Ruangguru Dikabarkan Terima Pendanaan Baru Senilai 1,4 Triliun Rupiah

Startup teknologi pendidikan Ruangguru dikabarkan akan mendapatkan pendanaan baru yang dipimpin General Atlantic. Dikutip dari DealStreetAsia, nilai investasi yang diberikan dalam putaran ini mencapai $100 juta atau senilai Rp1,4 triliun, akan membawa valuasi perusahaan di angka $500 juta.

Ketika dihubungi DailySocial, Co-Founder & CEO Ruangguru Belva Devara menyampaikan kabar tersebut sejauh ini baru rumor dan tidak mau berkomentar lebih lanjut. “Itu rumor ya. Kami tidak menanggapi rumor.”

Pendanaan sebelumnya yang didapatkan oleh Ruangguru adakah putaran seri B, dibuka tahun 2018 dan ditutup pada pertengahan 2019, dipimpin UOB Venture.

Sebelumnya sempat disampaikan oleh perwakilan dari pemerintah, bahwa Softbank berminat untuk investasi ke Ruangguru. Namun adanya kabar ini mengonfirmasi pembatalan niat tersebut, terlebih Softbank tengah menghadapi permasalahan dengan salah satu portofolio unggulannya, WeWork.

Di perayaan ulang tahunnya yang kelima pada Juli 2019 kemarin, mereka mengklaim sudah berhasil merangkul 15 juta pelajar dengan 300 ribu guru ke dalam platformnya. Ruangguru juga baru saja melakukan ekspansi ke Vietnam dengan menghadirkan layanan “Kien Guru”.

Di segmen teknologi pendidikan, tahun ini ada startup lain yang juga membukukan pendanaan tahap lanjutan. Pertama ada HarukaEdu, yang memperoleh pendanaan seri C yang dipimpin oleh SIG. Lalu kedua ada Zenius, yang mendapatkan dana segar senilai Rp283 miliar, dipimpin Northstar Group.

Application Information Will Show Up Here

HarukaEDU Resmikan CorporateEDU, Jadi Model Bisnis Utama Setelah Pendanaan Seri C

Setelah membukukan pendanaan seri C bulan lalu, startup edutech HarukaEDU memaparkan rencananya untuk memperkuat posisinya sebagai penyedia layanan pelatihan staf korporasi. Selanjutnya pada 26 November 2019, mereka meresmikan platform CorporateEDU.

Dalam sambutannya Co-Founder & CEO HarukaEDU Novistiar Rustandi mengatakan, platform belajar online dinilai cocok untuk kebutuhan korporasi. Pasalnya para pekerja umumnya tidak punya waktu cukup untuk melakukan pelatihan intensif secara langsung, dari sisi perusahaan pun kadang kesulitan untuk mengumpulkan karyawan untuk diberikan pelatihan.

Model penerapan platform tersebut ialah dengan kemitraan strategis dengan perusahaan mitra. Tim HarukaEDU akan menawarkan aplikasi e-learning dilengkapi materi digital di dalamnya. Program pelatihan yang sepenuhnya online juga akan disiapkan lengkap dengan tugas belajar yang harus diselesaikan.

Samator Group, sebuah perusahaan gas di Indonesia yang juga terlibat dalam putaran pendanaan HarukaEdu, turut diperkenalkan sebagai mitra pertama yang menerapkan CorporateEDU. Director of Risk Technology and Compliance Samator Group Imelda Harsono menyampaikan, platform online dipilih karena dinilai lebih hemat anggaran dan menuai hasil yang efisien.

Selain materi yang bersifat on-demand, CorporateEDU turut menghadirkan sesi live training secara online. Bagi perusahaan yang sudah memiliki materi, bisa juga mengunggah melalui dasbor khusus — karena pada dasarnya platform tersebut dapat dikustomisasi berdasarkan masing-masing kebutuhan.

Untuk saat ini CorporateEDU dapat diakses melalui laman website, dibekali dengan lima fitur terintegrasi yakni Employee Digital Learning Platform, Learning Management System, Digital Content Development, Online Learning Portal, dan Managed Training Services.

“Selain menyiapkan LMS, kami juga menawarkan desain kurikulum, materi digital yang spesifik, dan memberikan motivasi kepada karyawan untuk meluangkan waktu belajar,” kata Novistiar.

Ia melanjutkan, “Saat ini banyak generasi milenial yang sudah masuk dalam dunia kerja. Sehingga budaya digital pun masuk ke perusahaan, tak terkecuali dalam pelatihan peningkatan pengetahuan dan keterampilan karyawan.”

Google Indonesia Luncurkan “Bangkit”, Program Pendidikan Pemrograman Gratis di Tingkat Lanjut

Bertujuan untuk menambah lebih banyak talenta digital yang memiliki kemampuan pemrograman tingkat lanjut, Google Indonesia meluncurkan program “Bangkit”.  Inisiatif tersebut dapat dinikmati gratis oleh masyarakat Indonesia yang ingin menambah kompetensi di bidang pemrograman dan machine learning.

