BCA Resmikan Coworking Space dan Program Akselerator “Synrgy” Bersama Digitaraya

BCA meresmikan co-working space dan program akselerator startup fintech “Synrgy” yang berlokasi di Manhattan Square, Jakarta, dalam rangka memajukan ranah digitalisasi di Indonesia. Akselerator Digitaraya dan Kumpul bergabung sebagai mitra mendukung program tersebut.

Peluncuran program ini turut dihadiri jajaran direksi dari BCA, Capital Central Ventura, dan Digitaraya. Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menerangkan pihaknya membuat inisiasi ini untuk menjawab tren yang terjadi saat ini. Geliat digitalisasi membuat startup menawarkan solusi kreatif dalam menjawab masalah.

“Latar belakang inilah yang mendorong kami untuk turut mendukung dengan satu wadah bernama Synrgy,” terang Jahja dalam keterangan resmi, Rabu (27/3).

Synrgy merupakan wadah kolaborasi dan akselerator untuk komunitas startup dalam rangka dorong pertumbuhan dan inovasi di dunia digital, sekaligus sebuah innovation hub dengan program terbaik yang disiapkan untuk membantu startup mengembangkan bisnis dengan lebih cepat.

Startup yang berkesempatan bergabung di Synrgy akan mendapat akses ke program-program tersebut, salah satunya program akselerator yang dijalankan Digitaraya dengan dukungan Google Developers Launchpad.

Program akselerator ini dijalankan selama tiga bulan dengan setiap bulan akan diadakan bootcamp yang intens mendukung produk dan pengembangan bisnis startup. Bulan pertama startup akan melewati proses diagnostik, leaders lab, dan design sprint.

Bulan kedua, startup akan mitigasi membuat partnership yang sukses dan pemaparan regulasi industri keuangan di Indonesia. Termasuk agenda konsultasi legal dan product mentorship.

Demo day diadakan di bulan ketiga. Saat itu para startup mempresentasikan produknya di depan jajaran investor dan pihak BCA. Di akhir periode, akan ada pemilihan startup untuk partnership dengan BCA ataupun investasi dari para investor lain yang turut hadir.

Synrgy juga akan menghubungkan startup dengan mentor kompeten, termasuk dari Google, untuk konsultasi one on one dengan mentor, membuka akses ke para investor, dan dengan BCA.

“Dengan menggabungkan kekuatan Google Developers Launchpad kami akan menawarkan dukungan yang tidak tertandingi untuk startup Synrgy terpilih,” tambah VP Strategy Digitaraya Nicole Yap.

Pendaftaran untuk program akselerator Synrgy telah dibuka di situs resminya dan akan ditutup pada 17 Mei 2019. Disebutkan pada batch pertama ini, BCA akan memilih delapan startup fintech terpilih dengan ide dan inovasi mulai dari big data, digital payments, cybersecurity, blockchain, IoT, dan lainnya yang bertujuan untuk memajukan fintech.

Sebelumnya, sejumlah perbankan juga mulai terjun ke program sejenis, seperti Bank Mandiri (lewat Mandiri Capital Indonesia) menyelenggarakan Mandiri Digital Incubator dan Bank Bukopin membuat program BNVLabs bersama Kibar.

Simona Ventures’ Debut, to Raise Funding Worth 140 Billion

Simona Ventures starts its debut as a VC focused on startups encouraging business and initiative to bring out social mission related to gender gap. Currently, the company is having fundraising up to $5-10 million (around Rp71 billion-Rp142 billion).

Simona Ventures Managing Partner, Putri Izzati said, the early stage startups will be in Indonesia, to penetrate Southeast Asia to Asia Pacific. The number is around $50 thousand (711 million Rupiah) up to $200 thousand (2.48 billion Rupiah) per startup, including co-investing with the other investors. The fundraising is expected to be finalized by early semester II/2019.

“We’re still in the process to find potential LP, either local or overseas. In fact, to invest in this segment, there will be trust issue, to invest in women empowering will have broad impact. Not only profit, but also social,” she explained (3/19).

Simona’s commitment in this segment is quite challenging, moreover, there’s not enough investors specifically care for gender gap and female empowerment, either Indonesia or global. Also, it’s lack of female founders.

As we take the shortest example from unicorn startups in Southeast Asia, female founders or those having role at decision maker level aren’t so many. In fact, he continued, decision maker that comes from various background should provide better solution for a startup. Thus, the company will gain benefit in terms of business.

“In fact, any industry would have this kind of issue, we want to support the mindset, on why should we have diversity, why should we have female as decision maker. Should the level consists of diversity, not only in gender, there will be better solutions delivered, it’ll make the company more profitable.”

In addition, since Putri started her first career in the IT industry in 2011, this issue isn’t really significant. Although, Indonesia is now have different condition.

Simona will discover startups with enough diversity in team, product with solution to challenge related to gender gap, and not only technology. Moreover, they’re expected to have business and receive funding.

