DScussion #98: Sepak Terjang Brian Marshal Membangun Sirclo

Saat ini Sirclo sudah menjadi salah satu e-commerce enabler yang dikenal di Indonesia. Didirikan oleh Brian Marshal, ambisinya untuk membangun sebuah startup penuh dengan perjuangan dan cerita seru — mulai dari membangun bisnis dari kamar pribadi hingga meninggalkan pekerjaan yang sudah sangat nyaman di Price Waterhouse Cooper (PwC). Brian menyampaikannya di sesi DScussion Profile DailySocial berikut ini.

Sirclo Siap Galang Dana Baru Pertengahan Tahun Ini

Jumat lalu DealStreetAsia mempublikasi tentang perolehan pendanaan hingga $5 juta (lebih dari 70 miliar Rupiah) untuk platform SaaS pendukung solusi e-commerce Sirclo yang dipimpin oleh Sinar Mas Land, East Ventures, dan sejumlah investor lain. Kami mendapatkan konfirmasi bahwa pendanaan tersebut telah diselesaikan pertengahan tahun lalu sebagai bagian pendanaan Seri B tahap pertama (mereka menyebutnya sebagai Seri B1).

Sirclo sendiri menyebutkan pihaknya bersiap untuk menggalang dana berikutnya, dalam tahapan Seri B berikutnya atau Seri C, tergantung kesepakatan dengan pihak investor, yang diharapkan bisa difinalisasi tahun ini.

“Sebelumnya kita sudah mendapatkan pendanaan Seri B1 [senilai] sekitar jutaan dolar AS. Venture capital yang terlibat di antaranya adalah East Ventures, Skystar Capital dan Sinar Mas Land. Penggalangan dana tersebut sudah sejak lama final dan uang pun sudah kita gunakan,” jelas CEO Sirclo Brian Marshal kepada DailySocial.

Meskipun tidak menyebutkan secara detail, pihak Sirclo mengaku kerap melakukan penggalangan dana secara rutin dengan jumlah yang tidak terlalu besar. Sirclo pertama kali menerima investasi tahap awal dari East Ventures di tahun 2014.

Sirclo saat ini mengklaim telah memiliki sekitar 1000 pelanggan berbayar dan 40 klien yang mewakili sekitar 150 brand. Pihaknya sudah mengklaim menjadi nomor satu di segmen ini dan berambisi menjadi pemain unggulan di pasar global.

“Tahun 2019 ini kita harapkan akan ada tambahan venture capital baru yang terlibat. Buat Sirclo sendiri it’s always nice untuk mendapatkan tambahan investor. Jika sudah final akan kita umumkan lebih lanjut,” kata Brian.

Pengembang Solusi “E-commerce Enabler” Jet Commerce Ekspansi ke Vietnam dan Thailand

Layanan e-commerce enabler Jet Commerce hari ini (27/2) mengumumkan ekspansi regional menyasar pangsa pasar Vietnam dan Thailand. Ekspansi internasional tahap pertama ini ditandai dengan pembukaan kantor dan warehouse di Ho Chi Minh City dan Bangkok.

Ekspansi ini dilakukan demi menangkap peluang pertumbuhan e-commerce yang terus melesat di pasar Asia Tenggara. Untuk memastikan penetrasi pasar berjalan dengan baik, Jet Commerce membentuk tim lokal untuk store operation, digital marketing, data analyst, designer, copywriter, customer service, hingga tim warehouse. Beberapa lainnya berasal dari Indonesia untuk mentransfer pengetahuan dan keahlian terkait proses bisnis Jet Commerce.

“Tim di Vietnam dan Thailand bekerja menghadirkan solusi dan layanan untuk mewujudkan transformasi bisnis mitra brand kami dari konvensional menuju online, serta membangun kemampuan-kemampuan lainnya yang dibutuhkan mitra brand demi meningkatkan kepuasan konsumen,” ujar CEO Jet Commerce Oliver Yang.

Jet Commerce pertama kali hadir di Indonesia tahun lalu dengan nama J&T Alibaba, kemudian rebranding dengan nama sekarang sejak September 2017 berbarengan dengan dimulainya produk baru, yakni e-commerce enabler. Jet Commerce membantu brand mengembangkan bisnis e-commerce mereka melalui solusi end-to-end yang mengutamakan pengalaman pelanggan.