Kepada DailySocial, Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf mengungkapkan, program pilot ini diluncurkan berdasarkan masukan dari pemerintah dan pihak terkait lainnya yang menginginkan partisipasi lebih dari perusahaan untuk mencetak talenta digital yang berkualitas.

“Khusus untuk program Bangkit, kita menargetkan mereka yang telah memiliki kemampuan pemrograman, coding, hingga matematika. Semua pelatihan akan dilakukan dalam Bahasa Inggris, didukung dengan materi pelajaran hingga mentor berkualitas.”

Bagi mereka yang tertarik untuk mengikuti program Bagkit, bisa mendaftarkan melalui platform Grow with Google. Setelah melalui proses perekrutan dan interview, peserta yang berhasil lolos akan mengikuti program selama 6 bulan secara gratis.

Untuk fase pertama, program Bangkit baru diadakan di kota seperti Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, dan Denpasar. Menggandeng startup unicorn Indonesia seperti Tokopedia, Traveloka, dan Gojek. Targetnya merekrut 300 peserta.

“Alasan kami untuk fokus kepada machine learning karena Google sudah banyak menerapkan teknologi tersebut dan saat ini sudah banyak startup yang mulai menerapkan teknologi yang tergolong sudah sangat advance ini. Selain technical skill kami juga akan memberikan pelatihan soft skill seperti leadership hingga critical thinking untuk para peserta,” kata Randy.

Memanfaatkan momentum

Disinggung apakah program ini diluncurkan bersamaan dengan dilantiknya Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Randy menegaskan program ini sebelumnya sudah menjadi rencana Google Indonesia. Memanfaatkan kemitraan dengan unicorns hingga pihak universitas, diharapkan bisa memberikan kontribusi.

Sebelumnya Google Indonesia juga telah memberikan pelatihan kepada pemilik bisnis UKM seperti Gapura Digital dan Women Will untuk perempuan. Google Indonesia mengklaim hingga saat ini telah melatih sekitar 1,6 juta orang di Indonesia.

Untuk memastikan program ini berjalan secara lancar dan tepat sasaran, nantinya Google juga akan menghadirkan mentor ternama dari Google sendiri. Mentor profesional dari Google Asia Pasifik siap membantu peserta program Bangkit.

“Pada akhirnya untuk peserta yang nantinya telah selesai mengikuti program Bangkit, bisa bekerja di perusahaan teknologi hingga startup di Indonesia. Mereka juga bisa membangun startup sendiri memanfaatkan pelajaran yang didapatkan dari program. Jika sesuai dengan kriteria tidak menutup kemungkinan mereka juga bisa bergabung dengan Google Indonesia,” kata Head of Education Programs Google Asia Pacific William Florance.

Disinggung apakah talenta Indonesia sudah siap dan memiliki kemampuan yang baik untuk meningkatkan skill set mereka, William menegaskan sudah banyak para programmer yang bekerja di perusahaan teknologi hingga startup unicorn Indonesia yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Melalui program Bangkit diharapkan jumlah tersebut bisa bertambah.

HarukaEDU Konfirmasi Perolehan Pendanaan Seri C, Akan Fokus Rambah Pasar Korporasi

Startup pendidikan (edtech) HarukaEDU mendapatkan pendanaan seri C dengan nilai yang tidak disebutkan. Putaran investasi dipimpin oleh perusahaan dagang asal Amerika Serikat bernama SIG, dengan keterlibatan AppWorks akselerator startup bebasis di Taipei, dua investor lokal GDP Venture dan Gunung Sewu, serta investor di tahap sebelumnya Samator Group.

Kabar mengenai pendanaan ini dikonfirmasi langsung oleh Co-Founder & CEO HarukaEDU Novistiar Rustandi, ia sekaligus menyampaikan ambisinya untuk mendorong perusahaan mendalami sektor B2B. Penggalangan dananya sendiri memang sudah dikabarkan sejak tahun lalu.

Sebelumnya HarukaEDU telah membukukan pendanaan seri B senilai $2,2 juta. PALF, Semator, dan investor dalam putaran sebelumnya CyberAgent Capital turut terlibat dalam putaran tersebut.

Mirip dengan edtech populer lainnya, seperti Ruangguru atau Zenius, layanan dasar HarukaEDU adalah platform belajar online. Tahun lalu merek Pintaria mulai santer dikenalkan ke publik, didesain sebagai marketplace pelatihan dan pembelajaran dengan beragam topik, fokus pada pengembangan kemampuan profesional. Layanan tersebut kini jadi cikal-bakal lahirnya CorporateEdu, model bisnis baru yang akan coba digenjot tahun depan.

Dalam sebuah kesempatan Novistiar menceritakan alasan perubahan segmen bisnis yang disasar HarukaEDU –dari kalangan akademik, menuju kalangan profesional, dan kini menyasar korporasi. Ia dan timnya menangkap ada kebutuhan di pasar terkait, yang dipengaruhi tren disrupsi akibat perkembangan teknologi. Dicontohkan banyak pekerjaan lama yang sudah mulai dikikis dengan automasi, mengharuskan setiap pekerja harus selalu memiliki kompetensi yang relevan dengan kebutuhan industri.

