dari pemeliharaan jaringan server tersebut. Untuk itu, adaptasi cloud dapat menjadi salah satu solusi bagi startup dalam menghadapi tantangan ini.

Di sisi lain, penggunaan cloud sebagai server juga dianggap penting dalam kebutuhan skalabilitas startup. Kebutuhan penambahan server yang fleksibel dan mudah, memungkinkan startup untuk terus fokus melakukan pengembangan traksi dan penggunaan platform-nya tanpa perlu takut terjadi crash maupun overload di waktu yang tak terduga.

Melalui pemanfaatan cloud, startup dapat memiliki kapasitas server sesuai dengan kebutuhan, sekaligus meningkatkan atau menurunkan kebutuhan server tersebut dengan mudah. Bagi Jojonomic, fleksibilitas ini juga membuat mereka tidak perlu mengkhawatirkan biaya tambahan lainnya. “Dengan adanya kapabilitas auto-scaling dari AWS, Jojonomic tidak harus pusing memikirkan biaya pemeliharaan jaringan untuk berbagai kegunaannya.” ujar Abdul, CTO Jojonomic.

Tidak hanya itu, keuntungan menggunakan cloud sebagai server juga membuat startup tidak perlu khawatir terhadap traffic penggunaan, pemeliharaan server, serta kapasitas infrastruktur yang digunakan. Menurut Samuel Utama, produk cloud yang digunakan Adroady ternyata dapat memudahkan mereka untuk mengembangkan fitur-fitur maupun inovasi baru di dalam platformnya.

“Awalnya, sampai bangun GPU server sendiri, jadi buat bisa bikin model sendiri buat pengukuran kita bikin server sendiri, sampe titik kita ketemu AWS, kita pensiunkan dulu server untuk melatih AI-nya, kita pakai service AWS SageMaker untuk kita training new model sehingga kita bisa fokus development produknya.” tambah Samuel.

AWS Turut Dukung Akselerasi Startup lewat DSLaunchpad 2.0

Selain mendorong inovasi startup lewat produk-produknya, AWS juga turut membantu startup menghadirkan inovasi-inovasi baru serta mengembangkan startupnya melalui berbagai cara, salah satunya dengan menyelenggarakan program akselerasi DSLaunchpad 2.0 bersama DailySocial.id

Memasuki minggu keduanya, program akselerasi yang diikuti oleh 118 peserta ini akan membantu peserta untuk mengembangkan startupnya pada empat kategori, yaitu idea validation, business model, prototyping, dan marketing. Melalui program akselerasi ini, peserta tidak hanya akan melihat bagaimana cloud dapat menjadi salah satu strategi yang memudahkan pengembangan inovasi dalam startupnya, tetapi juga bagaimana inovasi-inovasi yang dihadirkan tersebut dapat dengan baik diterima oleh konsumen melalui validasi ide, model bisnis, dan pendekatan marketing yang tepat.

Sedih, Google Photos Bakal Tidak Gratis Lagi Tahun 2021

Siapa yang tidak mengambil gambar setiap hari melalui smartphone-nya? Mungkin hanya sedikit yang tidak melakukan hal tersebut. Bagi yang melakukan, tentu saja banyak momen indah yang tertangkap dan tidak akan dilupakan. Namun semakin banyak foto yang diambil, tentu saja akan memakan ruang penyimpanan pada smartphone.

Untuk menanggulangi hal tersebut, lima tahun lalu Google mempersembahkan layanan mereka yang bernama Google Photos. Dengan Google Photos, semua orang bisa mendapatkan ruang penyimpanan foto dan video tidak terbatas dengan memilih opsi High Quality. Semua foto dan video bisa disimpan secara gratis…. setidaknya sampai tanggal 1 Juni 2021 mendatang.

Hari ini secara mengejutkan Google mengirimkan pesan kepada semua pengguna Google Photos. Google mengatakan bahwa mulai tangga 1 Juni 2021, semua foto dan video baru yang di-upload ke Google Photos akan dihitung dalam total penyimpanan gratis sebanyak 15 GB per akun Google. Hal tersebut berarti foto dan video baru yang ditaruh pada cloud Google tersebut akan bergabung dengan Gmail dan Google Drive.

Google Photos sendiri sudah meneyimpan lebih dari 4 triliun foto dan video. Per minggunya, ada sekitar 28 milyar foto dan video baru yang di-upload ke layanan gratis ini. Google sendiri mengatakan bahwa langkah yang diambil ini dilakukan guna membangun Google Photos untuk masa depan. Hal ini juga diambil karena Google berkomitmen untuk tidak menggunakan informasi pada Google Photos untuk tujuan periklanan.

Lalu bagaimana dengan foto dan video yang sudah diunggah sebelum tanggal 1 Juni 2021? Untungnya semuanya tidak akan mengambil ruang 15 GB yang sudah diberikan oleh Google. Namun, hal ini tidak berlaku untuk mereka yang memiliki smartphone Google Pixel 1 sampai 5. Mereka masih tetap akan mendapatkan layanan gratis tersebut setelah tanggal 1 Juni 2021.

Storage_Estimation_Static.max-1000x1000

Setiap perubahan pada layanan Google sudah pasti akan memengaruhi para penggunanya. Oleh karena itu pada bulan Juni 2021, pengguna akan mendapatkan fitur baru di aplikasi Foto untuk mengelola foto dan video yang sudah di-backup. Hal ini juga akan membuat penggunanya agar sadar jika ruang penyimpanan 15 GB dari Google tersebut akan penuh.

Jika ruang 15 GB tidak mencukupi kebutuhan penyimpanan data dari GMail, Drive, dan Photos, Google juga menyediakan pilihan berbayar. Metode ini berbentuk langganan, di mana para pengguna akan membayar tiap bulan sesuai dengan paket yang dipilih.

Sedih rasanya mendengar bahwa layanan ini tidak lagi gratis. Saya sendiri hampir setiap hari melakukan penyimpanan foto dan video ke Google Photos agar momen penting tidak hilang. Pilihan untuk menggunakan perangkat eksternal memang ada, namun setiap kerusakan tentu akan membuat kenangan yang kita miliki akan hilang selamanya.

Saya juga menyarankan bagi Anda yang memiliki banyak foto dan video kenangan, seperti kelahiran bayi, momen bersama keluarga, dan lain sebagainya untuk di-upload mulai dari hari ini. Masih ada waktu lebih dari enam bulan untuk menyimpan semua kenangan secara gratis. Setelah itu, pilihannya adalah membayar atau membersihkan email dari Gmail dan file dari Drive Anda. Atau, Anda juga bisa membeli sebuah smartphone Google Pixel agar masih bisa merasakan layanan gratis tersebut.

