Vutura Tawarkan Solusi Mudah untuk Membuat Chatbot

Tren pengembangan chatbot tampaknya masih terus berlanjut. Salah satu tandanya dengan hadirnya pemain baru di industri ini. Namanya Vutura, perusahaan rintisan baru yang mencoba menawarkan layanan untuk memudahkan pengguna membuat chatbot secara mandiri.

“Vutura adalah platform chatbot berteknologi AI, kami membantu pebisnis maupun individu untuk melayani banyak pelanggannya dengan mudah. Kami menyediakan wadah, sehingga para pelaku bisnis dapat bebas membuat asisten virtual yang sesuai dengan kebutuhan bisnisnya,” terang Co-founder & CMO Vutura Herjuna Dony Anggara Putra.

Startup tersebut digawangi oleh empat orang founder, yakni Riztama Prawita, Arief Faizin, Herjuna Dony Anggara Putra dan Arfiyah Citra Eka Dewi. Vutura juga merupakan portofolio Digital Amoeba besutan Telkom — program inkubasi startup internal yang diikuti oleh kalangan staf perusahaan. Dalam debutnya mereka juga sudah mendapatkan pendanaan awal dari Telkom dengan nilai yang tidak disebutkan.

“Saat ini chatbot Vutura sudah bisa diimplementasikan pada berbagai aplikasi pesan seperti Telegram, Line, Facebook Messenger, dan WhatsApp. Selain aplikasi pesan tersebut, juga dapat diimplementasikan pada chat widget yang berada pada website dan mobile apps,” terang Co-Founder & CEO Vutura Riztama.

Layaknya platform chatbot pada umumnya, Vutura juga dibekali teknologi NLP (Natural Languange Processing) berbahasa Indonesia untuk memahami konteks percakapan dengan penggunanya.

Sebelumnya di Indonesia sudah ada beberapa startup yang sajikan layanan serupa, di antaranya Kata.ai dan Botika. Tren pemanfaatan AI dalam bisnis membuat bisnis chatbot berkembang pesat, terlebih dengan automasi tersebut beberapa bisnis telah mampu menghasilkan efektivitas dalam penanganan pelanggan.

Produk chatbot, dalam hal ini yang diimplementasikan sebagai sistem layanan pelanggan, dikembangkan berangkat dari banyaknya kebiasaan yang berulang, salah satu contohnya ketika penjual menjawab pertanyaan pelanggannya mengenai produk. Dengan teknologi yang dikembangkan, Vutura berharap bisa memecahkan permasalahan tersebut dan mempererat hubungan pemilik bisnis dengan pelanggannya.

“Karena Vutura punya tujuan untuk mempererat hubungan antara pemilik bisnis dan para pelanggannya sehingga tidak menutup kemungkinan kami berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk dapat membantu para pemilik bisnis dalam meningkatkan customer engagement experience,” imbuh Riztama.

Selain bisa mendukung banyak platform pesan instan, Vutura juga terintegrasi dengan berbagai macam tools, termasuk Multichannel Conversational Platform milik Qiscus dan beberapa lainnya. Mereka juga menjalin beberapa kemitraan, di antaranya dengan Freshworks, Line, termasuk dengan Telkom.

Pengguna hanya perlu menyelesaikan proses pendaftaran dan pembayaran untuk membuat chatbot mereka. Pihak Vutura mengklaim mereka menyajikan langkah yang sederhana atau tanpa coding sama sekali dalam hal pembuatan asisten virtual atau chatbot.

Hingga saat ini dari sistem Vutura sudah lahir 354 chatbot dengan 98 ribu percakapan. Angka ini juga dipastikan akan terus bertambah mengingat Vutura baru saja diluncurkan dan mulai diperkenalkan ke khalayak ramai.

“Kami menyediakan sistem berlangganan, pengguna bisa langsung mendaftarkan akunnya melalui website kami dan langsung mulai membuat chatbot-nya sendiri. Kami menyediakan dokumentasi dan tutorial untuk mempermudah pengguna. Selain itu, untuk korporasi dan atau perusahaan yang menginginkan layanan kustomisasi dapat menghubungi tim kami langsung,” terang Dony.

Di satu tahun perjalanannya, Vutura masih ingin memperkenalkan kecanggihan dan kebermanfaatan teknologi AI kepada masyarakat.

“Kami ingin memasyarakatkan teknologi AI agar para pelaku bisnis dapat meningkatkan experience dalam memberikan layanan kepada pelanggannya,” terang Dony ketika ditanya strategi mereka untuk mengarungi 2020 ini.