“Banyak pekerjaan lama mulai hilang, misalnya penjaga pintu tol atau kasir. Sementara banyak pekerjaan baru muncul, misalnya data scientist atau AI trainer. Revolusi industri 4.0 memang memberikan tantangan sendiri, tapi dengan memiliki prinsip harus selalu belajar, kita bisa terus mengikuti perkembangan zaman. Itu menjadi potensi bisnis yang coba diakomodasi HarukaEDU,” terang Novistiar.

Terkait pendidikan untuk kalangan profesional, beberapa waktu lalu Ruangguru juga memperkenalkan Skill Academy. Melalui kanal tersebut, materi belajar yang lebih umum seperti mengenai teknik presentasi, tips penjualan, dan lain-lain ditawarkan.

Coba mendirupsi kegiatan pelatihan bisnis

CorporateEdu dikembangkan untuk membantu perusahaan memfasilitasi kanal pengembangan kompetensi bagi para karyawannya. Pendekatan digital dinilai lebih efektif, dengan jam pelaksanaan yang lebih fleksibel dan hasil yang lebih terukur. Dari sisi perusahaan, juga dinilai akan menghemat lebih banyak anggaran.

Dalam perjalanan bisnisnya, HarukaEDU menggandeng banyak institusi, mulai dari universitas hingga kalangan profesional untuk menyampaikan materi ajar. Kerja samanya dengan institusi pendidikan terakreditasi juga memungkinkan Pintaria untuk menjual materi kuliah online dengan pedagogi setara dengan pembelajaran di kampus.

Dengan pendanaan seri C yang diperoleh, HarukaEDU cukup optimis bahwa layanannya ini akan diterima baik di pasar korporasi lokal dan berharap menuai hasil serupa dengan startup lain di luar negeri yang sudah menginjakkan kaki terlebih dulu di segmen tersebut, misalnya 2U.com.

“Di luar negeri ada 2U.com, itu juga menjadi benchmark produk kami. Platform ini menghadirkan layanan blended-learning, semacam kuliah online. Dulu 2U.com mencapai valuasi $1 miliar saat mereka hanya memiliki 12 ribu pengguna. Per tahun 2018 ini penggunanya sudah mencapai 32 ribu, valuasi pun meningkat senilai $4,8 miliar. Di edtech, akuisisinya sekali, tapi pelanggan akan bayar selama 4 tahun,” jelas Novistiar saat ditemui di acara Nexticorn di Bali tahun lalu.

Memaknai Peran Teknologi untuk Membantu Menyelesaikan Masalah Pendidikan di Indonesia

Masih ada banyak permasalahan yang harus dihadapi Indonesia di sektor pendidikan. Kehadiran teknologi dianggap belum sepenuhnya bisa mengentaskan masalah yang sudah terjadi puluhan tahun. Dua hal yang banyak dipersoalkan adalah masalah kualitas dan efektivitas pembelajaran. Secara perlahan sudah sudah banyak solusi ditawarkan startup pendidikan Indonesia.

Dulu, perbedaan kualitas pendidikan selalu dikaitkan dengan pembangunan yang tidak merata. Distribusi informasi seperti buku ajar dan bahan materi selalu terganggu akibat infrastruktur yang belum merata di semua daerah. Sekarang, ketika internet sudah mulai hadir di daerah-daerah akses informasi menjadi mudah. Kendati masih belum sepenuhnya, distribusi materi sudah mengalami kemajuan.

Startup seperti Ruangguru, Zenius, HarukaEdu, dan semacamnya harusnya mendapat perhatian khusus oleh para regulator. Kehadiran mereka berperan aktif mengubah budaya masyarakat Indonesia dalam belajar. Serupa dengan apa yang dilakukan Gojek, Bukalapak, atau Tokopedia yang telah mengubah atau bahkan menciptakan budaya baru di masyarakat Indonesia dalam bertransaksi.

Kecakapan berteknologi

Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi menyumbang banyak solusi di berbagai bidang. Internet dengan segala kemudahan akses informasi bisa jadi perpustakaan paling lengkap di dunia, atau bahkan bisa jadi ruang kelas paling menyenangkan yang begitu luwes. Tapi hal itu terjadi jika, semua dari kita, semua yang terlibat dalam ekosistem pembelajarannya melek dan paham bagaimana memanfaatkan teknologi.

Cepat tersebarnya hoaks dan perundungan yang masih marak di media sosial dan platform semacamnya menjadi bukti bahwa kecakapan berteknologi di Indonesia masih dipertanyakan. Belum lagi teknologi dan internet yang harusnya menjadi sumber belajar malah dimanfaatkan sebagai sumber bocoran soal ujian. Di titik ini teknologi berhasil mengubah pendidikan di Indonesia, sayangnya dalam konteks negatif.

