Rachmat Kaimuddin dan Ambisi Bukalapak Menuju “Sustainable Company”

Suksesi menjadi suatu hal yang langka di antara startup, apalagi startup unicorn Indonesia. Meskipun demikian, Bukalapak menyadari pihaknya perlu memiliki pemimpin baru demi mencapai tahap yang lebih tinggi.

Dalam rangka menuju perusahaan yang sustainable, Rachmat Kaimuddin dipercaya para Founder untuk memimpin layanan marketplace Bukalapak bertepatan umur perusahaan yang ke-10.

Ia datang dari kalangan profesional dengan berbagai pengalaman kepemimpinan di lintas industri. Terakhir ia menjabat sebagai Direktur Keuangan dan Perencanaan di Bank Bukopin.

Rachmat memulai karier sebagai Senior Associate di salah satu firma manajemen konsultan, Boston Consulting Group. Tempat itu juga pernah disinggahi M Fajrin Rasyid sebelum merintis Bukalapak bersama Achmad Zaky dan Nugroho Herucahyono.

Dalam sesi wawancara singkat bersama DailySocial, Rachmat mengaku memimpin perusahaan teknologi sebenarnya bukan target perjalanan kariernya. Ia mengidamkan suatu pekerjaan yang memberinya kesempatan untuk menciptakan suatu dampak sosial secara langsung.

“Ada kesempatan yang kebetulan sejalan dengan cita-cita saya, enggak tahu kapan ini akan ada lagi. Ini bukan soal Bukalapak yang cool [karena perusahaan teknologi] atau unicorn saja, tapi sebagai perusahaan yang bisa create a lot of impact dan sepertinya saya bisa berkontribusi dan kesempatannya [untuk melakukan itu] ada,” ujarnya, Jumat (10/1).

Secara garis besar, penunjukan Rachmat diarahkan untuk fokus pada tiga hal. Memastikan Bukalapak sebagai organisasi yang sustainable, memiliki sumber daya yang kuat dan memberikan manfaat kepada semua stakeholders, memperluas jangkauan UMKM secara nasional dan internasional, online dan offline, melalui teknologi dan inovasi.

Terakhir, menjadikan perusahaan sebagai tempat bagi para talenta-talenta kebanggaan negara untuk belajar, berkarya, dan bermanfaat bagi negara. Dengan demikian, Bukalapak dapat meneruskan perjalanannya sebagai perusahaan yang bisa bertahan lebih dari satu abad, probabilitas tersebut hanya 0,0045% secara global.

“Saya datang ke organisasi yang sudah besar, lebih mature untuk governance, risk compliance, infrastruktur perusahaan yang typically harus dibangun juga. Hal-hal tersebut yang secara implisit yang mereka [founder dan pemegang saham] harapkan dari saya.”

Di bawah kepemimpinan Rachmat, dia memastikan tetap menjaga visi dan misi perusahaan. Terlebih para founder Bukalapak sendiri masih aktif dan menjalankan tugasnya masing-masing sesuai kapasitasnya.

Bersama Fajrin yang menjadi Presiden Bukalapak, ada sejumlah pembagian tugas. Rachmat akan bertanggung jawab pada keseluruhan perusahaan. Sementara Fajrin akan bertanggung jawab untuk hubungan eksternal, kepatuhan tata kelola, compliance, dan legal.

Salurkan pengalaman untuk Bukalapak

Simbolis Penyerahan Tugas CEO dari Achmad Zaky ke Rachmat Kaimuddin / Bukalapak
Simbolis Penyerahan Tugas CEO dari Achmad Zaky ke Rachmat Kaimuddin / Bukalapak

Status Bukalapak bukan lagi startup. Masuk ke tahun ke-10, perusahaan mencapai milestone dengan lebih dari 70 pengguna dan kunjungan ke aplikasi tembus 420 juta kali per bulan. Ada lima juta pelapak dan tiga juta Mitra Bukalapak telah bergabung.

Secara catatan keuangan diklaim cukup baik dengan membawa valuasi mencapai $2,5 miliar. Per 12 Desember 2019, perusahaan mencatat peningkatan transaksi sebesar 30% secara year-on-year, sekaligus menjadi transaksi tertinggi sepanjang berdiri.

Seluruh kinerja tersebut tidak bisa dianggap sebelah mata artinya semakin banyak orang yang menggantungkan hidupnya lewat Bukalapak. Artinya untuk bertahan di tahap selanjutnya, Bukalapak harus memperkuat infrastruktur dan menjadi sustainable, dengan tanpa menafikkan jiwa startup yang menjadi DNA perusahaan.

Di samping itu, tidak semua startup mencapai status unicorn, sehingga bisa dikatakan ini adalah aset nasional. Ada tanggung jawab moral untuk sukses dan membanggakan negara.

Rachmat sendiri berlatar belakang pendidikan engineering dan finance. Banyak hal yang diajarkan dan mampu menggiringnya saat pemimpin perusahaan. Engineer mengajarkan soal logika, melihat sesuatu yang kompleks untuk disimplifikasi.

Dari situ, ia belajar untuk selalu menganalisis masalah sehingga tidak pernah takut ketika melihat sesuatu yang sulit. Sementara, ilmu finance bukan hanya soal hitung-hitungan angka saja, benang merah di dalamnya adalah membantu dalam mengambil keputusan bisnis terefektif buat perusahaan.

