WhatsApp Masih Berunding untuk Luncurkan Fitur Pembayaran di Indonesia

Perwakilan WhatsApp mengonfirmasi mereka segera menghadirkan fitur pembayaran di Indonesia. WhatsApp menekankan pihaknya masih dalam tahap pembicaraan dengan calon mitra penyedia pembayaran elektronik.

“Saya belum bisa kasih detailnya karena saat ini masih dalam tahap perundingan dengan beberapa partner di Indonesia. Tapi menurut saya, membawa fitur payment ke Indonesia, seperti Mark Zuckerberg katakan pada April lalu di Menlo Park, payment adalah fitur yang penting dan Indonesia merupakan negara penting bagi kami,” ujar Director of Commuications WhatsApp Sravanthi.

Rencana WhatsApp menghadirkan fitur pembayaran di Indonesia sudah terdengar ke publik sejak dua bulan lalu dalam laporan Reuters. Gojek, Ovo, Dana, dan Bank Mandiri disebut sebagai calon mitra WhatsApp dalam mewujudkan fitur tersebut.

Sravanthi menuturkan, tantangan dalam sektor pembayaran adalah menciptakan platform yang simpel dan juga mampu beroperasi di tempat-tempat yang infrastruktur komunikasinya belum kuat. Lebih dari itu, ia menolak menjabarkan lebih jauh.

“Tapi untuk Indonesia, payment sangat penting bagi kami dan kami berharap bisa segera meluncur,” imbuh Sravanthi.

WhatsApp sebelumnya sudah melucurkan fitur pembayaran di India. Dalam kurun sekitar setahun melakukan uji coba, mereka mengklaim sudah ada 1 juta pengguna versi beta fitur pembayaran WhatsApp.

Selain pembayaran, WhatsApp berencana segera meluncurkan fitur katalog produk di Indonesia. Fitur baru ini sebenarnya sudah bisa diakses dalam versi beta WhatsApp Business sejak beberapa pekan lalu. Sravanthi mengatakan peluncurannya akan terjadi dalam waktu dekat.

“Sudah diuji coba beta di Indonesia sejak beberapa minggu lalu dan akan dirilis secara global beberapa minggu lagi,” pungkas Sravanthi.

WhatsApp sendiri adalah salah satu aplikasi messenger terpopuler di dunia dengan pengguna 1,5 miliar dan Indonesia jadi salah satu negara terbesar pengguna mereka. Untuk WhatsApp Business sendiri, mereka menyebut Indonesia masuk sebagai lima besar pengguna di seluruh dunia dengan total 5 juta pengguna.

Andhika Mahardika, salah satu pengusaha pengguna WhatsApp Business, menilai fitur pembayaran akan memudahkan orang-orang seperti dirinya dalam bertransaksi dengan pengguna. “Dari sudut pandang konsumen dan pebisnis tentu akan memudahkan dan saya setuju akan fitur tersebut,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Ovo is Indeed Indonesia’s Fifth Unicorn

Ovo’s former Director, Johnny Widodo (now the CEO of BeliMobilGue) said earlier this year at the interview with CNBC Indonesia that the digital payment platform has reached valuation over $1 billion or so-called unicorn. The news might be sealed and Indonesia’s “officially” still the country with four unicorns, Gojek, Tokopedia, Traveloka, and Bukalapak.

Last week, Finance Asia with its source, stated Ovo’s valuation at the latest round has reached $2.9 million (over 40 trillion Rupiah) – the number which may be obsolete today.

Regarding this news, our source at Ovo didn’t deny the Lippo Group initiated company supported by Tokyo Century Corp, Grab and Tokopedia, is indeed at the unicorn stage.

DSResearch’s Startup Report 2018 put Ovo as the closest unicorn-to-be, among all those startups with over $100 million valuation.

As the leading company of digital payment with GoPay, the company is clearly proceeding a big amount of funds that touch trillion Rupiahs per year. Ovo’s selection as the primary payment method on Tokopedia also boosts the increasing use of this instrument on average for every user.

