Teknologi Digital EdConnect Mengubah Kegiatan Sekolah Lebih Efektif

Dunia pendidikan di Indonesia dapat dimaksimalkan oleh teknologi, salah satunya coba dihadirkan oleh Edconnect. Banyak manfaat yang bisa didapat dengan teknologi digital yang dihadirkannya, sekaligus meninggalkan cara lama sekolah yang mengandalkan kertas sebagai medium utama kegiatan. Sehingga, tidak banyak pengeluaran biaya yang ditanggung oleh sekolah, seperti biaya pengadaan dan distribusi naskah ujian nasional tahun 2017.

Sebelumnya juga ada kendala yang pada sistem administrasi belajar mengajar menggunakan teknologi dengan biaya yang tidak efisien. Namun, kemunculan EdConnect dengan berbagai fitur pintar dan memudahkan seperti presensi, dan informasi murid untuk dunia pendidikan lebih terjamin. Dengan fitur dari EdConnect, semua pengguna yang terlibat di dalamnya, seperti guru, murid, orang tua sampai kepala sekolah tidak perlu memikirkan biaya yang besar.

CEO & Co Founder EdConnect, Aswin Tanzil mengatakan bahwa kemajuan teknologi yang begitu pesat, kita langsung melihat penggunaan teknologi dalam pendidikan yang masih sangat minim sekali. Malah guru dan institusi pendidikan masih jarang sekali mengoptimalkan teknologi untuk kemajuan sekolah mereka.

Supaya institusi pendidikan terakomodasi dengan cerdas dan digital, EdConnect sudah dapat digunakan untuk di tiga jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA dalam mengelola sistem pendidikan dengan mudah, efisien dan tanpa kertas.

Sistem dashboard pintar yang memantau perkembangan siswa

Hadirnya aplikasi EdConnect Lite, sebelumnya melihat kondisi pendidikan di Indonesia yang dapat lebih efisien dan mengurangi penggunaan kertas melalui digital. Lewat aplikasi ini guru dapat mengabsen, memberi tugas, memberi nilai sampai merekapitulasi nilai secara keseluruhan hanya dengan dashboard pintar.

Adapun kemudahan ini, sangat efisien menghubungkan semua faktor penting di sekolah dengan satu aplikasi. Di mana data absensi sampai nilai dapat dirangkum secara otomatis untuk menghemat waktu laporan siswa, baik harian, mingguan, dan bulanan. Sedangkan untuk nilai, guru dapat dengan mudah mengelola penilaian setiap ujian yang diberikan kepada siswa.

Guru pun, tidak hanya mengontrol secara keseluruhan data murid di sekolah. Kini, orang tua juga dapat berkomunikasi langsung dengan guru melalui chat di dalam fitur aplikasi seluler. Sehingga, orang tua juga bisa langsung mengetahui nilai yang diberikan oleh guru.

Aplikasi PiBo Jajakan Koleksi Buku Anak dalam Bentuk Digital

Banyak cara yang bisa dilakukan untuk memanfaatkan teknologi ke arah positif, khususnya untuk membantu pertumbuhan dan pendidikan anak. Salah satu cara yang ingin disuguhkan ialah melalui PiBo, dengan sistem berbasis aplikasi toko buku online khusus anak usia di bawah 12 tahun. Platform ini dikembangkan oleh Mayumi Haryoto dan Aisha Habir dengan harapan memfasilitasi anak Indonesia yang terlahir sebagai digital native ––ketika lahir mereka telah disuguhkan dengan berbagai kecanggihan teknologi.

Bertempat di Kopi Kalyan, daerah Kebayoran Baru, toko buku anak-anak online tersebut dikembangkan, untuk memberikan pilihan literasi yang lebih terjangkau untuk anak-anak. Co-Founder PiBo Mayumi Haryoto juga dikenal sebagai seorang ilustrator dan pendiri Kreavi.

“Dalam buku berformat digital, PiBo juga menyediakan aplikasi reader, Baca PiBo, yang baru dapat diunduh gratis di Google PlayStore. Dalam waktu dekat kami juga akan segera meluncurkan versi iOS dan desktop,” kata Mayumi.

Nama PiBo sendiri diambil dari singkatan picture books atau biasa disebut sebagai buku cerita yang dihiasi ilustrasi dan gambar dalam sajiannya. Dalam aplikasi PiBo, terdapat kisaran harga buku yang dijual mulai dari 20 ribu sampai 50 ribu, sangat cocok dan terjangkau bagi ibu rumah tangga –sebagai target sasaran pasar—yang ingin anaknya dapat membaca langsung melalui gawai yang dimiliki.

Dengan dibantu teknologi komunikasi yang serba cepat dan mudah diakses, kekayaan informasi seputar bacaan anak dinilai akan meningkatkan kembali produktivitas belajar anak. Untuk memastikan capaian tersebut, PiBo berkomitmen dengan kualitas materi yang disajikan dalam layanannya.

Saat diluncurkan, aplikasi PiBo sudah mengoleksi 100 lebih judul buku. Dibagi ke dalam 20 kategori pilihan tema yang dapat disesuaikan umur anak-anak. Tema yang tersedia cukup variatif. Mulai dari tema alam, binatang, dongeng, dunia, fantasi, legenda, petualang, humor, emosi, pantun, profesi, tokoh, hingga sosial.