Terkait pertumbuhan industri e-commerce, riset Google-Temasek dalam laporan e-Conomy SEA 2018 mencatat nilai bisnis e-commerce di Asia Tenggara pada 2018 diprediksi mencapai US$ 23,2 miliar. Adapun Vietnam berada di posisi ketiga senilai US$2,8 miliar dan Thailand di posisi kedua senilai US$ 3 miliar setelah Indonesia yang memimpin dengan nilai US$12,2 miliar.

Kendati pertumbuhan e-commerce di masing-masing negara menunjukkan performa yang positif, pelaku e-commerce terutama brand harus siap mengatasi sejumlah kendala yang kerap dialami konsumen saat berbelanja online. Hasil survei Vietnam e-Commerce and Digital Economy Agency pada 2018 menunjukkan sebanyak 77% konsumen di Vietnam menghadapi masalah pada kualitas produk yang diterima.

Hal ini seringkali terjadi terutama jika konsumen berbelanja online di luar official store brand. Berikutnya, sebanyak 32% mengaku mendapatkan pelayanan pelanggan yang buruk dan 63% menilai kredibilitas penjual sebagai daya tarik mereka saat berbelanja online.

Rencana Sirclo Luncurkan Produk Baru dan Tambah “Fulfilment Center”

Memasuki tahun 2019, perusahaan teknologi penyedia solusi e-commerce Sirclo berencana untuk meluncurkan produk terbarunya yang diklaim mampu menjembatani kebutuhan klien dari UKM dengan bisnis besar. Setelah sebelumnya merilis Sirclo Store dan Sirclo Commerce, diharapkan produk baru ini bisa meluncur sekitar kuartal kedua 2019.

Secara khusus CEO Sirclo Brian Marshal menyebutkan, saat ini banyak klien Sirclo dari kalangan UKM hanya terbatas menggunakan situs saja, sementara untuk klien yang berasal dari perusahaan besar sudah memanfaatkan layanan end-to-end terpadu dari Sirclo, di dalamnya memiliki teknologi yang mampu menghubungkan mereka dengan marketplace.

“Sebenarnya di dalam end-to-end service tersebut, kami memiliki teknologi yang mampu menghubungkan ke marketplace. Teknologi tersebut awalnya kami gunakan secara in-house. Targetnya dalam waktu dekat kita ingin meluncurkannya sebagai produk terpisah,” kata brian.

Masih dalam proses uji coba, Brian dan tim ingin memastikan produk tersebut sudah siap saat diluncurkan. Nantinya UKM pun bisa memanfaatkan teknologi tersebut dengan mengoperasikan secara independen dengan teknologi yang langsung menghubungkan ke marketplace.

Fokus ke lini bisnis baru

Sejak diluncurkan pertengahan tahun 2018 lalu, Sirclo Store yang merupakan layanan SaaS untuk pembuatan situs toko online yang menyasar bisnis lokal skala kecil dan menengah, telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di tahun 2019 ini, Sirclo berencana untuk fokus untuk meningkatkan pengalaman pengguna dengan mempermudah tampilan UI/UX.

Selain itu Sirclo juga ingin fokus kepada penggunaan data dengan memaksimalkan penggunaan situs sendiri dari klien untuk bisa lebih mudah mempelajari dan mendapatkan data. Hal tersebut dinilai lebih memberikan manfaat dibandingkan jika memanfaatkan teknologi yang diberikan oleh marketplace yang kebanyakan data secara detail tidak bisa diperoleh oleh klien.

“Itulah yang kemudian menjadi tugas kami sebagai platform untuk bisa memfasilitasi banyak fitur yang bisa mengelola data tersebut untuk klien Sirclo,” kata Brian.

Terkait dengan Sirclo Commerce, di tahun 2019 ini Sirclo masih terus fokus kepada core strength mereka yaitu FMCG. Namun demikian untuk memperluas bisnis, Sirclo berencana untuk menambah lini baru yaitu fesyen. Saat ini Sirclo mengklaim telah memiliki brand fesyen besar seperti Eiger hingga Levi’s.

“Kami juga akan terus mengembangkan teknologi automation. Sesuai dengan latar belakang kami sebagai e-commerce enabler yang mulai dari teknologi bukan logistik seperti yang banyak dilakukan oleh e-commerce hingga e-commerce enabler lainnya,” kata Brian.