A piece of news arose last weekend of Ovo and Dana merger in an effort to dominate the digital payment head to head with Gojek in Indonesia.

In fact, the unicorn title is not to solve all problems. The rumor of Bukalapak’s layoff due to profitability is an example of running a business won’t be that easy.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

 

Ambisi Duithape Jangkau Seluruh Pulau Jawa Tahun Ini

Dari awal berdiri, Duithape memosisikan diri sebagai layanan pembayaran digital yang memudahkan masyarakat unbanked untuk menerima dan mengirim dana. Perusahaan saat ini telah berdiri selama dua tahun dan tahun ini menargetkan untuk bisa melayani seantero Pulau Jawa.

Suami istri Sara Dhewanto dan Hario Dhewanto mengawali bisnisnya bermodal bootstrapping lalu mendapat tambahan modal dari dua angel investor, Plug and Play, dan VC dari Beijing. Dalam rangka mendukung pertumbuhan bisnis, perusahaan sedang melakukan penggalangan dana dengan target capaian $500,000 (lebih dari 7 miliar Rupiah).

Duithape memiliki beberapa fitur yang bisa dimanfaatkan penggunanya, seperti pembayaran kepada sesama pengguna Duithape (tarik tunai dan pembayaran dilakukan melalui agen), penukaran voucher bantuan ke agen-agen Duithape, pembayaran telepon, listrik, BPJS, hingga pembelia pulsa dan token listrik.

Tim Duithape
Tim Duithape

Duithape beroperasi secara komersil sejak April 2017. Kami melakukan business pivot sebanyak 3 kali, dan saat ini kami berhasil meyakinkan pasar kami, bahwa tujuan kami, yaitu menjadi e-payment for the unbanked bisa dilaksanakan dengan baik. Saat ini total pengguna kami sudah mencapai 11 ribu, termasuk 2.200  agen. Transaksi di tahun 2019 (sampai Agustus) mencapai Rp. 2,6 miliar,” imbuh Sara.

Sara lebih jauh menjelaskan, banyak program bantuan dari pemerintah maupun lembaga internasional yang tidak bisa dilaksanakan dengan baik karena sulit dijaga keakuratannya. Solusi Duithape memungkinkan distribusi program-program tersebut lebih akurat dan efisien karena bisa ditelusuri penggunaannya.

Dari segi keamanan, Duithape memiliki tiga bentuk keamanan. Pertama kode aktivasi yang akan dikirimkan ke pengguna ketika pertama kali masuk ke sistem. Berikutnya kata sandi dan PIN, yang terdiri dari 6 digit angka, wajib diisikan ketika melakukan transaksi.

“Fokus Duithape adalah membantu klien kami yang perlu melakukan distribusi pembayaran ke rakyat yang tidak memiliki rekening bank, terutama distribusi bantuan serta pinjaman bersubsidi. Target Duithape tahun ini adalah bisa melayani keseluruhan pulau Jawa, dan tahun depan mulai melayani seluruh Indonesia. Diharapkan dalam lima tahun ke depan Duithape sudah melayani seluruh pelosok Indonesia,” jelas Sara.

Duithape baru-baru ini menjadi “Best Startup in Jakarta” dalam ajang kompetisi Seedstars World dan akan berpartisipasi di Seedstars Summit yang akan digelar di Swiss April tahun depan.

Application Information Will Show Up Here

Startup Unicorn Kelima Indonesia Memang adalah Ovo

Awal tahun ini, mantan Direktur Ovo Johnny Widodo (kini menjadi CEO BeliMobilGue) dalam wawancara dengan CBNC Indonesia sudah menyebut platform pembayaran digital itu sebagai salah satu yang bervaluasi lebih dari $1 miliar atau sering kita kenal sebagai unicorn. Narasi tersebut tampaknya diredam sehingga Indonesia saat ini “secara resmi” masih memiliki empat unicorn, yaitu Gojek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak.

Finance Asia minggu lalu, menurut sumber yang dikutipnya, menyebutkan valuasi Ovo saat pendanaan putaran terakhir mencapai $2,9 miliar (atau lebih dari 40 triliun Rupiah)–angka yang bahkan mungkin sudah obsolete hari ini.