Banyak pula buku yang hadir dalam katalog PiBo ini berkat kerja sama dengan mitra-mitra penerbit, juga penulis maupun ilustrator buku yang menerbitkan karyanya secara mandiri di PiBo. Selain mendukung teknologi komunikasi yang positif, PiBo juga berharap menjadi smart alternative untuk memberikan dukungan bahan belajar anak Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Lebih Jauh tentang PrivatQ, Layanan yang Memudahkan Pencarian Guru Privat

Dunia pendidikan Indonesia selalu mendapatkan tempat di hati banyak orang. Semangatnya jelas, memajukan mutu pendidikan di Indonesia untuk lebih baik lagi. Hal tersebut juga yang tertanam di dua pendiri PrivatQ Ikhwan Catur Rahmawan dan Asep Suryana. Keduanya bahu membahu menyediakan solusi PrivatQ yang digadang-gadang bisa memudahkan penggunanya mengakses pendidikan dan secara umum bisa meningkatkan mutu pendidikan.

PrivatQ sendiri disiapkan untuk memudahkan pengguna mendapatkan guru yang bersedia mengajari secara privat. Pengguna atau juga disebut sebagai siswa nantinya tinggal mendaftar ke platform PrivatQ dan melengkapi beberapa informasi yang diperlukan. Selanjutnya pengguna tinggal memilih guru atau tentor dari daftar yang tersedia.

Kepada DailySocial, Ikhwan menceritakan ide awal terbentuknya PrivatQ muncul sejak 3 tahun silam kala dirinya masih duduk di bangku kuliah. Saat itu ia merasa startup mampu mengubah tatanan model usaha yang selama ini gunakan. Kebetulan Ikhwan juga berprofesi sebagai pengajar privat dan melihat peluang di sektor layanan pencarian guru privat.

“Saya yang pada saat itu berprofesi sebagai pengajar privat melihat kalau transformasi digital seperti ini sebenarnya bisa diterapkan dan berguna dalam banyak bidang, termasuk pendidikan. Saya ingin membuat inovasi teknologi yang menyederhanakan proses pemesanan layanan pendidikan privat dengan hasil yang maksimal. Saya sempat terdorong juga karena pengalaman sebagai pengajar privat yang banyak menemui hambatan–salah satunya dalam pencarian tentor pengganti saat saya mendadak tidak bisa mengajar,“ papar Ikhwan.

Mengenai kualitas layanan

Sebagai layanan online, mulai dari pemesanan hingga pembayarannya, PrivatQ dihadapkan tugas serius menjaga kualitasnya. Salah satu yang berpengaruh adalah kualitas siswa sebagai pemesan dan tentor yang nantinya memberikan pengajaran privat. Menyikapi hal tersebut Ikhwan menjelaskan ada empat tahap seleksi yang harus ditempuh untuk mendaftar sebagai tentor.

Yang pertama adalah seleksi CV yang bisa dilakukan melalui pengiriman email, yang kedua interview dan simulasi pengajaran microteaching. Dua tahap selanjutnya adalah pengumpulan berkas pendukung seperti SKCK dan pelatihan yang dilakukan secara berkala untuk terus menjamin kualitas tentor. Setelah melewati tahapan tersebut barulah tentor dinyatakan aktif dan berhak dipilih oleh siswa.

Sementara itu, mengenai fitur, PivatQ mengedepankan sistem online dan real time sesuai dengan kesepakatan antara siswa dengan tentor. Sebagai layanan baru, PrivatQ akan dihadapkan dengan persaingan dengan layanan sejenis untuk merebut hati masyarakat.

Menanggapi hal tersebut Asep Suryana menyatakan:

“Sebagai sebuah inovasi teknologi di bidang pendidikan, kami dari PrivatQ melihat persaingan dengan semangat keterbukaan. Persaingan akan selalu ada, tetapi itu justru yang akan memunculkan inovasi-inovasi terbaru sesuai kebutuhan masyarakat–seperti dalam proses perencanaan PrivatQ.”

Ikhwan menambahkan pihaknya tengah berencana untuk bekerja sama dengan sekolah-sekolah dan pemerintah daerah untuk menggembangkan PrivatQ di masyarakat daerah. Harapannya dengan menyebarluaskan keberadaan PrivatQ masyarakat bisa terbantu dan dimudahkan dalam proses belajar mengajar di uar kelas.

“Harapan kami pemasyarakatan PrivatQ dapat mempermudah proses belajar-mengajar di luar kelas bagi siswa-siswa di daerah Indonesia. Untuk tahun ini, kami berencana mengembangkan layanan di Pulau Jawa. Kami menargetkan pengembangan layanan di enam kota hingga akhir 2017 – Jakarta, Jogja, Solo, Surabaya, Semarang, dan Malang,” tutup Ikhwan.

Application Information Will Show Up Here

Platform SaaS Pendidikan EdConnect yang Tak Sekedar Menyediakan Bahan Belajar Online

Inovasi selalu menyentuh berbagai bidang. Dengan teknologi inovasi dinilai menjadi lebih mudah. Setidaknya memberikan manfaat efisiensi efektivitas waktu. EdConnect mengklaim merancang sebuah solusi untuk membantu menginovasikan sektor pendidikan, mulai dari pengelolaan kelas hingga ke skala lebih besar seperti manajemen sekolah.

Pihak EdConnect, yang asli Indonesia dan tidak terhubung dengan layanan lain di luar negeri dengan nama sama, menyebut solusi yang ditawarkan sebagai solusi yang lengkap dan terpadu untuk membantu lembaga pendidikan. Dengan sistem digitalisasi, salah satu aspek yang diminimalkan adalah human error, terutama untuk bagian administrasi.

