Google Umumkan Rencana Menghadirkan Cloud Region Indonesia (UPDATED)

Google hari ini (04/10) menyelenggarakan Google Cloud Summit Indonesia 2018. Acara diisi oleh beberapa narasumber dari kalangan startup dan korporasi yang memanfaatkan Google Cloud. Salah satu hal menarik ialah adanya pengumuman bahwa Google akan membuka Google Cloud Region di Indonesia dalam beberapa bulan ke depan.

Google Cloud Region Indonesia (semacam pusat data atau data center) akan jadi yang ke delapan di Asia Pasifik setelah Mumbai, Singapura, Taiwan, Sydney, dan Tokyo. Harapannya pelanggan Google Cloud Platform (GCP) di Indonesia akan mendapat keuntungan seperti latency yang rendah dan kinerja yang tinggi dalam penggunaan.

“Google Cloud berkomitmen untuk melayani pelanggan GCP kami di Indonesia, secara cepat berpartisipasi dalam ekonomi digital,” terang Managing Director Google Cloud Asia Pasific, Rick Harashman.

Dalam presentasinya, Harashman juga menjelaskan bahwa GCP akan melakukan investasi jangka panjang dalam mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung bisnis GCP di Indonesia. Hal ini tidak lepas dari permintaan pelanggan di Indonesia yang meminta GCP menghadirkan inovasi teknis di Indonesia.

“Dengan berekspansi ke wilayah baru, kami memberikan kinerja yang lebih tinggi bagi para pelanggan. Pelanggan kami sejak beberapa waktu lalu sudah meminta kami untuk menghadirkan inovasi-inovasi teknis ke Indonesia dan kami bangga bisa melakukannya,” lanjut Harashman.

Dalam keterangan resminya Head of Google Cloud Southeast Asia, Tim Synan menyebutkan, “Kami menghadirkan kekuatan Google Cloud ke berbagai ukuran bisnis di Indonesia dan membantu mereka memberikan solusi khusus melalui berbagai platform dan perangkat.”

Google juga memperkenalkan beberapa kecanggihan kecerdasan buatan dan machine learning yang disematkan di layanan G Suite-nya. Seperti pengolahan data yang dimudahkan dengan chat, Google Docs yang sudah terintegrasi dengan translator, hingga pencarian gambar yang lebih pintar di dalam Google Slide.

Update: pihak Google menyatakan bahwa Cloud Region berbeda dengan data center. Cloud Region adalah zona ketersediaan yang didesain untuk meminimalkan latency dan meningkatkan performa layanan di suatu wilayah.

Penyedia Cloud Computing Asal Australia Zettagrid Hadir di Indonesia, Sasar Startup Hingga Korporasi

Zettagrid, penyedia layanan cloud computing berbasis IaaS asal Australia, mengumumkan ekspansinya di Indonesia dengan menempatkan Jakarta sebagai lokasi layanan resmi dan data center. Ekspansi ini menjadi langkah awal perusahaan dalam menyediakan layanan publik cloud computing ke seluruh wilayah regional Asia Pasifik.

“Keputusan untuk melakukan ekspansi layanan IaaS ke Indonesia adalah bagian dari langkah strategis global Zettagrid. [..] Ekspansi ke Asia Tenggara merupakan milestone penting selanjutnya bagi kami,” ucap CEO Zetta Group Nathan Harman dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial.

Dia melanjutkan, di antara penyedia layanan IaaS cloud computing Australia lainnya, Zettagrid diklaim memiliki fondasi bisnis yang kuat dari sisi aspek inovasi dan otomatisasi layanan. Berbagai sertifikasi yang diperoleh dari ISO9001 2008, PCI DSS, dan lainnya membuat Zettagrid dipercaya mengelola ribuan virtual machine dengan ratusan channel partner.

Alasan Zettagrid memilih Indonesia, diungkapkan secara terpisah kepada DailySocial oleh Country Manager Zettagrid Indonesia Reza Kertadjaja, lantaran pasar cloud computing masih sangat besar dan terbuka lebar. Hampir semua perusahaan baik startup, small medium business (SMB), maupun korporat sudah mengetahui keunggulan dari layanan cloud computing.

