SIRCLO and ICUBE Merged, Aims to be a Comprehensive E-commerce Enabler

The e-commerce enabler platform SIRCLO announced the business merger with ICUBE, which is an agency providing e-commerce technology solutions. Through this corporate action, they expect to get more clients from both companies with different business variations.

The business merger also gathers more than 450 employees of the two companies. Nevertheless, it was agreed that ICUBE would still be operated as an independent entity integrated with SIRCLO services. Muliadi Jeo, as the founder of ICUBE is to replace Leontius Adhika Pradhana as SIRCLO’s CTO; While Leontius switched roles to CPO.

“SIRCLO wants to continue to provide the best services and solutions for brands to develop online businesses. We keep our doors open for opportunities to improve our capabilities. When we see the potential of joining ICUBE, we are confident to run this mission in a larger scale and more comprehensive way through a combination of the two companies,” SIRCLO’s CEO Brian Marshal said.

The two companies, through this merger, have ambitions to become e-commerce solutions providers through a more comprehensive end-to-end platform in facilitating various types of businesses. Currently, SIRCLO has focused on big brands and SMEs. Meanwhile, ICUBE is focused on medium scale businesses willing to have their own online sales site.

“After 20 years of service, we want to accommodate more clients from various types of business with the solution we offer. SIRCLO is the right and strategic partner in achieving these goals. Together we can build the main e-commerce ecosystem in Indonesia,” said Muliadi Jeo.

This pandemic encourages more businesses and consumers to depend on e-commerce platforms to meet their needs. In the current situation, technology owners and e-commerce solutions are very complex for brand owners to be able to discuss the market at large.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

SIRCLO dan ICUBE Lakukan “Merger”, Berambisi Jadi “E-commerce Enabler” Komprehensif

Platform e-commerce enabler SIRCLO mengumumkan proses merger dengan ICUBE, yang merupakan agensi penyedia solusi teknologi e-commerce. Salah satu tujuan yang ingin dicapai melalui aksi korporasi ini adalah untuk menggabungkan ribuan klien dari kedua perusahaan yang memiliki varian bisnis yang berbeda.

Penggabungan bisnis turut menyatukan lebih dari 450 pegawai kedua perusahaan. Kendati demikian, dikatakan ICUBE masih akan beroperasi sebagai entitas independen yang terintegrasi dengan layanan SIRCLO. Muliadi Jeo selaku Founder ICUBE akan menggantikan Leontius Adhika Pradhana sebagai CTO SIRCLO; sementara Leontius beralih peran menjadi CPO.

“SIRCLO ingin terus memberikan layanan dan solusi terbaik bagi brand untuk mengembangkan bisnis online. Kami selalu terbuka terhadap peluang untuk meningkatkan kemampuan kami. Ketika kami melihat potensi untuk bergabung dengan ICUBE, kami semakin yakin bahwa kami dapat melaksanakan misi ini dalam skala yang lebih besar dan lebih komprehensif melalui kekuatan gabungan kedua perusahaan,” kata CEO SIRCLO Brian Marshal.

Melalui merger ini, kedua perusahaan berambisi menjadi penyedia solusi e-commerce melalui platform end-to-end yang lebih komprehensif dalam memfasilitasi berbagai jenis bisnis. Sejauh ini, SIRCLO fokus kepada brand besar dan UKM. Sementara itu ICUBE fokus pada bisnis skala menengah yang ingin memiliki situs jualan online-nya sendiri.

“Setelah 20 tahun, kami ingin mengakomodasi lebih banyak klien dari berbagai jenis bisnis dengan layanan yang kami tawarkan. SIRCLO adalah mitra yang tepat dan strategis dalam mencapai tujuan-tujuan ini. Bersama-sama kita dapat mencoba membuat ekosistem e-commerce utama di Indonesia,” kata Muliadi Jeo.

Pandemi mendorong lebih banyak bisnis dan konsumen untuk bergantung pada platform e-commerce untuk memenuhi kebutuhannya. Pada saat-saat seperti ini, kehadiran teknologi dan solusi e-commerce yang terintegrasi sangat krusial bagi pemilik brand, agar tetap bisa menjangkau pangsa pasarnya secara luas.