Sumber dan gambar: Google

Tingkatkan Efisiensi Biaya, Garuda Indonesia Adopsi Teknologi Milik Alibaba Cloud

Seperti yang kita tahu, pandemi COVID-19 memicu pembatasan perjalanan secara global. Alhasil, semua maskapai penerbangan, tidak peduli besar ataupun kecil, terkena dampaknya. Situasi seperti ini, kalau menurut Garuda Indonesia, menyebabkan adanya peningkatan permintaan maskapai akan akselerasi transformasi digital.

Tujuannya tidak lain supaya maskapai penerbangan bisa tetap sigap dan sanggup bersaing melalui implementasi teknologi informasi yang disederhanakan, namun di saat yang sama juga telah disempurnakan untuk memberikan efisiensi. Demi mewujudkannya, Garuda Indonesia pun menunjuk Alibaba Cloud untuk menjadi penyedia layanan cloud resmi buat mereka.

Sokongan teknologi dari Alibaba Cloud pada dasarnya dirancang untuk mengurangi latensi jaringan maskapai, serta meningkatkan kinerja sekaligus reliability dari beberapa layanan digital milik Garuda Indonesia, mulai dari situs korporat sampai layanan ticketing-nya. Bukan cuma itu, waktu yang diperlukan untuk merilis aplikasi baru beserta update-nya secara keseluruhan tentu dapat dipersingkat.

Hasil akhir yang diharapkan tentu saja adalah peningkatan efisiensi biaya, dan kalau menurut Pungky Prasetyawan selaku Head of IT Digital Transformation di Garuda Indonesia, peningkatannya bisa mencapai angka sebesar 60%, dan ini tentu sangat krusial jika melihat kerugian besar yang dialami oleh banyak maskapai selama masa pandemi.

“Di tengah situasi yang penuh tantangan saat ini, perusahaan harus mampu beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, salah satu caranya dengan memperkuat aset digital guna memberikan pengalaman digital yang mulus bagi pelanggan. Kami harap kerja sama dengan Alibaba Cloud ini dapat mendukung upaya kami dalam mengimplementasikan strategi efisiensi biaya dengan dukungan teknologi informasi, khususnya teknologi cloud,” tambah Pungky dalam siaran persnya.

Gambar header: Depositphotos

Google Resmikan “Cloud Region Jakarta”, Seriusi Bisnis Komputasi Awan di Indonesia

Google akhirnya merealisasikan bisnis cloud di Indonesia pada hari ini (24/6) dibarengi dengan kehadiran cloud region di Jakarta. Lokasi terbaru ini menjadikan Google Cloud sebagai penyedia cloud hyperscale AS pertama dengan region di negara ini, sekaligus menempatkan Jakarta sebagai wilayah ke-2 di Asia Tenggara, wilayah ke-9 di Asia Pasifik, dan ke-24 di dunia.

Sebelum diresmikan ke publik, Google telah menunjuk Megawaty Khie sebagai Country Director untuk menangani Google Cloud di Indonesia sejak tahun lalu. Selain itu, dibentuk pula tim penjualan dan tim teknik lokal yang didedikasikan untuk mendukung pelanggannya.

Lewat kiriman surel kepada DailySocial, Country Director Google Cloud Indonesia Megawaty Khie menjelaskan, cloud region (pusat komputasi awan) menyediakan penyimpanan, keamanan, analitik data, AI/ML, pengembangan aplikasi, dan banyak layanan cloud canggih lainnya untuk para pelanggan.

Google memastikan setiap cloud region memiliki hardware canggih (termasuk server), perangkat lunak, keahlian operasi, dan pelanggan yang menggunakan aplikasi akan mendapatkan kinerja, keandalan, dan keamanan yang sama baik di wilayah mana pun yang mereka gunakan.

Megawaty tidak menerangkan secara spesifik untuk pertanyaan terkait keberadaan fisik (zona) dari cloud tersebut terletak di mana saja. Ia hanya menyatakan, “Google Cloud Region di Jakarta berfungsi untuk membantu pelanggan mempercepat inovasi dari dekat.”

Dia melanjutkan, “Ini berarti akan lebih mudah dan lebih cepat bagi klien untuk memanfaatkan layanan komputasi sesuai permintaan, penyimpanan, dan layanan jaringan Google Cloud yang lebih cepat, lebih dapat diandalkan, dan lebih murah daripada mereka bangun sendiri.”

Country Director Google Cloud Indonesia Megawaty Khie / Google Cloud
Country Director Google Cloud Indonesia Megawaty Khie / Google Cloud

Di samping itu, hal ini juga memungkinkan pelanggan untuk memenuhi persyaratan peraturan dan kepatuhan setempat, dan memberikan lebih banyak pilihan pemulihan bencana bagi pelanggan di seluruh Asia Pasifik.

Indonesia merupakan pasar strategis untuk Google Cloud. Perusahaan berinvestasi infrastruktur cloud lokal, kemitraan lokal, inisiatif pelatihan lokal, dan tim lokal untuk membantu pelanggan meningkatkan skala bisnisnya dan mempercepat Indonesia 4.0.

“Misi kami di Google Cloud adalah untuk menyediakan platform yang mendukung transformasi digital menggunakan data. Kami bekerja sama organisasi untuk merealisasikan bagaimana mengubah model bisnis mereka secara digital.”

Google Cloud menyasar semua kalangan bisnis dan pemerintahan, seperti sektor publik, perusahaan milik negara, layanan keuangan, perawatan kesehatan, ritel, manufaktur, dan perusahaan digital sebagai pelanggannya.

Beberapa nama perusahaan lokal yang sudah bergabung, di antaranya Alfamart, Blibli, Bluebird, BRI, Bukalapak, Cinema21, CT Corp, EMTEK, Gojek, Pegadaian, Sale Stock (kini Sorabel), Samudera, Sequis Life, Tiket.com, Tokopedia, Traveloka, Warung Pintar, Wings, dan XL Axiata.

Secara terpisah, khusus XL Axiata, kedua perusahaan meresmikan kerja samanya pada awal bulan ini. Dalam keterangan resmi, XL Axiata menyatakan perusahaan menargetkan ingin memindahkan beban kerja hingga 70% ke dalam cloud pada tiga tahun mendatang.

Untuk itu, perusahaan mengadopsi platform manajemen aplikasi modern Anthos, milik Google Cloud, untuk mengotomatisasi, mengelola, dan skala beban kerja di lingkungan serba hybrid dan multi-cloud yang aman.