Selain manajemen, EdConnect juga menjanjikan kemudahan untuk aksesibilitas informasi, menyediakan fasilitas komunikasi intensif dan juga menyediakan visibilitas data untuk seluruh aspek lembaga pendidikan seperti, murid, kinerja guru dan pengelolaan. EdConnect disiapkan untuk melayani berbagai jenjang, mulai TK hingga perguruan tinggi.

“Sehari-hari kita melihat begitu pesatnya kemajuan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan, akan tetapi kemajuan tersebut seakan melupakan pendidikan. Berangkat dari kesadaran atas masalah tersebut, kami memutuskan bahwa sudah saatnya sekolah pun mulai memasuki era ‘Smart School’,” ungkap CEO EdConnect Aswin Tanzil.

Aswin lebih jauh menjelaskan solusi yang ditawarkan fokus pada lima hal. Pertama adalah otomatasi proses administrasi, kontrol, analisis laporan, komunikasi dan memudahkan kinerja guru. Salah satu contoh fitur yang ada adalah fitur Automatic​ ​Scheduling yang memungkinkan generate jadwal harian guru dan murid. Data tersebut nantinya juga digunakan sebagai indikator kehadiran guru dan murid yang bisa dijadikan bagian analisis prestasi.

Fitur absensi ini juga bisa dipantau langsung orangtua atau wali murid. Selain soal kehadiran, EdConnect juga memberikan hal yang kompleks untuk perkembangan hasil belajar dan prestasi murid di sekolah.

“Contoh lain, fitur Computer​ ​Based​ ​Testing​ ​(CBT)​. Berguna bagi guru dalam hal pemberian tugas dan ujian dengan sistem penilaian yang otomatis (otomasi dan teacher assistance tools), cepat, dan akurat. Di sisi sekolah, hasil ini dianalisis untuk mengetahui kemampuan siswa di setiap pelajaran dan kemampuan guru dalam mengajar. Dengan diintegrasikan ke Lesson Plan, kekurangan setiap anak bisa dipetakan sehingga guru bisa lebih fokus dalam mengulang materi pembelajaran tertentu,” terang Aswin.

Menyikapi persaingan

Menyediakan solusi untuk pendidikan, EdConnect secara langsung terjun ke persaingan yang sudah ada, baik dengan pengembang sistem manajemen sekolah maupun perusahaan dengan menyediakan layanan sejenis. Menyikapi hal tersebut EdConnect berusaha memberikan pembeda dari segi pelayanan.

Azwin kepada DailySocial bercerita bahwa timnya berusaha memberikan yang terbaik kepada klien dengan mencoba memahami dan memenuhi kebutuhan yang diperlukan. Pihaknya tak jarang melakukan kunjungan berkali-kali ke sekolah untuk melatih dan memastikan sistem yang digunakan berjalan dengan baik.

Untuk lebih menjangkau dan mengenalkan layanan EdConnect ke masyarakat umum, EdConnect berencana meluncurkan EdConnect Lite yang merupakan versi sederhana EdConnect di penghujung bulan September ini.

EdConnect Lite, di lain sisi, bisa dibilang sistem​ ​manajemen​ ​kelas​ ​dan​ ​komunikasi​ ​dengan orang​tua​. [..] Kami menyebut Edconnect Lite sebagai Teacher Assistance System. EdConnect Lite kami berikan secara gratis kepada semua guru di Indonesia untuk membantu meringankan pekerjaan administrasi sehari-hari, agar para guru dapat berkonsentrasi menjalankan tugas-tugasnya sebagai pendidik,” ungkap Azwin lebih lanjut.

Visi untuk memajukan pendidikan Indonesia

Sebagai salah satu layanan yang berfokus pada dunia pendidikan EdConnect menyimpan mimpi untuk bisa berkontribusi dan memajukan standar pendidikan di Indonesia dengan memanfaatkan teknologi. Untuk mewujudkan mimpi tersebut saat ini EdConnect tengah fokus pada bagaimana sistem mereka bisa diimplementasikan di seluruh institusi pendidikan di Indonesia.

“Intinya, kami ingin ambil bagian dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia,” tutup Azwin.

Penuhi Akomodasi Calon Mahasiswa, Platform Edtech Quipper Luncurkan Quipper Campus

Platform edutech Quipper resmikan peluncuran layanan terbarunya Quipper Campus, sebuah portal informasi satu atap yang menghubungkan calon mahasiswa dengan perguruan tinggi negeri (PTN) maupun PTS di Indonesia.

Quipper melihat saat ini kondisi para pelajar SMA setelah lulus dari sekolah banyak yang mengimpikan dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Namun sulit dilakukan karena banyak hal yang perlu mereka pertimbangkan, mulai dari lokasi, biaya, jurusan, hingga kualitas. Seringkali informasi yang dibutuhkan tidak selalu tersedia, bahkan menimbulkan tantangan tersendiri bagi mahasiswa, PTN, dan PTS itu sendiri.

[Baca juga: Tiga Tahun Beroperasi di Indonesia, Platform Edtech Quipper Telah Digunakan 2,5 Juta Pelajar]

“Kami percaya setiap siswa memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan berkualitas. Dengan Quipper Campus, kami memperluas upaya untuk memberdayakan ekosisitem pendidikan dengan pemanfaatan teknologi. Ini jadi bagian dari komitmen kami dalam mendukung program pemerintah untuk memastikan pelajar Indonesia dapat bersaing di tingkat global,” ucap Country Manager Quipper Indonesia Takuya Homma dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial.