GudangAda Hadirkan Marketplace untuk Digitalkan Rantai Pasokan Produk FMCG

Didirikan pada akhir tahun 2018 oleh Stevensang, GudangAda jadi layanan marketplace B2B khusus produk Fast Moving Consumer Goods (FMCG). Fokusnya memberdayakan seluruh rantai pasokan (supply chain), sehingga memudahkan bisnis mengakses berbagai produk secara efisien. Pengembangan platform ini  dilatarbelakangi pengalaman founder selama 25 tahun bekerja di industri FMCG.

Harapannya dengan teknologi yang disajikan, para penjual yang bertransaksi melalui GudangAda dapat melihat kenaikan volume penjualan, perputaran barang yang lebih cepat, biaya operasional dan harga pengadaan yang lebih rendah, serta transparansi transaksi. Di saat yang bersamaan, pedagang juga dapat mengakses jaringan pelanggan, pelaku bisnis, serta pilihan produk yang lebih luas daripada sebelumnya.

Kepada DailySocial CEO GudangAda Stevensang mengungkapkan, di era digital ini semakin banyak tantangan yang harus dialami oleh pemilik toko tradisional, seperti semakin sulitnya mendapatkan salesman, meningkatnya resiko bisnis, ancaman dari e-commerce besar yang langsung menghubungkan principal dengan retailers, generasi berikutnya dari pemilik toko yang enggan meneruskan bisnis keluarga yang masih konvensional, dan lain-lain; yang akan menyebabkan penurunan bisnis dan laba di kemudian hari.

“GudangAda didirikan karena adanya keprihatian terhadap kelangsungan bisnis toko tradisional di era digital. Konsep bisnis GudangAda adalah untuk memberdayakan semua pihak yang terlibat dalam ekosistem sehingga bisa mendapatkan manfaat yang optimal dari platform. Dengan ikut dalam platform GudangAda, toko bisa berperan sebagai penjual dan/atau pembeli.”

Ditambahkan olehnya, sebagai penjual, toko akan mendapatkan semakin banyak pembeli dan mendapatkan kesempatan untuk menjual kategori produk lain. Sebagai pembeli, toko akan mendapatkan harga yang kompetitif, pengiriman produk yang cepat dan dapat membeli produk kapan saja dan di mana saja.

“GudangAda akan terus melakukan pembaruan terhadap platform yang sudah ada dan akan terus melengkapi layanan untuk memenuhi kebutuhan toko yang bergabung, seperti financial services, logistic services dan lain-lain,” kata Stevensang.

Akuisisi lebih banyak pemilik toko

Setelah mendapatkan pendanaan awal (seed) sebesar belasan juta dolar dari firma modal ventura Alpha JWC Ventures dan Wavemaker Partners, GudangAda selanjutnya ingin fokus menambah jumlah penjual dan pemilik toko, sembari membangun ekosistem dengan melengkapi fitur untuk memenuhi kebutuhan semua stakeholder FMCG. Firma private equity asal Singapura, Pavilion Capital, juga ikut berpartisipasi dalam pendanaan ini.

“Tidak setiap hari Anda menemukan perusahaan sesolid GudangAda dengan pendiri berpengalaman seperti Stevensang. Sejak awal, kami memiliki keyakinan besar pada perusahaan ini dan potensi yang mereka miliki,” ujar Co-Founder & Managing Partner Alpha JWC Ventures Chandra Tjan.

Saat ini GudangAda telah memiliki 15 anggota tim. Mayoritas dari mereka berpengalaman di bidang FMCG lebih dari 10 tahun dan memiliki hubungan baik dengan pemilik toko grosir di Indonesia. Secara bertahap, GudangAda juga akan melakukan monetisasi terhadap layanan yang diberikan dalam platform, seperti layanan transaksi, logistik dan lainnya.

Di tahun 2020 ini, target utama GudangAda adalah memperluas jaringan anggotanya ke seluruh lapisan rantai pasok industri FMCG di Indonesia dan menyediakan lebih banyak solusi yang bisa diintegrasikan ke kegiatan mereka.