Menanggapi hal ini, sumber kami di Ovo tidak menolak bahwa perusahaan yang diinisiasi Lippo Group dan didukung Tokyo Century Corp, Grab, dan Tokopedia ini memang sudah mencapai kondisi unicorn.

Startup Report 2018 yang disusun DSResearch menempatkan Ovo sebagai calon terdekat untuk status unicorn, di antara jajaran startup yang memiliki valuasi di atas $100 juta.

Sebagai perusahaan yang memimpin industri pembayaran digital bersama GoPay, perusahaan ini jelas memproses perputaran dana yang sangat besar yang mencapai triliunan Rupiah per tahunnya. Dipilihnya Ovo sebagai pilihan pembayaran primer di Tokopedia mendorong peningkatan penggunaan instrumen ini secara rata-rata untuk setiap pengguna.

Akhir pekan lalu sempat diberitakan ada potensi menyandingkan Ovo dan Dana untuk mendukung usaha mendominasi segmen pembayaran digital dalam kompetisinya menghadapi Gojek di Indonesia.

Tentu saja menyandang status unicorn bukan berarti bisa menyelesaikan semua permasalahan. Kabar perampingan pegawai Bukalapak demi alasan profitabilitas menjadi contoh menjalankan startup, yang memiliki kebutuhan pertumbuhan dan keuntungan, tidak semudah yang dibayangkan.

Application Information Will Show Up Here

Pelaku Industri Pembayaran Digital Sepakat Potensi Pasar di Indonesia Masih Sangat Besar

Penggunaan e-wallet atau aplikasi pembayaran digital memang tampak sudah umum di berbagai kota di Indonesia. Namun, di balik itu ruang untuk tumbuh bagi pembayaran digital ternyata masih besar — masih tersedia berbagai potensi dan peluang pasar yang dapat dioptimalkan.

Vice President Director BCA Armand Hartono memberikan gambaran, saat ini baru ada sekitar 50-60 persen penduduk Indonesia yang memiliki rekening bank. Namun Di samping itu –memberi contoh dari BCA—sekitar 98 persen frekuensi transaksi terjadi secara elektronik. Kendati demikian 2 persen transaksi sisanya (non-elektronik) punya nominal lebih besar.

“Dua persen itu secara nilai berkontribusi 55 persen. Paham ya, faktanya Indonesia seperti apa tetap pada cash,” ujar Armand dalam acara Indonesia Lokadata Conference 2019.

CEO Dana Vincent Iswara membenarkan bahwa pasar pembayaran digital di Indonesia masih terbuka luas. Itu pula yang menyebabkan timnya meluncurkan Dana pada November 2018.

Dibanding dua pemain besar e-wallet seperti Gopay, OVO dan LinkAja (dulu Tcash), kemunculan Dana terbilang relatif terlambat. Namun ia mengaku tetap berani terjun ke industri ini karena potensi pasarnya masih terbuka lebar.

Ia mencontohkan pada 2017 lalu angka penetrasi pembayaran digital di Indonesia hanya kurang dari 3 persen. Dan hingga kini angka penetrasi tersebut baru merangkak hampir menjadi 7 persen.

Sebagai perbandingan, Vincent mencontohkan penetrasi pembayaran digital di Tiongkok mencapai 30 persen namun potensi pertumbuhannya masih ada.

“Jadi kenapa saya sangat antusias memasuki industri ini karena terlihat keuntungan yang jelas dari digital payment salah satunya adalah membentuk digital financial inclusion,” ucap Vincent.

Vincent pun mengakui kondisi masyarakat di Indonesia mulai bergeser ke digital meski masih perlahan. Kendati demikian, jalan menuju masyarakat nontunai dianggap masih cukup panjang dan memakan waktu.

Chief Data Officer OVO Vira Shanty menilai masih ada sejumlah pekerjaan rumah para pemain pembayaran digital. Salah satu yang disoroti adalah cara top up saldo e-wallet.