Sejak Februari hingga Agustus 2017, Quipper Campus telah menghimpun informasi tentang 78 PTN dan lebih dari 150 PTS dan akademi pendidikan tinggi terpilih di Indonesia. Berdasarkan total kunjungannya, portal telah dilihat lebih dari 175 ribu kali. Untuk memperkaya data, Quipper berkomitmen untuk terus menyempurnakan informasi perguruan tinggi agar dapat memberikan lebih banyak manfaat kepada penggunanya.

Menurut Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis), angka partisipasi kasar (APK) untuk kategori usia 19-24 (tingkat perguruan tinggi) masih sangat rendah yakni di bawah 30%. Informasi terbatas yang diperoleh calon lulusan SMA dan sederajat diduga menjadi salah satu hal yang memengaruhi rendahnya APK dalam kategori usia tersebut.

Selain itu, masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa PTS kurang berkualitas dan mahal. Padahal kenyataannya ada beberapa PTS yang justru lebih berkualitas daripada PTN dengan biaya yang terjangkau. Untuk menangani masalah ini, pemrintah mulai meningkatkan kualitas PTS.

Lewat Quipper Campus, para calon mahasiswa bisa memperoleh informasi lengkap tentang pendidikan tinggi, termasuk lokasi, jurusan, mata kuliah, informasi administrasi, biaya, dan sebagainya. Quipper Campus dirancang dengan tampilan yang mudah dipahami dan dapat diakses di mana saja.

“Selain memberikan informasi yang lebih luas kepada mahasiswa, perguruan tinggi di Indonesia juga dapat memanfaatkan Quipper Campus untuk menarik lebih banyak siswa untuk belajar di PTS yang bermutu baik,” terang PR & Marketing Manager Quipper Indonesia Tri Nuraini.

Tiga Tahun Beroperasi di Indonesia, Platform Edtech Quipper Telah Digunakan 2,5 Juta Pelajar

Platform edtech Quipper, yang hadir di Indonesia sejak tahun 2014, mengungkapkan saat ini teknologinya telah digunakan lebih dari 2,5 juta pelajar dan 250 ribu guru di seluruh negeri. Dari pencapaian tersebut, salah satu layanan Quipper, yakni Quipper Video, diklaim telah berhasil meluluskan 100% pengguna untuk tingkat UN dan 72,7% di antaranya mendapatkan nilai di atas rata-rata.

Sebanyak 39% pengguna Quipper untuk jalur SNMPTN berhasil diterima PTN cluster A seperti UI, UGM, ITB, UNPAD, dan lain-lain. Sedangkan, untuk jalur SBMPTN berhasil meloloskan 41% penggunanya di PTN, baik cluster A, B, dan C.

Hasil ini didapat dari survei yang dilakukan Quipper pada tahun ini sejak Mei hingga Juni 2017 kepada 4.200 pengguna. Sebanyak 87% responden berasalan materi yang disajikan Quipper Video itu lengkap, menarik, dan komprehensif sehingga berpengaruh dalam pencapaian mereka berhasil mengantarkan penggunanya sukses melewati berbagai ujian.

“Data tersebut membuktikan bahwa penggunaan layanan edukasi teknologi yang tepat guna, dapat menunjang kegiatan belajar siswa, mempersiapkan menghadapi ujian dan meningkatkan prestasi. Sehingga pelajar Indonesia dapat mengembangkan potensi mereka dan memiliki kepercayaan diri untuk bersaing bukan hanya di tingkat nasional, juga di tingkat global,” ucap Country Manager Quipper Indonesia Takuya Homma.

Sejauh ini Quipper telah berkolaborasi dengan lebih dari 6 ribu sekolah di Indonesia, menerima dukungan dari 43 Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten dan organisasi seperti Ikatan Guru Indonesia (IGI).

Takuya melanjutkan pihaknya juga baru-baru ini berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan Minahasa Selatan untuk menyediakan materi pembelajaran yang komprehensif dan menarik bagi pelajar SMP. Sebelumnya, Quipper bekerja sama dengan pemerintah kabupaten Bantaeng untuk program Bantaeng Smart Learning.

“Kami ingin terus bekerja sama dengan berbagai pihak, mulai dari pemerintah hingga yayasan pendidikan. Kami ingin memberikan kontribusi terbaik untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam berbagai aspek. Selain itu, kami berharap siswa di Indonesia bukan hanya dapat sukses di tingkat nasional tapi juga di internasional.”

Demi mewujudkan visinya sebagai perusahaan edu-tek yang dapat memberikan kontribusi pendidikan di Indonesia, Takuya berkomitmen untuk bekerja sama dengan berbagai stakeholder. Untuk selalu meninjau dan mengembangkan materi belajar, memastikan materi yang disajikan berkualitas, sesuai dengan kurikulum yang berlaku dan dapat dipahami pelajar.

Hal ini akan terus didukung dengan jaringan global yang dimiliki Quipper. Perusahaan dapat memanfaatkan data dan pengetahuan dari berbagai negara untuk mendapatkan informasi mengenai kebiasaan belajar siswa guna memberikan solusi terbaik. Mengembangkan materi belajar yang berkualitas tinggi, sebelumnya disesuaikan dengan karakteristik di tiap negara.