Sakoo Mungkinkan Pebisnis Kelola Penjualan di Berbagai Marketplace Melalui Dasbor Tunggal

Bertujuan untuk mempermudah pemilik bisnis online memasarkan produk mereka di berbagai online marketplace, Sakoo resmi meluncur. Platform tersebut dikembangkan oleh startup binaan Digital Amoeba Telkom Indonesia.

Kepada DailySocial CMO Sakoo Riska Tania Tambunan mengungkapkan, startup yang didirikan bersama Marcho Senda Djisoko (CEO) dan Budi Hari Sulaksono (CTO) didasari dari pengalaman para pendiri startup. Ketika berjualan di banyak marketplace, mereka menemui kendala sulitnya mencocokkan stok di seluruh kanal.

Menurut riset dan survei yang dilakukan Sakoo, hal ini terjadi karena sistem yang digunakan masih manual. Sementara penjualan secara dinamis terus berjalan, sehingga kadang data stok menjadi tidak sesuai dengan barang yang siap untuk dijual. Hal itu dapat menyebabkan transaksi gagal atau tidak terdeteksinya barang yang sudah terjual di gudang.

“Dari hasil validasi yang dilakukan, kami mendapatkan bahwa banyak pemilik bisnis yang kesulitan mengelola stok agar sesuai dengan kondisi aslinya, serta sulit mengelola transaksi di beberapa marketplace sekaligus. Pemilik bisnis juga membutuhkan dukungan kanal pemasaran online untuk menaikkan omzet,” kata Riska.

Cara kerja Sakoo

Terdapat beberapa fitur Sakoo, di antaranya pengaturan stok, katalog online dan sinkronisasi ke tiga marketplace (Shopee, Lazada, dan Blanja). Pengguna cukup membuat akun di aplikasi Sakoo dengan mendaftarkan e-mail atau nomor handphone.

Setelah akun Sakoo diaktifkan, pengguna dapat mengakses dasbor lalu melakukan pengaturan toko online meliputi nama toko, lokasi toko (bisa multi-lokasi toko atau gudang), dan alamat sub-domain toko onlinenya. Pengguna kemudian dapat mengunggah produk yang dijual dan melakukan set-up stock inventory.

“Nantinya secara otomatis pengguna akan mendapatkan katalog online untuk tokonya sendiri, dengan alamat sub-domain yang sudah dipilih dan tersedia. Katalog online dapat langsung digunakan untuk menerima transaksi. Semua transaksi yang dilakukan melalui katalog online dapat diproses melalui dasbor Sakoo,” kata Riska.

Saat ini Sakoo mengklaim telah memiliki sekitar 500 lebih merchant yang sudah menggunakan platformnya. Kebanyakan merchant yang bergabung adalah UKM. Merchant yang aktif menggunakan berjumlah 11 unit bisnis dengan skala menengah dan 1 klien korporasi yang mengelola 2000 reseller mereka.

“Untuk strategi monetisasinya, kami memberlakukan subscription fee bulanan dan tahunan bagi penggunanya. Selain itu, kami juga menerapkan managed service fee untuk whitelabel project,” kata Riska.

Target Sakoo

Startup dinaungi Telkom Indonesia di bawah program inkubasinya ini masih memiliki beberapa target yang ingin dicapai. Di antaranya menambah pilihan platform marketplace hingga menambah jumlah merchant.

Berbeda dengan platform serupa lainnya, Sakoo mengklaim memberikan kemudahan satu tempat bagi pemilik bisnis untuk pengelolaan multi akun dan multi lokasi toko atau gudang. Pengguna juga secara instan bisa memiliki dan mengelola toko online milik sendiri.

“Solusi kami adalah end-to-end sampai dengan memonitor pengiriman barang ke pembeli. Mendukung ekosistem bisnis, Sakoo juga telah bekerja sama dengan pendukung bisnis lainnya, seperti penyedia gudang, pengiriman serta payment gateway yang dapat dipilih sesuai kebutuhan klien,” tutup Riska.

AMIGO Innovation Summit Segera Dilaksanakan, Konferensi dan Pameran Inovasi Startup Binaan Telkom

Program corporate innovation lab “Digital Amoeba” dan startup incubator “Indigo Creative Nation” milik PT Telkom Indonesia akan berkolaborasi mengadakan eksibisi dan konferensi digital bertajuk AMIGO Innovation Summit. Rangkaian acara akan dilaksanakan pada 19 – 20 Maret 2019 di Auditorium The Telkom Hub, Jakarta.