“Kenyataannya top up e-wallet masih banyak lewat cash dan untuk mengelola cash ini pun tidak murah ongkosnya,” imbuh Vira.


DailySocial adalah media partner Indonesia Lokadata Conference 2019

GoPay Kini Terintegrasi dengan Mesin Kasir Moka

Startup mesin kasir online Moka mengumumkan bergabungnya GoPay sebagai opsi pembayaran terbaru, melengkapi deretan uang elektronik lainnya yang sudah lebih dahulu bergabung, seperti Ovo, Dana, LinkAja, Akulaku, dan Kredivo.

VP Marketing and Brand Moka Bayu Ramadhan berharap kehadiran GoPay dapat meningkatkan transaksi digital lewat mesin kasir Moka. Pasalnya, secara use case, kini GoPay bisa digunakan untuk membayar apa saja, di luar ekosistem Gojek. Dari berbagai hasil survei pun, menunjukkan penetrasi GoPay sudah cukup dalam dan meluas di seluruh Indonesia.

“GoPay punya banyak use case sehingga stickiness-nya pengguna untuk menggunakan GoPay jauh lebih tinggi karena sudah terbiasa. Kami juga ingin memastikan transaksi nontunai di Moka bisa tumbuh tinggi,” terang Bayu, Kamis (1/8).

Bayu menambahkan, bagi merchant kolaborasi seperti ini memberikan beragam manfaat buat merchant. Misalnya dari segi pencatatan yang sudah satu pintu. Semua transaksi otomatis tercatat dalam sistem dan bisa dilihat kapan saja.

Sejak minggu lalu, merchant Moka sudah bisa mengaktifkan opsi pembayaran GoPay dalam device mereka apabila sudah menjadi pelanggan Moka. Tidak ada biaya tambahan untuk instalasinya.

Moka mencatat ada lebih dari 20 ribu merchant aktif Moka tersebar di 36 kota di seluruh Indonesia. Mayoritas adalah UKM, bergerak di bisnis F&B (64%), jasa (15%), ritel (21%). Adapun, merchant yang sudah mengaktifkan pembayaran digital ada 33% sepanjang Mei 2018-Juni 2019.

Menurut Bayu, semakin banyak opsi pembayaran dalam Moka akan membuat meja kasir tertata lebih rapi karena hanya ada satu sistem dari Moka. Sehingga tidak instalasi banyak mesin EDC dari berbagai pemain.

Sebelum GoPay resmi masuk, sebenarnya Moka sudah bekerja sama dengan pemain fintech lainnya sejak setahun lalu. Akan tetapi, adopsinya baru mencapai 17,77% dari jumlah transaksi yang masuk. Mayoritas konsumen masih memakai tunai 82,23% ketika belanja di merchant Moka.

Untuk itu, dengan brand awareness GoPay yang sudah tinggi diharapkan dapat mendongkrak persentasenya menyentuh angka 40% sampai akhir tahun ini. “Lewat kehadiran GoPay, persentase konsumen yang pakai transaksi digital di Moka bisa naik double jadi 40%.”

Dalam waktu dekat, pihaknya akan terus menambah kemitraan dengan pemain uang elektronik lainnya. Di luar Jawa, seperti Bali, tingkat penetrasi baik GoPay maupun Ovo tidak setinggi di Jakarta. Bayu masih enggan membeberkan lebih detail.

“Di Bali itu pengguna GoPay dan Ovo itu tidak tinggi, untuk itu kami mau masuk ke sana dengan gandeng pemain yang banyak di pakai di lokasi wisata.”

Head of Corporate Communications GoPay Winny Triswandhani menambahkan, pihaknya terbuka dengan peluang kerja sama lebih dalam dengan Moka. Merchant GoPay bakal diajak untuk menggunakan Moka untuk pencatatan yang lebih rapi.

Winny menyebut kemitraan dengan Moka sebenarnya sudah direncanakan sejak lama, namun baru terealisasi sekarang karena proses integrasinya yang memakan waktu. Tak hanya dengan Moka, GoPay juga tersedia sebagai opsi pembayaran di mesin kasir lainnya seperti Spots dan Pawoon.