Perayaan kemudahan teknologi seperti ini yang patut menjadi perhatian. Budaya belajar mandiri masih sangat kurang. Terbentuknya group atau komunitas berbagai bocoran soal ujian juga sangat memperihatinkan. Sementara banyak yang berjuang menjadikan teknologi sebagai kendaraan revolusi pendidikan, di sisi lain teknologi menjadi penghambat proses pendidikan yang jujur dan berkualitas.

Dengan kondisi demikian sebaik apa pun solusi yang dihadirkan tidak akan berarti apa-apa. Teknologi kadung dimaknai dan disemarakan sebagai sebuah alat untuk mencapai sebuah tujuan singkat dengan cara yang tidak tepat, bukan sebagai solusi penunjang belajar dan solusi meningkatkan kemampuan belajar.

Solusi yang dihadirkan startup pendidikan

Ruangguru dan Zenius adalah dua startup yang memberikan solusi pembelajaran berbasis digital yang tak hanya berkualitas tetapi juga menyenangkan. Kata kuncinya ada pada bisa diakses dari mana saja dan dibuat berjenjang dengan beragam pendekatan, seperti kehadiran materi berbentuk multimedia hingga gamifikasi.

Selain pembelajaran formal startup pendidikan juga banyak bermunculan untuk pendidikan non formal atau bisa dikatakan sebagai pengembangan keterampilan. Mulai dari teknis seperti pemrograman, pengolahan data, marketing, public speaking, presentasi, dan banyak lainnya.

HarukaEdu adalah salah satu layanan yang menghadirkan solusi belajar online dengan pilihan yang cukup lengkap. Didukung dengan berbagai macam lembaga pendidikan mereka juga bisa mengeluarkan sertifikat sebagai bukti kompetensi.

Nama-nama seperti SkillAcademy, Kode.id, MauBelajarApa, Dicoding, dan semacamnya juga memiliki semangat yang sama untuk meningkatkan kemampuan masyarakat Indonesia. Setidaknya untuk bisa membekali diri dengan keterampilan dengan minat yang disesuaikan.

Teknologi untuk semua elemen pendidikan

Dalam dunia pendidikan sudah banyak elemen teknologi mulai masuk menggantikan sistem yang lama. Mulai dari pengurusan data pokok pendidikan, ujian nasional, dan beberapa proses lainnya. Sayangnya teknologi belum menyentuh secara keseluruhan proses belajar mengajar, yang seharusnya menjadi hal paling penting untuk mengubah budaya belajar.

Teknologi harusnya tak sebatas layar proyektor yang menampilkan materi presentasi, tetapi juga proses diskusi dan pembelajaran. Untuk mampu membuat sebuah budaya belajar baru yang lebih baik dengan memanfaatkan teknologi orang-orang yang terlibat di dalamnya harus lebih dulu cakap dalam menggunakan teknologi. Dalam hal ini siswa, guru, bahkan wali murid. Teknologi menawarkan kemudahan dan transparansi di banyak bidang, harusnya dalam dunia teknologi pun demikian.

Semua rencana belajar, perkembangan setiap siswa, dan komunikasi dengan orang tua murid harusnya berada dalam satu wadah yang sama. Mungkin akan butuh waktu lama untuk bisa langsung serentah mengaplikasinya di Indonesia. Tapi bukan tidak mungkin dilakukan.

Kesenjangan kurikulum pendidikan dengan kebutuhan industri selalu disebut jadi permasalahan kunci yang harus dihadapi. Tapi adopsi materi dari industri kadang tersandung masalah administrasi atau bahkan kompetensi pengajar yang ada. Guru dan murid harus melek teknologi. Teknologi harus dimaknai lebih dari sekadar alat, tapi juga budaya untuk pengembangan diri dan kompetensi. Bukan sebuah jalan pintas untuk mengetahui jawaban apa lagi bocoran soal.

Fokus Digitalisasi Sekolah, Pintro Siapkan “Marketplace Lembaga Pendidikan”

Pesatnya pertumbuhan dunia digital dan teknologi telah mendorong inovasi dari berbagai sektor, tidak terkecuali sektor pendidikan. Menurut perhitungan Kemendikbud, ada 300 ribu sekolah di Indonesia dengan 45 juta siswa/i. Sementara itu, terdapat lebih dari 4 ribu universitas di Indonesia dengan 7 juta mahasiswa.

Pintro, sebagai salah satu pemain di sektor ini, mencoba memberi terobosan dengan menghadirkan sebuah “marketplace lembaga pendidikan”, khususnya transformasi pengelolaan manajemen sekolah berbasis SaaS.

Founder dan CEO Pintro Syarif Hidayat kepada DailySocial menyampaikan, “Selama lebih dari sepuluh tahun kami telah mengembangkan solusi di sektor pendidikan. Kami merasa sudah cukup matang dari sisi teknologi dan sistem, sehingga ketika harus melakukan integrasi, prosesnya akan lebih seamless.