Google Cloud Anthos memungkinkan perusahaan untuk membangun dan mengelola aplikasi berbasis Kubernetes, tanpa modifikasi, apakah mereka berada di pusat data lokal yang ada, Google Cloud atau cloud lainnya.

Persaingan pasar cloud semakin memanas dengan resmi masuknya Google. Sebelumnya sudah ada Alibaba Cloud, Amazon Web Services, dan Microsoft Azure. Dari semua raksasa tersebut, baru Alibaba dan Google yang sudah membuat server di dalam negeri, sementara sisanya masih dalam proses.

Model bisnis Google Cloud

Dijelaskan lebih jauh, Google Cloud menyediakan struktur yang transparan dan pembayaran sesuai dengan jumlah pemakaian (pay-as-you-go). Pelanggan tidak perlu membayar apapun untuk mendapat manfaat dari layanan Google Cloud Platform. Mereka hanya membayar sesuai kebutuhan agar fokus berinovasi, serta dapat berhenti membayar begitu mereka mematikannya.

“Dengan demikian, pelanggan saat ini tidak memilih Google Cloud atau penyedia cloud mana pun hanya berdasarkan harga. Mereka memilih Google Cloud untuk mendapatkan nilai berbeda yang kami sediakan dalam mentransformasi bisnis mereka secara digital.”

Ekosistem Google Cloud diklaim telah terhubung menyalurkan berbagai solusi untuk semua kebutuhan pelanggan. Beberapa namanya, seperti Cisco, HPE, Intel, SAP, Salesforce dan ribuan perusahaan lainnya yang telah berinovasi pada GCP. Serta, terintegrasi dengan produk Google lainnya yakni G Suite.

“Kami juga bekerja sama dengan berbagai solusi dan mitra layanan yang membantu pelanggan memanfaatkan teknologi ini. Ada Deloitte, Accenture, Atos, dan ribuan lainnya yang mengkhususkan diri dalam vertikal atau geografi tertentu.”

Terkait jaminan keamanan, Google Cloud dilengkapi dengan fitur-fitur seperti enkripsi data-at-rest dan data-in-transit secara default dan tidak bisa dimatikan. Pelanggan diberi opsi untuk menggunakan kunci enkripsi mereka sendiri untuk kontrol yang lebih besar.

“Kami menyediakan tools berteknologi AI seperti API pencegah kehilangan data untuk membantu pelanggan cepat mendeteksi, mengklasifikasi, mengurangi, menyamarkan, dan tokenize data sensitif mereka.”

Selain itu, Google menyediakan Security Command Center yang dapat digunakan pelanggan untuk mendapat visibilitas terpusat dan kontrol dengan manajemen risiko siber terintegrasi. Di sana pelanggan dapat meningkatkan vulnerability management, melaporkan, memelihara kepatuhan, dan mendeteksi ancaman.

“Semua alat ini membantu pelanggan kami mengamankan data dan sistem mereka sesuai dengan persyaratan peraturan.”

Berhubungan dengan misi perusahaan, Google berkomitmen untuk membentuk tenaga kerja yang cloud-ready di Indonesia. Untuk itu perusahaan telah mengumumkan komitmen baru untuk memberikan 150 ribu lab pelatihan langsung pada tahun ini.

Di dalamnya terdapat sesi pelatihan Google Cloud Platform, penghargaan dan berbagai persiapan karier untuk membantu tenaga kerja mendapatkan sertifikasi GCP. “Di antaranya Juara GCP, pelatihan Cloud OnBoard, dan Digital Talent Scholarship dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika,” pungkas Megawaty.

Antusiasme Alibaba Cloud Terhadap Pasar Indonesia Pasca Pandemi

Januari lalu, Alibaba Cloud memaparkan visinya untuk memajukan ekosistem digital Indonesia. Lalu tanpa diduga pandemi COVID-19 merebak, dan di saat-saat seperti ini, publik semakin menyadari betapa pentingnya peran penyedia layanan cloud computing.

Platform video-on-demand (VOD) atau game online misalnya, tentu melihat peningkatan jumlah pengguna yang signifikan selama publik berdiam diri di rumahnya masing-masing, sehingga pada akhirnya harus bergantung lebih banyak lagi terhadap penyedia layanan cloud computing. Skenario seperti ini pada dasarnya bisa kita lihat sebagai kondisi new normal bagi perusahaan macam Alibaba Cloud.

2020 merupakan tahun ke-4 buat Alibaba Cloud di Indonesia. Maret 2018 lalu, mereka meresmikan data center pertamanya di tanah air. Belum setahun berselang, tepatnya pada bulan Januari 2019, mereka membuka data center keduanya. Kalau melihat pasar Indonesia yang begitu besar, jangan terkejut apabila ke depannya Alibaba Cloud bakal membuka data center yang ketiga.

Sejauh ini, produk dan solusi unggulan Alibaba Cloud untuk pasar Indonesia mencakup empat vertikal: data, media, cloud-native, dan network. Target pasar mereka bukan cuma kalangan enterprise saja, melainkan juga menyasar sektor UMKM, yang di titik ini semestinya sudah menyadari betapa esensialnya transformasi digital buat mereka.

Alibaba Cloud products and solutions

Menurut Leon Chen selaku Country Manager Alibaba Cloud Indonesia, jumlah pelanggan mereka di sini sudah mencapai ribuan, dan mitra lokalnya pun juga sudah ada 100 lebih. Tidak kalah penting adalah mitra-mitra Alibaba Cloud di bidang pelatihan seperti Inovasi Informatika Indonesia dan Trainocate, sebab sejak Januari lalu mereka memang sudah mengadakan berbagai pelatihan bersertifikasi secara ekstensif (dan tetap berlangsung secara online pasca pandemi).

Pelatihan terhadap tenaga kerja ini merupakan salah satu bentuk komitmen Alibaba Cloud demi memajukan ekosistem digital di tanah air, apalagi mengingat industri-industri di Indonesia belakangan semakin aware dengan cloud computing. Materi-materi yang diberikan juga bukan cuma untuk tingkatan profesional saja, tapi juga yang mencakup materi-materi dasar.

Juga menarik adalah pendapat Leon saat ditanya mengenai dampak kehadiran pemain cloud global (Google Cloud) di Indonesia. Beliau pada dasarnya bilang bahwa masuknya Google Cloud ke pasar tanah air menunjukkan bahwa Alibaba Cloud sudah berada di jalan yang benar karena sudah lebih dulu membangun data center.

Terakhir, Alibaba Cloud tak lupa menjelaskan tentang kontribusinya terhadap penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia. Dari yang sederhana seperti mempromosikan DingTalk sebagai platform video conference alternatif – konferensi pers yang saya ikuti juga berlangsung via DingTalk – sampai yang lebih kompleks seperti menerbitkan Buku Pegangan Pencegahan dan Penatalaksanaan COVID-19.