Secara keseluruhan Sirclo saat ini telah memiliki sekitar 1000 pelanggan berbayar dan 40 klien yang mewakili sekitar 150 brand. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat. Sirclo juga memiliki ambisi untuk menjadi pemain unggulan di pasar global. Di pasar lokal sendiri Sirclo mengklaim sudah menjadi nomor satu mengalahkan pesaing lainnya di Indonesia.

Melakukan ekspansi fulfilment center

Rencana lain yang juga tengah dijajaki oleh Sirclo adalah menambah jumlah fulfilment center di Indonesia. Saat ini selain di BSD, Sirclo juga telah memiliki gudang di Jakarta Pusat, Yogyakarta hingga Bandung. Selanjutnya Sirclo juga memiliki rencana untuk menambah fulfilment center di kota-kota besar lainnya.

Salah satu alasan mengapa Sirclo fokus untuk menambah jumlah gudang adalah demi memudahkan klien memberikan layanan dan pengiriman barang yang cepat dan tertata dengan baik prosesnya.

“Ke depannya saya melihat tren pengiriman bukan lagi lebih dari 1-2 hari delivery, namun sudah same day delivery memanfaatkan layanan on-demand seperti Go-Jek dan Grab. Di situlah Sirclo bisa membantu proses tersebut menjadi lebih lancar dengan memanfaatkan fulfilment center yang lebih tersebar. Bukan hanya di satu titik, namun titik lainnya yang dinilai memiliki potensi sebagai fulfilment center,” kata Brian.

Disinggung apakah Sirclo berencana untuk kembali melakukan penggalangan dana, Brian mengungkapkan memiliki rencana untuk melakukan fundraising tahun ini. Meskipun enggan untuk menyebutkan siapa investor yang nantinya akan terlibat dalam penggalangan dana tersebut, namun Brian menegaskan saat ini masih dalam proses penjajakan dengan beberapa investor. Sebelumnya Sirclo telah mendapatkan pendanaan Seri B.

“Kami selalu berupaya untuk membina hubungan yang long term dengan investor kami, di antaranya adalah dengan East Ventures dan juga Sinar Mas, mereka selalu mendukung kami di semua tahapan penggalangan dana Sirclo,” kata Brian.

Layanan “E-Commerce Enabler” Jet Commerce Umumkan Rencana Ekspansi ke Malaysia dan Filipina

Jet Commerce siap mengembangkan cakupannya ke dua negara baru, yakni Malaysia dan Filipina, pada tahun depan seiring mewujudkan ambisinya sebagai pemain “e-commerce enabler” terdepan di regional. Perusahaan telah mengoperasikan bisnisnya di Thailand dan Vietnam baru-baru ini. Sudah ada tim lokal yang ditempatkan di negara tersebut untuk mengembangkan bisnis.

CEO Jet Commerce Oliver Yang menuturkan, Thailand dan Vietnam merupakan dua negara yang pertama kali disambangi lantaran kedua negara tersebut memiliki kondisi yang mirip dengan Indonesia. Di samping itu, ada permintaan dari sisi mitra brand global yang menginginkan kehadiran perusahaan di negara tersebut.

“Jet Commerce ingin menjadi pemain terdepan di regional, sudah ada sejumlah rencana yang kami siapkan. Nanti di tiap negara akan menangani solusi ‘e-commerce enabler’ yang dihadapi brand untuk kepuasan konsumennya,” terangnya Oliver kepada DailySocial.

Meskipun demikian, Oliver enggan membeberkan investasi yang disiapkan untuk melancarkan seluruh strategi ekspansinya tersebut.

Jet Commerce pertama kali hadir di Indonesia tahun lalu dengan nama J&T Alibaba, kemudian rebranding dengan nama sekarang sejak September 2017 berbarengan dengan dimulainya produk baru, yakni e-commerce enabler. Jet Commerce mengawali bisnisnya sebagai mitra resmi Alibaba.com di Indonesia yang menghubungkan penjual lokal dengan pembeli internasional dari seluruh dunia.

Dalam model bisnis ini, Jet Commerce menggaet mitra UKM yang siap ekspor untuk memasarkan produknya lewat Alibaba.com. Mereka juga mengadakan workshop secara rutin untuk membantu UKM paham menggunakan platform Alibaba.com. Meskipun demikian, Jet Commerce tidak ikut berpartisipasi dalam kesepakatan pembelian karena sepenuhnya dilakukan di luar platform.