Bentuk layanan

Sebelumnya PT Indoglobal Nusa Persada adalah perusahaan IT yang fokus pada solusi back end di lembaga pendidikan. Kurang lebih tiga tahun terakhir, mereka mulai masuk ke ranah front end. Pintro sendiri merupakan brand yang baru diperkenalkan di awal tahun 2019.

Pintro merupakan platform digital aplikasi sistem tata kelola administrasi dan manajemen lembaga pendidikan modern berbasis SaaS yang mengintegrasikan semua layanan pendidikan dalam satu dashboard. Melihat industri teknologi finansial yang semakin berkembang, mereka mencoba mengintegrasikannya dengan fitur yang tersedia di dalam platform berbentuk solusi e-payment.

Ada dua jenis produk yang ditawarkan. Yang pertama adalah co-brand, sebuah solusi all-in-one untuk memfasilitasi transformasi digital di berbagai lembaga pendidikan. Beberapa fitur andalan mereka adalah smart dashboard serta pembayaran berbasis QR Code dan multi-channel.

Saat ini mereka sudah melayani 200 sekolah, dengan skema co-branding, di lingkup pulau Jawa dan Sumatra, termasuk Al-Azhar dan ESMOD Jakarta.

“Karena birokrasi sekolah negeri yang cenderung lebih kompleks, saat ini kami baru menargetkan sekolah swasta untuk sebanyak-banyaknya bisa segera menggunakan layanan kami,” tambah Syarif.

Yang kedua adalah marketplace lembaga pendidikan yang diperkenalkan awal bulan Oktober 2019. Fitur ini bersifat gratis di depan untuk setiap lembaga pendidikan yang menggunakannya. Pintro mengenakan fee untuk setiap transaksi yang terjadi, misalnya penggunaan fitur pembayaran uang sekolah. Dibanding versi co-branding, ada beberapa fitur yang dibatasi.

Diklaim sudah ada puluhan lembaga pendidikan di sekitar Jabodetabek yang bergabung dalam platform marketplace ini dengan 3000 murid pengguna. Beberapa fitur yang telah tersedia di platform marketplace ini yaitu, e-enrollment, e-payment, e-billing, e-bookstore, e-classroom, dan e-communication.

Rencana tahun 2020

Di sisi produk, tim Pintro akan melengkapi fitur yang ada di dalam platform marketplace mereka dengan menambahkan fitur edumart serta edu-donation. Edumart sendiri akan berisi penawaran-penawaran terkait kebutuhan dunia pendidikan, bekerja sama dengan lembaga yang ada di sekolah seperti koperasi. Sementara itu e-donation adalah fitur donasi pendidikan yang bertujuan untuk membantu anak-anak yang ingin mendapatkan pendidikan lebih baik serta membangun infrastruktur pendidikan di pelosok.

Perusahaan juga telah bekerja sama dengan lembaga keuangan non-bank, seperti BFI, dalam ranah pengembangan infrastruktur lembaga  pendidikan, dan Pintek yang menyasar orang tua murid dengan kampanye “School Now, Pay Later”.

“Sehingga pada akhirnya bisa terbentuk satu ekosistem pendidikan yang saling terintegrasi,” pungkas Syarif.

Application Information Will Show Up Here

Youthmanual Berubah Jadi “Rencanamu”, Tegaskan Diri sebagai Platform Perencanaan Karier untuk Pelajar

Youthmanual telah resmi rebranding menjadi Rencanamu, untuk semakin menegaskan diri sebagai layanan yang membantu siswa/i dan mahasiswa merencanakan karier masa depan. Visinya sebagai “link and match” antara pendidikan dengan industri dan meningkatkan daya saing bangsa di era industri 4.0.

Melalui situs web dan aplikasi, Rencanamu menyediakan ragam fitur untuk persiapan karier, pengembangan talenta, dan proses rekrutmen yang dipersonalisasi. Didasarkan pada data-data yang terekam sistem, secara otomatis layanan tersebut juga akan menghubungkan siswa/i dan mahasiswa dengan beragam peluang ekonomi seperti magang, pekerjaan, beasiswa dan kuliah yang sesuai dengan preferensi.

Co-founder & CEO Rencanamu Rizky Muhammad mengatakan, berdasarkan riset internal yang dilakukan 3 tahun terakhir terungkap beberapa fakta mengenai kondisi talenta dan ketimpangan antara supply & demand. Seperti 92% siswa SMA/SMK sederajat bingung dan tidak tahu akan menjadi apa ke depannya; 45% mahasiswa merasa salah mengambil jurusan; hingga meningkatnya pengangguran terselubung (underemployment) dan tingginya pengangguran (unemployment) di kalangan anak muda.

“Di sinilah platform Rencanamu berperan sebagai fasilitator dalam memberikan program persiapan karier dan pengembangan talenta yang terstruktur, menyeluruh, terintegrasi,” jelas Rizky.