“Meski kami punya mesin kasir pos sendiri [Spots], tapi kami yakin untuk perbesar market tidak bisa dilakukan sendiri, perlu kerja sama untuk edukasi pembayaran digital. Makanya kami tidak menutup diri, terbuka dengan pemain lainnya,” ujar Winny.

Application Information Will Show Up Here

Blanja Takes LinkAja as Digital Payment Platform

A joint venture e-commerce of Telkom Indonesia with eBay, Blanja, partners with LinkAja as its default e-wallet platform. LinkAja is a joint venture of some payment solutions of State-owned Enterprises. They currently has 25 million users by April 2019.

The decision was taken after Tokopedia (Ovo) and Bukalapak (Dana) using third party as payment service with e-money license from Bank Indonesia.

This year, Blanja is getting their traffic increased by focusing on organic business growth, in the form of posters and information that contains QR Code, to raise the download rate.

Blanja succeed in increasing their traffic last year to 43%. By the end of this year, it was expected to rise up to 50% in all platforms.

Adding up sellers and products

Aside from the relation to community, SMEs, and related parties, Blanja took advantage of Telkom Group ecosystem to offer their digital products. It includes IndiHome and Wifi.id.

“In the future, we’re planning to provide registration and payment for smart home products in Telkom Group ecosystem,” Confido said.

Customers who did shopping have opportunity to get some rewards by exchanging Koin Blanja as virtual coins.

In a conversation about Blanja active users, Jemy avoid to mention further details. In total, Blanja has 50 thousand brand and non brand sellers.

“Using a huge source from eBay, we give options to the buyers to get various products from Blanja’s specific merchants, and special products from eBay,” he added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Blanja Gandeng LinkAja sebagai Platform Pembayaran Digital

Layanan e-commerce hasil joint venture Telkom Indonesia dengan eBay, Blanja, menggandeng LinkAja sebagai platform dompet elektronik utama. LinkAja merupakan hasil joint venture sejumlah solusi pembayaran milik BUMN. Hingga saat ini LinkAja mengklaim telah memiliki 25 juta pengguna pada awal April 2019.

Langkah Blanja ini mengikuti jejak Tokopedia (menggunakan Ovo) dan Bukalapak (menggunakan Dana) yang menggunakan layanan pembayaran pihak ketiga yang memiliki lisensi uang elektronik dari Bank Indonesia.

Tahun ini Blanja juga mencoba meningkatkan traffic dengan fokus pertumbuhan bisnis secara organik, berbentuk penempelan poster dan informasi yang mengandung QR Code, agar lebih banyak konsumen yang mengunduh aplikasinya.

Tahun lalu Blanja berhasil meningkatkan jumlah traffic hingga 43%. Diharapkan hingga akhir tahun ini, traffic bisa meningkat hingga 50% di semua platform Blanja.

“Kami memang mulai memfokuskan penggunaan aplikasi kepada pengguna, namun demikian pengguna yang mengakses di desktop dan mobile browser masih cukup besar jumlahnya,” kata CEO Blanja Jemy Confido.

Menambah jumlah penjual dan produk

Selain memperluas relasi dengan komunitas, kalangan UKM, dan pihak terkait lainnya, Blanja memanfaatkan ekosistem Telkom Group untuk menyediakan produk digital milik Telkom. Termasuk di dalamnya adalah IndiHome dan Wifi.id.

“Ke depannya kami juga berencana untuk menyediakan pendaftaran dan pembayaran produk smart home yang semua masuk dalam ekosistem Telkom Group,” kata Jemy.

Pelanggan yang sudah berbelanja juga berkesempatan untuk mendapatkan beragam hadiah undian dengan menukarkan Koin Blanja yang merupakan reward berupa koin virtual yang bisa ditukarkan dengan hadiah-hadiah.

Disinggung berapa jumlah pengguna aktif Blanja saat ini, Jemy enggan menyebutkan lebih lanjut. Secara keseluruhan Blanja telah memiliki sekitar 50 ribu penjual brand dan non-brand.