Quipper didirikan sejak 2010 dan saat ini sudah beroperasi di enam negara, di antaranya Inggris, Jepang, Filipina, Meksiko, Vietnam, dan Indonesia. Platform ini telah digunakan lebih dari empat juta siswa dan guru di seluruh dunia.

Dua layanan utama Quipper, yakni Quipper School sudah digunakan oleh lebih dari empat juta murid dan guru di seluruh dunia. Sementara Quipper Video telah digunakan oleh lebih dari 500 juta siswa.

Quipper Video diklaim sudah menghimpun lebih dari 4 ribu video pembelajaran dari guru berkualitas, lebih dari 24 ribu soal ujicoba UN & SBMPTN, fitur unduh catatan pelajaran, fitur poin dan level seperti game, serta fitur pemantauan yang dapat dilakukan orang tua.

LESGO! Sajikan Platform Pencarian Guru Les Privat

LESGO! merupakan sebuah startup edtech yang menyediakan layanan pencarian guru atau pengajar les privat. Saat ini LESGO! dapat diakses melalui platform web dan mobile apps. Hadirnya startup ini berharap dapat menyelesaikan permasalahan yang sering dihadapi oleh calon konsumen les privat, yakni terkait dengan referensi, fleksibilitas, harga dan sistem pemesanan. LESGO! menilai bahwa saat ini belum ada platform di Indonesia yang mampu mengakomodasi seluruh permasalahan tersebut.

Sekilas, apa yang ditawarkan oleh LESGO! sangat mirip dengan pemain edtech sebelumnya, seperti Ruangguru. Menanggapi anggapan tersebut, tim LESGO! menjelaskan hal fundamental yang menjadi perbedaan signifikan dengan Ruangguru.

“Tidak benar (jika disamakan dengan Ruangguru), karena hanya di LESGO! pengguna dapat menyelesaikan order tanpa harus menunggu konfirmasi apabila guru bersedia mengajar atau tidak. Pengguna dapat menyelesaikan order guru les privat semudah melakukan belanja online,” ujar CEO LESGO! Sang Made Kresna.

Berjalan menggunakan pendanaan sendiri (bootstrapping), LESGO! didirikan oleh empat orang co-founder dengan latar belakang berbeda, yakni Ari Triansa, Dicky Irawan, Gayatri Handari dan Sang Made Kresna Andika. Kresna saat ini memegang kendali sebagai CEO LESGO!, sedangkan ketiga co-founder lainnya duduk sebagai komisioner bisnis.

Aplikasi LESGO! sendiri terbagi menjadi dua jenis berdasarkan penggunaannya, yakni aplikasi untuk murid dan untuk mitra LESGO!. Konsumen yang ingin mencari guru les privat atau pengajar dapat menggunakan platform LESGO! untuk mencari guru-guru terdekat dengan alamat belajar dalam radius 7 km. Konsumen dapat memilih guru yang dibutuhkan sesuai dengan profil guru, harga, jadwal belajar dan/atau paket belajar yang diinginkan.

“Didirikan sejak 22 Januari 2016, sampai saat ini kurang lebih 50% dari total user melakukan order atau transaksi. Jumlah total sesi yang telah diselesaikan kurang lebih 1,500 sesi belajar. Jumlah guru 746 guru (Jabodetabek) dengan 3,168 variasi produk les,” lanjut Kresna.

LESGO! sendiri saat ini berkantor pusat di kawasan Boston Square, Bogor. Brand LESGO! sendiri bernaung di bawah PT Lesgo Indonesia Pintar. Sedikit cerita tentang arti nama “LESGO!”, terdiri dari dua kata utama “Les” dan “Go”, jika digabung diartikan sebagai ajakan untuk mempelajari hal yang ingin dikuasai.

Terkait dengan tanggapan tentang ekosistem edtech saat ini, tim LESGO! bercerita. Sebelum memutuskan untuk mengembangkan startupnya, para founder LESGO! telah mengidentifikasi bahwa sudah banyak startup atau perusahaan yang bergerak di seluruh kategori edtech di Indonesia, namun para founder yakin bahwa potensi dari industri edtech di Indonesia sangat besar mengingat demografi Indonesia dengan 263 juta penduduknya dan kualitas pendidikan yang masih tergolong rendah.

Tantangan terbesarnya adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran pentingnya kualitas pendidikan dan pengembangan diri di masyarakat Indonesia. Tantangan lainnya adalah bagaimana membuat produk yang mudah untuk digunakan, dapat diterima dan dipercaya oleh masyarakat Indonesia.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Arah Industri Startup Asia Tenggara di Bidang Finansial, Pendidikan, Kesehatan dan AI (Bagian 2)

Pada artikel sebelumnya (Bagian 1) kami telah membahas tentang bagaimana dua lanskap kategori startup sati ini berkembang di Asia Tenggara, yakni fintech dan AI. Selain dua kategori startup tersebut –masih menyimpulkan dari sesi Future Stage di Echelon Asia Summit di Singapura—ada dua kategori lain yang dinilai tengah dalam fase hot, yakni Edtech dan Healthtech. Di Indonesia pun startup di segmen tersebut sudah bermunculan, bahkan beberapa bertumbangan, baik yang mengerjakan di sektor B2C ataupun B2B.

Menarik, saat ada yang bisa bertahan dengan proses bisnis yang dimiliki dan beberapa lainnya harus gulung tikar –minimal pivot ke proses lain. Kendati terlihat memiliki pangsa pasar yang besar, namun membutuhkan effort lebih untuk menggeser cara-cara yang sudah ada. Tidak hanya di Indonesia, permasalahan tersebut juga tengah menjadi tantangan yang ingin dipecahkan para startup di Asia Tenggara secara umum.