Dengan Rencanamu, siswa/i dan mahasiswa dapat mengikuti rangkaian persiapan karier yang terdiri dari self discovery, eksplorasi, perencanaan karier, hingga siap kerja – dengan ragam sumber daya yang tersedia. Kerangka perencanaan karier dan pengembangan talenta dikembangkan berdasarkan riset dan telah divalidasi oleh industri, diklaim terbukti dapat meningkatkan kesiapan kerja (employability) penggunanya.

Rizky juga menambahkan, fitur analisis yang disematkan di Rencanamu memberikan gambaran terkini mengenai kondisi talenta dan permintaan industri yang berguna bagi pemerintah, baik di tingkat provinsi atau pun pusat dalam memahami lanskap ketenagakerjaan. Fitur pencarian kampus, beasiswa, program studi, hingga profesi turut disematkan untuk memperkaya wawasan pengguna.

Sejak meluncur tahun 2017, platform  telah membantu sekitar 1,6 juta pengguna. Hingga satu tahun ke depan, tim Rencanamu optimis bisa menambah jumlah tersebut hingga 5 juta pengguna.

Untuk menggunakan layanan Rencanamu, pengguna dibebankan biaya akses. Biaya tersebut menyesuaikan paket yang dipilih. Selain secara personal, paket berlangganan juga menargetkan institusi pendidikan. Pelaku usaha atau korporasi juga bisa memanfaatkan platform untuk membantu menemukan potensi talenta untuk dipekerjakan.

Application Information Will Show Up Here

Ruangguru Hadir di Vietnam dengan Nama “Kien Guru”

Ruangguru resmi mengumumkan kehadirannya di luar Indonesia. Melalui akun Instagram pribadinya, Iman Usman memperkenalkan “Kien Guru” untuk dioperasikan di Vietnam.

Saat ini aplikasi dan situs Kien Guru sudah bisa diakses dalam bahasa setempat, baik aplikasi untuk pelajar maupun pendidik. Beberapa materi pembelajaran juga sudah digulirkan.

Iman turut menyebutkan bahwa Ruangguru sudah memilik ratusan anggota tim yang bakerja di Kien Guru, termasuk jumlah pengguna yang terus coba ditingkatkan dengan serangkaian acara promosi.

Vietnam dijadikan negara pertama tujuan ekspansi karena dinilai memiliki masalah yang sama seperti yang dihadapi Indonesia dan beberapa negara berkembang lainnya di bidang pendidikan. Berbekal sambutan positif dan pertumbuhan signifikan sejauh ini, Ruangguru berusaha mereplikasi layanannya dengan hadir di Vietnman.

“Ketika berkunjung ke sana, kita menyadari bahwa masalah pendidikan yang kita alami bukanlah persoalan yang ditemui di sini saja, tapi juga di negara-negara berkembang lainnya, seperti Vietnam. Persebaran guru yang tidak merata, gap yang besar antara kota besar dan kota kecil, minimnya akses terhadap konten yang berkualitas – cuma segelintir dari berbagai persoalan yang kita temui di sana. Semoga dengan hadirnya kita di sana, Ruangguru bisa ikut berkontribusi juga dan mulai menaruh bendera Indonesia di peta pendidikan dan perekonomian dunia,” tulis Iman dalam akun Instagram pribadinya.

Di Indonesia sendiri Ruangguru digadang menjadi salah satu bisnis rintisan yang segera meraih gelar unicorn.

Beberapa inovasi terbaru mereka antara lain RuangKerja yang disediakan untuk pegawai, Skill Academy yang menawarkan pembelajaran untuk meningkatkan skill di luar akademik dan Brain Academy, sebuah lembaga bimbel yang mengkombinasikan pendekatan offline dan online.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

The Future of Indonesia’s Education System Under Nadiem Makarim

Nadiem Makarim officially announced as education and culture minister for 2019-2024. President Joko Widodo stated one of the main focus of the Indonesia Maju cabinet is the development of human resources and it’s to be solved together. Nadiem is expected to come up with a significant breakthrough in order to achieve the goal.

“We’ll have significant breakthroughs in terms of human resource development, to deliver talents prepared for work, linked and matched the education with the current industry,” he said on Wed (10/23).

Nadiem also said on this, the President chooses him because he was previously worked for the company with vision. Therefore, there’s a belief that he can make it for what the country’s need for the future.

“The requirements for the future’s job vacancy will be very different. I’ll try to make it parallel between the educational institution with what’s needed in the industry,” he said.

The next reason is, on his behalf, to make the vision comes true not through monotonous ways. It requires breakthroughs and innovations.

“The authority given is very serious and further will be very challenging. I need support from all millennials as I represent them for future innovations.”

In the interview session, Nadiem also said he is soon to have farewell with Gojek and the little family he build within the ecosystem. “Honestly, it was the hardest part to leave Gojek.”

New breakthrough awaits

Unemployment and talents that link and match the industry are still our current homework from the previous minister.

BPS data per February 2019 showed the decreasing number of unemployed to 5.01% within the last one year. Meanwhile, the unemployment number (TPT) is at 6.82 million people.