“Untuk produk ini, kami hanya mengedukasi mitra UKM agar paham menggunakan platform Alibaba.com karena umumnya ada keterbatasan penguasaan bahasa Inggris. Apabila ada deal dengan pembeli internasional kami tidak ikut campur karena Alibaba.com itu kan platform B2B sehingga prosesnya di luar platform.”

Terhitung kurang lebih ada 400 mitra UKM di seluruh Indonesia yang telah tergabung dalam platform B2B Alibaba.com.

Mirip dengan konsep Alibaba

Konsep e-commerce enabler ini, menurut Oliver, diinspirasi dari apa yang dilakukan Alibaba dalam membangun ekosistem di masing-masing unit bisnisnya. Salah satunya adalah Tmall, platform ritel e-commerce B2C. Dalam model bisnisnya, Tmall sebagai platform terbuka menyediakan infrastruktur untuk membantu brand mengoperasikan etalase toko digitalnya.

Brand dapat mendesain tata letak desain etalase yang diinginkan, integrasi sistem, pemasaran produk, layanan pra purna jual, manajemen inventaris dan pergudangan, sampai memproses pesanan yang masuk. Semua layanan tersebut sudah disediakan Tmall dan dibantu ekosistem Alibaba.

Oleh karena itu, Jet Commerce mantap untuk mengadopsi konsep e-commerce enabler sebagai pengembangan layanannya. Ditegaskan kembali bahwa antara Alibaba dengan Jet Commerce hanya sebatas pada mitra resmi, tidak ada penempatan saham sama sekali.

Diklaim pendekatan Jet Commerce berbeda dengan apa yang ditawarkan pemain lain yang kebanyakan fokus pada fulfilment dan warehousing. Perusahaan juga menawarkan solusi front-in untuk para brand, mulai dari strategi pemasaran digital, mengelola akun official store di berbagai platform marketplace, dan lainnya yang bermuara pada cara menjaga kepuasan konsumen.

Ada tim dedicated yang disiapkan Jet Commerce untuk melayani tiap brand, apa saja kebutuhan mereka dan inisiatif seperti apa yang perlu dilakukan.

Produk tiap brand disimpan di warehouse Jet Commerce yang berlokasi di Daan Mogot, Jakarta Barat, seluas empat ribu meter persegi. Pengiriman last mile dilakukan mitra logistik yang dipilih konsumen.

Disebutkan Jet Commerce telah bermitra dengan 20 brand global, seperti Mattel, Shiseido, MamiPoko, Oppo, Mustika Ratu, Colgate, dan sebagainya. Oliver menargetkan setidaknya ada tambahan 20 brand global yang bermitra dengan perusahaan.

Untuk mendukung rencana tersebut, pihaknya sedang mempersiapkan tambahan gudang yang siap ditempatkan di sekitar Jawa demi mendukung efisiensi ongkos pengiriman ke tempat tujuan.

“Indonesia butuh lebih banyak pemain ‘e-commerce enabler‘. Di Cina saja ada sekitar 1000 pemain dengan menawarkan berbagai solusi. Di Indonesia, kami ingin menjadi pemain yang fokus pada kepuasan konsumen. Orang Indonesia itu mudah percaya dan itu yang ingin kembangkan dengan packaging dan pelayanan lebih menarik buat mereka,” pungkasnya.

aCommerce Aims for IPO in 2020

aCommerce, along with the fifth anniversary, revealed the plan to release an initial public offering (IPO) by 2020. Later, the fund raised from IPO will be focused on unified data platform development to tighten aCommerce position as a data management partner for top-tier brands in Southeast Asia.

Looking back to when aCommerce first established in 2013 in Thailand, providing an integrated solution as an e-commerce channel (retail solution, marketing, and distribution). In the last five years, the Bangkok-based company has intensified expansion. Aside from Thailand, they’re also expanding to Indonesia, the Philippines, Singapore, and Malaysia.

Trusted by brands as big as Unilever, L’Oreal, and HP has made aCommerce grow rapidly, from startup to enterprise. In its fifth year, the company claims to advance by 750%, supporting more than 260 top-tier global brands. Through its service, aCommerce managed to handle 13.19 million orders, with over 1200 employees in 5 offices and 15 logistics center.