Healthtech: Masih banyak tantangan sekaligus jalan untuk menjadi “disruptive”

Salah satu sesi dalam Future Stage membahas seputar “Disruptive Innovation For Better Healthcare”. Dalam diskusi panel ini dihadirkan tiga pemateri yang terdiri dari Nawal Roy (Founder & CEO Holmusk), Julien de Salaberry (Co-founder Galen Growth Asia) dan Gillian Tee (Co-founder & CEO Homage).

Salah satu poin yang awal disinggung dalam diskusi panel tersebut terkait dengan intensitas pendanaan. Jika dibanding dengan yang lain, terlebih fintech, sektor healthtech memang masih jauh. Kategori startup ini lebih minim pendanaan, pun demikian dalam hype-nya di lanskap startup secara umum.

Poin menarik tentang potensi adalah saat ini para pemain di sektor kesehatan tentang mematangkan posisinya, untuk masuk secara mendalam dari unsur teknologi perangkat keras pendukung (dukungan IoT) atau perangkat lunak (khususnya analisis data).

Sesi diskusi panel pembahasan tentang tren startup kesehatan / DailySocial - Randi Eka

Terdapat salah satu pernyataan Nawal Roy yang menjadi sebuah keniscayaan. Saat startup bermain di bidang kesehatan –jika melihat yang ada sekarang—konsentrasi mereka justru belum pada misi kesehatan secara intensif, misalnya startup yang menyerukan penyembuhan diabates, sangat sedikit yang menawarkan solusi langsung terhadap penyelesaian masalah, beberapa startup bahkan hanya memanfaatkan tren untuk pemasaran semata.

Roy turut mengungkapkan bahwa inovasi tetap menjadi fokus, namun para pemula di bidang ini justru lebih suka bergelut di masalah seputar ekonomi (khususnya makro) yang berhubungan dengan kesehatan.

Terkait dengan potensi di waktu sekarang ini, Gillian Tee lebih suka melihat startup hadir sebagai tech-enabler dalam lanskap bisnis kesehatan dan juga pengelolaan data. Tak mudah memang mendapatkan akses ke data kesehatan, namun di sana terdapat banyak hal yang bisa dilakukan. Ia juga menceritakan, bahwa memahami apa yang benar-benar dibutuhkan klien menjadi hal yang sangat krusial.

Untuk itu startup yang ia gawangi, Homade, mencurahkan tahun pertamanya untuk mempelajari apa yang berhasil dan apa yang dibutuhkan. Selain tim teknis non kesehatan, saat ini Homeage memiliki tim operasi klinis dengan spesifikasi masing-masing berpengalaman minimal 11 tahun.

“Di lapangan ini bukan hanya tentang implementasi IoT atau teknologi lain pada permasalahan (kesehatan), tapi benar-benar tentang memahami bagaimana teknologi berdampak menjadi enabler,” ujar Gillian.

Mencoba melihat dari sudut padang investor, Julien Salaberry mengatakan untuk lanskap kesehatan saat ini masih banyak pertanyaan “membingungkan”. Baik terkait dengan solusi teknologi yang digunakan ataupun pada dampak inovasi yang digarap dengan penanganan kesehatan itu sendiri. Misalnya saat membicarakan tentang bioteknologi, pertanyaannya pasti berujung pada bagaimana strategi membawa konsep tersebut ke dalam industri.

Jika melihat dari tren yang ada di Indonesia, healthtech kebanyakan mencoba memfasilitasi –baik untuk paramedis maupun konsumen—dalam bentuk layanan yang menghubungkan atau menjadi asisten virtual. Artinya apa yang dilakukan belum bisa dikatakan benar-benar “mengganggu” industri kesehatan secara umum, karena penopang dalam proses bisnisnya masih di industri yang sudah ada.

Sama seperti pada kategori lainnya, bisa jadi juga ini berkaitan dengan penerimaan calon konsumen yang ditargetkan. Secara kasat mata sangat terlihat, jika bidang kesehatan mungkin banyak konsumen yang memilih tidak untuk “bertaruh”, dalam artian mencoba hal yang baru pun ragu. Karena tingkat risikonya yang tinggi.

Namun apa pun itu, para pemateri dalam panel meyakini bahwa teknologi tetap menjadi jembatan paling penting dalam menggerakkan industri kesehatan, untuk terciptanya solusi inovatif nan efisien, dalam waktu cepat atau lambat.

Edtech: Peta layanan dan arah pertumbuhan yang semakin jelas

Tentang lanskap pendidikan, Founder & CEO Topica Edtech Group Tuan Pham menyampaikan banyak hal dalam presentasinya. Salah satu yang menjadi titik poin, saat ini layanan dan produk berbasis edtech terdiri dari empat karakteristik utama, yakni (1) on-demand learning, (2) immersive experiences (3) direct to empolyers, dan (4) guidance by AI.

Poin pertama didasarkan pada tren pendidikan yang berangsur disampaikan melalui teknologi. Dicontohkan beberapa perguruan tinggi kini mulai mengadakan kuliah online, yang berimplikasi pada kepercayaan publik terhadap efektivitas sistem pembelajaran jarak jauh.