Even the number falls down, there are other concerns at the education level. Vocational school graduates still dominate the unemployment rate at 8.92% of the total labor force. Followed by 7.92% of diploma graduates.

In fact, the total workforce has reached 136.18 million or increased by 2.24 million from the same period in the previous year. Based on educational level, most of the workforce are elementary graduates and below (40.51%). Followed by junior high school graduates (17.75%), high school graduates (17.86%), vocational school graduates (11.31%), and university and diploma graduates (9.75% and 2.82%).

The government finally takes this issue seriously by increasing the state budget allocation (APBN) for education from IDR 429.5 trillion this year, up to 20% at IDR 506 trillion in 2020. The number is incredible, therefore, it requires on-target strategies due to the non-optimal experiences.

Speaking of the digital economy, unemployment has affected startup leaders’ decision to import overseas talents because the supply does not match the demand. Nadiem’s previous company also had a special office in India to acquire digital talent.

If the concern left unclear, Indonesian HR will soon lose competitiveness. The correlation lies here, according to e-Conomy SEA, Indonesia’s digital economy this year is projected to touch $ 40 billion, increasing to $ 133 billion in 2025.

Nadiem’s expertise is expected to be a support of his obligations, most likely the breakthrough that is going to be tech-related. Nonetheless, Chairman of the Indonesian Teachers Association (IGI) Muhammad Ramli Rahim has doubts upon Nadiem’s appointment, because he isn’t an educational expert nor have professor title.

He also said the lack of productive teachers and its development, especially in accordance with their educational background is the main problem that is quite blurred to the minister’s eyes. “[..] It may be that after trusting many Professors, Jokowi decided to choose a freshman without much theory,” he said as quoted from Republika.

Public can have pros and cons with Nadiem’s appointment and its leadership system in the next five years. His experience in building Gojek from scratch to its fruition might be the provision to revolutionize our education industry.

Opportunity for edtech companies

Nadiem’s entrance to the new cabinet, representing millennials, has created opportunities for startup players, especially those in the edtech industry. Moreover, Nadiem has quite an expertise in the tech-company.

The number of edtech startup players is increasing. Some are locals and some overseas. They penetrated into various segments. We have some particularly focused on vocational, pre-school, academic and non-academic education, and so on.

They offer various educational content, such as video on demand, direct learning through video calls, tutors on-demand, online to offline, and Q&A portals. The business model is a subscription. This method is claimed to be the most profitable way of monetization because one content is available for many people.

Ruangguru, as the largest edtech startup in Indonesia, is reported to be profitable. “Education is a sustainable business sector, and this is our plan to build a sustainable company,” Ruangguru’s CEO, Belva Devara said.

Technology is said to democratize people in accessing educational content. The impact on consumers is the far price gap to conventional tutoring. As an example, Quipper’s regular package subscription for six months is set to Rp540 thousand. If you take a yearly subscription, the price will be much cheaper.

In terms of Ruangguru, a complete subscription package for a year costs Rp1.3 million. However, companies often give discounts to attract more users. Meanwhile, conventional tutoring can have multiple cost per year.

We’re kind of waiting for Nadiem’s breakthroughs. And wishing for improvement in Indonesia’s educational industry.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Harapan Masa Depan Pendidikan di Tangan Nadiem Makarim

Nadiem Makarim sah menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk periode 2019-2024. Presiden Joko Widodo menyebut salah satu fokus kabinet yang diberi Indonesia Maju ini adalah pembangunan sumber daya manusia dan bakal digarap secara bersama. Nadiem diharapkan bisa membawa terobosan yang signifikan untuk mewujudkan visi tersebut.

“Kita akan membuat terobosan signifikan dalam pengembangan SDM, yang menyiapkan SDM yang siap kerja, yang link and match pendidikan dengan industri,” terangnya, Rabu (23/10).

Nadiem turut memberi tanggapan. Menurutnya, Presiden mengutus dirinya karena sebelumnya dia bekerja di perusahaan yang memiliki visi di masa depan. Sehingga ada keyakinan, dirinya mampu apa yang dibutuhkan negara untuk masa depan.

“Kebutuhan lingkungan kerja di masa depan sangat beda. Saya akan coba sambung apa yang dibutuhkan di institusi pendidikan dengan apa yang dibutuhkan industri,” katanya.

Alasan Presiden berikutnya, menurutnya, mewujudkan visi besar yang tidak bisa dilakukan dengan cara yang itu-itu saja. Butuh gebrakan dan inovasi.

“Amanah ini sangat serius dan tantangan ke depannya akan sangat luar biasa. Saya mohon bantuan kepada teman-teman milenial karena saya ini sekaligus mewakili kaum milenial untuk inovasi yang akan kita lakukan ke depannya.”

Di sela-sela wawancara, Nadiem juga mengucapkan akan segera berpamitan kepada mitra Gojek dan keluarga besarnya di Gojek. “Jujur sangat sedih meninggalkan keluarga Gojek.”