Bukan cuma itu, Alibaba Cloud juga sudah bekerja sama dengan dua rumah sakit di Indonesia, yakni Eka Hospital dan Omni Hospital, untuk mengimplementasikan teknologi CT Image Analytics besutannya, yang diklaim mampu mendiagnosis pasien COVID-19 berdasarkan hasil CT scan dalam waktu 20 detik, dengan tingkat akurasi 96%.

Mengatasi Tantangan dalam Migrasi Cloud bagi Perusahaan

Pemanfaatan komputasi awan (cloud computing) semakin diminati oleh perusahaan dalam menjalankan operasional bisnisnya. Melalui pemanfaatan cloud, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi operasional, manajemen data yang lebih optimal, dan penghematan anggaran. Adaptasi digital yang dilakukan melalui penggunaan cloud juga membuat perusahaan dapat membuka ruang untuk inovasi baru melalui bantuan teknologi. Untuk itu, migrasi menuju pemanfaatan cloud dapat menjadi salah satu cara perusahaan dalam mengembangkan bisnisnya di era digital ini.

Akan tetapi, proses migrasi tersebut tidaklah mudah. Banyak hal yang harus dipersiapkan perusahaan sebelum melakukan migrasi ke cloud. Mulai dari penyusunan strategi yang tepat hingga kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang mumpuni. Untuk memahami lebih lanjut, berikut kami hadirkan hal-hal yang harus dicermati dalam persiapan migrasi cloud bagi perusahaan.

Menyiapkan Strategi Migrasi

Hal yang harus dilakukan pada tahap awal dalam proses migrasi operasional perusahaan Anda adalah menyusun strategi untuk keseluruhan rangkaian migrasi. Langsung melakukan migrasi operasional secara besar-besaran dalam satu waktu mungkin bukanlah hal yang bijak. Selain itu, proses adaptasi sistem kerja yang membutuhkan waktu juga harus dipertimbangkan. Anda juga dapat membagi proses migrasi ini ke dalam beberapa tahap sehingga tiap tahap dapat dievaluasi pelaksanaannya.

Di tahap awal ini, Anda mungkin dapat terlebih dahulu mencari tahu fitur-fitur cloud apa yang akan dimanfaatkan perusahaan, serta data apa saja yang akan perlu diintegrasikan dengan sistem cloud. Setelah itu, Anda dapat mulai melakukan pencarian penyedia layanan cloud yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan, pelatihan karyawan, dan penentuan lama migrasi hingga sistem dapat dimanfaatkan sepenuhnya.

Atur Anggaran dan Kebutuhan Lainnya

Pemanfaatan cloud yang tepat akan memberikan efisiensi anggaran operasional saat telah dioptimalkan. Akan tetapi, proses migrasi ke sistem tersebut memerlukan strategi yang cermat agar dapat mencapai penghematan biaya yang diinginkan. Setelah melakukan penyusunan strategi, Anda dapat mengatur anggaran untuk menyesuaikan pelaksanaan strategi migrasi tersebut. Banyak hal yang dapat mempengaruhi besaran anggaran yang dibutuhkan. Mulai dari perencanaan arsitektur teknis, besarnya data yang dipindahkan, kegiatan operasional pemindahan, hingga biaya pelatihan karyawan yang dibutuhkan adaptasi sistem baru tersebut.

Kegiatan pelatihan karyawan penting untuk dilakukan dalam mengenalkan teknologi baru yang diadopsi perusahaan dalam kegiatan operasionalnya. Pelatihan yang dilakukan secara bertahap akan membuat karyawan yang akan menggunakan sistem cloud secara langsung akan lebih mudah memahami operasional sistem baru tersebut. Selain itu, melalui pelatihan tersebut karyawan dapat lebih mengerti tata kelola data baru, sehingga pekerjaan akan lebih efektif dari awal pemanfaatan cloud.

Mulai dengan Migrasi ke Hybrid Cloud

Ada banyak cara bila perusahaan Anda ingin melakukan migrasi pengolahan data menggunakan sistem cloud, salah satunya adalah bertahap dengan menggunakan sistem hybrid cloud terlebih dahulu. Cara ini cukup bermanfaat apabila saat penyusunan strategi sebelumnya, Anda melihat belum semua aspek olah data perusahaan membutuhkan komputasi awan. Hal ini juga dapat membantu Anda untuk melakukan penghematan biaya dalam proses migrasi cloud.

Melalui pemanfaatan hybrid cloud, perusahaan dapat menciptakan kombinasi proses olah data melalui cloud dengan olah data on-premises secara langsung di dalam server atau data center perusahaan. Proses tersebut juga dilakukan secara terintegrasi sehingga manfaat cloud tersebut juga tetap dapat dirasakan meski melakukan olah data lokal. Hal ini juga bermanfaat untuk menjaga keamanan data penting dan sensitif karena dapat disimpan dan diproses langsung di server internal perusahaan. Hal ini juga dapat bermanfaat untuk mengatasi kebijakan yang mengharuskan perusahaan melakukan pengolahan data secara lokal di negara-negara tertentu. Pemrosesan data secara lokal juga membantu perusahaan menciptakan low latency sehingga data dapat diproses mendekati real-time.

Pilihan strategi migrasi cloud melalui proses olah data secara hybrid tersebut juga dapat meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, dengan tetap dapat memanfaatkan fitur-fitur cloud yang dibutuhkan. Salah satu produk yang dapat menyediakan layanan pemrosesan data secara hybrid yang saling terintegrasi adalah AWS Outposts. Dengan penggunaan layanan hybrid cloud yang tepat, perusahaan Anda dapat mengatasi tantangan-tantangan dalam melakukan proses migrasi ke sistem cloud secara bertahap dan lebih efisien.

Disclosure: Artikel ini adalah konten bersponsor yang didukung oleh AWS Outposts

Tiga Hal yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Pemanfaatan Hybrid Cloud

Kemajuan perkembangan teknologi seperti pemanfaatan komputasi awan (cloud computing) membuat perusahaan dapat beroperasi dengan lebih efisien dan menghasilkan inovasi baru dengan bantuan teknologi. Dengan menggunakan cloud, perusahaan dapat melakukan pengolahan dan komputasi data secara cepat melalui internet. Akan tetapi, meski telah mengoptimalkan pemrosesan data dengan menggunakan cloud, terkadang perusahaan tetap membutuhkan pemrosesan data yang dilakukan di tempat untuk memiliki low latency yang membuat proses pengolahan data tidak memiliki delay berlebih. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memanfaatkan hybrid cloud.