“Jadi dari ilmu-ilmu dasar, so far saya bisa [pimpin] apapun bisnisnya, selama ini saya pindah-pindah industri di kasih role macam-macam, alhamdulillah bisa survive dan selalu dapat support.”

Ilmu dasar itu juga turut membantunya, terutama saat memimpin bank. Dari situ membuat pemahamannya tentang risiko, compliance cukup matang dan bisa disalurkan untuk Bukalapak.

“Ada risk itu maksudnya buat rem, penanda bahwa kalau mau kencang tidak kebablasan karena remnya blong. Perusahaan ini mau ngebut, dengan pengalaman di governance risk dan compliance, saya bisa bantu itu.”

Begitupun pengalamannya saat memimpin perusahaan di sektor riil, bidang jasa dan manufaktur, pemahamannya untuk mata rantai dari sisi produsen cukup dalam.

“Pengalaman-pengalaman tersebut akan saya salurkan untuk Bukalapak. Basic-basic logic dan leadership pun juga, rambut putih dan semakin menipis ini saya harap bisa berguna buat teman-teman [di Bukalapak].”

Gaya kepemimpinan yang ia terapkan baik di perusahaan sebelumnya dan di Bukalapak sendiri juga memiliki kemiripan. Ia menganut konsep open egaliter, tidak menempatkan diri sebagai bos melainkan sebagai rekan kerja, dan komunikasi terbuka.

“Kebetulan di sini budaya komunikasinya sangat fluid, di tempat saya sebelumnya juga sudah terapkan untuk tim, bisa mengutarakan apa saja assume punya niat baik buat organisasi, jadi saya meneruskan apa yang sudah dibentuk.”

Strategi perusahaan berikutnya

Komposisi C-Suite Level Bukalapak di HUT ke 10 Bukalapak / Bukalapak
Komposisi C-Suite Level Bukalapak di HUT ke 10 Bukalapak / Bukalapak

Ia meyakini di bawah kepemimpinannya Bukalapak akan menjadi perusahaan yang sustainable, bisa mencetak profit dan pertumbuhan bisnis yang signifikan sehingga tidak perlu suntikan dana. Kondisi tersebut kontras dengan apa yang terjadi saat ini, bertentangan dengan konsep sustainable.

Menurutnya, hal itu sangat memungkinkan apabila dapat menciptakan formula model bisnis yang tepat. Pertumbuhan antara revenue dan pemasukan bisa lebih tinggi melampaui daripada pertumbuhan biaya dan pengeluaran. Ketika kurva melewati itu, niscaya impian Bukalapak untuk menjadi perusahaan yang sustainable dapat terwujud.

“Kita akan cari mana yang bisa menghasilkan dan digenjot. Banyak perusahaan yang dapat terus tumbuh dan profit, jadi saya lihat itu bukan sesuatu yang enggak mungkin [buat perusahaan teknologi].”

Namun bukan berarti, menuju perusahaan yang sustainable, harus kembali melakukan layoff. Rachmat memastikan keputusan itu tidak kembali diambil seperti pada tahun lalu. Pada manajemen sebelumnya ada penataan internal yang mengharuskan keputusan tersebut harus diambil. Sekarang Bukalapak memiliki sekitar 2.100 karyawan.

I think we’re done. Tahun 2019 ada ups dan downs, tahun ini kita makin optimis, sekarang baru awal tahun dan hari masih panjang.”

Terhadap peta persaingan e-commerce, sambungnya, tidak membuat dia khawatir. Masing-masing pemain punya pangsa pasarnya masing-masing, begitupun Bukalapak. Secara statistik pun, baru lima persen usaha mikro dan kecil yang baru tersentuh digital.

Semakin naik angka tersebut, tentu akan semakin banyak value baru, pasar baru, dan produk baru yang bisa dijual. Belum tentu semua hal tersebut terpikirkan akan terjadi di masa depan. “Kita istiqomah. Apa yang kita lihat dan benar akan push ke sana dan tentunya dengan perhitungan dan perencanaan yang matang.”

“Saya selalu bilang we have to be the best version of ourselves. Kita enggak bisa jadi orang lain. Bukalapak ini terlahir 10 tahun lalu demi misi tertentu, kita harus terus berkembang ke arah yang lebih baik setiap hari untuk melayani user kita,” tutupnya.

Mbiz Siapkan Strategi Menuju Profitabilitas di Tahun 2021

Platform e-procurement b2b Mbiz membidik cetak laba pada dua tahun mendatang, seiring optimisme pertumbuhan bisnis perusahaan tiap tahunnya konsisten mencapai dua sampai tiga kali lipat.

CEO Mbiz Rizal Paramarta menjelaskan optimisme timbul karena model bisnis perusahaan adalah b2b, sehingga strategi bakar duit bukan motor utama dalam menggerakkan pertumbuhan bisnisnya.

Disebutkan sekitar 80% dari total pengeluaran perusahaan adalah gaji karyawan. Ini memperlihatkan budget untuk pemasaran tidak signifikan karena perusahaan tidak memberikan subsidi untuk penjual.