Menunggu gebrakan baru

Pengangguran dan ketersediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan industri adalah pekerjaan rumah yang hingga kini belum kelar di bawah kepemimpinan menteri sebelumnya.

Data BPS per Februari 2019 memperlihatkan angka pengangguran turun menjadi 5,01% selama satu tahun terakhir. Sementara, tingkat penggangguran terbuka (TPT) berjumlah 6,82 juta orang.

Meski secara agregat turun, tapi ada kekhawatiran lain melihat dari tingkat pendidikan. Lulusan SMK masih mendominasi angka pengangguran 8,92% dari total tingkat partisipasi angkatan kerja. Disusul 7,92% dari lulusan diploma.

Adapun total angkatan kerja mencapai 136,18 juta atau meningkat 2,24 juta dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Menurut tingkat pendidikan, mayoritas tenaga kerja berpendidikan SD ke bawah (40,51%). Disusul SMP (17,75%), SMA (17,86%), SMK (11,31%), universitas dan diploma ada di urutan terakhir (9,75% dan 2,82%).

Isu tersebut akhirnya dijawab oleh pemerintah dengan meningkatkan alokasi APBN untuk pendidikan dari Rp429,5 triliun di tahun ini, naik menjadi 20% senilai Rp506 triliun pada 2020. Nilai Angka ini bukan main besarnya, makanya perlu strategi agar tepat sasaran karena selama ini dianggap belum optimal.

Bicara ekonomi digital, pengangguran berdampak pada keputusan para petinggi startup untuk impor talenta dari luar Indonesia karena supply tidak sesuai dengan demand. Perusahaan Nadiem sebelumnya bahkan punya kantor khusus di India untuk mengakuisisi talenta digital.

Kekhawatiran ini bila dibiarkan terus menerus akan membuat SDM Indonesia kehilangan daya saing. Ini ada korelasinya, menurut e-Conomy SEA, ekonomi digital Indonesia pada tahun ini diproyeksi sentuh angka $40 miliar, meningkat hingga $133 miliar di 2025

Kiprah Nadiem dianggap mampu mengemban tugas tersebut, kemungkinan besar gebrakan yang bakal ia lakukan bakal erat berbau unsur teknologi. Meskipun demikian, Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim masih sangsi dengan kepemimpinan Nadiem karena bukan datang ahli pendidikan dan bergelar profesor.

Ramli bilang, minimnya guru produktif dan minimnya produksi guru produktif sesuai bidang keahlian di SMK adalah gunung masalah yang cukup menutup mata menteri. “[..] Boleh jadi setelah mencoba Profesor berulang kali, kini pak Jokowi ingin memilih yang segar dan tidak banyak teori,” terangnya dikutip dari Republika.

Publik tentu boleh pro dan kontra dengan Nadiem dan cara kepemimpinannya pada lima tahun mendatang. Bisa jadi pengalaman Nadiem membangun Gojek dari bayi sampai sekarang menjadi bekal untuk merevolusi dunia pendidikan.

Peluang buat pemain edtech

Masuknya Nadiem di kabinet, yang mewakili kaum milenial, menjadi suatu peluang buat para pegiat startup, khususnya yang bergerak di edtech. Terlebih latar belakang Nadiem kental dengan pengalamannya di perusahaan teknologi.

Jumlah pemain startup edtech semakin ramai. Ada yang dari lokal maupun luar negeri. Mereka merambah ke berbagai segmen edtech. Ada yang khusus ke vokasi saja, pra sekolah, pendidikan akademis dan non akademis, dan sebagainya.

Konten edukasi yang ditawarkan beragam, seperti video on demand, pembelajaran langsung lewat video call, panggil guru les, online to offline, dan portal tanya jawab. Model bisnis yang ditawarkan adalah berlangganan. Diklaim cara monetisasi ini paling menguntungkan karena sekali buat konten bisa dibeli oleh banyak orang.

Ruangguru, sebagai startup edtech terbesar di Indonesia, dikabarkan sudah mencetak keuntungan. “Edukasi itu adalah sektor bisnis yang sustain, dan ini sudah jadi plan kita untuk bangun perusahaan yang sustainable,” ucap CEO Ruangguru Belva Devara.

Teknologi dianggap mendemokratisasi masyarakat dalam mengakses konten edukasi. Dampak bagi konsumen adalah harga yang terpaut jauh dibandingkan bimbel konvensional. Ambil contoh, harga berlangganan Quipper untuk paket reguler selama enam bulan dipatok harga Rp540 ribu. Kalau berlangganan sampai setahun tentu harga jauh lebih murah.

Untuk Ruangguru, paket berlangganan lengkap buat setahun biayanya Rp1,3 juta. Namun perusahaan sering memberi potongan harga untuk menarik lebih banyak pengguna. Sedangkan, biaya bimbel konvensional relatif bisa berkali-kali lipat biayanya per tahun.

Patut ditunggu gebrakan apa saja yang akan dilakukan Nadiem. Semoga ada angin segar di dunia pendidikan Indonesia.