Melalui pemanfaatan hybrid cloud, perusahaan dapat mengombinasikan proses pengolahan data dengan pemanfaatan komputasi awan dan olah data secara langsung di data center perusahaan. Dengan begitu, perusahaan akan memiliki sistem pengolahan data yang mendekati real-time, penghematan anggaran, serta dapat meningkatkan kontrol terhadap proses pengolahan data yang terintegrasi pada masing-masing cabang perusahaan. Berikut kami hadirkan tiga hal yang harus dipertimbangkan bila Anda ingin memanfaatkan hybrid cloud untuk operasional perusahaan.

Fitur yang Sama dan Terintegrasi dengan Cloud

Mengintegrasikan sistem cloud dengan pengolahan data secara langsung di tempat bukan berarti menghilangkan pemanfaatan fitur-fitur cloud yang Anda miliki sebelumnya. Dengan hybrid cloud, Anda justru akan dapat memanfaatkan layanan atau fitur-fitur seperti API yang sama dengan sistem cloud sehingga dapat memperluas fungsi serta mempercepat proses pengolahan data secara lokal tanpa adanya delay berlebih. Salah satu contoh penerapan yang bisa dilihat ada pada pelayanan kesehatan, fitur tersebut dapat membantu pengambilan informasi medis secara cepat dengan proses melalui cloud yang didukung oleh penyimpanan data secara lokal.

Selain itu, karena dapat memanfaatkan fitur yang sama secara lengkap, penggunaan hybrid cloud juga membantu Anda untuk memiliki penyimpanan data secara lokal tanpa harus memiliki proses data yang berat. Untuk itu, pastikan juga layanan hybrid cloud yang Anda gunakan memiliki sistem dan fitur yang sama serta terintegrasi agar dapat lebih efisien dan responsif dalam memenuhi kebutuhan pelayanan bisnis dan akselerasi dalam inovasi pelayanan perusahaan Anda terhadap konsumen.

Mendukung Integrasi Cabang

Untuk Anda yang memiliki kantor cabang yang tersebar luas, pemanfaatan hybrid cloud dapat membantu perusahaan tetap memiliki sistem proses dan penyimpanan data yang terintegrasi meski dioperasikan di tempat yang berbeda-beda. Kemampuan yang dimiliki cloud dapat dimanfaatkan untuk melakukan proses pengolahan data terpusat melalui konektivitas internet dengan tetap dapat menjalankan operasi data yang berbeda-beda di masing-masing tempat. Pastikan layanan tersebut didukung oleh hybrid cloud yang dimiliki karena hal ini juga dapat berguna apabila perusahaan Anda beroperasi di negara dengan regulasi pengolahan data yang ketat sehingga harus melakukan proses pengolahan data secara lokal namun tetap dapat memanfaatkan kecepatan dan kecanggihan cloud karena proses pengolahan data yang telah terintegrasi.

Pilih Layanan yang Menghemat Biaya Operasional

Melalui pemanfaatan hybrid cloud, Anda juga dapat memiliki biaya operasional yang efektif dan efisien. Selain itu, dengan pelayanan penuh terhadap kebutuhan infrastruktur dan fitur dalam pengolahan data yang terintegrasi, Anda juga bisa terhindar dari risiko-risiko kesalahan operasional, biaya dan waktu untuk pemeliharaan, serta tidak lagi perlu mengeluarkan anggaran untuk membeli hardware tambahan lainnya dari pihak ketiga. Dengan menggunakan layanan hybrid cloud yang terpercaya, perusahaan Anda akan dimudahkan terhadap proses pemantauan dan pemeliharaan infrastruktur teknologi yang digunakan untuk melakukan pemrosesan data karena telah disediakan dan didukung penuh oleh penyedia layanan tersebut.

Memiliki layanan hybrid cloud dengan fitur dan layanan yang maksimal dapat mendukung peningkatan produktivitas serta efisiensi operasional karena didukung pengembangan dan pelayanan fitur cloud dengan proses olah data secara lokal yang saling terintegrasi. Salah satu produk yang menyediakan kebutuhan Anda untuk memiliki pengalaman penuh dalam pemrosesan data secara hybrid adalah AWS Outposts. Dengan memiliki fitur-fitur yang tersedia pada layanan hybrid cloud tersebut, Anda juga dapat terhindar dari penggunaan API yang berbeda dan terlalu kompleks, pembaruan software manual, dan pengeluaran biaya tambahan lainnya yang dapat memperlambat laju produktivitas perusahaan Anda.

Disclosure: Artikel ini adalah konten bersponsor yang didukung oleh AWS Outposts.

Bisnis Pusat Data: Karena Semua Bisa Buat Awan

Pusat data punya peran esensial buat perusahaan, khususnya yang bergerak di teknologi. Karena Indonesia digadang-gadang sebagai negara ekonomi digital terpesat di Asia Tenggara, hal ini membuat perusahaan teknologi global ramai-ramai mengucurkan investasi untuk mendirikan bisnis pusat data.

Nominal dana yang mereka keluarkan tak tanggung-tanggung besarnya. Kabar teranyar datang dari Microsoft kabarnya siap menggelontorkan dana hingga $1 miliar untuk membangun data center. Kompetitornya, Amazon menyiapkan $2,5 miliar (membangun tiga pusat data akan beroperasi awal 2022) dan Google dalam waktu dekat akan merilis pusat di Indonesia, setelah diumumkan pada 2018.

Alibaba Cloud sudah lebih dahulu mendirikan pusat data pada 2018, delapan bulan kemudian merilis lokasi keduanya.

Kenapa mereka semua gencar bangun pusat data di Indonesia? Jawabannya secara praktis untuk memenuhi kebutuhan bisnis. Dari sisi regulasi, Indonesia dianggap lebih longgar dan terbuka untuk inovasi yang datang dari luar.

Dari sisi teknologi pun, pengalaman pengguna akan jauh lebih baik karena latensi rendah, biaya jauh lebih rumah, ada jaminan compliance dan keamanan, compute dan fitur prosesor, dan sebagai alternatif pemulihan bencana (disaster recovery). Semakin dekat mereka dengan pelanggan, maka akan semakin baik pelayanannya untuk kebutuhan aftersales.

Perusahaan pun dapat membawa variasi produk lainnya ke negara tersebut untuk menyesuaikan dengan permintaan di pasar. Sebab bila ditelaah lebih jauh, bisnis pusat data semakin beragam. Dalam komputasi awan, ada beberapa jenis penyimpanan data dari publik, privat dan hybrid. Masing-masing punya membutuhkan karakter dan risiko yang berbeda.