Simona Accelerator’s first batch

In its debut, Simona Ventures collaborates with Digitaraya to hold the APAC Women Founders Accelerator Program. The company has selected 11 startups led by female from countries in Asia Pacific region.

They are from various background and vertical industry, such as AI, resources, retail, insurance, fintech, and e-commerce. These are the participant list:

1. Avana (Malaysia): handling micro business using transaction in social media, through automatic tools and business intelligence. The business player can sell products online on various channel, and transform the social media which was only for promotion to transaction platform.

2. Fuse (China): a platform that integrates O2O and optimizes offline retail solution with e-commerce. Through Fuse, business can identify consumer’s habit offline to increase store sales conversion.

3. Gadjian (Indonesia): a cloud-based app for management and employees payroll. Gadjian provides an accurate data to optimize HR division, particularly for tax and payroll.

4. Glazziq (Thailand): an e-commerce platform selling glasses products online at two to three times under the usual price.

5. Kono (South Korea): AI based assistant to help company create meeting schedule to save time and help employees to meet more customers, merchants, and partners.

6. PolicyPal (Singapore): an insurance app that offers one-stop solution for distribution, management, and insurance claim through AI and blockchain technology. This startup graduated from MAS Fintech Sandbox in Singapore and acquire insurance broker license.

7. Roshni Rides (Pakistan): a woman-friendly carpooling platform for those routinely in need of comfortable vehicle.

8. Seekmi (Indonesia): app and web solution that connects local provider with customers from blue collar.

9. Snooper (Australia): a crowsourcing app that provide incentives for buyers by collecting data from various stores to be analyzed. The data is accessible through dashboard and real time.

10. Stylegenie (Philippines): a private stylist to help customers mix and match using the data providee by retail brand.

11. ViralWorks (Vietnam): a space connecting brand and marketers to the influencers bn for potential monetizing, for social media users with dozens of followers. Supported by the algorithm to create an effective target market.

All participants will join the accelerator program for five days, starts from bootcamp and immersion from 25-27 March 2019. Demo day starts on the next day. In March 29th, 2019 will be a time for 1-1 meeting with mentors or potential investors.

Speakers and Mentors come from experts and industry players, among those are McKinsey & Company Indoonesia, Danone Indonesia, Google, Blue Bird Group, Sintesa Group, Go-Jek, Patamar Capital, UBS, and Kominfo (Communication and Informaticsh Ministry) representative.

“As a startup accelerator in Indonesia, we’re aware of the challenge of female in startups. To date, only 10% startups in our program with female co-founder or C-level executives,” Digitaraya’s VP strategy, Nicole Yap said.

He continued, “We’re sure to create an environment that supports females and help them to be the leader in the next generation is very important. That is why we collaborate with Simona to celebrate the female founders from Asia Pacific and support gender equity in technology industry.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Simona Ventures Mulai Debut, Galang Dana Hingga 140 Miliar

Simona Ventures memulai debutnya sebagai VC yang fokus untuk startup yang memberdayakan bisnis dan inisiatif membawa misi sosial terkait tantangan kesenjangan gender. Saat ini perusahaan tengah mengumpulkan penggalangan dana investasi dengan target $5-10 juta (sekitar Rp71 miliar-Rp142 miliar).

Managing Partner Simona Ventures Putri Izzati menjelaskan, startup yang dibidik pada tahap awal akan berada di Indonesia, perlahan merambah ke Asia Tenggara sampai akhirnya mencakup Asia Pasifik. Adapun nominalnya berkisar $50 ribu (711 juta Rupiah) sampai $200 ribu (2,84 miliar Rupiah) per startup, termasuk co-investing bersama investor lain. Diharapkan, proses penggalangan dana investasi kelar pada awal semester II/2019 mendatang.

“Sekarang kami masih dalam proses mencari potensial LP dari luar negeri dan lokal. Sebab untuk berinvestasi ke segmen ini ada tantangan bahwa mereka harus percaya, berinvestasi di segmen women empowering ini akan berdampak luas. Tidak hanya secara profit, tapi ada dampak sosial pula,” terangnya, kemarin (19/3).

Komitmen Simona terhadap segmen ini sendiri sebenarnya cukup menantang, terlebih belum banyak investor yang spesifik peduli terhadap isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, baik di Indonesia maupun global. Pun demikian, jumlah founder yang datang dari kalangan perempuan juga sedikit.

Ambil contoh tersingkat dari jumlah startup unicorn di level Asia Tenggara, di sana founder yang bertindak sebagai level decision maker dari kalangan perempuan juga sangat minim. Padahal, lanjutnya, ketika di level decision maker itu datang dari berbagai latar belakang, maka akan memberikan solusi yang jauh lebih baik buat suatu startup. Sehingga pada akhirnya perusahaan akan untung dari segi bisnis.