Data becomes one of the focus for development in aCommerce. Previously, they also released the data-driven demand generation, such as ecommerceIQ, ReviewIQ, BrandIQ, ChannelIQ, and CustomerIQ. The objective is to help brand optimizing its e-commerce.

“The number of customers data which currently ‘floating’ is big. The data should be able to be used by everyone for optimization, but nobody has it integrated into one platform,” Paul Srivorakul, aCommerce’s Group CEO and Co-Founder, said.

He added, “With the capital raised through IPO, aCommerce plans a mission to manage the information and plays a role as a data partner for brands. Our main objective is for brands to come and collect the centralized data of a customer, and finally be able to offer customized products or services for each group targeted.”

The mission goes along with a survey conducted by ecommerceIQ. In its result, 25,8% of brands are looking for digital talents with data analytic expertise to support the business strategy. Moreover, data management can be optimized with technology, and aCommerce wants to be involved.

Currently, aCommerce has raised a total funding of $96.5 million (worth IDR 1.4 trillion) from some investors include Emerald Media by KKR, BlueSky, DKSH, InspireVentures, Sinarmas, and NTT Docomo. The latest one was acquired at the end of 2017 in Series B round.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

aCommerce Rencanakan IPO Tahun 2020

Bersamaan dengan perayaan ulang tahun kelima, aCommerce mengungkapkan rencana merilis penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) di tahun 2020 mendatang. Nantinya dana yang didapat dari IPO akan difokuskan untuk pengembangan unified data platform sehingga menguatkan posisi aCommerce sebagai data management partner bagi brand terkemuka di Asia Tengara.

Menilik sejenak ke belakang, aCommerce dimulai pada tahun 2013 di Thailand, menyediakan solusi terpadu berupa kanal e-commerce (solusi ritel, pemasaran, dan distribusi). Dalam lima tahun terakhir, perusahaan bermarkas pusat di Bangkok tersebut terus menggencarkan ekspansi. Selain Thailand, sampai saat ini sudah menguatkan kehadirannya di Indonesia, Filipina, Singapura dan Malaysia.

Kepercayaan brand besar sekelas Univeler, L’Oreal, hingga HP membuat aCommerce bertumbuh pesat, dari startup menjadi enterprise. Di tahun kelima, perusahaan mengklaim telah mengalami pertumbuhan hingga 750%, melayani lebih dari 260 brand global terkemuka. Melalui solusinya, aCommerce berhasil melayani 13,19 juta pesanan, didukung lebih dari 1200 karyawan di 5 kantor dan 15 pusat logistik.

Data memang menjadi salah satu fokus pengembangan di aCommerce. Sebelumnya mereka juga telah merilis produk berbasis data-driven demand generation, seperti ecommerceIQ, ReviewIQ, BrandIQ, ChannelIQ, dan CustomerIQ. Tujuannya untuk membantu brand mengoptimalkan bisnis e-commerce mereka.

“Jumlah data pelanggan yang saat ini sedang ‘melayang di udara’ sangat besar. Sebenarnya data ini bisa digunakan semua orang untuk dioptimalkan, tapi belum ada yang mengintegrasikan di satu platform,” ujar Group CEO dan Co-Founder aCommerce Paul Srivorakul.

Paul melanjutkan, “Dengan kapital yang dikumpulkan melalui IPO, aCommerce memiliki misi untuk mengelola bongkahan informasi tersebut dan berperan sebagai data partner bagi para brand . Tujuan utama kami adalah agar brand dapat datang ke kami untuk mendapatkan data yang tersentralisasi tentang seorang pelanggan dan pada akhirnya mampu menawarkan produk atau jasa yang terkustomisasi untuk masing-masing grup yang mereka targetkan.”

Misi tersebut sejalan dengan survei yang pernah dilakukan ecommerceIQ. Dalam temuannya dinyatakan 25,8% brand mencari talenta digital dengan kemampuan analisis data untuk membantu menguatkan strategi bisnis. Sementara pengelolaan data bisa dioptimasi dengan teknologi, dan aCommerce ingin masuk ke dalamnya.