Tantangan yang masih muncul adalah bagaimana perusahaan dapat memberikan suatu solusi layanan cloud yang canggih, dapat diandalkan, simpel, mudah dikelola, dan aman sesuai kebutuhan pelanggan.

“Dengan menempatkan data center dan tim teknis dari Jakarta akan memberikan kemudahan bagi channel partner kami untuk memberikan solusi cloud computing yang terbaik kepada seluruh calon pelanggannya di Indonesia,” terang Reza.

Dalam rangka meningkatkan eksistensinya di Indonesia, Zettagrid akan bekerja sama dengan channel partner lokal untuk merancang, membangun, serta mengelola platform infrastruktur cloud computing yang kompleks jadi lebih sederhana untuk memenuhi berbagai kebutuhan IT. Reza mengaku pihaknya menyasar perusahaan dari startup, SMB, hingga korporat di seluruh Indonesia.

Program channel partner Zettagrid menyasar pada penyedia layanan Managed Service IT, System Integrator, Independent Software Vendor, dan Value Added Reseller. Adapun layanan IaaS yang dihadirkan perusahaan meliputi Virtual Server, Virtual Data Center (VDC), Backup, dan Disaster Recovery. Seluruh layanan tersebut dapat dinikmati tanpa harus melalui sistem berlangganan tanpa komitmen atau kontrak, berlaku untuk partner dan pelanggan.

Alibaba Cloud Segera Buka Data Center di Indonesia

Alibaba Cloud, penyedia layanan cloud computing asal Tiongkok, mulai serius menapaki pasar Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan pengumuman akan dibukanya data center di Jakarta selambat-lambatnya Maret 2018. Perusahaan yang termasuk dalam Alibaba Group ini mencoba menyasar para UKM dengan menyediakan layanan cloud yang diklaim hemat dan berkualitas.

Selain Jakarta, rencananya Alibaba Cloud juga akan membuka data center di Mumbai, India. Pengumuman ini dilakukan pada saat acara Computing Conference yang berlangsung di Shanghai, Tiongkok, beberapa waktu lalu.

Senior Vice President of Alibaba Group dan President Alibaba Cloud Simon Hiu dalam rilisnya mengatakan dibukanya data center baru di Indonesia dan India diharapkan bisa memperkuat posisi Alibaba Cloud di kawasan Asia dan juga secara global.

“Saya percaya Alibaba Cloud adalah adalah satu-satunya penyedia jasa cloud global dari Asia, memposisikan diri secara unik dengan keuntungan budaya dan kontekstual untuk menyediakan inovasi data intelijen dan kemampuan komputasi kepada pengguna di daerah-daerah tersebut. Membangun data center di Indonesia dan India akan memperkuat posisi kami di area ini dan juga secara global,” ungkap Simon.

Dengan penambahan data center baru ini, Alibaba Cloud secara total mempunyai 17 data center yang tersebar di beberapa negara, seperti Tiongkok, Australia, Jerman, Jepang, Hongkong, Singapura, Arab Saudi, dan Amerika Serikat.

Indonesia dan India merupakan dua negara dengan potensi startup yang dianggap serupa karena pola dan kebiasaan penggunanya. Masuknya data center Alibaba Cloud di dua negara, dengan ekosistem startup yang berkembang ini, menggambarkan visi perusahaan yang memang menyasar perusahaan teknologi, khususnya startup.

Dana Rp 5,3 Triliun Disiapkan IDPRO untuk Bangun Pusat Data Kelas Dunia

Pada bulan Juni lalu beberapa penyelenggara jasa pusat data Indonesia membentuk Indonesia Data Center Provider Organization (IDPRO), sebuah organisasi yang mempunyai tujuan meningkatkan kualitas layanan pusat data di Indonesia. Beberapa yang tergabung di antaranya adalah DCI, Elitery, GTN, Nexcenter, XL dan Telkomsigma. Berita terbaru dari anggota IDPRO, untuk mewujudkan misinya membangun pusat data berkelas internasional dana sebesar $400 juta (atau senilai Rp 5,3 triliun) telah digelontorkan.