Kemudian, ada yang memfokuskan untuk cloud business process services (BPaaS), cloud application infrastructure services (PaaS), cloud application services (SaaS), cloud management and security services, dan cloud system infrastructure services (Iaas).

Tak hanya itu, layanan tersebut kini dibekali teknologi tertentu sebagai fitur untuk menyesuaikan kebutuhan perusahaan. Misalnya AI, analitik, IoT, dan edge computing. Seluruh inovasi ini, rata-rata sudah dikembangkan oleh pemain global agar dapat melayani seluruh segmen.

Secara strategis, ketiga perusahaan asal Amerika Serikat ini saling berkompetisi satu sama lain. Menurut laporan Catalys, seluruh perusahaan di seluruh dunia mengelontorkan dana $107 miliar untuk membangun infrastruktur komputasi awan pada 2019, naik 37% dari tahun lalu.

Menariknya, hampir sepertiga dari porsi ini dikuasai AWS sebagai pemimpin pasar komputasi awan dengan pangsa pasar 32,3% dari seluruh total belanja yang telah mereka keluarkan. Posisi kedua ditempati Microsoft Azure dengan pangsa pasar 16,8%, disusul Google Cloud 5,8%, Alibaba Cloud 4,9%, dan lainnya 40%.

Lainnya ini terdiri atas IBM, VMware, Hewlett Packard Enterprise, Cisco, Salesforce, Oracle, SAP, dan pemain lokal dari seluruh negara.

Sumber : Catalys
Sumber : Catalys

Karpet merah untuk pemain asing

Saat memimpin rapat terbatas tentang pusat data di Kantor Presiden pada Jumat (28/2), Presiden menyebut pusat data yang fokus dikembangkan di Indonesia akan mendatangkan banyak manfaat bagi perusahaan startup lokal yang saat ini masih banyak menggunakan pusat data di luar negeri.

Presiden tidak ingin Indonesia hanya menjadi pasar dan penonton bagi industri tersebut. Investasi pembangunan pusat data, menurutnya, harus memberikan nilai tambah dan transfer pengetahuan bagi Indonesia.

“Siapkan regulasinya termasuk yang mengatur soal investasi data center yang ingin masuk ke Indonesia. Kita juga harus memastikan investasi data center di Indonesia memberikan nilai tambah baik dalam pelatihan digital talent, pengembangan pusat riset, kerja sama dengan pemain nasional maupun sharing pengetahuan dan teknologi,” ucapnya.

Tim Microsoft bersama Bank Mandiri sebagai mitra perusahaan / Microsoft
Tim Microsoft bersama Bank Mandiri sebagai mitra perusahaan / Microsoft

Pernyataan Presiden keluar setelah pertemuannya dengan CEO Microsoft Satya Nadella yang datang ke Indonesia saat pagelaran Indonesia Digital Summit 2020. Presiden berjanji dalam waktu seminggu untuk merumuskan regulasi sederhana yang mendukung investasi berkaitan dengan data center.

Dalam seminggu lebih, meski di luar target, Menteri Kominfo Johnny G. Plate menerbitkan Rancangan Peraturan Menteri Kominfo (RPM) tentang Tata Kelola Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat telah selesai dan siap diserahkan ke Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM untuk proses penyusunan perundangan selanjutnya.

Aturan ini akan menjadi acuan bagi investor di bidang data dan komputasi awan. Seluruh isinya mengatur lebih teknis dari PP 71/2019 tentang Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE). Dalam RPM, mengatur teknis hak dan kewajiban, mekanisme dan tata cara perizinaan, tugas, kewajiban, hak, termasuk sanksi.

Sebagai catatan, PP tersebut merupakan hasil revisi dari PP 82/2012. Salah satu pasal yang disebutkan adalah PSTE privat boleh melakukan pengelolaan, pemrosesan, dan/atau penyimpanan sistem elektronik dan data di luar negeri. Pasal kontroversial ini dianggap mencoreng semangat kedaulatan data.

“Data di sektor publik itu hanya 10 persen, berarti 90 persen data kita ada di sektor privat. Ini berarti 90 persen data kita lari ke luar Indonesia. Kalau sudah begitu bagaimana bisa melindungi dan menegakkan kedaulatan data kita ketika datanya di luar yurisdiksi,” terang Ketua Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI) Alex Budiyanto.

Penolakan keras pemain lokal

Alex juga mempertanyakan kemudahan yang diberikan pemerintah untuk Microsoft dan kawan-kawan perusahaan asing, apakah karena Indonesia telah menjadi negara kapitalis.

“Kami cukup terkejut begitu mudahnya Presiden RI mengakomodasi permintaan dari Microsoft bahkan menjanjikan kurang dari seminggu regulasi yang diminta akan selesai. Kami belum pernah melihat dukungan yang sama diberikan kepada pemain lokal,” ujarnya dikutip dari CNNIndonesia.

Alex berharap seharusnya Jokowi bisa terlebih dahulu memikirkan nasib pemain di bisnis pusat data dan komputasi awan Indonesia. Seharusnya, Presiden membuat sebuah regulasi yang membuat kondisi lapangan usaha yang adil (a level playing field).

“Jangan sampai dengan hadirnya global player di Indonesia justru membuat ‘anak sendiri’ mati.”

Dalam draf RPM PSE Lingkup Privat, mendefinisikan Penyelenggara Sistem Elektronnik Lingkup Privat adalah penyelenggara Sistem Elektronik oleh orang, badan usaha, dan masyarakat.

Pendaftarannya harus memenuhi kriteria tertentu, salah satunya diatur/diawasi oleh Kementerian atau lembaga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; punya portal, situs, atau aplikasi dalam jaringan internet yang digunakan untuk menyediakan, mengelola, mengoperasikan perdagangan barang dan/atau jasa, dan fungsi lainnya.

alibaba cloud
Alibaba Cloud lancarkan kegiatan khusus untuk startup Indonesia / Alibaba Cloud

Pengajuan pendaftaran PSE Lingkup Privat dilakukan melalui Online Single Submission (OSS). Ketentuan ini juga berlaku buat PSE asing yang melakukan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia.

Menurut draf, mereka hanya perlu menyampaikan informasi soal identitas PSE Lingkup Privat Asing, identitas pimpinan perusahaan dan/atau identitas penanggung jawab, dan surat keterangan domisili dan/atau akta pendirian perusahaan. Syarat legalnya cukup diterjemahkan dari penerjemah bersertifikat.