Meski tidak memberikan data pendukung, Rizal mengklaim pertumbuhan tahunan di Mbiz cukup konsisten sekitar dua sampai tiga kali lipat dan margin kotor di atas 5%. Momentum tersebut membuat perusahaan optimis bisa cetak laba pada 2021 mendatang, dimulai dengan cetak pertumbuhan bersih arus kas di tahun depan.

Growth kita tidak seperti b2c atau c2c yang 20 kali lipat setahunnya, tapi lebih 2-3x lipat, ini lebih rasional dan sehat. Mungkin penghambat pertumbuhan kita adalah ketersediaan modal kerja karena semuanya rasional, buyer dan seller kita konservatif juga,” ujar Rizal, Jumat (27/12).

Dia menambahkan, “Mungkin dengan momentum pertumbuhan 2-3 kali lipat ini, tahun depan kita bisa cash flow net growth, baru tahun depan lagi sudah net income positif.”

Dalam rangka menuju ambisi tersebut, perusahaan akan mulai rambah segmen hilir dengan bermain di segmen saluran penjualan dan distribusi (sales and distribution channel). Selama ini Mbiz fokus ke bagian hulu, bermain di solusi e-procurement saja.

Dengan saluran distribusi yang efisien dan tepat, maka proses bergeraknya barang atau jasa menuju target konsumen akan berjalan baik pula. Pasalnya tujuan dari distribusi itu sendiri adalah memastikan ketersediaan produk di semua saluran distribusi dapat lebih mudah dijangkau konsumen saat dibutuhkan.

Strategi ini sekaligus melengkapi rangkaian layanan bisnis dalam Mbiz, perusahaan sudah mengembangkan saluran distribusi bersama dengan mitranya. Di samping itu, Rizal mengaku perusahaan akan melengkapi layanan asuransi untuk memastikan layanan yang menyeluruh setiap transaksi yang masuk.

“Ekosistem e-procurement tidak hanya menyangkut buyer dan seller saja, tapi menyangkut seluruh aktor pelaku usaha di dalamnya, yang paling konkret adalah dengan Investree. Untuk asuransi, kita mau lengkapi hingga mencakup asuransi shipping.”

Bersama investornya, Investree, Mbiz akan melengkapi produk pembiayaan yang disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Dia menyebut ada enam atau tujuh produk pembiayaan yang siap ditawarkan pada tahun depan. Untuk tahap awal realisasi produk yang baru disediakan adalah pemberian modal kerja.

Investree sendiri punya beberapa produk pembiayaan, di antaranya invoice financing, buyer financing, online seller financing, dan pembiayaan berlandaskan asas syariah.

“Kita ingin pembiayaan untuk vendor kami berjalan seamless karena data transaksi, akta perusahaan, sudah tercatat, sehingga terlihat size bisnisnya seperti apa. Hopefully dalam waktu singkat proses pencairan dapat lebih cepat karena proses sudah hampir instan.”

Mbiz punya dua produk, yakni Mbiz.co.id dan Mbizmarket. Keduanya menyasar segmen pembeli yang berbeda. Mbiz.co.id lebih diarahkan untuk perusahaan skala besar, sementara satunya lagi untuk segmen UKM dengan skala bisnis lebih kecil.

Per tahun lalu, kinerja Mbiz.co.id sejak diluncurkan tiga tahun lalu, telah menggaet lebih dari 350 konsumen korporat, mayoritas adalah perusahaan blue chip, BUMN, Tbk. dan multi internasional. Ada lebih dari 3400 vendor menyediakan 100 ribu SKU yang terdiri dari 11 kategori.

Platform ini mencatatkan NMV (Net Merchandise Value) lebih dari Rp2 triliun dengan rata-rata purchase order Rp70 juta.

Pada pertengahan tahun ini, perusahaan menjalin kemitraan dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk integrasi Mbiz.co.id mendukung penerapan e-procurement.

Masuk ke Indonesia, Startup Logistik Janio Buka Peluang Pengiriman Produk E-commerce Lintas Negara

Digitalisasi logistik yang menyeluruh tidak hanya dari first atau last mile saja, tapi juga menyangkut bagaimana transaksi lintas batas negara bisa dipenuhi. Solusi ini belum menjadi perhatian para pemain startup karena banyak regulasi yang harus dipenuhi.

Ranah tersebut biasanya dimainkan oleh pemain incumbent seperti DHL dan FedEx. Kedua perusahaan ini lebih mengandalkan pada kekuatan aset berat dan sumber daya manusia yang berjumlah besar. Alhasil mengakibatkan harga pengiriman yang mahal, sementara konsumen tidak punya alternatif pilihan.

Peluang tersebut ingin digarap oleh startup logistik asal Singapura Janio. Startup ini mengadopsi pendekatan aset ringan dengan teknologi untuk mengintegrasikan ekosistem dengan para pemain logistik dalam berbagai rantai pasok, ketimbang menambah lebih banyak aset berat.

Kepada DailySocial, Co-Founder & COO Janio Syed Ali Ridha Madihid menjelaskan, bisnisnya mengoptimalkan kapasitas yang ada di pasar daripada bersaing secara langsung dengan pemain lama. Pihaknya bekerja sama dengan banyak perusahaan logistik yang ahli di berbagai proses pengiriman internasional, sehingga beroperasi sebagai jaringan lintas batas regional.

“Kami percaya bahwa kolaborasi teknologi sentris adalah kunci untuk menciptakan situasi dan nilai yang saling menguntungkan,” ujarnya.