“Kami telah memvalidasi bisnis dan membangun fondasi kuat. Kini, dengan dukungan berkelanjutan dari investor dan mitra, yang harus kami lakukan adalah meneruskan apa yang telah berhasil kami lakukan, namun dengan skala yang lebih besar dan dalam waktu yang lebih cepat. Kami akan mengakselerasi ekspansi kami dan menyediakan lebih banyak layanan agar kami dapat melayani semua pemain industri FMCG di Indonesia,” tutup Stevensang.

aCommerce Tahun Ini Fokus Kantongi Profit dan Lancarkan “Strategi 2.0”

Platform e-commerce enabler asal Thailand aCommerce mengumumkan telah mendapatkan pendanaan baru senilai $15 juta (sekitar 205 miliar Rupiah menurut kurs hari ini) dari Indies Capital Partners. Sebelumnya aCommerce telah mengumpulkan total $103,8 juta dalam pendanaan selama 7 putaran. Pendanaan terakhir mereka diperoleh pada 22 Juli 2019 dari putaran Seri C.

Sepanjang tahun 2019, perusahaan mengklaim telah mencapai profit di pasar Thailand, yang dianggap sebagai pasarnya yang paling matang. Selain itu mereka juga menyebutkan peningkatan bisnis utama hingga 60%.

Kepada DailySocial, Group CEO dan Co-Founder aCommerce Paul Srivorakul mengungkapkan, dana segar yang diperoleh merupakan prestasi tersendiri bagi perusahaan dan menandakan bahwa kepercayaan investor berlanjut untuk mendukung visi dan misi perusahaan.

“Ini benar-benar tonggak sejarah bagi aCommerce, dan kami berharap dapat bekerja sama dengan tim Indies dan mendapatkan manfaat dari nilai tambah dan keahlian mereka, terutama di pasar seperti Indonesia,” kata Paul.

Perusahaan juga ingin mengembangkan bisnis dan fokus kepada negara di Asia Tenggara, di luar pasar Indonesia. Indonesia diklaim menjadi negara di Asia Tenggara yang memiliki potensi besar, naum masih banyak tantangan yang dihadapi.

Menurut Paul, dengan strategi yang tepat, pasar Indonesia yang terbilang cukup fragmented bisa menjadi peluang tersendiri bagi platform seperti aCommerce.

“Indonesia adalah pasar besar dan menarik dengan potensi besar, tetapi masih banyak subsidi yang terjadi, terutama di [sektor] e-commerce. Ini berarti perusahaan harus berinvestasi lebih banyak dan membutuhkan waktu yang lebih lama bagi perusahaan untuk mencapai break even atau sulit mendapat keuntungan,” kata Paul.

“Strategi 2.0” aCommerce

Tahun 2020 juga menjadi awal dilancarkannya “Strategi 2.0” aCommerce. Rencana strategis baru ini diharapkan bisa memberikan nilai lebih besar kepada klien, mempercepat jalur menuju profitabilitas pada tahun 2020, dan memposisikan perusahaan untuk pertumbuhan berkelanjutan jangka panjang sebagai perusahaan e-commerce enabler terkemuka di Asia Tenggara.

“Kami menjalankan strategi aCommerce 2.0 untuk fokus pada peluang margin yang lebih tinggi seperti merek Perusahaan, solusi End-to-End, dan channel Direct-to-Consumer (DTC). Tantangan lain yang kami temui adalah small basket size, expensive delivery network hingga merekrut dan mempertahankan bakat muda dan undang-undang perburuhan,” kata Paul.

Untuk bisa memberikan layanan lebih baik, sepanjang tahun 2019 perusahaan tidak secara agresif melakukan akuisisi klien dan fokus ke existing client. Mayoritas pertumbuhan aCommerce di Indonesia berasal dari merek global, seperti Samsung, Adidas, dan Loreal untuk menawarkan layanan langsung ke konsumen melalui layanan online, media sosial, dan omnichannel.

Tahun ini perusahaan berencana melanjutkan strategi penjualan yang sama dan fokus untuk mendaftarkan merek perusahaan yang serius dan memiliki komitmen untuk berinvestasi dan mengembangkan bisnis Direct-to-Consumer mereka.