Di Asia Tenggara menurut Pham tren ini juga mulai terjadi, bahkan di Indonesia. Memang, jika menilik beberapa startup seperti Ruangguru atau Kelase misalnya, mereka mampu menyuguhkan proses dan sistem pembelajaran melalui medium teknologi yang akrab dengan pengguna.

Founder & CEO Topica Edtech Group Tuan Pham saat menyampaikan presentasinya / DailySocial - Wiku Baskoro
Founder & CEO Topica Edtech Group Tuan Pham saat menyampaikan presentasinya / DailySocial – Wiku Baskoro

Perkembangan teknologi modern juga berpengaruh di sektor ini, terutama berkaitan dengan bagaimana konten disampaikan. Contohnya tren Virtual Reality atau Augmented Reality yang mulai ramai digarap, tak lain menggunakan unsur edukasi sebagai konten primer yang disajikan.

Sementara itu kanal pembelajaran premium juga tetap menjadi bagian penting terhadap lanskap edtech. Pham mencontohkan bagaimana Udacity dan Pluralsight memiliki segmentasi yang membuat konten di dalamnya eksklusif bagi para pelanggan, didukung dengan keahlian sistem cerdas di dalamnya yang mampu memahami kebutuhan belajar penggunanya.

Diungkapkan juga pasar ini masih tergolong sangat terfragmentasi, kuncinya adalah pada “resolving the culture”. Apa yang dilakukan Topica Edtech Group salah satunya dengan menjalin kerja sama strategis dengan institusi pendidikan resmi. Bahkan menyesuaikan pembelajaran dengan standar yang dituntut oleh negara, dalam hal ini Tropica mempraktikkan di negara Vietnam dan Bangkok.

Edtech harus benar-benar menyesuaikan dengan pangsa pasar, pun demikian ketika startup akan melakukan ekspansi. Setiap negara bahkan kota memiliki diferensiasi yang tinggi. Mulai dari cakupan segmentasi pengguna, tatanan konten, platform sebagai medium hingga strategi distribusi.

Sesi diskusi panel membahas tentang Edtech / DailySocial - Wiku Baskoro
Sesi diskusi panel membahas tentang Edtech / DailySocial – Wiku Baskoro

Ketika berbicara pada strategi monetisasi, Co-Founder & CTO Remind David Kopf menceritakan pengalamannya, bahwa diperlukan momen dan titik awal yang pas ketika mengarahkan platform pendidikan menjadi sesuatu berbayar. Apa yang ia lakukan bersama startupnya dalam bisnis model yang telah dirumuskan, selama tahun ke-1 sampai 3 fokus pada penjelajahan pangsa pasar, kemudian tahun ke-4 fokus pada growth dan baru melakukan monetisasi pada tahun ke-6.

Prosesnya pun harus disiasati dengan baik. Beberapa layanan tidak bisa dijual langsung, misalnya penyaji konten. Ketika tidak dapat dielaborasikan dengan institusi resmi seperti sekolah, maka model bisnisnya harus dijalankan setelah memiliki traksi yang kuat. Misal edX, dengan konten premium yang mereka miliki, monetisasi dilakukan dengan cara menjual sertifikat premium untuk setiap capaian belajar.

Kesimpulannya, edtech masih menyimpan sejuta potensial, perlakukannya yang harus menyesuaikan kultur pendidikan di cakupan wilayah pasarnya. Tidak semua strategi dapat berjalan baik, bahkan cenderung harus diberi perlakuan berbeda.

Ruangguru Resmikan Perolehan Pendanaan Seri B dari UOB Venture Management

Startup edtech Ruangguru resmikan perolehan pendanaan seri B yang dipimpin oleh UOB Venture Management, sebuah perusahaan ekuitas swasta di Singapura dengan nilai yang tidak disebutkan.

Dengan pendanaan ini, UOB Venture Management bergabung dengan Venturra Capital dan East Ventures sebagai pendukung modal Ruangguru. Keduanya tak lain adalah investor yang memimpin pendanaan pada tahap sebelumnya.

Ruangguru akan menggunakan dana segar yang diperoleh untuk perkuat tim, khususnya di sisi konten edukasi, teknologi, pemasaran, operasional, serta peningkatan produknya di Indonesia. Perusahaan juga akan terus mencari cara terbaik untuk memberikan layanan pendidikan digital yang terpersonalisasi, dengan mengoptimalkan kekayaan data akademis yang dimiliki.

[Baca juga: Manuver Ruangguru Tingkatkan Traksi di Tengah Pasar Teknologi Edukasi Indonesia yang Masih Sulit]

“Ruangguru adalah investasi yang menarik karena semangat dan kapabilitas manajemennya, skalabilitas bisnis, dan potensi dampak positif yang dapat diberikan kepada pelajar di Indonesia. Kami percaya Ruangguru dapat mengubah permainan bisnis di sektor pendidikan, melihat dari besarnya pengadopsian sistem manajemen pembelajarannya dan potensi produk lainnya,” terang Managing Director & CEO UOB Venture Management Seah Kian Wee dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial, Selasa (4/7).

Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menambahkan, bahwa pihaknya menyambut semua investor baru dan menantikan inovasi berikutnya dari Ruangguru. Dia juga menegaskan komitmennya untuk Ruangguru dan melipatgandakan investasinya di sana.

Sejak Ruangguru berdiri pada 2014 silam, pengguna Ruangguru mencapai 3 juta orang, terdiri dari siswa dari kelas 1 sampai 12 dalam berbagai layanan pendidikan yang disediakan. Ruangguru hadir di setiap jenjang pendidikan, seiring komitmen perusahaan untuk mendukung sistem pendidikan formal serta pendidikan tambahan yang berkualitas di luar sekolah.