Janio menggabungkan pelacakan real time, analisis terstruktur, dan komunikasi khusus pengiriman untuk membantu pengiriman paket lebih sederhana, namun akurat dalam sebuah platform terpusat.

Di dalam platform tersebut, berisi informasi saat barang masuk gudang, pengiriman first mile, proses bea cukai di bandara udara asal dan tujuan, distribusi, hingga pengiriman last mile. Layanan ini bisa dipakai untuk bisnis UKM maupun korporasi yang memulai ekspansi bisnis secara internasional.

Mitra perdana Janio untuk korporasi lokal adalah Bukalapak dalam layanan BukaGlobal. Janio menyediakan solusi pengiriman dan edukasi bagi para merchant Bukalapak yang ingin perdalam pemahaman mereka tentang pasar internasional.

“Saat ini kami mendukung BukaGlobal dengan pengiriman ekspor di lima jalur, yaitu dari Indonesia ke Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Hong Kong, dan Taiwan.”

Adapun, Janio sendiri menyediakan pengiriman hingga 12 negara, dari Asia Tenggara, hingga Korea Selatan, Jepang, Australia, dan Tiongkok.

Bermitra dengan idEA

Pada awal Desember 2019, Janio melakukan kemitraan dengan Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) untuk bantu pelaku lokal masuk ke pasar internasional. Ali menjelaskan, dalam kemitraan ini Janio menjadi expertise dalam bidangnya mengadakan berbagai lokakarya dan acara gabungan untuk memberikan wawasan agar mereka berhasil mengembangkan bisnisnya.

Pihaknya menyadari bahwa pengiriman e-commerce lintas negara lebih kompleks daripada di dalam negeri, oleh karenanya perlu bantuan dari kepentingan ekosistem utama seperti idEA dan keahlian dari pihak swasta untuk mengatasi isu tersebut.

“Kami berharap dapat lebih membantu pelaku usaha e-commerce Indonesia dengan mengatasi semua masalah yang mungkin mereka hadapi dalam ekspansi ke luar negeri.”

Di luar itu, komitmen Janio untuk pengembangan ekosistemnya adalah menyediakan volume impor internasional untuk pemain logistik Indonesia. Mitra dapat memanfaatkan jaringan regional Janio untuk memberikan jangkauan layanan yang lebih besar kepada klien mereka sendiri.

Dia mencontohkan, operator armada lokal Indonesia yang spesialisasi dalam pengiriman di Tangerang saja, sekarang tidak hanya dapat menerima lebih banyak bisnis melalui pengiriman yang datang dari luar Indonesia lewat jaringan Janio. Juga, memanfaatkan jaringan Janio dan menyediakan pengiriman internasional kepada pelanggan mereka di Tangerang.

“Ini memungkinkan mereka untuk memberi nilai tambah [kepada pengguna] dengan lebih banyak cara.”

Menurutnya, Indonesia punya peluang ekspor yang besar, tapi tantangannya dalam membangun ekosistem secara lokal juga tak kalah besar. Pasalnya, untuk menguatkan rantai pasok internasional, ekosistem di dalam negeri harus kuat dan dapat diandalkan.

“Fokus kami adalah memastikan aksesibilitas yang lebih baik dan kualitas solusi kami untuk memenuhi pertumbuhan ini,” pungkas Ali.

Di sini, Janio sudah memiliki tim lokal dan berkantor di Jakarta dibentuk pada pertengahan tahun 2019. Janio sendiri sudah membuka kantor di Hong Kong dan Malaysia.

Perusahaan masuk dalam salah satu portofolio Insignia Ventures, bersama startup logistik lainnya, seperti Shipper dan Logivan dari Vietnam.

Perkaya Metode Pembayaran, Tokopedia Mudahkan Beli Voucher Game dengan Pulsa

Tokopedia meningkatkan kembali metode pembayaran yang didukungnya. Selain uang elektronik, akun virtual, kartu kredit, dan pembayaran melalui jaringan mini market, kini perusahaan mendukung pembelian voucher game tertentu menggunakan pulsa. Mungkin ini adalah pembayaran via pulsa pertama untuk marketplace di Indonesia.

Makin besarnya minat dan pertumbuhan industri game online di Indonesia menjadi peluang bagi Tokopedia memudahkan transaksi pembelian voucher game.

“Kami melihat tingginya kebutuhan masyarakat dalam membeli voucher game dengan pulsa. Di sisi lain, game online telah menjadi industri yang berkembang pesat dan semakin dekat dengan masyarakat, termasuk generasi millennial. Melihat kebutuhan dan potensi tersebut, Tokopedia meluncurkan jenis opsi pembayaran baru yang bisa mempermudah masyarakat, khususnya penggemar gaming, melakukan pembelian voucher game dengan pulsa,” kata Jonathan Gilbert Tricahyo, Category Development (Top-Up) Lead Tokopedia.

Saat ini, konsumen bisa menikmati voucher game yang dibeli dengan pulsa di Tokopedia untuk beberapa judul game, yaitu Free Fire, Call of Duty: Mobile, Arena of Valor, Ragnarok Mobil, Speed Drifters, Love Nikki dan Game of Sultans.