“Sebenarnya isu ini di industri manapun sama, yang ingin kami dukung adalah mindset-nya, kenapa harus diverse, kenapa harus ada perempuannya di level decision maker. Karena kalau di level itu ada ada diversity, enggak hanya dari segi gender saja maka akan beri suatu solusi yang jauh lebih baik, ujung-ujungnya perusahaan akan lebih profitable.”

Ditambah lagi, sejak pertama kali Putri memulai kariernya di dunia IT di 2011, isu ini belum memiliki perkembangan yang signifikan. Kendati, secara industri, kondisi Indonesia sudah jauh berbeda.

Simona akan mencari startup dengan memiliki tim yang cukup diversity, produk yang memberikan solusi tantangan mengenai gender gap, dan tidak harus bergerak di startup teknologi saja. Di samping itu, secara bisnis mereka diharapkan sudah memiliki bisnis dan pernah mendapatkan investasi.

Batch pertama program akselerator Simona

Dalam memulai debut perdananya, Simona Ventures menggandeng Digitaraya untuk menggelar program APAC Women Founders Accelerator. Perusahaan sudah memilih 11 startup yang dipimpin oleh perempuan dari negara-negara di wilayah Asia Pasifik.

Mereka datang dari berbagai latar belakang dan vertikal industri, seperti AI, sumber daya manusia, ritel, asuransi, fintech, hingga e-commerce. Berikut nama-nama peserta:

1. Avana (Malaysia): melayani usaha mikro melalui transaksi di media sosial, melalui alat otomatisasi dan business intelligence. Pemilik usaha dapat menjual produk secara online di berbagai channel, dan mengubah akun media sosial yang awalnya hanya media promosi jadi platform transaksional.

2. Fuse (Tiongkok): platform yang mengintegrasikan O2O dan mengoptimalkan solusi ritel offline dengan e-commerce. Melalui Fuse, bisnis dapat mengidentifikasi perilaku pelanggan secara offline untuk meningkatkan konversi penjualan toko.

3. Gadjian (Indonesia): adalah aplikasi untuk manajemen dan penggajian SDM berbasis cloud. Gadjian menyediakan data secara akurat untuk mengoptimatisasi peranan divisi HR terutama saat perhitungan gaji dan pajak.

4. Glazziq (Thailand): platform e-commerce yang menjual produk kacamata secara online dengan harga dua sampai tiga kali lebih murah dibandingkan toko biasa.

5. Kono (Korea Selatan): asisten berbasis AI untuk bantu perusahaan membuat jadwal rapat hingga dapat menghemat waktu dan membantu karyawan bertemu lebih banyak pelanggan, rekan, dan mitra kerja.

6. PolicyPal (Singapura): aplikasi asuansi yang menawarkan solusi menyeluruh dalam hal distribusi, manajemen, dan klaim asurasi lewat teknologi AI dan blockchain. Startup ini lulus dari MAS Fintech Sandbox di Singapura dan mendapat lisensi broker asuransi.

7. Roshni Rides (Pakistan): platform carpooling yang ramah bagi wanita yang secara rutin butuh transportasi yang nyaman.

8. Seekmi (Indonesia): solusi web dan aplikasi yang menghubungkan penyedia layanan lokal dengan pelanggan dari kalangan pekerja kerah biru.

9. Snooper (Australia): aplikasi crowdsourcing yang memberikan insentif bagi pembeli untuk mengumpulkan data dari berbagai toko yang mereka miliki untuk dianalisis oleh brand. Data ini dapat diakses melalui dashboard dan real time.

10. Stylegenie (Filipina): layanan penata busana pribadi yang membantu pelanggan mencocokkan gaya berpakaian mereka dengan data yang disediakan oleh brand ritel.

11. ViralWorks (Vietnam): wadah yang menghubungkan brand dan pemasar ke jaringan influencer sehingga memberikan peluang monetisasi bagi pengguna media sosial yang memiliki banyak followers. Dibantu juga dengan algoritma yang dapat menargetkan khalayak secara lebih efektif.

Seluruh peserta di atas akan mengikuti program akselerator selama lima hari yang dimulai dari bootcamp dan immersion berlangsung dari tanggal 25-27 Maret 2019. Esok harinya mulai demo day. Lalu, di tanggal 29 Maret 2019 akan berlangsung 1-1 meeting dengan para mentor atau calon investor.

Pembicara dan mentor datang dari para pakar dan pelaku industri, di antaranya dari McKinsey & Company Indonesia, Danone Indonesia, Google, Blue Bird Group, Sintesa Group, Go-Jek, Patamar Capital, UBS, hingga perwakilan dari Kementerian Kominfo.

“Sebagai akselerator startup di Indonesia, kami sangat sadar akan tantangan yang dihadapi para perempuan pendiri startup. Hingga saat ini, hanya 10% startup di program kami yang memiliki co-founder atau eksekutif di C-level adalah perempuan,” kata VP Strategy Digitaraya Nicole Yap.