“Dengan fondasi yang kami tetapkan untuk menjadi perusahaan jangka panjang yang berkelanjutan tahun lalu, melalui ‘aCommerce 2.0’, tujuan kami tahun ini adalah untuk terus memberikan nilai layanan yang lebih baik kepada klien perusahaan kami dan mencapai profitabilitas grup,” tutup Paul.

Sirclo Luncurkan Connexi, Mudahkan Brand Kelola Penjualan secara Terpusat

Bertujuan untuk membantu brand menjalankan operasional bisnis online, Sirclo meluncurkan produk terbarunya. Bernama Connexi, platform tersebut berbentuk SaaS dengan fitur manajemen e-commerce multi-channel.

Sirclo mengklaim Connexi sudah banyak digunakan oleh brand FMCG untuk mengelola penjualan online di Sirclo Commerce. Secara internal, platform tersebut diklaim berhasil membantu meningkatkan performa penjualan di e-commerce.

Menurut CEO Sirclo Brian Marshal, Connexi dapat memudahkan pemilik bisnis mengelola penjualan mereka di berbagai kanal e-commerce dalam satu dasbor. Platform telah diintegrasikan ke berbagai marketplace ternama seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Lazada, Blibli.com, Elevenia, Zalora dan Zilingo.

Connexi juga memungkinkan sinkronisasi penjualan terpadu ke seluruh marketplace melalui Sirclo Store.

“Melihat besarnya potensi Connexi dalam melayani lebih banyak brand dan pemilik bisnis, kami akhirnya memutuskan untuk meluncurkan ke publik. Kini siapa saja bisa menggunakan Connexi dan mengelola penjualan online dengan lebih efisien,” ungkap Brian.

Fitur pilihan Connexi

Connexi memiliki beberapa fitur. Mulai dari pengelolaan pesanan, integrasi ke kanal penjualan, hingga proses administrasi pengiriman. Brand juga bisa mengunggah produk dalam jumlah banyak ke marketplace, lalu informasi stok barang akan diperbarui secara otomatis.

Hingga kini, Sirclo Store telah membantu hampir 1000 pengguna aktif berbayar membangun brand dan mengembangkan bisnisnya secara online.

“Kini pihak brand tidak lagi kewalahan dan membatasi diri hanya pada marketplace tertentu saja karena limitasi sumber daya dan waktu, karena semuanya sudah bisa diurus melalui satu pintu,” kata Brian.

Brian menambahkan, nantinya brand juga dapat menerima dan mengatur semua pesanan yang masuk dari berbagai marketplace secara mendetail melalui fitur pesanan, tanpa perlu khawatir akan pesanan yang tertukar atau terlewat. Mengelola setiap penjualan marketplace secara manual umumnya bisa menyita waktu dan sumber daya yang banyak.

Proses pengiriman juga bisa dilakukan sekaligus menggunakan sistem nomor resi atau air waybill otomatis yang terintegrasi. Brand bisa memantau penjualan melalui laporan penjualan terkini tanpa perlu mengakses kanal penjualan online satu persatu.

“Kami melihat penjualan marketplace sebagai salah satu pilar utama perkembangan ekonomi digital. Hal tersebut yang selalu mendorong kami untuk terus berinovasi. Teknologi dari Sirclo dirancang untuk memfasilitasi lebih banyak pemilik bisnis dan brand berjualan online dengan mudah dan efisien,” jelas Brian.

Jet Commerce to Expand to China and the Philippines

The “e-commerce enabler” service provider, Jet Commerce announces the regional expansion to China and the Philippines, after officially launched in early 2019. In China, Jet Commerce arrived by making a strategic acquisition over Brand Top, while they entered the Philippines by opening a branch office in Taguig City.

The expansion includes in the company’s strategy to reach global partners, also to accelerate vision as the leading e-commerce enabler in Southeast Asia. In fact, it allows the e-commerce specialist to exchange best practice from each country.