Untuk membeli voucher game dengan pulsa, pengguna bisa memilih “Pulsa” saat melakukan pembayaran. Pembelian voucher game dengan pulsa di Tokopedia tersedia untuk berbagai provider seluler.

Disinggung seperti apa proses otentikasi yang dilakukan dan apakah fitur ini bakal dikembangkan ke layanan lainnya, pihak Tokopedia enggan untuk menjelaskan lebih lanjut.

“Saat ini Tokopedia masih mengeksplorasi kebutuhan masyarakat dalam melakukan pembayaran dengan pulsa untuk kebutuhan lainnya. Yang bisa kami sampaikan saat ini adalah Tokopedia selalu berkomitmen menghadirkan beragam inovasi berdasarkan kebutuhan masyarakat, sesuai tiga DNA Tokopedia, yaitu Focus on Consumer, Growth Mindset dan Make it Happen, Make it Better,” kata Jonathan.

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Announces the New CEO Rachmat Kaimuddin as Achmad Zaky’s Successor

Bukalapak today (12/9) announced a slight change in the C-Level management, effective on January 6th, 2020. Rachmad Kaimuddin will take over the CEO position, while Achmad Zaky is to take the role of an advisor (also Co-Founder).

In addition, Zaky is to launched the “Achmad Zaky Foundation” and concentrated on mentoring startups in Indonesia. The foundation will be focused on science and education, entrepreneurship, impact investment, and research.

Fajrin Rasyid will stay as Bukalapak’s President (and Co-Founder). Also Nugroho Herucahyono as the CTO (and Co-Founder), Willix Halim as the COO, Teddy Oetomo as the CSO, and Natalia as the CFO.

Bagus Hirmawan who recently joined the company last July will keep the position as Chief of Talent.

“We started Bukalapak with a personal aim to create a positive impact on SMEs. I’m very proud that in 10 years, Bukalapak has known as Indonesia’s leading e-commerce in the world map. Today, we insist Rachmat join Bukalapak for better growth. I believe he is the right one who comes in the right time,” Zaky added.

Rachmad was previously served as Bukopin’s Director of Financial and Planning. He began his career as a Senior Associate in Boston Consulting Group. Also, he used to work as Managing Director PT Cardig Air Services, Chief Financial Officer PT Bosowa Corporindo, Managing Director PT Semen Bosowa Maros, VP Baring Private Equity Asia, and Principal of Quvat.

The new board is now focused on navigating the company for long- term journey. Under the new management, the company is to focus on issues related to talents, capital, and financial management, also tightening Bukalapak’s role to support Indonesia’s SMEs.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bukalapak Umumkan Rachmat Kaimuddin sebagai CEO Baru Gantikan Achmad Zaky

Bukalapak hari ini (09/12) mengumumkan adanya perubahan komposisi di C-Level, terhitung efektif per 6 Januari 2020. Nantinya posisi CEO akan digantikan oleh Rachmat Kaimuddin, sementara Achmad Zaky akan bertindak sebagai Penasihat (dan Co-Founder).

Turut diinfokan, Zaky segera meresmikan “Yayasan Achmad Zaky” dan fokus menjadi mentor startup di Indonesia. Yayasan tersebut akan fokus di bidang sains dan edukasi, kewirausahaan, impact investment, dan penelitian.

Fajrin Rasyid tetap menjabat sebagai Presiden (dan Co-Founder) Bukalapak. Pun demikian dengan Nugroho Herucahyono sebagai CTO (dan Co-Founder), Willix Halim sebagai COO, Teddy Oetomo sebagai CSO, dan Natalia Firmasyah sebagai CFO.

Bagus Hirmawan yang baru bergabung sejak Juli 2019 juga tetap menjabat sebagai Chief of Talent.

“Kami memulai Bukalapak dengan semangat pribadi untuk menciptakan dampak positif bagi UMKM. Saya bangga dalam waktu 10 tahun, Bukalapak dikenal di peta dunia sebagai e-commerce Indonesia yang terkemuka. Sekarang, kami mengajak Rachmat bergabung dengan Bukalapak karena kepemimpinannya bisa mengarahkan Bukalapak ke tingkat yang lebih hebat lagi. Saya percaya Rachmat adalah orang yang tepat, bagian dari tim yang tepat, di posisi yang tepat, dan datang pada waktu yang tepat,” sambut Zaky.

Rachmat sebelumnya menjabat sebagai Direktur Keuangan dan Perencanaan Bank Bukopin. Ia memulai karier sebagai Senior Associate di Boston Consulting Group. Juga pernah menjabat sebagai Managing Director PT Cardig Air Services, Chief Financial Officer PT Bosowa Corporindo, Managing Director PT Semen Bosowa Maros, VP Baring Private Equity Asia, dan Principal of Quvat.

Fokus jajaran pimpinan baru ke depannya adalah menavigasikan perusahaan secara jangka panjang. Di bawah kepemimpinan baru, perusahaan akan fokus pada isu-isu yang berkaitan dengan talenta, modal, dan manajemen keuangan, serta memperkuat peran Bukalapak dalam mendukung UKM Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

After the Positive Trend, Shopee Managed to Outrun Tokopedia’s Active Users in Indonesia

Shopee’s wild growth in the local and regional e-commerce competition map is still ongoing. One of the indicators displayed at the iPrice report for the Q3 2019 that shows Shopee’s monthly active user (MAU) has outrun Tokopedia’s number.