Dia melanjutkan, “Kami yakin menciptakan lingkungan yang mendukung para perempuan dan membantu mereka jadi panutan bagi generasi berikutnya sangatlah penting. Itulah sebabnya kami bekerja sama dengan Simona untuk merayakan para founder perempuan dari Asia Pasifik dan mendukung keseimbangan gender dalam industri teknologi.”

“Job Portal” Asal Bangladesh “Kormo” Hadir di Indonesia, Perluas Peluang Kerja di Sektor Informal

Sektor informal menjadi kontributor utama yang menyerap tenaga kerja di Indonesia. Menurut BPS, per Agustus 2018, jumlah pekerja sektor informal mencapai 70,5 juta atau menyerap 58% tenaga kerja lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Hanya saja, tantangannya di sini adalah kurangnya informasi dan pemain penyedia pekerjaan. Hal inilah yang ditawarkan Kormo.

Kormo adalah marketplace informal job portal yang hadir di Google Area 120, workshop Google untuk proyek eksperimental. Kormo dikembangkan khusus untuk menghubungkan pelamar kerja dengan penyedia kerja sektor informal. Setelah dikembangkan selama dua tahun, Kormo diresmikan di Bangladesh pada enam bulan lalu.

“Di negara berkembang terjadi banyak isu salah satunya adalah susahnya anak muda dalam mencari pekerjaan. Di sisi lain, penyedia kerja kesusahan mencari kandidat yang cocok dengan apa yang mereka mau. Kami coba selesaikan masalah tersebut dengan Kormo,” ucap General Manager Kormo Bickey Russell, Rabu (13/3).

Dia melanjutkan aplikasi ini menggunakan machine learning dari Google untuk merekomendasikan lowongan kerja yang disesuaikan dengan profil pengguna dan aktivitas pengguna dalam aplikasi. Kormo menyediakan pembuatan CV digital berdasarkan dari data yang diisi pengguna di menu profil. Juga dapat dihubungkan dengan akun Google.

Yang membedakan Kormo dengan pemain lainnya adalah disediakan fasilitas untuk para pelamar kerja dalam mengembangkan keterampilan dan pengetahuan mereka melalui fitur belajar. Kormo menyediakan modul pembelajaran dalam bentuk video dan artikel. Mereka akan mendapat lencana setiap kali selesai mempelajari modul.

Penyedia kerja dapat melihat lencana tersebut dan mendapat gambaran lebih dalam bagaimana keterampilan atau pengetahuan yang dimiliki pelamar. Di samping itu, aplikasi ini menawarkan transparansi untuk kedua belah pihak berupa notifikasi.

Pelamar akan diberitahu saat lamaran mereka sudah dibaca, saat dipanggil wawancara hingga pengumuman terakhir. Penyedia kerja akan diberitahu ketika lamaran pekerjaan yang mereka unggah ke Kormo telah dibaca dan direspons oleh pelamar.

“Kormo memberikan rekomendasi pekerjaan kepada pelamar berdasarkan ketertarikan, preferensi, kemampuan, dan permintaan langsung dari penyedia kerja. Perusahaan akan lebih cepat mendapat calon kandidat dan segera memprosesnya.”

Rencana di Indonesia

Russell memastikan pihaknya belum memberlakukan monetisasi bisnis, jadi baik pelamar ataupun penyedia kerja dapat secara gratis menikmati seluruh layanannya. Fokus awal Kormo saat ini adalah mengembangkan layanan agar semakin dikenal dan digunakan berbagai pihak.

“Kita belum ada rencana untuk monetisasi bisnis, fokusnya sekarang adalah memberikan nilai yang lebih untuk perusahaan dan job seeker. Mereka bisa sign up secara gratis.”

Perusahaan ingin perbanyak kemitraan dengan berbagai macam bisnis mulai dari perusahaan besar, kecil, hingga menengah agar semakin banyak lowongan pekerjaan yang bisa dicari oleh para pelamar.

Sayangnya, Russell enggan menyebut berapa banyak mitra perusahaan dan pelamar yang sudah bergabung di Indonesia. Menurutnya kebanyakan perusahaan yang bergabung itu datang dari Jakarta, lantaran kehadirannya di Indonesia baru beberapa pekan.

Dia juga menekankan fokusnya untuk mengembangkan pasar Indonesia terlebih dahulu baru ekspansi ke negara berkembang berikutnya.

“Kami ingin memastikan Kormo untuk tumbuh perlahan, dari Jakarta dulu kemudian terus bertambah sampai ke seluruh Indonesia. Ketika itu sudah terjadi, baru kami memikirkan untuk ekspansi.”

Group Product Manager Kormo Rishi Dean menambahkan timnya akan menambah terus berbagai fitur tambahan dan teknologi baru, mengingat saat ini Kormo masih dalam tahap pengembangan awal. Menurutnya, semakin lengkapnya fitur maka akan memberikan dampak positif yang lebih tinggi kepada sektor tenaga kerja informal.