In the official statement, the company is to focus on end-to-end e-commerce by combining Jet Commerce skills in online retail, multi-channel marketing, and fulfillment & operations using Brand Top capacity in digital marketing, big data management, and creative design.

Chad Zheng, as former CEO of Brand Top, is now appointed as Head of Jet Commerce for Operational in the region.

“Chad and China’s team has built a compelling business portfolio. The multiple skills and thorough insights into China’s market should guarantee our success as an official representative to handle brand assessment for online market,” Jet Commerce’s CEO, Oliver Yang said.

Jet Commerce’s Marketing Director, Agustina Putri Wijaya said separately to DailySocial on this expansion limit to support brand selling their products online in each market. It doesn’t restrict to cross-border solution in the future.

In fact, the company services available not only for top brands but also SMEs working on fulfillment solution exclude end-to-end solution. It would be very helpful for sellers to run the online business, including product receiving, storage management, packaging, delivery, and return process.

Agustina said, the solution only available in Indonesia. “Sellers will have access to the dashboard for collecting data related to order fulfillment in real-time on various platforms,” she added.

The company has been operating 100+ active official online stores in 13 e-commerce platforms in Asia. As much as 56 brands have formed a strategic partnership from various categories, including electronic product, health & beauty, mom&baby, household products, children’s play, and pet food.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Jet Commerce Perlebar Bisnis ke Tiongkok dan Filipina

Penyedia layanan “e-commerce enabler” Jet Commerce mengumumkan ekspansi regional ke Tiongkok dan Filipina, setelah resmi hadir di Vietnam dan Thailand pada awal 2019. Di Tiongkok, Jet Commerce masuk dengan mengakuisisi pemain sejenis Brand Top, sementara di Filipina dengan buka kantor baru di Taguig City.

Ekspansi ini termasuk salah satu strategi perusahaan untuk menjangkau mitra brand global, serta mempercepat visinya sebagai e-commerce enabler terdepan di Asia Tenggara. Tidak hanya itu, memungkinkan e-commerce spesialist Jet Commerce untuk saling bertukar best practice dari masing-masing negara.

Dalam keterangan resmi, di Tiongkok perusahaan akan fokus pada solusi end-to-end e-commerce, dengan menggabungkan keahlian Jet Commerce dalam hal ritel online, pemasaran multi-channel, dan fulfillment & operations dengan kekuatan Brand Top di digital marketing, big data management, dan desain kreatif.

Chad Zheng yang sebelumnya menjadi CEO Brand Top, kini memimpin Jet Commerce untuk operasional di negeri tirai bambu tersebut.

“Chad dan tim di Tiongkok telah membangun portofolio bisnis yang mengesankan. Keahlian yang mereka miliki, serta pemahaman mendalam terhadap pasar di Tiongkok akan memastikan keberlanjutan keberhasilan kami sebagai wakil resmi dalam menangani ketersediaan produk brand di pasar online,” terang CEO Jet Commerce Oliver Yang.

Secara terpisah kepada DailySocial, Marketing Director Jet Commerce Agustina Putri Wijaya menegaskan bahwa ekspansi ini baru sebatas membantu brand menjual produk mereka secara online di masing-masing market. Tidak menutup kemungkinan ke depannya bakal menghadirkan solusi cross border.

Sebenarnya, tidak hanya melayani brand besar, perusahaan juga melayani pelaku UKM dengan bentuk solusi fulfillment terpisah dari solusi end-to-end. Penjual akan terbantu dalam memikul pekerjaan yang melelahkan saat menjalani bisnis online, meliputi penerimaan produk, manajemen penyimpanan, pengemasan, pengiriman, hingga retur barang.

Agustina menyebut, solusi ini baru tersedia di Indonesia saja. “Penjual akan diberikan akses dashboard untuk menarik data terkait proses pemenuhan pesanan secara real time dari berbagai platform,” terangnya.

Perusahaan telah mengoperasikan lebih dari 100 official online store aktif di 13 platform e-commerce di Asia. Sebanyak 56 brand telah menjalin kemitraan strategis dari beragam kategori, meliputi produk elektronik, health & beauty, mom & baby, produk rumah tangga, mainan anak, dan pet food.