The map of Southeast Asia’s e-commerce of Q3 2019 published by iPrice with App Annie and SimilarWeb examines the latest trend of the e-commerce industry in six Southeast Asia’s countries, namely Indonesia, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapore, and the Philippines.

The report highlighted some main issues. First, Shopee and Lazada still compete for the #1 platform in Southeast Asia. Next, local players are still top of mind in Indonesia. Then, Shopee’s big energy has resulted in taking Tokopedia’s throne in Indonesia in terms of the monthly active user (MAU).

Shopee vs Tokopedia

An epic battle of Shopee and Tokopedia as the number one e-commerce platform in Indonesia is clearly visible in the recent periods. However, Shopee managed this time to outrun Tokopedia’s monthly active users for a mobile app. This is a first for Shopee because Tokopedia has won the matrix in the last two quarters.

The report revealed some programs, such as cashback, free delivery, brand ambassador, and special date discount for the last three months has proven Shopee’s market acquisition strategy works well.

Tokopedia, not only outrun by Shopee but also Lazada comes first for the most downloaded application. However, Tokopedia still listed on top of the most accessed app on mobile web or desktop.

Powerful in regional

Shopee’s positive trend in Indonesia runs identically in the regional market. The only thing blocking Shopee is its closest rival, Lazada.

The iPrice report stated Shopee as the leading platform in two countries, Indonesia and Vietnam, while Lazada is stronger in four other countries. Even so, iPrice found out Shopee’s regional MAU number is bigger than Lazada. This is not surprising since Indonesia and Vietnam are projected as the biggest e-commerce market in Southeast Asia.

Local player stays the sweetheart

Shopee’s fast move might be unstoppable as number one in Indonesia, but local consumers still prefer local e-commerce.

Based on the website traffic, iPrice noted 61% of Indonesia’s e-commerce market is still for local players, with the leading platforms, such as Tokopedia and Bukalapak.

Specifically to Bukalapak, the disappearance of its application in Google Play some times ago is merely has an impact. The iPrice report found Bukalapak is still in the third position in the MAU category and the most accessed application.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

PP E-Commerce Resmi Berlaku, Pedagang Wajib Berbadan Usaha

Presiden Joko Widodo menandatangani aturan mengenai perdagangan melalui sistem elektronik atau e-commerce, tertuang dalam PP Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Aturan ini terdiri dari 19 bank dan 82 pasal, telah berlaku sejak diundangkan pada 25 November 2019.

Dalam beleid tersebut menjelaskan pelaksanaan transaksi melalui PMSE, baik dari sisi pelaku usaha, konsumen, hingga produk. Konsumen bisa mengadu secara online ke Menteri Perdagangan jika merasa dirugikan.

Definisi PMSE ini bisa merupakan pelaku usaha, konsumen, pribadi, atau instansi baik di dalam negeri maupun luar negeri. Artinya, siapa saja yang masuk ke dalam definisi tersebut bisa dilaporkan konsumen.

Poin ini tertuang dalam Pasal 18: “Dalam hal PMSE merugikan konsumen, konsumen dapat melaporkan kerugian yang diderita kepada Menteri,” seperti dikutip dari Katadata.

PMSE yang dilaporkan konsumen harus menyelesaikan pelaporan. Jika tidak, mereka akan masuk ke dalam daftar prioritas pengawasan oleh menteri. Yang mana di dalam daftar ini bisa diakses oleh masyarakat umum. Ketentuan lebih rinci akan diatur dalam Peraturan Menteri.

PP ini juga mewajibkan PMSE memerhatikan prinsip-prinsip itikad baik, kehati-hatian, transparansi, keterpercayaan, akuntabilitas, keseimbangan, serta adil dan sehat.

Khusus untuk pelaku usaha asing yang melakukan PMSE kepada konsumen Indonesia, yang memenuhi kriteria dianggap hadir secara fisik di Tanah Air. Oleh karenanya, mereka wajib tunduk terhadap peraturan perundang-undangan, termasuk pajak.

Kriteria yang dimaksud dapat berupa jumlah dan nilai transaksi, paket pengiriman, dan/atau traffic atau pengakses (user). Pelaku asing ini bisa menunjuk perwakilannya yang ada di Indonesia.

Pedagang harus berbadan usaha resmi

Poin lainnya yang paling mencuat dalam beleid adalah kewajiban pelaku usaha yang berjualan melalui e-commerce untuk memiliki izin usaha. Ini tertuang dalam Pasal 15: “Pelaku usaha wajib memiliki izin usaha dalam melakukan kegiatan usaha PMSE.”

Pemerintah menyiapkan kemudahan untuk permudah pelaku usaha jadi tertib, salah satunya bisa melalui sistem perizinan berusaha terintegrasi atau online single submission (OSS).

Namun, ada pengecualian untuk tidak memiliki usaha, yaitu penyelenggara sarana perantara yang bukan merupakan pihak yang mendapatkan manfaat secara langsung dari transaksi dan tidak terlibat langsung dalam hubungan kontraktual para pihak yang melakukan transaksi online.

Topik ini menjadi sorotan karena paling tegas ditolak oleh Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), terutama saat wacana pemberlakuan pajak e-commerce (PMK Nomor 210 Tahun 2018) pada awal tahun 2019.