Saat ini belum ada tim lokal yang dikhususkan untuk menangani bisnis Kormo di Indonesia. Kormo masih dibantu tim Digitaraya dan Google Indonesia.

Kehadiran Kormo di Bangladesh diklaim telah membantu lebih dari 250 ribu pelamar menemukan pekerjaannya. Ada lebih dari 400 perusahaan yang bergabung dan menggunggah lowongan dengan tingkat retensi 80%.

Kormo baru hadir untuk versi Android dan telah diunduh lebih dari 100 ribu kali. Aplikasi Kormo didesain ramah kapasitas smartphone, hanya sebesar 5,7 MB dan memiliki tampilan antar muka UI/UX yang diklaim mudah digunakan siapapun.

Application Information Will Show Up Here

Fokus Simona Ventures Dukung “Female Founders” di Asia Pasifik

Berangkat dari pengalamannya berkecimpung di dunia teknologi sejak tahun 2011, Putri Izzati kemudian berinisiatif untuk mendirikan sebuah wadah yang bisa menampung entrepreneur perempuan di Indonesia. Bernama Simona Ventures, misi dari Putri dan tim adalah membantu pendiri startup perempuan mendapatkan dukungan menyeluruh agar bisa membangun bisnis mereka, dan tidak kalah saing dengan pendiri startup yang saat ini masih didominasi laki-laki.

Indonesia menjadi negara di Asia Tenggara yang mengalami peningkatan cukup signifikan dalam hal pertumbuhan startup, juga pasar yang paling banyak dilirik oleh perusahaan venture capital asing. Namun demikian Putri mencatat, masih sedikit jumlah pendiri startup perempuan yang mendapatkan dukungan dalam bentuk investasi hingga kesempatan lainnya dari venture capital dan pihak terkait.

“Hal tersebut yang kemudian menjadi fokus kami di Simona Ventures, yaitu memberikan dukungan dalam bentuk networking dan edukasi sehingga pada akhirnya investasi kepada mereka pendiri startup perempuan atau startup yang memiliki perempuan di jajaran C-Level,” kata Putri.

Putri menambahkan, dengan demikian nantinya bisa muncul role model perempuan yang berkecimpung dalam dunia teknologi untuk bisa menjadi panutan bagi generasi muda khususnya perempuan. Hal tersebut yang saat ini masih sangat sedikit jumlahnya bukan hanya di Indonesia namun juga secara global.

“Kalau kita lihat saat ini negara seperti Amerika Serikat sudah mulai menempatkan perempuan di jajaran C-Level mereka sehingga meminimalisir gender gap di perusahaan. Di Indonesia sendiri masih sangat belum maksimal dilakukan,” kata Putri.

Meluncurkan Simona Accelerator APAC Women Founders

Salah satu kegiatan rutin yang baru saja diumumkan oleh Simona Ventures bulan Febuari lalu untuk batch pertama dan nantinya akan menjadi kegiatan rutin yang digelar dua kali dalam satu tahun adalah APAC Women Founders. Acara yang diinisiasi oleh Simona Accelerator ini akan memilih 12 startup terbaik yang memiliki pendiri perempuan atau memiliki perempuan di jajaran C-Level atau di manajemen perusahaan.

Nantinya startup terpilih dari Asia Pasifik akan mendapatkan bantuan, dukungan hingga investasi untuk kemudian melakukan ekspansi di Indonesia. Selain itu pemenang dari kegiatan tersebut juga berhak mendapatkan mentorship dari Google dan berhak mengikuti program khusus di Korea Selatan.

“Meskipun fokus kita adalah mengundang startup Asia Pasifik untuk masuk ke Indonesia, namun bagi startup dari Indonesia yang beruntung juga bisa mendapatkan kesempatan mentoring hingga perluasan bisnis secara regional,” kata Putri.

Kategori startup yang dipilih tentu saja yang mendukung “closing the gender gap” dan memiliki pendiri perempuan. Dengan demikian bisa lebih fokus lagi bagi Simona Ventures dan partner untuk meraih tujuan akhir yaitu memberikan kesempatan lebih kepada female founders untuk mengembangkan bisnis mereka.

“Kami juga ingin memberikan dukungan setelah kegiatan tersebut berakhir. Salah satu rencana kami adalah mengembangkan program alumni, sehingga peserta baru dan lama bisa saling bertemu dan menjalin networking setelah program berakhir,” kata Putri.

Akselerator Digitaraya Ubah Format Pelatihan, Siap Telurkan Startup Berkualitas

Akselerator Digitaraya mengumumkan format baru untuk rangkaian “Digitaraya Powered by Google Developers Launchpad” menjadi program pelatihan selama satu bulan, dari sebelumnya tiga bulan. Format ini akan dimulai pada awal tahun depan untuk batch kedua.

Langkah tersebut diinisiasi langsung oleh Digitaraya dengan komitmen ingin menelurkan startup berkualitas setiap bulannya. Startup dan investor akan terhubung satu sama lain dengan cara lebih efisien dan efektif, sehingga peluang kolaborasi bisnis jadi lebih besar. Ditambah ambisi untuk memperkuat ekosistem startup Indonesia.