“Memanfaatkan sumber yang besar dari eBay, kami memberikan pilihan kepada pembeli untuk mendapatkan produk beragam dari mitra Blanja secara khusus, juga berbagai produk unggulan dari eBay,” kata Jemy.

Application Information Will Show Up Here

Layanan Fintech Salim Group “OttoPay” Percepat Usaha Mikro Adopsi Pembayaran Digital

Tersedianya opsi pembayaran digital di merchant besar sudah jadi hal wajib saat ini. Namun opsi ini belum tentu ada di merchant kecil, terutama skala mikro. OttoPay mencoba menghadirkan solusi lewat stiker kode QR dan bisa digunakan berbagai penerbit layanan pembayaran yang sudah bergabung ke layanannya.

OttoPay (PT Reksa Transaksi Sukses Makmur) adalah layanan terafiliasi Salim Group yang resmi beroperasi di Januari 2018. Selain OttoPay, Layanan fintech yang berada di bawah grup adalah OttoCash, iSaku, dan Pede (hasil JV dengan Allianz SE).

CTO OttoPay Budi Hartono menjelaskan OttoPay memosisikan diri sebagai payment aggregator via kode QR dari berbagai penyedia e-money yang sudah bekerja sama. Konsep ini masih cukup baru di Indonesia.

“Kami coba bangun jaringan merchant yang sifatnya open loop atau agnostik, sehingga siapapun pemain [e-money] bisa bergabung dengan kami sehingga mereka bisa fokus ke penambahan user saja,” terangnya, kemarin (26/3).

Perusahaan juga menyasar usaha mikro dan level di atasnya untuk bergabung sebagai mitra. Bila ditotal kini telah mencapai sekitar 600 ribu merchant tersebar di Sumatera dan Jawa. Persentasenya 95% adalah pengusaha UMKM dan toko ritel.

Gerai ritel besar pun juga ada, termasuk KFC, Warunk Upnormal, Yogya Dept Store, Popolamama, dan platform e-commerce Elevenia. Seluruh merchant ini bisa menerima pembayaran dari JakOne, BNI Yap (kini LinkAja), OCBC NISP, BRI Syariah, iSaku, Pede, dan OttoCash. Kemitraan terbaru adalah dengan adalah True Money.

“Visi kami adalah bangun transaksi digital di merchant, regardless apapun aplikasi e-money atau e-wallet yang dipakai konsumen.”

Proses akuisisi yang dilakukan OttoPay di setiap merchant diklaim hanya memakan waktu sampai 15 menit. Penjual hanya perlu mengunduh aplikasi dan memindai stiker QR yang sudah diberikan tim sales OttoPay.

Setelah memasukkan nomor ponsel dan sejumlah syarat keamanan, setiap pembayaran dari konsumen akan ditampung ke rekening sementara OttoCash. Penjual dapat langsung mencairkannya dari rekening tersebut dalam bentuk tarik tunai atau transfer ke rekening yang dimilikinya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur True Money Indonesia Rio da Cunha menambahkan bergabungnya TrueMoney sebagai mitra terbaru OttoPay adalah bentuk nilai tambah untuk para anggota dan agennya. Dana yang tersimpan di aplikasi True Money bisa dimanfaatkan buat pembayaran di merchant OttoPay, selain untuk bayar PPOB dan kirim uang.

“Target kita dari awal adalah menjangkau orang-orang yang belum terjangkau oleh institusi keuangan. Ini sejalan dengan apa yang dilakukan OttoPay, makanya kami tertarik untuk kerja sama,” kata Rio.

Rencana OttoPay

Tampilan aplikasi OttoPay / OttoPay
Tampilan aplikasi OttoPay / OttoPay

Memasuki tahun kedua beroperasi, Budi menyebut perusahaan memasang target ambisius untuk menggaet dua juta merchant mitra tahun ini. Lokasinya akan diperluas sampai ke Kalimantan dan Sulawesi. Kemitraan dengan pemain e-money lainnya juga bakal terus ditambah, meski dia enggan menyebut detailnya.