Mereka ingin pemerintah membuat perlakuan yang adil dengan platform media sosial. Selama itu bisa dipenuhi pemerintah, dengan senang hati para pemain e-commerce akan patuh.

Akhirnya dari desakan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani setuju untuk tidak mewajibkan pedagang online memiliki NPWP karena banyak di antara mereka yang memiliki penghasilan di bawah batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) di bawah Rp54 juta per tahun.

Dengan ditariknya PMK ini, pedagang online tidak lagi memiliki kewajiban melaporkan NPWP ke penyedia layanan marketplace. Sementara pihak marketplace tidak perlu mengembangkan sistem untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penjualan barang dagangan.

Yang tetap berlaku adalah kewajiban perpajakan untuk UKM, berupa pajak final 0,5%, bagi mereka yang memiliki omzet di bawah 4,8 miliar Rupiah per tahun.

Saat PP Nomor 80 Tahun 2019 ini diberlakukan, muncul kembali kekhawatiran idEA yang selama ini ditakutkan, beralihnya para pedagang online ke platform media sosial. Di sana tidak diberlakukan sama sekali aturan, alias bebas dari cakupan pengawasan PP.

Hasil studi internal idEA pada awal tahun ini menunjukkan 95% pelaku UKM masih berjualan di platform media sosial. Hanya 19% yang sudah menggunakan marketplace.

Tren Positif Shopee Berlanjut, Kini Salip Jumlah Pengguna Aktif Tokopedia di Indonesia

Tren perkasa Shopee dalam peta persaingan e-commerce di ranah lokal maupun regional masih berlangsung. Salah satu indikatornya tampak dari laporan iPrice periode Q3 2019 yang menunjukkan jumlah pengguna aktif bulanan Shopee berhasil menyalip Tokopedia.

Peta e-commerce Asia Tenggara Q3 2019 yang dirilis iPrice bersama App Annie dan SimilarWeb mengulas kondisi terkini industri e-commerce di enam negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Vietnam, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Singapura.

Laporan ini menggarisbawahi sejumlah temuan utama. Pertama adalah Shopee dan Lazada masih berkompetisi untuk menjadi nomor wahid di Asia Tenggara. Berikutnya pemain lokal masih menjadi raja di Indonesia. Terakhir adalah keperkasaan Shopee yang berhasil menyingkirkan Tokopedia di Indonesia dalam hal pengunjung aktif bulanan terbanyak.

Shopee vs Tokopedia

Persaingan keras antara Shopee dan Tokopedia sebagai platform e-commerce nomor satu di Indonesia terus terlihat dalam beberapa periode terakhir. Bedanya, kali ini Shopee berhasil melampaui pencapaian jumlah pengguna aktif bulanan Tokopedia untuk aplikasi mobile. Ini adalah yang kali pertama bagi Shopee, karena di dua kuartal sebelumnya metrik ini selalu “dimenangkan” Tokopedia.

Laporan tersebut menyebut program cashback, gratis ongkos kirim, pemilihan brand ambassador, dan diskon tanggal unik selama periode tiga bulan ke belakang membuktikan strategi Shopee mengakuisisi pasar mereka berjalan baik.

Selain ditikung Shopee, Tokopedia juga disalip Lazada di metrik aplikasi yang paling banyak diunduh. Meski begitu, Tokopedia masih tercatat sebagai yang nomor satu ketika diakses melalui mobile web atau desktop.

Digdaya di regional

Tren positif Shopee di Indonesia juga berjalan identik di pasar regional. Satu-satunya yang menyaingi laju Shopee di kawasan adalah rival terdekatnya, Lazada.

Laporan iPrice mencatat Shopee unggul di dua negara yakni Indonesia dan Vietnam, sedangkan Lazada lebih kuat di empat negara lainnya. Kendati begitu, iPrice mendapati pengguna aktif bulanan Shopee secara regional masih lebih besar dari Lazada. Hal ini tak mengherankan karena Indonesia dan Vietnam diproyeksikan sebagai pasar e-commerce terbesar di Asia Tenggara.

Pemain lokal masih favorit

Laju Shopee memang hampir tak terbendung sebagai yang nomor satu di Indonesia, namun platform e-commerce lokal masih jadi pilihan utama konsumen dalam negeri.

Berdasarkan trafik situs web, iPrice mencatat 61 persen pasar e-commerce Indonesia masih dipegang oleh pemain lokal, dengan pemain utama seperti Tokopedia dan Bukalapak.

Khusus untuk Bukalapak, hilangnya aplikasi mereka di Google Play beberapa waktu lalu disebut tak berpengaruh banyak. Laporan iPrice mendapati Bukalapak masih menempati peringkat ketiga untuk pengguna aktif terbanyak dan peringkat ketiga untuk situs web paling sering dikunjungi.

Komitmen Zalora Dorong Produk Fesyen Lokal Lakukan Ekspor

Zalora Indonesia mengungkapkan komitmennya untuk meningkatkan ekspor produk lokal dengan memanfaatkan layanan e-commerce miliknya yang telah hadir di enam negara. Perusahaan akan terus menambah kurasi merek lokal yang berpotensi masuk ke platformnya.