[Baca juga: Catatan Startup Teknologi Pendidikan Indonesia Tahun 2016]

Adapun layanan pendidikan yang dihadirkan Ruangguru untuk mendukung pendidikan formal di tingkat sekolah dasar dan menengah, mulai dari layanan video belajar berlangganan terpadu (RuangBelajar), marketplace guru privat (RuangLes), layanan bimbel online on-demand (RuangLesOnline), dan solusi pendidikan pembelajaran jarak jauh berbasis group chat (Ruangguru Digital Bootcamp).

Selama setahun terakhir, Ruangguru fokus menjalin kerja sama dengan 27 pemerintah provinsi dan lebih dari 300 pemerintah kota dan kabupaten untuk perluasan akses layanan Sistem Manajemen Belajar (Learning Management System).

Layanan ini mencakup bank soal berkualitas, manajemen kelas, dan simulasi ujian online. Serta, diklaim menjadi kunci utama dalam upaya mendukung sistem pendidikan formal di Indonesia. Sebab tersedia panel dasbor dan data wawasan bagi pemerintah untuk mendukung pembuatan kebijakan berbasis data, yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan.

“[..] Kami juga percaya bahwa dengan memperkuat kerja sama dengan pemerintah, akan membantu kami untuk memperluas jangkauan operasional perusahaan secara nasional,” pungkas Co-Founder dan CPO Ruangguru Iman Usman.

Layanan Tutor Online Hong Kong SnapAsk Optimis Masuki Pasar Indonesia

Seminggu yang lalu, Kejora Ventures mengumumkan penambahan portofolio dengan berpartisipasi di pendanaan Pra-Seri A senilai total lebih dari 65 miliar Rupiah untuk startup teknologi pendidikan Hong Kong SnapAsk. DailySocial berkesempatan bertemu langsung dengan pendiri dan CEO SnapAsk Timothy Yu dan berdiskusi tentang bagaimana rencananya berekspansi di pasar Indonesia.

Kepada DailySocial, Managing Partner Kejora Ventures Eri Reksoprodjo menjelaskan bahwa pihaknya memiliki “niat mulia” dengan berinvestasi di ranah pendidikan dengan harapan bisa membantu pemerintah meningkatkan pemerataan kualitas pendidikan ke seluruh pelosok negeri. Khusus soal investasinya, SnapAsk dianggap sebagai startup yang tepat untuk menjawab soal isu scalability.

SnapAsk sudah tersedia di Hong Kong, Taiwan, Singapura, dan dengan ambisius ingin berada di 30 negara yang terletak di 5 benua pada tahun 2020.

SnapAsk sendiri adalah layanan tutor online, dalam bentuk aplikasi mobile berbasis messaging, yang membantu siswa menyelesaikan permasalahan soal-soal pendidikan yang dihadapinya. Seperti layaknya berkomunikasi menggunakan platform messaging, pengguna dapat menggunakan SnapAsk untuk memilih tutor dan meminta mereka membantu memecahkan soal-soal sekolah yang dihadapi. Berdasarkan data yang mereka miliki, diklaim bahwa setiap pertanyaan bakal mendapatkan respon jawaban dalam waktu 8 detik.

Timothy yakin terhadap platform-nya karena biasanya di kelas siswa Asia cenderung malu untuk bertanya. Mereka bakal lebih nyaman untuk bertanya soal hal yang tidak dimengerti karena pengalaman one-on-one yang diberikan, layaknya chatting dan berdiskusi dengan teman.

Strategi ekspansi ke Indonesia

Meskipun belum mengenal pasar Indonesia, SnapAsk yakin produknya diterima siswa Indonesia. Kejora Ventures, sebagai bagian dari investasinya, membantu SnapAsk mengembangkan layanan dan tim lokal di sini.

Setelah memulainya dengan bertemu stakeholder penting, SnapAsk akan fokus merekrut tutor terverifikasi sebanyak-banyaknya. Diharapkan dalam 2-3 bulan ke depan SnapAsk bisa digunakan di sini.

Indonesia jelas merupakan pasar penting karena populasinya yang besar. Menurut data Kemendikbud, data siswa SMA (yang menjadi sasaran utama SnapAsk) adalah lebih dari 4 juta siswa. Secara berangsur-angsur mereka akan meningkatkan layanan dengan menjangkau siswa SMP.

Di Indonesia target SnapAsk adalah mendapatkan pengguna sebanyak-banyaknya. Mereka memiliki konsep langganan freemium, dengan disebutkan pelanggan berbayar saat ini mencapai 4% dari total pengguna di musim tertentu (terutama saat ujian).

SnapAsk bersama dengan sejumlah startup teknologi pendidikan lokal diharapkan bisa membantu meningkatkan taraf pendidikan nasional yang relatif masih tertinggal dibanding negara tetangga. Menurut data PISA tahun 2015, Indonesia berada di ranking 62 dari 72 negara yang disurvei. Sebagai perbandingan, di metrik yang sama Singapura berada di posisi puncak.

Tak sekedar platform tutor

SnapAsk memahami platform-nya bisa dimanfaatkan tidak hanya sekedar sebagai platform tanya jawab bersama tutor. Data yang dikumpulkan bisa menjadi evaluasi bagi guru, sekolah, dan di skala besar Kementerian Pendidikan untuk memahami permasalahan riil yang dihadapi siswa.