Ketua Umum IDPRO Kalamullah Ramli menyebutkan bahwa pihaknya ingin mengembangkan ekosistem pusat data di Indonesia berbarengan dengan mewujudkan Indonesia sebagai digital nations. Hal yang sejalan dengan program pemerintahan saat ini yang bercita-cita menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara ekonomi digital terbesar.

“Data adalah dewa. Siapa yang memiliki data, dia memiliki masa depan. Oleh karena itu, kami bertekad untuk menjadikan Indonesia sebagai digital nation yang memiliki kedaulatan terhadap data. Apalagi pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 82 Tahun 2012 yang mewajibkan semua data orang Indonesia harus berada di Indonesia,” ujar Kallamullah.

Seperti kita ketahui era digital membawa sejumlah perubahan yang signifikan di beberapa sektor. Salah satunya yang mengalami transformasi adalah sektor bisnis. Adanya pusat data di Indonesia memberikan banyak peluang, salah satunya akses data tidak harus keluar dari Indonesia sehingga bisa memberikan kecepatan akses yang lebih.

Sementara itu masih dalam upaya memberikan kualitas layanan pusat data terbaik Sekjen IDPRO Richard Kartawijaya mengungkapkan pada 22 Februari 2017 pihaknya akan mengelar konferensi pusat data. Selain itu IDPRO saat ini juga tengah melaksanakan proses sertifikasi pusat data. Sertifikasi yang diharapkan mampu menjadi acuan bagi para anggota IDPRO dalam mengembangkan kualitas layanannya dan kualitas Industri pusat data di Indonesia.

“Kami mengajak semua penyelenggara pusat data di Indonesia untuk bergabung di asosiasi ini. Bersama-sama kita kuatkan asosiasi pusat data kita, supaya kita memiliki kualitas kelas dunia, dan dapat melakukan sertifikasi maupun standardisasi terhadap pusat data kita sendiri, tanpa harus kita menyewa kepada pihak luar, seperti Uptime Institute, karena biayanya sangat mahal,” ujarnya.

Sejak pertama kali dibentuk IDPRO memang memiliki tujuan untuk menjadi wadah penyedia layanan pusat data dan saling mendukung untuk terciptanya peluang bisnis pengelolaan pusat data melalui penyediaan sarana dan layanan pendukung lainnya. Salah satu hal yang menjadi fokus utamanya adalah dengan terus memperbaiki kualitas untuk meyakinkan pelanggan bahwa layanan pusat data di Indonesia juga tidak kalah berkualitas dengan layanan pusat data di negara lain.

XL Boyong Duplikasi Server Facebook ke Indonesia

XL Axiata baru-baru ini telah menjalin kerja sama dengan Facebook untuk memboyong duplikasi server Facebook dari Singapura ke data center yang dimiliki XL di Indonesia. Hadirnya server di Indonesia ini dinilai akan mengakselerasi kecepatan, dari sebelumnya akses ke server Facebook rata-rata delay 200ms, kini bisa lebih cepat hanya dengan delay kurang dari 8ms. XL juga percaya bahwa inisiatif ini akan memberikan manfaat untuk efisiensi bisnis.

Guna mematangkan langkah ini, XL mengalokasikan ruang data center di Jakarta dan Surabaya dengan total kapasitas 60G yang diperuntukkan khusus hanya untuk duplikasi server Facebook tersebut.

Pengguna Facebook di Indonesia memang masih menjadi salah satu yang terbesar, berbagai lembaga riset masih menempatkan populasi pengguna Facebook di Indonesia masuk dalam lima besar. Terakhir diungkapkan oleh Business Group Head Facebook Reynold D’Silva pada kesempatan April lalu, kuartal keempat 2015 ada sekitar 82 juta pengguna aktif Facebook di Indonesia setiap bulannya. Hal tersebut turut meyakinkan XL bahwa apa yang dilakukan akan menjadi tindakan yang menguntungkan.