Saat ini aCommerce sudah membukukan total pendanaan senilai $96,5 juta (atau senilai 1.4 triliun Rupiah) dari beberapa investor, termasuk Emerald Media milik KKR, BlueSky, DKSH, Inspire Ventures, Sinarmas dan NTT Docomo. Pendanaan terakhir didapat akhir 2017 lalu dalam putaran seri B.

E-commerce Enabler “Egogohub” Introduces Service in Indonesia

After launching its service in Hong Kong, Taiwan, and Singapore, Egogohub, a brand company and e-commerce enabler, introducing its service in Indonesia. Making growth hacking as its main concept, Egogohub intends to provide end-to-end (E2E) solutions to online shop owners and e-commerce merchants in Indonesia. Next, they plan to expand into Vietnam.

“Located in three countries allows local business players to market their products regionally. Also for non-local companies expecting to penetrate in Indonesia,” Benny Tanadi, Egogohub Indonesia’s President Director said.

Growth hacking as the main strategy

Founded in 2017, Egogohub focused on helping online players for product marketing and business development using 50 expert teams. Egogohub specifically targeting the SMEs and large brands.

“Based on Facebook’s survey, Indonesia is a country with the highest conversion in global. In addition, it’s more accessible to establish a business. Unlike China, which getting more competitive in business,” Kevin So, Egogo’s Group CEO, said.

Not only having warehouse, packaging, and 3PL system connections which delivery can be monitored in real time, Egogohub also has customer service officers which can be used by online stores to respond faster to potential buyers. Egogohub also has other services, such as social media, SEO, digital design, content marketing, e-mail marketing, website design, and Pay-Per-Click (PPC).

With variant services, Egogohub is able to help business owners to develop better business significantly. It’s not only focused on brand awareness but also on how to gain more income.

“Unlike the other services which only have certain parts in its solution offers, Egogohub provides E2E solutions with growth hacking method,” he added.

Partners with top-tier e-commerce services

Aside from targeting business owners selling products through social media or offline businesses, Egogohub has established partnerships with some leading marketplaces in Indonesia, including Tokopedia, Lazada, Bukalapak, Shopee, Blibli, and JD.id.

Every merchant in the service can directly work with the experts in Egogohub. In Indonesia, they will compete with other e-commerce enabler companies, such as aCommerce and 8commerce.

“We realize that there are some companies still having difficulty to develop company while maintaining a relationship with customers, Egogohub wants to provide integrated solutions for companies to accelerate their business growth,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Layanan “E-commerce Enabler” Egogohub Resmi Beroperasi di Indonesia

Setelah meluncurkan layanan di Hong Kong, Taiwan, dan Singapura, Egogohub, sebuah perusahaan brand and e-commerce enabler, meresmikan kehadirannya di Indonesia. Mengedepankan konsep growth hacking, Egogohub ingin memberikan jasa solusi end-to-end (E2E) kepada pemilik online shop dan merchant layanan e-commerce di Indonesia. Setelah Indonesia, Egogohub berencana melakukan ekspansi ke Vietnam.

“Lokasi yang sudah tersebar di tiga negara memungkinkan untuk pemilik bisnis lokal memasarkan produk mereka secara regional. Demikian juga dengan perusahaan asing yang ingin masuk ke Indonesia,” kata Presiden Direktur Egogohub Indonesia Benny Tanadi.

Mengedepankan strategi growth hacking

Didirikan sejak tahun 2017, fokus Egogohub adalah membantu pemilik bisnis untuk memasarkan produk dan mengembangkan bisnis memanfaatkan 50 tim ahli di Egogohub. Secara khusus Egogohub menargetkan para pemilik bisnis, mulai dari UKM hingga brand besar.

“Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Facebook, Indonesia merupakan negara yang memiliki konversi tertinggi secara global. Selain itu Indonesia juga lebih aksesibel untuk mendirikan sebuah bisnis. Berbeda dengan Tiongkok yang semakin ketat persaingan bisnisnya,” kata CEO Egogo Group Kevin So.

Selain memiliki gudang, pengemasan, dan 3PL system connection yang bisa dimonitor secara real time pengirimannya, Egogohub juga memiliki tenaga layanan pelanggan yang bisa dimanfaatkan pemilik toko online untuk mempercepat respon kepada calon pembeli. Egogohub juga memiliki layanan lainnya seperti, media sosial, layanan SEO, digital design, content marketing, e-mail marketing, website design dan Pay-Per-Click (PPC).