Draf juga tidak menyinggung pasal soal kewajiban membayar pajak untuk PSE asing sesuai dengan aturan berbisnis di Indonesia, ataupun kewajiban mencatatkan dan melaporkan pendapatan yang mereka peroleh dari Indonesia.

Dengan kata lain, isi draf ini sangat sederhana seperti yang disampaikan oleh Menteri Kominfo Johnny G Plate. Pada saat itu ia menyampaikan, Permen akan dibuat sesederhana mungkin untuk muluskan investasi perusahaan teknologi global yang ingin membangun pusat data di Indonesia.

Kendati demikian, pihak Kemenkominfo membuka konsultasi publik untuk meminta tanggapan dan masukan untuk penyempurnaan naskah hingga 26 Maret 2020.

Pada akhirnya berkolaborasi

DailySocial meminta tanggapan dari pemain sejenis dalam negeri untuk meminta tanggapannya terkait beleid ini. CEO Biznet Gio Cloud Dondy Bappedyanto enggan secara gamblang memberikan pandangannya.

Ia justru menilai dari kacamata bisnis, kehadiran pemain regional seperti Amazon, Google, dan Microsoft adalah peluang buat kolaborasi karena pasar pusat data dan komputasi awan ini punya model bisnis hyperscale.

Hyperscale mengacu pada sistem atau bisnis yang jauh melebih pesaing. Bisnis ini dikenal sebagai mekanisme pengiriman di balik sebagian besar web yang didukung cloud, yang merupakan 68% dari pasar layanan infrastruktur.

Layanan ini mencakup banyak layanan cloud yang hosted dan privat, ada IaaS dan PaaS. Mereka mengoperasikan pusat data besar, dengan masing-masing menjalankan ratusan ribu server hyperscale.

“Karena market hyperscaler dan kita itu sebenarnya beririsan. Ada yang punya irisan sendiri ada yang sharing irisan,” ujar Dondy.

Sejak tahun ini, Biznet Gio menggaet kemitraan dengan AWS dan Google Cloud. Ia mengaku hasil yang bisa diperoleh sejauh ini terbilang lumayan untuk layanan baru. “Sebenarnya lebih ke arah ekspansi market daripada survive. [Kalau] dapat market baru kenapa enggak kita berpartner saja.”

Ia melanjutkan, dengan mengambil posisi ini, Biznet Gio adalah sebagai komplementer. Bukan sebagai penantang langsung karena ia sadar ada perbedaan skala bisnis yang jauh. Sehingga dengan kemitraan, perusahaan bisa menggali lebih dalam solusi yang dibutuhkan pengguna cloud sehingga bisa memberikan solusi tepat guna.

Strategi lainnya adalah meningkatkan pelayanan agar pengguna tetap nyaman untuk memakai layanan Biznet Gio. “Penggunaan cloud pada awalnya ditujukan untuk efisiensi, bisa menjadi pemborosan bila cara menggunakannya tidak tepat. Jebakan ‘bayar jam-jam-an’ kadang menimbulkan nafsu untuk memakai teknologi atau konfigurasi yang sebenarnya tidak amat dibutuhkan.”

“Di sini, kami akan bertidak sebagai konsultan penggunaan cloud yang tepat guna untuk pelanggan, dari pengalaman yang sehari-hari kami hadapi,” pungkasnya.

Activision Blizzard Tarik Semua Game-nya dari GeForce Now, Ada Apa?

Setelah masa uji coba yang begitu panjang, GeForce Now akhirnya meluncur resmi minggu lalu. Bukan lagi sebuah nama baru, ia merupakan layanan cloud gaming ciptaan Nvidia. Berbeda dari Stadia, platform milik sang raksasa teknologi grafis itu menawarkan kemudahan akses melalui integrasi ke Steam hingga Epic Games Store – sehingga pelanggan tak lagi perlu membeli game ketika ingin memainkannya via cloud.

Respons gamer terhadap GeForce Now memang lebih positif dibanding Stadia, yang ternyata tidak didukung sejumlah fitur esensial saat dirilis dan dianggap minim pilihan game. GeForce Now sendiri menyuguhkan kompatibilitas ke lebih dari 100 permainan dan sudah bisa dinikmati dari Windows, Mac, perangkat Android dan Shield TV. Tapi ketika kita berharap jumlahnya terus bertambah, layanan Nvidia itu malah kehilangan beberapa judul besar dari Blizzard dan Activision.

Secara tiba-tiba, Activision Blizzard memutuskan untuk menarik semua permainan mereka dari GeForce Now. Kabar ini diungkap oleh Nvidia melalui forumnya. Itu berarti, seluruh seri Call of Duty dan StarCraft, Overwatch, Diablo III, Crash Bandicoot N. Sane Trilogy sampai Spyro Reignited Trilogy tak lagi dapat diakses dari layanan ini. Dan karena Sekiro: Shadows Die Twice dipublikasikan oleh Activision, permainan juga menghilang dari GeForce Now.

Saat artikel ini ditulis, baik Nvidia maupun Activision Blizzard belum menjelaskan alasan penghapusan game-game tersebut. Juru bicara Nvidia hanya menyampaikan bahwa semuanya merupakan permintaan sang publisher. Ia juga bilang, “Walaupun hal ini sangat disayangkan, kami berharap untuk bisa bekerja sama lagi dengan Activision Blizzard dan kembali menyajikan permainan mereka [di GeForce Now] beserta judul-judul yang akan hadir di masa depan.”

Sebagai kompensasinya, Nvidia menjanjikan kehadiran lebih dari 1.500 permainan di GeForce Now. Para developer kabarnya ‘sudah mengantre’ buat memasukkan game mereka di platform on demand Nvidia itu. Judul-judul baru rencananya akan disingkap setiap minggu melalui update.

Hilangnya dukungan game-game Battle.net boleh dikatakan sebagai pukulan cukup telak bagi Nvidia. Dan keadaan ini sangat aneh, karena begitu GeForce Now melepas status beta, nama-nama seperti Capcom, EA, Konami, Remedy, Rockstar serta Square Enix juga menarik permainan mereka. Banyak pelanggan tampak menyalahkan Nvidia atas kejadian ini, namun perlu diingat bahwa keputusan tersebut datang dari pihak publisher.

Metode penyajian GeForce Now tidak sama seperti Google Stadia: Kita harus memiliki game-nya terlebih dulu agar dapat menikmati layanan cloud dengan membelinya dari distributor digital yang ada. Itu berarti, tersedianya permainan-permainan tersebut di GeForce Now pada dasarnya tidak merugikan publisher maupun developer – bahkan berpeluang menguntungkan karena memberikan kesempatan bagi orang-orang yang tak punya PC ber-hardware canggih untuk tetap bisa bermain.