Head of Marketing Zalora Indonesia Dwi Ajeng menjelaskan kondisi saat ini, pengguna di sini bisa memanfaatkan platform Zalora untuk membeli produk yang dijual di luar negeri. Lantaran tidak semua produk dari merek tertentu dijual di Indonesia.

Akan tetapi, kondisi tersebut tidak terjadi di luar negeri. Tingkat pencarian produk lokal oleh pengguna Zalora di luar negeri belum menjadi sesuatu yang dicari.

“Ini masih jadi pekerjaan rumah kami. Tiap kuartal kami punya target puluhan brand mau di-acquire, ini enggak berlaku buat brand internasional saja tapi buat brand lokal yang kita lihat punya potensi bagus,” ujarnya, Rabu (4/12).

Untuk mengakomodasi merek lokal, Zalora punya kolom khusus dinamai Zalocal. Beberapa merek seperti Yongki Komaladi, The Executive, Berrbenka sudah menjadi mitra.

Selama ini Zalora menjadi platform e-commerce global yang identik dengan produk dari merek semi-premium, menyasar pengguna dari kalangan menengah ke atas. Terhitung penggunanya di Indonesia sekitar 2 juta orang, 1 juta orang di antaranya adalah pengguna aktif.

Dibandingkan di enam negara lainnya, kontribusi transaksi bisnis dari Indonesia belum sebesar di Hong Kong atau Singapura. Namun Indonesia punya potensi yang paling besar di antara yang lainnya dari segi pengguna.

Dengan pengguna yang besar, menjadi inspirasi buat perusahaan untuk mengembangkan fitur yang dapat meningkatkan loyalitas pengguna. Ajeng menyebut itu akan menjadi salah satu fokus perusahaan pada tahun depan.

“Tahun depan kita mau fokus ke loyalitas, umumnya poin-poin ini bisa dipakai untuk di-redeem di tempat lain. Tapi kita mau lakukan yang berbeda dengan cara yang pintar agar bisa menciptakan hubungan yang lebih bermakna dengan pengguna. Terlebih kita adalah perusahaan teknologi.”

Perkuat vertikal fesyen dan rilis inovasi baru

Ajeng juga memaparkan perusahaan menambah kategori produk olahraga, kecantikan, dan anak; sebagai vertikal fesyen teranyar yang diharapkan dapat memperkuat posisinya di Indonesia.

Dia bilang, ketiga kategori ini bisa dikatakan sebagai cerminan tren yang terjadi belakangan di masyarakat kelas menengah ke atas. Produk olahraga misalnya, saat ini paling banyak dicari pengguna karena meningkatnya kesadaran untuk gaya hidup sehat.

“Sebenarnya kategori olahraga ini sudah ada sejak tahun lalu, namun akhirnya kita perkuat dengan menambah semakin banyak brand untuk bergabung ke Zalora karena tingkat pencariannya kini tinggi.”

Pun demikian untuk kategori produk anak, untuk menyasar kalangan ibu yang punya perilaku impulsif saat belanja sesuatu buat anaknya. “Pada dasarnya semua brand yang masuk di Zalora punya gerai offline, tapi di sini ada produk yang tidak di jual di gerai karena kami terhubung dengan Zalora global untuk listing-nya.”

Di samping itu, perusahaan juga merilis inovasi terbaru di dalam aplikasinya untuk meningkatkan pengalaman konsumen. Ialah fitur “Complete the Look,” memungkinkan pengguna saat membuka produk apparel di Zalora, punya pilihan pelengkap dari sepatu hingga aksesoris sebagai ide mix and match yang langsung direkomendasikan oleh professional stylist.

Fitur baru lainnya “Follow the Brand,” yaitu pelanggan dapat mengikuti merek yang disukai di aplikasi Zalora. Ini memudahkan pelanggan untuk mengetahui koleksi produk terbaru, ditambah mendapat rekomendasi yang dipersonalisasi dari Zalora yang dibuat berdasarkan merek yang diikuti.

“Semua fitur yang kita kembangkan ini berdasarkan data kebiasaan di Zalora. Seluruh fitur ini tidak hanya buat pengguna Indonesia saja tapi di semua negara di mana kita beroperasi.”

Perusahaan juga telah bekerja sama dengan Gopay untuk perluas opsi pembayaran sejak Oktober 2019. Ajeng menilai sejak hadirnya Gopay, terjadi peningkatan signifikan dari sisi pengguna Gopay yang kini menjadi pengguna Zalora.

Sebelumnya, metode pembayaran yang paling banyak dipakai secara berurutan adalah virtual account, manual transfer, dan kartu kredit.

Kehadiran Gopay di Zalora bisa dikatakan tidak secepat pemain e-commerce lain. Ajeng menilai ini terjadi karena perbedaan segmen pengguna. Harga produk di Zalora bisa dikatakan tergolong semi premium, sementara saldo yang disimpan di akun Gopay belum sebanyak orang menyimpan dana di bank. Kekosongan ini menjadi pekerjaan rumah buat kedua perusahaan.

“Sementara ini buat belanja dengan ticket size kecil masih bisa pakai GoPay, tapi kalau nominalnya sudah besar pakai metode lain. Semoga harapannya ke depannya ticket size yang pakai GoPay bisa naik.”

Setelah GoPay pihaknya akan menambah metode pembayaran dengan pemain e-wallet lainnya.

Application Information Will Show Up Here