Fokus Raena Dukung Influencer Media Sosial Menjadi Entrepreneur

Besarnya penetrasi media sosial saat ini coba digali oleh Raena untuk menghadirkan peluang bisnis. Mereka hadir sebagai platform yang secara khusus membantu kegiatan promosi memanfaatkan influencer media sosial. Bukan hanya efektif mempromosikan produk dari berbagai brand, tapi kesempatan entrepreneurship bagi pengguna media sosial itu sendiri.

Berangkat dari pengalaman bekerja sebelumnya di berbagai platform e-commerce besar di AS seperti Amazon hingga turut mendirikan startup Flyrobe di India, Founder & CEO Raena Sreejita Deb akhirnya memilih mengembangkan konsep e-commerce enabler memanfaatkan influencer untuk ditekuni sebagai startupnya sendiri.

Mendukung influencer menjadi entrepreneur

Kepada DailySocial Sreejita Deb menegaskan, di Tiongkok dan Amerika Serikat saat ini sudah memiliki banyak media sosial influencer yang pada akhirnya menciptakan produk mereka sendiri. Untuk kegiatan pemasaran mereka memanfaatkan jumlah pengikut di akun media sosial masing-masing. Keputusan perusahaan mulai melirik Indonesia, setelah melihat besarnya jumlah influencer dari kalangan perempuan yang menyukai produk kecantikan, fesyen hingga produk khusus ibu dan anak.

“Di Indonesia kami mencatat sebanyak 50% influencer berasal dari kalangan perempuan. Besarnya pengaruh serta jumlah pengikut mereka menjadi alasan bagi kami untuk mengembangkan platform media sosial di Indonesia.”

Berbeda dengan platform marketplace influencer lainnya, Raena bukan hanya ingin bermitra dengan influencer yang berkualitas, namun juga menciptakan entrepreneur baru dari kalangan influencer dengan menciptakan produk kecantikan hingga perawatan wajah milik mereka sendiri.

Makin besarnya minat masyarakat umum untuk mengonsumsi produk independen di luar dari produk yang dihadirkan oleh brand besar seperti P&G hingga Unilever, menjadi salah satu potensi yang saat ini tengah dikembangkan oleh Raena.

“Salah satu kesuksesan yang terjadi di Amerika Serikat adalah produk khusus untuk ibu dan anak milik selebriti Hollywood Jessica Alba bernama The Honest Company. Dengan produk khusus dan kegiatan pemasaran memanfaatkan media sosial, The Honest Company mampu bersaing sehat dengan brand besar di AS,” kata Sreejita.

Raena mengklaim saat ini sudah memiliki mitra supplier terpercaya hingga kemitraan dengan logistik pihak ketiga yang bisa membantu influencer untuk memulai usaha. Meskipun memiliki kemiripan model bisnis dengan brand besar, namun Raena mengklaim memiliki perbedaan yang cukup signifikan.

“Karena kami startup, tentunya proses serta pengambilan keputusan jauh lebih cepat dibandingkan perusahaan besar. Karena alasan itulah tahun 2019 ini kami memiliki target untuk meluncurkan 7 produk baru yang bisa diakses di situs kami. Ke depannya kami juga berencana untuk memiliki official store di marketplace seperti Shopee dan lainnya,” kata Sreejita.

Salah satu produk yang telah diluncurkan beberapa waktu lalu adalah Lalabee yang diperuntukkan bagi orang tua milenial yang menginginkan produk untuk anak-anak yang aman dan bebas dari bahan-bahan berbahaya. Menggandeng influencer Moonella dan Marsson, sekaligus jadi mitra Raena pertama di Indonesia.

Untuk strategi monetisasi, Raena hanya akan mengumpulkan pendapatan jika produk terjual. Dari hasil tersebut kemudian akan dibagikan dengan influencer.

Merangkul lebih banyak influencer

Saat ini Raena telah memiliki 5 influencer besar Indonesia dan berencana untuk mengumumkan lebih banyak peluncuran merek lain segera. Kebanyakan influencer yang bergabung dengan Raena adalah mereka yang memiliki lebih dari 1,5 juta pengikut dan memiliki engagement yang kuat dengan pengikut. Proses kurasi dilakukan oleh tim Raena secara khusus.

Untuk kegiatan pemasaran, Raena juga membantu influencer mendapatkan pendapatan lebih sekaligus membantu brand mempromosikan produk mereka.

“Kami meluncurkan Raena untuk bermitra dengan influencer yang memiliki nilai-nilai positif, fokus terhadap pelanggan dan mengerti media sosial. Selain produk kecantikan untuk perempuan, kami juga memiliki rencana untuk menghadirkan produk serupa untuk pria,” tutup Sreejita.

Aplikasi RateS Ingin Mudahkan Siapa Saja Mulai Berjualan Online

Besarnya penggunaan media sosial di Indonesia dimanfaatkan oleh startup asal Singapura Rate untuk menciptakan platform yang bermanfaat untuk pemilik usaha kecil mengadopsi teknologi. Bernama RateS, produk tersebut kini sudah resmi meluncur di Indonesia.

Didirikan pada tahun 2016, inovasi Rate ingin menjadikan transaksi e-commerce lintas negara lebih efisien dan mudah diakses. Pada Maret 2019, Rate lulus dari program PayPal Incubator di Singapura. Sebelumnya, Rate juga ini telah berhasil mendapatkan investasi sebesar $2.3 juta dari Alpha JWC Ventures dan Insignia Ventures Partners pada babak pra-seri A.

Bantu siapa saja memulai berjualan online

Konsep kerjanya RateS bertindak sebagai perantara antara pengguna dan supplier untuk mendapatkan produk, menangani inventori dan logistik. Para pengguna aplikasi hanya perlu melakukan penjualan dan pemasaran produk-produk yang mereka temukan di RateS.

Pengguna dapat menelusuri katalog produk di RateS dan memilih produk yang ingin mereka masukkan ke ‘toko’ online yang mereka buat di aplikasi. Selain itu, mereka juga dapat memanfaatkan jaringan sosial mereka dan membagikan detail produk secara langsung ke media sosial.

Pengguna dapat menentukan harga akhir dari produk yang mereka jual dan mendapatkan laba dari hasil penjualan mereka. Setelah pesanan berhasil dilakukan, produk akan dikirimkan langsung oleh supplier ke pembeli.

Menurut CEO Rate Jake Goh, Indonesia memiliki kemiripan dengan Singapura, mulai dari kebiasaan hingga gaya hidup yang hampir serupa. Dengan alasan itulah mengapa RateS pertama kali hadir di Indonesia dengan mengedepankan konsep Social Commerce.

“Untuk pertama kalinya RateS kami hadirkan di Indonesia, melihat besarnya penggunaan media sosial di Indonesia. Meskipun konsep social commerce bukan hal yang baru di Indonesia, kami melihat metode tersebut masih sangat fragmented sifatnya dan kurang efektif untuk dikembangkan, misalnya penggunaan berbagai chat app hingga grup media sosial, sementara proses pembayaran masih dilakukan secara offline.”

Bakal hadirkan versi premium

RateS juga telah meluncurkan aplikasi dan telah memiliki sekitar 1000 lebih pengguna aktif.  Aplikasi baru ini bertujuan untuk menciptakan infrastruktur bagi pedagang mikro yang ingin memulai bisnis online mereka tanpa modal dan inventori produk.

Saat ini, RateS dapat diunduh secara gratis, tetapi ke depannya RateS akan meluncurkan program keanggotaan premium. Setiap anggota mendapatkan akses ke kategori produk eksklusif dan lebih banyak konten pembelajaran. Setelah Indonesia, RateS juga nantinya akan dikembangkan di Vietnam dan Singapura.

“Kami sangat senang bisa meluncurkan aplikasi kami di Indonesia. Ke depannya, kami memiliki rencana besar untuk RateS, termasuk mengajak lebih banyak supplier untuk bergabung bersama kami, dan mengembangkan fitur-fitur menarik untuk seller kami,” kata Jake.