Jumlah transaksi yang sudah diproses OttoPay pun juga enggan disebut. Budi beralasan ini bergantung pada pihak pemain itu sendiri, sehingga butuh proses edukasi yang lebih intensif agar orang-orang semakin paham.

“Dari kita menyarankan ke pihak issuer untuk tidak ikut-ikutan pakai promo diskon karena itu buat short term saja. Juga enggak begitu edukatif buat masyarakat.”

Budi mengaku saat ini OttoPay belum melakukan monetisasi bisnis. Perusahaan masih menunggu aturan standarisasi kode QR disahkan Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran. Di samping itu, aturan mengenai merchant discount rate (MDR) juga belum rampung.

OttoPay tidak tergabung sebagai peserta uji coba kode QR yang diselenggarakan BI, namun Budi mengaku perusahaan terus melakukan komunikasi yang intensif dengan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) bersama para peserta uji coba demi mendapat kabar terbaru.

Pihaknya tidak ingin buru-buru melakukan monetisasi karena bisa jadi penghalang dalam adopsi penetrasi pembayaran digital di merchant. Saat ini merchant yang bergabung hanya dikenakan biaya 500 Rupiah setiap bulan sebagai ongkos untuk pemeliharaan sistem.

“Yang penting kita kenalkan dulu konsep OttoPay sembari menunggu uji cobanya selesai,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

BukaDompet Resmi Ditutup, Dana Jadi Platform Pembayaran Utama Bukalapak

Mulai memperkenalkan Buka Dana di bulan September 2018 sebagai platform alternatif untuk pembayaran digital, Bukalapak akhirnya menutup BukaDompet sebagai platform pembayaran utama dan mengalihkannya ke platform Dana, kini bernama Saldo Bukalapak (berikutnya disebut sebagai Saldo), mulai tanggal 25 Februari kemarin.

Kepada DailySocial, Head of Corporate Communication Bukalapak Intan Wibisono mengungkapkan, BukaDompet memang diintegrasikan ke Dana. Hasil transaksi penjualan di BukaDompet tetap dapat diakses oleh seller sebagai Saldo dan dicairkan, namun marketplace dan virtual product buyer akan diarahkan untuk menggunakan metode pembayaran lainnya.

“Kami yakin Saldo dapat makin menguatkan kepercayaan masyarakat terhadap reliabilitas kami sebagai platform belanja online. Kami akan terus berinovasi tanpa henti dengan harapan dapat mendorong kemajuan para usaha kecil kami untuk naik kelas dan memberikan solusi bagi kebutuhan pengguna Bukalapak di seluruh Indonesia.”

Pengguna Bukalapak yang masih mempunyai sisa saldo di BukaDompet, saldo tersebut bisa dicairkan ke rekening bank (minimal Rp25 ribu) ataupun dipindahkan ke DANA (minimal Rp10 ribu).

“Kehadiran Bukalapak ingin terus berinovasi dalam memberikan kemudahan bagi para pengguna, salah satunya dalam hal bertransaksi di Bukalapak,” kata Intan.

Diawali pembekuan oleh Bank Indonesia

Di awal tahun 2018 BukaDompet dibekukan operasionalnya oleh Bank Indonesia karena tidak memiliki izin uang elektronik untuk pengelolaan dompet digital dengan perputaran di atas Rp1 miliar. Tokopedia, Paytren, dan Shopee juga sempat mengalami hal yang sama.

Baik Paytren maupun Shopee akhirnya memperoleh izin dari regulator, sedangkan Tokopedia menggandeng Ovo sebagai platform uang elektroniknya.

Meskipun sempat mengusahakan BukaDompet untuk memperoleh lisensi uang elektronik, akhirnya Bukalapak memilih jalan yang serupa dengan Tokopedia dengan merangkul Dana. Baik Dana maupun Bukalapak memiliki pemilik saham yang sama, yaitu konglomerat media Emtek dan Ant Financial (anak perusahaan Alibaba Group).

Application Information Will Show Up Here