“Inisiasi awal datang dari kami sendiri. Jika melakukan dua batch setahun, hanya ada 8 startup per batch. Namun jika kita lakukan setiap bulan, ada lima startup yang berpartisipasi selama delapan bulan. Tentu kesempatan akan lebih besar untuk startup itu sendiri. Impact-nya bisa tiga kali lipat,” ucap VP Strategi & Pengembangan Bisnis Digitaraya Nicole Yap kepada DailySocial, Selasa, (4/12).

Dalam format baru ini, sambungnya, akan diisi dengan program yang cukup padat selama satu bulan penuh. Pada minggu pertama adalah bootcamp yang akan memperkenalkan metodologi Google untuk startup, seperti Leader’s Lab, OKR Workshop, Startup Diagnostic, General Mentoring, dan Assignment of ‘Anchor Mentors’.

Kemudian dilanjutkan dengan mentoring one-on-one yang disesuaikan dengan kebutuhan startup pada minggu kedua. Di minggu ketiga, akan ditutup dengan demo day bulanan. Startup akan memiliki kesempatan untuk pitching ke audiens yang dipilih dari mitra perusahaan, investor, dan media.

Pada minggu keempat, dilanjutkan pengumuman batch berikutnya dengan tema segmen startup yang sudah ditentukan sebelumnya. Dalam rundown, tema startup yang sudah dipilih seperti healthtech, women founders, energi, agritech, fintech, dan edutech.

Nicole menjelaskan, program ini terus berjalan selama delapan bulan sepanjang 2019, kecuali Mei, Juni, November dan Desember. Setiap bulannya akan dipilih lima startup yang berhak mengikuti program pelatihan selama satu bulan penuh.

“Kita sangat percaya bahwa kesuksesan itu mutlak di tangan startup itu sendiri. Kita ingin ada dalam journey tersebut dengan memberi bentuk dukungan yang terbaik, sehingga startup akhirnya bisa merasa terkoneksi antara satu sama lain dan bisa berkolaborasi lebih lanjut.”

Tidak melulu kejar soal investasi

Meski program pelatihan dibuat lebih singkat, Nicole memastikan bahwa dalam format ini sudah berdasarkan hasil studi yang didapat oleh Digitaraya. Salah satunya menunjukkan bahwa startup itu sering meminta apa yang mereka butuhkan, jadi tidak melulu pihak akselerator yang memberikan tools apa saja yang dibutuhkan startup.

Pasalnya, saat ini ada banyak investor yang berani menaruh uangnya di startup tahap awal, tapi banyak startup yang belum paham bagaimana menavigasi bisnisnya dan menjaga relasi dengan investor. Dengan kesempatan demo day, startup akan mendapat eksposur lebih, kesempatan untuk terus belajar, menambah jaringan, dan sebagainya.

“Kita bukan bilang kalau ikut demo day pasti dapat investasi, tapi startup itu pasti dapat eksposur yang lebih, bisa berlatih terus, dapat jaringan, dan jika dilakukan secara konsisten kita percaya bahwa ini bisa impact yang lebih dalam buat startup dan investor.”

Demi menaungi seluruh kebutuhan tersebut, otomatis memacu pihak Digitaraya untuk memperluas jaringan dengan para praktisi, investor dan sebagainya agar bisa dihubungkan dengan startup yang tepat, sesuai dengan kebutuhan startup itu sendiri.

“Digitaraya sekarang fokus pada membimbing startup Indonesia yang akan siap untuk mengunjungi investasi seri A.”

Dalam kaitannya dengan Google Developers Launchpad, setiap startup akan berkesempatan mendapat tools dari Google untuk mengakselerasi bisnisnya. Misalnya Google Leader’s Lab untuk mengajarkan founder startup bagaimana membangun budaya yang tepat untuk perusahaan tahap awal mereka.

Berikutnya ada Google Cloud Platform, OKR Workshop, dan akses eksklusif ke beberapa layanan Google seperti Android, Play dan Firebase.

Dalam batch I yang sudah digelar sejak Agustus hingga Oktober 2018, ada 113 pendaftar dari 25 kota. Seluruh startup ini bergerak di 13 jenis sektor yang berbeda. Digitaraya melakukan seleksi penuh hingga akhirnya terpilih 7 startup, di antaranya Reblood, Riliv, Arkademy, ModalRakyat, KiniBisa, Gelora, dan Expedito.

Batch kedua ini masih dibuka pendaftarannya hingga 31 Desember 2018 mendatang.

Digitaraya Prepares to be Passpod’s Strategic Investor during IPO

PT Yeloo Integra Datanet (Passpod) announces its plan to enter Indonesia’s Stock Exchange (BEI) by the end of this year. Digitaraya has declared its commitment to support this IPO. The accelerator company, created by Kibar and Google Developer Launchpad, is ready to be Passpod’s standby buyer.