Di Indonesia sendiri startup yang menawarkan konsep serupa adalah TokoTalk, yakni layanan yang memungkinkan pemilik toko membuat website pribadi untuk tokonya dengan teknologi dan fitur yang disesuaikan.

Pada bulan April 2019 lalu, TokoTalk mengantongi pendanaan senilai $3,2 juta atau 45 miliar Rupiah dari Altos Ventures yang berasal dari Silicon Valley, Amerika Serikat. Pasca perolehan pendanaan, perusahaan akan lebih fokus pada peningkatan layanan untuk menggenjot pertumbuhan bisnis.

Selain itu konsep serupa juga pernah diinisiasi startup besutan Hadi Kuncoro yang bernama Feedr.

Application Information Will Show Up Here

IDMarco Ingin Menjadi “E-commerce Enabler” Khusus Produk FMCG

IDMarco yang telah lama malang melintang di dunia distribusi tradisional dan kini ke segmen online ingin menyasar segmentasi baru, yaitu B2C dan fokus menjadi e-commerce enabler di Indonesia. Kepada DailySocial, COO IDMarco Regan Dwinanda menyebutkan, akhir bulan April 2019 lalu, layanan e-commerce enabler resmi diluncurkan.

“Saat ini sudah banyak konsumen kalangan individu yang melakukan pembelian di platform kami. Namun kami melihat potensi besar untuk melebarkan bisnis banyak ditemui di kalangan prinsipal atau pemilik dari produk yang didistribusikan pada distributor,” kata Regan.

IDMarco mencatat banyak prinsipal yang kesulitan untuk mengadopsi digital karena kurangnya sumber daya hingga tidak adanya teknologi yang bisa membantu mereka melakukan penjualan secara digital, khususnya melakukan penjualan di platform marketplace. Dengan sumber daya dan teknologi yang dimiliki perusahaan mengklaim mampu menyediakan sumber daya, teknologi ke prinsipal untuk melakukan penjualan di semua platform marketplace di Indonesia.

“Strategi monetisasi yang kami terapkan adalah pembagian margin dari masing-masing prinsipal, tentunya dengan jumlah yang berbeda. Sejak awal kami langsung mengenakan biaya tanpa memberikan free trial atau penawaran diskon hingga promo. Sesuai dengan fokus kita sejak awal menjadi bisnis yang sustainable dan memberikan win-win solution untuk semua,” kata Regan.

Layanan e-commerce besutan Salim Group ini telah menargetkan pasar B2R (business to retail) dengan integrasi langsung dengan gudang Indomarco dan menawarkan produk pilihan dari Indofood dan brand lainnya. Untuk segmentasi B2B sendiri, IDMarco sudah mendukung kebutuhan produk Indofood ke merchant marketplace, di antaranya Bukalapak, JD.ID, Shopee, dan Blibli.

Fokus ke produk Indofood

Saat ini layanan e-commerce enabler IDMarco masih fokus memberikan layanan ke ekosistem Salim Group. Namun tahun 2019 ini mereka juga berniat untuk menambah jumlah prinsipal di luar ekosistem Salim Group. Disinggung berapa jumlah investasi yang digelontorkan Salim Group untuk kanal bisnis baru ini, Regan enggan menyebutkan secara detail. Ia menegaskan, Salim Group mendukung penuh rencana bisnis perusahaan.

“Kita fokus menyediakan produk FMCG kepada prinsipal kita. Namun ke depannya tidak menutup kemungkinan jika memang ada demand dan memiliki potensi, produk di luar FMCG juga bisa kami sediakan,” kata Regan.

Serupa dengan e-commerce enabler lainnya, seperti Sirclo atau aCommerce, IDMarco didukung sistem pergudangan dan logistik yang terpadu. Hal tersebut diharapkan bisa memudahkan prinsipal memanfaatkan secara maksimal resource yang dimiliki.

“Kita melihat saat ini e-commerce pada khususnya masih memiliki banyak potensi untuk dikembangkan. Salah satunya adalah dengan menjadi e-commerce enabler yang fokus kepada produk FMCG untuk membantu prinsipal sekaligus memberikan layanan lebih kepada konsumen,” kata Regan.

Application Information Will Show Up Here