Via The Verge & PC Gamer.

Alibaba Cloud Day 2020 Indonesia: Pertama di Indonesia untuk Mendigitalisasi Nusantara

Kebutuhan akan data dengan kapasitas besar yang sering disebut dengan Big Data saat ini memang bisa dibilang menjadi yang utama. Pasalnya, hampir semua pelaku bisnis mengumpulkan berbagai jenis data untuk kelangsungan hidup perusahaannya. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah cloud service yang mampu membantu mereka agar dapat dengan nyaman melayani para konsumennya.

Alibaba merupakan salah satu pemain cloud yang datang ke Indonesia. Semua orang mungkin akan melihat Alibaba sebagai sebuah ecommerce terbesar di Tiongkok. Namun, dibalik usaha ecommerce tersebut, mereka pun juga menaruh semua data yang mereka miliki pada Alibaba Cloud.

Kali ini, Alibaba mengadakan sebuah acara besar di Jakarta dengan nama Alibaba Cloud Day 2020 Indonesia. Cloud Day sendiri merupakan sebuah acara yang sering diadakan oleh Alibaba dibeberapa kota besar di seluruh dunia. Tujuan utamanya adalah untuk memberitahukan pencapaian terakhir yang mereka miliki serta teknologi terbaru yang ada. Mereka pun mendatangkan para narasumber yang sudah berhasil menggunakan jasa serta teknologi Alibaba.

Alibaba Cloud Day 2020 - PolarDB

Alibaba Cloud Day 2020 merupakan perhelatan yang pertama diadakan di Indonesia.  Acara ini sendiri diadakan pada tanggal 16 Januari 2020 lalu yang bertempat di Hotel Raffles Jakarta. Saya pun diundang untuk datang ke acara yang ternyata mendapatkan antusias yang sangat tinggi dari para pelaku bisnis di Indonesia.

Saat saya datang, tidak terlihat tempat duduk yang kosong. Bahkan mau tidak mau saya harus duduk di lantai sementara masih banyak peserta yang harus berdiri karena tidak kedapatan tempat duduk.

Alibaba sangat yakin terhadap kekuatan Cloud mereka. Hal ini terungkap pada saat membicarakan mengenai ajang 11.11 (Double 11) tahun 2018 lalu yang diselenggarakan di hampir 200 negara di seluruh dunia. Cloud dari Alibaba ini mampu menangani sekitar 600 juta pelanggan dan mampu mengolah 544 ribu pesanan per detik. Mereka pun sangat yakin bahwa tidak semua jasa cloud mampu menangani hal seperti ini. Semua itu dijalankan oleh Alibaba pada sistem inti buatan mereka sendiri.

Alibaba pun juga membagikan rahasia keberhasilan bisnis internet mereka pada ajang ini. Selama sepuluh tahun, ada tiga pilar yang berhasil mereka jalankan. Pertama adalah melakukan migrasi infrastruktur ke cloud. Lalu mereka membangun core competencies berdasarkan internet. Terakhir, mereka membuat aplikasi pintar yang bakal membuat data secara otomatis.

Alibaba Cloud Day 2020 - Launch

Dengan membangun semua itu, Alibaba pun juga memiliki sistem database yang mereka klaim paling baik dan cepat. Alibaba memiliki PolarDB, yang diklaim memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan database lain seperti MySQL. Mereka pun memiliki sistem tersendiri untuk melakukan konversi dari satu database ke PolarDB, sehingga dapat berjalan dengan optimal pada Alibaba Cloud.

Pada tahun finansial 2019 di Indonesia yang berakhir pada bulan Maret, Alibaba ingin lebih serius dalam menggarap pasar di Indonesia. Oleh karena itu, mereka telah menggelontorkan lebih banyak investasi untuk ditanam di Indonesia. Leon Chen, Head of Alibaba Cloud Indonesia mengatakan bahwa dalam strategi mereka, Indonesia masuk ke dalam prioritas alibaba. Mereka pun ingin mengembangkan lebih banyak talenta dalam bidang cloud.

Alibaba Cloud juga sudah menggandeng beberapa mitra bisnis lokal. Mereka pun menggalang insiatif bersama para mitranya untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan perjalanan digital dengan bisnis lokal di Indonesia. Hal ini tidak hanya dijalankan dengan perusahaan-perusahaan besar, namun mereka berharap dapat berkontribusi dengan memajukan perekonomian Indonesia dengan berbagi pengetahuan.

Alibaba juga mengatakan bahwa kompetisi adalah hal yang baik. Dengan semakin banyaknya jasa cloud yang masuk ke Indonesia, hal tersebut akan menguntungkan para pelanggan di Indonesia. Contohnya adalah masuknya Amazon Web Service (AWS) ke Indonesia. Oleh karenanya, mereka malah senang dengan adanya persaingan yang sehat.

Pada sesi yang terpisah, saya pun cukup penasaran bagaimana sebuah perusahaan yang sudah memiliki infrastruktur dalam sebuah cloud bisa pindah ke Alibaba. Feifei Li selaku VP Chief Database Scientist, mengatakan pihaknya akan membantu secara penuh bagi perusahaan yang ingin melakukan perpindahan layanan cloud lain ke Alibaba Cloud.

Alibaba Cloud Day 2020 - QnD

Beliau mengatakan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk memindahkan seluruh database ke PolarDB yang dimiliki Alibaba dapat berjalan dengan lancar. Namun, hal tersebut masih tergantung dengan jenis database yang digunakan. Jika database yang digunakan termasuk open source seperti MySQL dan Postgre SQL, maka PolarDB pun sudah mendukung secara penuh semua perintah yang ada.

Feifei Li juga memberikan sebuah kasus yang ada di Malaysia. Tanpa memberitahukan nama perusahaannya, salah satu pelaku bisnis di Malaysia yang sudah memilih Oracle selama bertahun-tahun dapat memindahkan seluruh databasenya ke PolarDB. Alibaba sendiri memiliki sebuah perangkat yang mampu menganalisa basis kode dan data yang ada. Setelah menganalisa, alat tersebut pun akan mengeluarkan sebuah laporan yang akan memberitahukan bagian mana saja yang harus diubah dan juga workaround-nya.

Perpindahan database dari Oracle ke PolarDB yang diceritakan di atas memakan waktu sekitar dua bulan. Hal tersebut dilakukan oleh perusahaan tersebut dengan para insinyur dari Alibaba, sehingga perpindahannya terhitung cepat. Oleh karena itu, Alibaba pun yakin bahwa PolarDB yang mereka miliki dapat bersaing dengan para sistem manajemen database lainnya.