Passpod is a startup engaged in portable modem rental for tourists, particularly locals who travel abroad. This company is under IDX Incubator’s initial batch which claims to have 58,500 customers per June 2018. Passpod is said to provide 4G access to 68 destinations (outbound).

“The enthusiasm of strategic investors is a form of external validation for Passpod business model. We positioned ourselves as travel assistance during tourists stay abroad, from the internet connection, event tickets, attraction, and others through the app. It is valued as one aspect for strategic investors in making the decision to allocate investment to Passpod,” Hiro Whardana, Passpod’s CEO, said.

Yansen Kamto, Kibar’s Chief Executive, said the investment consideration to invest in Passpod is based on a potential business model and market size. The trend of traveling abroad is growing every year.

Whardana ensured, with some shares allocated to certain investors, it’s still proportionally allocated to the retails. “There’s no need to worry for retail investors because the opportunity is still open for Passpod shares,” he said.

In this IPO, Passpod targets to raise a IDR 40 billion fresh money. Later, 70% of the funding will be used for research and development. One of the plans is to develop technology to facilitate customer’s connectivity in more destinations. The rest 30% will be used for business capital.

Currently, Passpod has relied on imported modem devices, however, it has obtained the government-based certification and standard to produce its own devices.

“Through a fairly long process, in May 2018, we obtained and became the only company with TKDN and Postel (Post and Telecommunication) A/B certification,” he explained.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Digitaraya Siap Jadi Investor Strategis Passpod Saat IPO

PT Yeloo Integra Datanet (Passpod) mengumumkan rencana untuk melantai di Bursa Efek Indonesia pada akhir tahun ini. Salah satu yang mengungkapkan komitmennya untuk mendukung IPO ini adalah Digitaraya. Digitaraya, perusahaan akselerator bentukan Kibar dan Google Developers Launchpad,  bakal menjadi pembeli siaga saham Passpod.

Passpod merupakan startup yang bergerak di penyewaan modem portabel yang ditujukan untuk para wisatawan, khususnya wisatawan lokal yang bepergian ke luar negeri. Perusahaan merupakan startup binaan IDX Incubator batch awal yang mengklaim telah memiliki 58.500 pelanggan per Juni 2018. Passpod disebut telah memberikan akses modem 4G ke 68 negara tujuan (outbound).

“Minat yang tinggi dari para investor strategi ini merupakan bentuk validasi eksternal atas model bisnis Passpod. Kami memposisikan diri sebagai travel assistance selama wisatawan berada di luar negeri, dimulai dari penyediaan koneksi internet, penjualan tiket event, atraksi dan lainnya lewat aplikasi. Hal tersebut kami nilai menjadi salah satu faktor para investor strategis ketika menentukan alokasi investasinya kepada Passpod,” terang CEO Passpod Hiro Whardana.

Sementara Chief Executive Kibar Yansen Kamto menjelaskan, pertimbangan berinvestasi pada Passpod didasarkan pada model binis dan market size yang potensial. Tren berwisata ke luar negeri dari tahun ke tahun semakin bertumbuh.

Meskipun ada saham yang dialokasikan ke investor tertentu, Hiro menegaskan bahwa porsi untuk investor ritel telah dialokasikan secara proporsional. “Tidak perlu khawatir bagi investor ritel karena kami tetap membuka kesempatan untuk bisa membeli saham Passpod,” jelas Hiro.

Passpod sendiri dalam IPO ini  menargetkan perolehan dana Rp40 miliar. Nantinya dana yang didapat 70% akan digunakan untuk riset dan pengembangan. Salah satu yang direncanakan adalah melakukan pengembangan teknologi untuk bisa memudahkan konektivitas pengguna di lebih banyak negara tujuan wisata. Sedangkan 30% lainnya akan digunakan perseroan untuk modal kerja.

Passpod saat ini masih mengandalkan impor perangkat modem, namun Passpod telah mendapatkan sertifikasi dan standar yang telah ditetapkan pemerintah untuk memproduksi perangkatnya sendiri.

“Melalui proses yang lumayan panjang, pada Mei 2018 kami mendapatkan dan menjadi satu-satunya perusahaan yang mendapatkan sertifikasi TKDN dan Postel A/B,” terang Hiro.

Application Information Will Show Up Here

Google Developers Launchpad and Kibar Introduce “Digitaraya” Acceleration Program

Google Developers Launchpad and Kibar on Monday (5/14), launches an accelerator program called Digitaraya. It is expected to boost the startup ecosystem growth in Indonesia. Yansen Kamto, CEO of Kibar, said to the media that the world-class accelerator program is focusing on the new local startup development.

“We want to work and learn from the best. Google believes in Indonesia [startups] and intend to help.”

This program, supported by Google Indonesia, will present local and global mentors with Google’s study material and opportunity for networking with Google.