Seperti diungkapkan Direktur/Chief Service Management Officer XL Yessie D. Yosetya dalam sambutannya:

“Facebook adalah media sosial yang paling popluer dan salah satu yang paling intens diakses oleh pelanggan XL. Dengan mempertimbangkan tren ke depan, di mana konten-konten video akan lebih banyak diakses, termasuk melalui Facebook, maka perlu bagi XL untuk meningkatkan kualitas pengalaman pelanggan.”

Yessie turut memaparkan bahwa proyek bersama Facebook ini adalah yang pertama di Indonesia, dan juga belum banyak dilakukan di seluruh dunia. Facebook menjadi salah satu konten digital atau aplikasi yang paling sering diakses oleh pelanggan XL. Trafik akses ke media sosial tersebut mencapai 30-40 persen dari total trafik data. Saat ini, terus semakin banyak pelanggan yang mengakses video, baik mengunduh atau mengunggah, melalui Facebook, yang tentunya membutuhkan dukungan kualitas akses yang memadai.

Dengan adanya server di Indonesia, perbedaan kualitas akan lebih terasa terutama pada saat pelanggan mengakses video di Facebook. Dengan akses video menjadi jauh lebih baik, pelanggan dan masyarakat bisa memanfaatkan fitur Facebook secara lebih maksimal. Misalnya untuk mendukung bisnis atau kegiatan lainnya dengan memanfaatkan fitur video.

Schneider Electric Soroti Peran Edge Data Center Sebagai Solusi dalam Menghadapi Era IoT

Kemarin (17/5), Schneider Electric (SE) menggelar acara Schneider Electric IT Solution Day dengan tema “Mission Possible: Finding The Perfect Infrastructure for Your Edge Data Center”.  Dalam acara tersebut SE menyoroti peran edge data center sebagai salah satu solusi untuk menghadapi era Internet of Things (IoT). Bersamaan dengan itu, SE juga memperkenalkan beberapa solusi edge data center mereka, seperti InfraStruxure, Micro Data Center, Prefabricated Data Center, dan Flexpod Express.

Lalu lintas data setiap tahunnya terus mengalami peningkatan karena semakin banyak orang yang terhubung dengan internet. Ini berdampak pada fenomena IoT yang memungkinkan hampir segala perangkat dapat terhubung dengan internet makin menjamur. Hal ini bisa menimbulkan permasalahan latency atau lambatnya komunikasi data melalui jaringan bila tidak diantisipasi dengan baik.

Menurut data perkiraan yang diungkap oleh Schneider Electric pada acara Schneider Electric Solution Day yang digelar di Jakarta kemarin, tiap tahunnya lalu lintas data akan berkembang sebesar 25 persen. Bahkan di tahun 2018 diperkirakan setiap orang akan mentransmisikan 1 GB data setiap harinya, atau setara dengan lalu lintas digital sebesar 10,4 Zettabytes.

Sebagai perbandingan, 1 ZB = 1.000 Exabyte (EB), 1 EB = 1.000 Petabyte (PB), 1 PB = 1.000 Terabyte (TB) dan 1 TB setara dengan 1.000 Gigabyte (GB).

VP Schneider Electric IT Indonesia, Malaysia, dan Brunei Astri R. Dharmawan mangatakan, “Ledakan big data akibat pertumbuhan pesat IoT adalah hal yang tak bisa dihindari. Sudah saatnya perusahan secara proaktif mentransfromasikan data center dan teknologi pendukung yang dimilikinya untuk mengurangi latency. […] Salah satu solusi yang efektif adalah edge data center yang mampu mendistribusikan beban komputasi lebih dekat ke perangkat sehingga dapat mengurangi masalah latency secara signifikan.”

Edge data center dan kriterianya

Diskusi panel membahas mengenai IoT dan pentingnya edge data center untuk mengatasi latency dalam acara Schneider Electric IT Solution Day / DailySocial
Diskusi panel membahas mengenai IoT dan pentingnya edge data center untuk mengatasi latency dalam acara Schneider Electric IT Solution Day / DailySocial

CCO EdgeConneX Clint Heiden mendefinisikan sebuah edge data center sebagai tempat yang menghubungkan setidaknya 80 persen dari konten internet dengan setidaknya 50 persen dari semua pengguna broadband di metro (perkotan besar).