Selain konferensi dan pameran, akan ada beberapa acara lain termasuk pitch battle dan demo day. Sebanyak lebih dari 70 produk digital hasil program Digital Amoeba dan Indigo akan unjuk gigi. Selain itu di acara yang sama akan dilakukan peluncuran Corporate Innovation Alliance, yakni kumpulan perusahaan BUMN dan swasta untuk pengembangan manajemen inovasi.

Untuk mengisi sesi konferensi, dihadirkan pembicara dari dalam dan luar negeri. Beberapa nama yang dipastikan hadir di antaranya Stefan Lindergaard (Founder Silicon Valley Fast Track), Nathania Christy (Head of Global Insight Trend Watching), Fajrin Rasyid (President & Co-Founder Bukalapak), Irzan Raditya (CEO & Co-Founder Kata.ai) dan lain-lain.

Pada pemateri akan membawakan berbagai pembahasan seputar pengembangan startup. Topik yang akan ada di acara termasuk “Agile for Your Startup”, “From Customer Trend become Corporate Innovation”, “Accelerate your MVP,” dan masih banyak lagi.

Di sela-sela acara juga akan ada sesi khusus yang menggandeng Fuckup Night Jakarta. Sesi mereka menyajikan pengalaman kegagalan founder startup agar dapat dipetik pelajarannya. Acara ini terbuka untuk siapa saja, baik dari kalangan investor, penggiat startup, pemerhati teknologi, dan umum.

Informasi lebih lanjut seputar AMIGO Innovation Summit dapat disimak melalui situs resminya: http://amigosummit.id.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner AMIGO Innovation Summit 2019

EMAGO, Layanan Berbasis Cloud untuk Bermain Game

EMAGO merupakan sebuah platform berbasis cloud yang didesain untuk membantu pengguna dalam bermain game. Konsep yang ingin disuguhkan mirip dengan Netflix. Pengguna tidak perlu membeli konten video atau musik, namun cukup berlangganan bulanan. Pun demikian dengan EMAGO, semua game disimpan dan diproses melalui server khusus, sehingga pengguna hanya cukup mengakses game tersebut dengan model streaming.

“EMAGO dapat membuat pengguna bermain game, bahkan untuk [game berkualitas] high-end di laptop biasa saja. Syaratnya cuman koneksi internet, karena semua proses pengolahan grafis game ada di server gaming EMAGO,” ujar Izzudin Al Azzam, Co-Founder EMAGO.

Inovasi ini bisa dibilang baru untuk pangsa pasar Indonesia. Menurut pemaparan pengembang, EMAGO hadir berdasarkan fakta hasil riset Steam: 81% gamers di dunia tidak dapat memainkan game baik dikarenakan isu grafis. Perangkat keras grafik untuk kebutuhan bermain game berspesifikasi tinggi masih dinilai kurang terjangkau dari sisi harga. Selain itu, dari survei yang dilakukan EMAGO mengemuka fakta bahwa 73% gamers di Indonesia merasa harga game dan perangkat juga terlalu mahal untuk dijangkau.

“Dari fakta tersebut, terkait dengan perangkat dan harga game, kami mencoba menawarkan kemudahan dan biaya yang lebih efisien. Pemain hanya cukup menggunakan perangkat yang sudah dimiliki, tidak perlu lagi membeli hardware khusus game. Pengguna juga tidak perlu membeli game, karena dapat bebas memainkan game yang ada di library EMAGO,” terang Azzam.

Untuk lancar memainkan secara “streaming“, pengguna harus memiliki konektivitas internet stabil minimal 4Mbps. Hal ini mengingat seluruh sumber daya diakses langsung dari server secara online. Sejauh ini sudah ada lebih dari 20 game di EMAGO. Pihaknya sedang terus memperluas kerja sama dengan publisher game, baik lokal maupun internasional, untuk memastikan semua game di EMAGO legal. Mekanisme model bisnis dengan publisher ialah revenue sharing.

“Kenapa yakin EMAGO akan bisa diterima pasar: kami terinspirasi dari Netflix dan Spotify yang sukses di industri masing-masing. Itu membuktikan bahwa model bisnis cloud sangat diminati. Sejauh ini kami menerapkan 2 model berlangganan, yaitu Basic (20 games/bulan) dan Premium (40 games/bulan),” lanjut Azzam.

Untuk pengembangan tahun 2018, EMAGO menargetkan dapat membawa platformnya bisa diakses melalui TV Kabel (IPTV) dan ponsel pintar. EMAGO meluncur tahun ini melalui inisiatif program inkubator Digital Amoeba yang digagas Telkom.