Through partnership with Google Developers Launchpad, Digitaraya and Indonesia will join the best independent accelerator network in South America, Africa, Europe, and Asia.

“Partnership with Kibar is Google’s effort to connect the accelerator programs in all countries. In addition, Google wants to give an opportunity for select startups to meet Silicon Valley’s VC and other countries,” Sami Kizilbash, Google SEA’s Ecosystem Developer, said.

Digitaraya acceleration program

Located in Menara Kibar, Digitaraya accelerator program focused on recruiting qualified startups that have reached product/market fit, also to acquire more customers and increasing retention.

Select categories for Digitaraya are agriculture, academic, health, tourism, logistics, and energy. Any startups engaging in one of the six categories can register as a participant in the first batch of Digitaraya accelerator program.

Ensuring the accelerator program run effectively, Digitaraya selects only eight startups to join the program. It will take three months, and there will be two batches every year.

Digitaraya will be supported by global mentors, such as Steven Vanada (VP of CyberAgent Ventures), Yohan Totting (Google’s Developer Advocate), Borrys Hasian (Google Developer Expert), and Eunice Sari (Co-Founder of UXiD)

“Not only training and mentoring with experts, Digitaraya will partner up with corporates and banking. Currently, it’s on the preliminary stage with one of the banks to be Digitaraya’s partner,” Nicole Yap, Digitaraya’s VP Strategy, said.

Digitaraya’s to-be-launched program is Design Sprint to be held in August 2018, followed by Business Model and Go-To-Market in September 2018, and will be finished with Management Skills and Pitch Refinement in October 2018.

“In the end, we’ll be hosting a Demo Day for the startups completing the accelerator program in three months,” Alyssa Maharani, Digitaraya’s Head of Startup Relations, said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Google Developers Launchpad dan Kibar Luncurkan Program Akselerasi “Digitaraya”

Google Developers Launchpad dan Kibar pada Senin, (14/05), meluncurkan program akselerator Digitaraya. Diharapkan program akselerasi ini bisa mendorong pertumbuhan ekosistem startup di Indonesia. Kepada media, CEO Kibar Yansen Kamto mengungkapkan, program akselerator kelas dunia ini, fokus ke pengembangan startup baru di Indonesia.

“Kita ingin bekerja dan belajar dari yang terbaik, karena Google percaya dengan Indonesia dan Google memiliki niat baik untuk membantu.”

Program yang didukung Google Indonesia ini akan menghadirkan mentor lokal dan asing, materi dan pengajaran Google, serta kesempatan networking dengan jaringan Google.

Melalui kolaborasi dengan Google Developers Launchpad, Digitaraya dan Indonesia akan bergabung dengan jaringan akselerator independen terbaik dari Amerika Latin, Afrika, Eropa dan Asia.

“Kemitraan dengan Kibar ini merupakan upaya Google untuk mempertemukan program akselerator dari seluruh negara. Selain itu, Google juga ingin memberikan kesempatan kepada startup terpilih kesempatan bertemu dengan VC dari Silicon Valley dan negara lainnya,” kata Developer Ecosystem Google Asia Tenggara Sami Kizilbash.

Program akselerasi Digitaraya

Berlokasi di Menara Kibar, program akselerasi Digitaraya fokus merekrut startup berkualitas yang telah mencapai product/market fit, sekaligus ingin menjangkau lebih banyak pengguna serta meningkatkan retention.

Kategori startup yang dipilih Digitaraya adalah agriculture, pendidikan, kesehatan, pariwisata, logistik, dan energi. Startup yang menyasar salah satu dari enam kategori tersebut bisa mendaftar menjadi peserta program akselerasi Digitaraya batch pertama.

Untuk memastikan program akselerasi berjalan efektif, Digitaraya hanya memilih delapan startup untuk masuk ke dalam program. Program akselerasi bakal berjalan selama tiga bulan. Setiap tahunnya Digitaraya bakal menggelar dua batch program akselerasi.

Digitaraya didukung mentor global seperti VP CyberAgent Ventures Steven Vanada, Developer Advocate Google Yohan Totting, Google Developer Expert Borrys Hasian, dan Co-founder UXiD Eunice Sari.

“Selain memberikan pelatihan dan mentoring dari mentor yang memiliki pengalaman, Digitaraya juga akan membina kemitraan dengan korporasi dan sektor perbankan. Saat ini sudah memasuki tahap penjajakan dengan salah satu bank yang bakal menjadi mitra Digitaraya,” kata VP Strategy Digitaraya Nicole Yap.

Program yang akan dilancarkan Digitaraya adalah Design Sprint yang berlangsung bulan Agustus 2018, disusul dengan Business Model dan Go-To-Market pada bulan September 2018, dan diakhiri dengan Management Skills dan Pitch Refinement pada bulan Oktober 2018.

“Di akhir program nantinya akan kami gelar Demo Day bagi startup yang telah melalui program akselerasi selama tiga bulan,” kata Head of Startup Relations Digitaraya Alyssa Maharani.