Sementara itu Pendiri ZK Research Zeus Kerravala menjabarkan bahwa ada tujuh kriteria kunci untuk mendefinisikan edge data center. Bila tidak memenuhi tujuh kriteria tersebut, maka itu hanyalah pusat data biasa di Tier 2.

Tujuh kriteria yang dimaksud oleh Zeus adalah, melayani lebih dari 50 persen dari pengguna broadband lokal, 75 persen dari penggunaan internet lokal, terjadi sebuah pergeseran lalu lintas dari inti ke metro yang baru, biaya dan manfaat kinerja yang terukur, memberikan pengalaman media yang lebih kaya, adanya peningkatan keamanan, dan akan menjadi Tier 3, N + 1 pusat data.

Empat solusi edge data center yang diperkenalkan Schneider Electric

Business Vice President Schneider Electric IT Indonesia Astri Dharmawan / DailySocial
Vice President Schneider Electric IT Indonesia, Brunei, dan Malaysia Astri Dharmawan / DailySocial

Bersamaan dengan digelarnya Schneider Electric IT Solution Day, Schneider Electric sebagai pemain lama di bidang data center juga memperkenalkan empat solusi edge data center yang dimilikinya. Di antaranya yaitu, InfraStruxure, Micro Data Center, Prefabricated Data Center, dan Flexpod Express.

InfraStruxure adalah arsitektur ruang IT yang memiliki skalabilitas, fleksibilitas dan modularitas yang tinggi. Solusi ini diklaim mampu secara dramatis membantu mengurangi kompleksitas pusat data, meminimalisir pemborosan energi, dan memberikan infrastruktur yang tangguh dan terandalkan.

Micro Data Center adalah sistem yang self-contained dan aman dalam satu enclosure (rak) yang dipasang dan diuji di pabrik. Solusi ini diklaim Schneider Electric sebagai penggabungan yang efisien antara distribusi power, cooling, rak, sistem keamanan, fire suppression, dan energy management system terbaik yang distandardisasi untuk secara signifikan mengurangi waktu deployment dan kompleksitas pengelolaan.

Prefabricated Data Center adalah solusi pusat data yang tidak membutuhkan infrastruktur sipil (bangunan) karena hadir dalam format movable container. Schneider Electric memperkenalkan solusi ini sekitar tiga bulan lalu untuk menyambut datangnya era IoT.

Terakhir, Flexpod Express yang merupakan infrastruktur terpadu yang terdiri dari unified computing storage dan network yang diletakkan di dalam infrastruktur rak dari Schneider Electric. Flexpod terdiri dari Cisco Unified Computing System (Cisco UCS) server, Cisco UCS Manager, Cisco Nexus family of switches dan NetApp Fabric-Attached Storage (FAS) arrays.

“Kami berharap dapat semakin mengakselerasi terbentuknya ekosistem IoT yang lebih solid di Indonesia sehingga kekuatan infrastruktur IT kita dapat disejajarkan dengan negara-negara lain,” tutup Astri.

LinkedIn Perkenalkan Data Center Baru di Singapura (Updated)

Situs jejaring profesional LinkedIn hari ini memperkenalkan data center di luar wilayah Amerika Serikat pertamanya. Bertempat di Singapura, data center seluas 23.500 kaki persegi (atau lebih dari 2000 meter persegi) ini merupakan satu dari enam data center yang dimiliki LinkedIn. Sejauh ini LinkedIn telah menggelontorkan dana sebesar SG$80 juta untuk data center mereka yang terbaru ini. Pihak LinkedIn berharap dengan adanya data center baru ini bisa memperkaya pengalaman pengguna LinkedIn yang terus bertumbuh di wilayah Asia Pasifik, termasuk meningkatkan kecepatan akses terhadap layanan LinkedIn.

Dari data internal LinkedIn, sejak Januari 2015 jumlah pengguna mereka di Asia Pasifik bertumbuh lebih dari dua kali lipat sehingga menyentuh angka 85 juta pengguna di akhir 2015 silam. Di Asia Tenggara sendiri jumlah anggota LinkedIn saat ini mencapai 16 juta pengguna dengan Indonesia menyumbang 5 juta lebih pengguna. Di periode yang sama pula pendapatan LinkedIn di Asia Tenggara mengalami peningkatan lebih dari 3 kali lipat.

Data center terbaru di Singapura ini akan dimanfaatkan untuk pengelolaan berbagai akses dan trafik LinkedIn yang berasal dari wilayah Asia Pasifik dan juga akan membantu mengelola satu per tiga trafik LinkedIn secara global.

“Asia Pasifik merupakan wilayah dengan pertumbuhan tercepat, dalam hal jumlah anggota LinkedIn di luar Amerika Serikat. Kami terus berinvestasi untuk memastikan pengguna mendapatkan pengalaman dan pelayanan terbaik, seiring dengan berkembangnya bisnis kami di wilayah ini,” terang Managing Director LinkedIn Asia Pasifik Oliver Legrand.

LinkedIn sejauh ini telah bekerja sama dengan Singapore Economic Development Board (EDB) sebagai upaya untuk menancapkan eksistensinya di wilayah ini melalui Singapura, termasuk salah satunya adalah pembangunan data center. Hal ini dilakukan untuk mendukung visi EDB yang ingin menjadikan Singapura sebagai pusat digital di Asia.

Untuk pasar Indonesia, juru bicara LinkedIn mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu satu tahun terakhir ada peningkatan lebih dari 1 juta pengguna. Selain data center yang baru ini LinkedIn juga memberikan opsi pilihan tampilan berbahasa Indonesia sebagai bentuk peningkatan pelayanan bagi pengguna di Indonesia.

“Kami juga terus berusaha untuk bisa meningkatkan kepuasan pengguna dalam memanfaatkan LinkedIn. Data center di Singapura adalah salah satu bentuk nyata dari usaha tersebut. Selain itu, menyediakan pilihan bagi pengguna untuk dapat mengubah tampilan bahasa di LinkedIn menjadi Bahasa Indonesia, juga menjadi usaha kami demi meningkatkan pelayanan bagi para pengguna di Indonesia,” terang juru bicara LinkedIn.

Update : Keterangan juru bicara LinkedIn mengenai pengguna di Indonesia.

Indosat Ooredoo dan Lintasarta Resmikan Disaster Recovery Center 3 Di Jatiluhur

Hari ini Indosat Ooredoo bersama dengan Lintasarta secara resmi meluncurkan Disaster Recovery Center (DRC) 3 di kawasan Jatiluhur, Purwakarta. DRC 3 yang memiliki kapasitas luas total mencapai 6.000 disuplai oleh dua sumber listrik dari dua provider berbeda, yakni, PLN dan Jasa Tirta II dalam rangka untuk meningkatkan availabilitas layanan yang diberikan. Selain itu, DRC 3 ini juga telah lulus sertifikasi Tier III dari Uptime Institure yang menandakan layanan ini siap digunakan sebagai penunjang business continuity perusahaan.

Director and Chief Wholesale & Enterprise Officer Indosat Ooredoo Herfini Haryono mengatakan pembangunan DRC 3 ini menunjukkan bahwa Indosat Ooredoo bersama Linstasarta menjadi pemain utama solusi Data Center dengan pengalaman, kapasitas, dan keandalan melalui teknologi, jaringan luas, dan sumber daya manusia yang berkualitas.

“Pasar Data Center akan terus mencatat pertumbuhan besar dalam dua tahun ke depan, salah satunya didorong keberadaan PP Nomor 82 Tahun 2012, dan kami telah siap menangkap peluang tersebut. DRC 3 yang berada di Jatiluhur menjadi alternatif pilihan terbaik bagi pelaku industri dengan lokasi yang sangat strategis yang memiliki profil risiko bencana yang amat rendah dan berbeda dibandingkan di Jakarta. Jatiluhur juga merupakan hub utama untuk jaringan komunikasi dari Indosat Ooredoo dan Lintasarta,” ujar Herfini.

Di samping itu President Director Lintasarta Arya Damar mengungkapkan pihaknya akan terus melakukan pembangunan Data Center atau DRC baru dengan standar tinggi untuk memenuhi kebutuhan pelaku industri serta pertumbuhan pasar data center.

“DRC 3 di Jatiluhur memenuhi kebutuhan data center perusahaan yang handal dengan memiliki dua sumber power serta desain dan konstruksi mengikuti standar internasional sehingga mampu mengirimkan SLA yang tinggi ke pelanggan,” terang Arya.

DRC 3 ini disiapkan dengan membawa sejumlah keunggulan, di antaranya adalah solusi total data center yang menyediakan layanan colocation, network, dan managed service dengan model bisnis sewa. Solusi ini diklaim mampu membuat para pelaku industri beralih dari capital expenditure (capex) menjadi operational expenditure (opex).

Selain itu kelebihan lain dari DRC 3 adalah working area yang luas dan nyaman baik untuk kebutuhan Disaster Recovery Procedure (DRP) maupun aktivitas IT pelanggan. DRC 3 ini juga disebutkan telah didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang tersertifikasi standar internasional dari Uptime Institute seperti Accredited Tier Designer di bagian design/build, Accredited Tier Specialist di bagian operations.

Dalam rilis pers DRC 3 ini juga disebutkan telah mengantongi sejumlah sertifikat, mulai dari kategori standar Telecommunications Industry, bisnis proses hingga standar keamanan informasi.

“Dalam hal ini, pelaku industri bukan hanya memiliki opsi penempatan data center lebih banyak namun juga comply terhadap standar keamanan internasional yang ditetapkan,” tutup Herfini Haryono.

Schneider Tawarkan Solusi Pusat Data Prefabrikasi Modular untuk Sambut Tren IoT

Jumat kemarin (19/2), Schneider Electric Indonesia memperkenalkan solusi pusat data terintegrasi untuk menjawab tren Internet of Thing (IoT) yang terus tumbuh. Di samping itu, Schneider juga menghadirkan dukungan berupa data center infrastructure management (DCIM) yang memungkinkan pelanggan memonitor kebutuhan dan aktivitas pusat data dari jauh.

Laju pertumbuhan teknologi yang sudah tidak terbendung lagi telah berhasil mendorong berbagi tren baru naik ke permukaan, di antaranya adalah IoT dan Big Data. Kedua fenomena tersebut memiliki potensi untuk merubah berbagai aspek bermasyarakat dalam pendekatan terhadap teknologi, mulai dari gaya hidup hingga perputaran roda ekonomi. Inovasi yang naik ke permukaan saat ini adalah teknologi wearable devices, smart home sampai smart city.

Berdasarkan data dari perusahaan analis Gartner sendiri pada tahun 2020 akan ada lebih dari 26 miliar perangkat yang saling terhubung, termasuk wearable technology, peralatan elektronik di rumah dan banyak lagi.

Business Vice President Schneider Electric divisi IT untuk Indonesia, Malaysia, dan Brunei Astri R Dharmawan mengatakan, “Besarnya koneksi jaringan dan jumlah perangkat elektronik yang saling terhubung menciptakan permintaan yang lebih tinggi untuk kapasitas data center [pusat data]. Namun, hal ini menimbulkan tantangan khusus bagi data center, terutama di bidang infrastruktur, keamanan, kapasitas data, manajemen storage, server dan jaringan data center.”

Prefabrikasi Data Center

Berangkat dari alasan tersebut, Schneider coba menawarkan solusi pusat data prefabrikasi modular yang dinilai dapat menghemat waktu dalam membangun pusat data. Sistem ini juga diklaim Schenider dapat diandalkan di berbagai kondisi karena dirakit dan melalui berbagai tahap uji di pabrik untuk kondisi yang berbeda. Tren yang berkembang terkait pusat data prefabrikasi modular ini dan dilirik oleh perusahan adalah Micro Data Center yang terdiri dari 1 hingga 10 rak server.

Pasar yang dibidik sebagai pengguna Micro Data Center sendiri adalah perusahaan dengan skala besar. Beberapa di antaranya yaitu industri perbankan dan retail, pabrik otomotif, industri migas, pemerintahan dan militer, sampai ke perusahaan telekomunikasi.

Dusebutkan Enteprise Sales Director APC by Schneider Electric Yana Haikal, untuk solusi ini Schneider memiliki empat pilihan produk yang diunggulkan. Keempat produk itu adalah SmartBunker SX untuk ruang IT tradisional, SmartBunker CX yang dioptimasi untuk lingkungan perkantoran, SmartBunker FX, dan SmartShelter dengan multi-rack dan diklaim tangguh di berbagai kondisi.

Micro Data Center Schneider

Disamping itu, Schneider juga memperkenalkan solusi untuk Data Center Lifecyle Service dalam bentuk perangkat lunak DCIM bernama StruxureWare. Menurut Schneider, DCIM tersebut akan memungkinkan pelanggan melakukan monitoring perangkat di dalam pusat data dari ancaman seperti panas berlebih, kebocoran air, kelembaban, hingga menghitung estimasi kebutuhan listik dan penambahan server.

“Melalui berbagai solusi inovatif data center yang kami tawarkan, kami akan terus berkomitmen untuk membantu meningkatkan daya saing pelanggan kami di tengah pertumbuhan IoT, khususnya dalam berdaptasi dengan perubahan teknologi yang sangat dinamis,” pungkas Astri.

Pemerintah Segera Longgarkan Kebijakan Pembangunan Data Center di Indonesia

Layanan teknologi yang makin dibutuhkan di berbagai lini kegiatan masyarakat membuat para penyedia jasa/layanan untuk memperkuat infrastruktur pendukung. Data center menjadi salah satu infrastruktur krusial yang harus dikuatkan untuk menjamin kelancaran proses operasionalitas. Melihat persaingan industri yang semakin ketat, Menkominfo Rudiantara mengatakan bahwa dalam waktu dekat akan melakukan revisi draft peraturan terkait data center untuk bisa menjadi lebih longgar.

Persyaratan pembangunan data center di Indonesia akan berkurang, karena selain akan memberikan efisiensi harga jual suatu layanan, juga akan menumbuhkan kekuatan lokal untuk persaingan global, begitu ujar Rudiantara seperti dikutip dari The Jakarta Post. Pemerintah sendiri mengatur kebijakan pendirian data center dalam peraturan No. 82 Tahun 2012 pada pasal pengelolaan transaksi dan sistem elektronik. Pusat pemulihan data akibat bencana untuk pelayanan publik harus berada perangkat fisiknya di dalam negeri.

Upaya ini dilakukan Rudiantara didasarkan pada masukan dari para pemain industri, khususnya dari perusahaan perbankan dan penerbangan, untuk meningkatkan daya saing dan harga konsumen yang lebih bersahabat.

Sebelumnya pada Oktober tahun lalu OJK juga pernah menerbitkan peraturan tentang kewajiban bagi bank asing untuk membangun onshore data center (ODC) di Indonesia. Rudiantara juga menanggapi baik aturan tersebut, namun ia menekankan bahwa regulasi juga harus disesuaikan, karena beberapa perusahaan hanya bertindak sebagai cabang, tanpa operasionalitas penuh di sini.

Agus Kurniadi selaku Manajer IDC Indonesia menerangkan bahwa kelonggaran aturan pendirian data center (khususnya untuk perusahaan perbankan) akan memiliki efek signifikan untuk Bank di Indonesia, karena data nasabah dan berbagai transaksi lainnya akan disimpan di Indonesia. Dari penelitian IDC tahun 2014 juga disebutkan bahwa Indonesia termasuk negara yang minim akan data center. Sebagian besar data center perusahaan asing ditempatkan di Singapura untuk wilayah Asia Tenggara.

Kurangnya infrastruktur yang memadai dan distribusi listrik yang tidak merata disebutkan sebagai tantangan utama para perusahaan luar untuk membangun data center di Indonesia. Di Indonesia setiap harinya juga ada 8 miliar transaksi perbankan asing. Seluruh bank asing tersebut masih menempatkan data center dan data recovery center di luar negeri. Kendati demikian sebenarnya di Indonesia sudah ada sekitar 14 perusahaan data center yang siap menjadi mitra.