Dengan varian layanan tersebut, Egogohub mampu membantu pemilik bisnis meningkatkan pertumbuhan bisnis secara nyata. Tidak lagi hanya fokus tentang brand awareness, tetapi bagaimana mendapatkan pendapatan yang lebih baik.

“Berbeda dengan layanan lainnya yang hanya memiliki bagian tertentu saja dalam menawarkan solusinya, Egogohub hadir menawarkan solusi E2E dengan metode kerja growth hacking,” kata Benny.

Bermitra dengan layanan e-commerce besar

Selain menargetkan pemilik bisnis yang berjualan melalui media sosial atau masih menjalankan bisnis secara offline, Egogohub telah menjalin kemitraan dengan sejumlah marketplace terkemuka di Indonesia, termasuk Tokopedia, Lazada, Bukalapak, Shopee, Blibli dan JD.id.

Setiap merchant di layanan tersebut bisa langsung memanfaatkan tenaga ahli yang dimiliki Egogohub. Di Indonesia sendiri mereka akan berkompetisi dengan layanan e-commerce enabler lain yang telah lebih dulu hadir, seperti aCommerce dan 8commerce.

“Kami menyadari saat ini masih banyak perusahaan yang kesulitan untuk mengembangkan perusahaan sekaligus membina relasi dengan pelanggan, Egogohub ingin memberikan solusi terpadu untuk perusahaan mempercepat pertumbuhan bisnis mereka,” kata Benny.

MDI Ventures Leads Series C Funding Worth of 57 Billion Rupiah for Singapore’s E-commerce Enabler Anchanto

MDI Ventures leads the series C funding for Anchanto. The amount invested for the Singapore-based company was worth $4 million (or 57,5 billion Rupiah). Anchanto receives a Series B funding from Transcosmos Inc Japan and Luxasia Group in May 2017. Anchanto SaaS platform connects users, either corporate or SMEs, for over 70 online channels.

Anchanto is the SaaS developer for e-commerce technology. Its products include logistics management services, warehousing, catalogs, also multi-channel sales to help brands, retails, sellers, and distributors, in improving the e-commerce capabilities. Outside Singapore, Anchanto currently has representative offices in several countries, including Indonesia, Malaysia, Philippines, India, and Australia.

Anchanto was founded by Vaibhav Dabhade in June 2011 with a vision to improve e-commerce customers experience through software solution. With this Series C funding. the company expects to optimize investment for market expansion and tighten its position in SEA’s regional market.

“Collaboration with Telkom Indonesia and MDI investment is Anchanto’s basic strategy in Indonesia. Through this partnership, we aim to bring thousands of Indonesia’s SMEs and companies to join e-commerce potential,” Dabhade said.

Dabhade also mentioned about DELON (Online Logistics Depo), the logistics fulfillment service utilized by Telkom and POS Indonesia that’s running on top of Anchanto eWMS platform. Anchanto is expected to be a digital solution for sales channels, enabling entrepreneurs to scale up business in SEA’s largest e-commerce market.

“Telkom Group will use Anchanto technology to provide O2O solution integration and e-logistic, including capabibility for cross-border delivery, multi-location warehousing, enabling companies to reach global market using SelluSeller and eWMS,” Natal Iman Ginting, Managing Director of Metra Logistics (Telkom Indonesia’s Logistics Division), added.

SelluSeller is one of Anchanto’s unique product accessible for sellers and brands to provide the software solution for management inventory, order, and catalogs. The product is complementing other solution for B2B and B2C, namely eCommerce SaaS Warehouse Management System (eWMS) integrated with Management System (IMS) and Order Manaagement System (OMS).

Nicko Widjadja, CEO and Investment Director of MDI Ventures said, this investment will complete their end-to-end solution for the current e-commerce business in their portfolio, including to create a national e-commerce ecosystem. MDI was previously involved in funding for other e-commerce enabler funding, like aCommerce and Paket ID

“The investment compliments our efforts in the e-commerce sector, handling Indonesia’s unique logistic market segment with a different approach. Logistics technology has great potential to improve e-commerce landscape in Indonesia. As products become more diverse, e-commerce will need to optimize the supply chain for fast delivery to customers. eWMS Anchanto provides one of the best system to synchronize across warehousing, transportation, and analysis system,” Widjadja explained.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian