Ubisoft Berencana Mengganti Strateginya ke Game “High-end Free-to-play”

Mengganti strategi bisnis merupakan hal yang lumrah bagi perusahaan, begitu juga bagi perusahaan-perusahaan game yang sudah besar sekalipun. Ubisoft tentunya merupakan salah satu perusahaan game yang awalnya berfokus pada game-game AAA, namun ke depannya hal tersebut kelihatannya akan berubah.

“Sejalan dengan perkembangan lini game berkualitas tinggi kami yang semakin beragam, kami beralih dari pernyataaan awal kami tentang merilis 3-4 judul premium setiap tahunnya” Ungkap Chief Financial Officer Ubisoft, Frederick Dugeut.

Lebih lanjut Duguet menjelaskan bahwa game AAA tidak lagi menunjukkan dinamika dari nilai-nilai yang mereka ciptakan. Sehingga ke depannya mereka akan lebih berfokus untuk membangun game free-to-play yang berkualitas tinggi agar menjadi tren ketimbang ambisi terhadap game AAA.

Game free-to-play milik Ubisoft – Hyper Scape (Image Credit: Ubisoft)

Keputusan ini dikatakan murni diambil karena adanya perubahan kebijakan finansial dan hal tersebut tidak akan mengubah tujuan mereka untuk tetap membuat konten-konten yang berkualitas untuk game premium maupun free-to-play mereka.

Dilansir dari videogameschronicle, Ubisoft mengatakan bahwa hal ini bukan berarti arah konten game-nya akan berubah, tapi lebih ke variasi kontennya yang akan berkembang.

Salah satu analis senior Ubisoft juga mengklaim lewat akun Twitter-nya bahwa komentar perusahaannya tersebut mengacu pada game free-to-play yang kini menjadi persentase pendapatan yang lebih besar, namun hal tersebut bukanlah indikasi bahwa ke depannya game-game berbayar penuh seperti Assassin’s Creed akan menjadi lebih sedikit.

The Division Heartland
Image credit: Ubisoft

Ubisoft sendiri memang baru saja memperkenalkan Tom Clancy’s The Division : Heartland, yang merupakan spin-off dari The Division yang dikembangkan oleh Red Storm Entertainment yang dapat dimainkan di PlayStation, Xbox, dan PC secara gratis.

Duguet menjelaskan bahwa game free-to-play mereka ini memiliki peluang besar untuk memperluas audiens dari judul-judul game terbesar mereka. Ubisoft memang telah belajar banyak dari game-game free-to-play mereka yang lain seperti Hyper Scape dan juga Brawlhalla.

Sehingga, Ubisoft merasa bahwa sekarang ini adalah waktu yang tepat untuk menghadirkan game free-to-play dengan kualitas tinggi untuk semua franchise game terbesar mereka di semua platform. Namun Ubisoft juga akan semakin hati-hati dalam peluncuran game free-to-play mereka terutama untuk tahun pertama peluncurannya.

Tom Clancy’s The Division: Heartland Akan Jadi Game Gratis

Ubisoft baru saja mengumumkan hadirnya game free-to-play terbarunya yang berjudul Tom Clancy’s The Division: Heartland. Game yang akan dikembangkan oleh Red Storm Studio ini juga telah dikonfirmasi akan tetap berada di universe yang sama dengan sekuel Tom Clancy’s The Division yang lainnya.

Tom Clancy’s The Division: Heartland akan menjadi sebuah game standalone, yang berarti pemain tidak perlu memiliki pengalaman bermain seri Tom Clancy’s sebelumnya untuk memahami alur ceritanya. Pihak Ubisoft mengatakan akan menghadirkan perspektif dan setting baru meskipun tetap berada di universe yang sama.

Kejutan lainnya adalah kembalinya Red Storm Studio sebagai pihak yang akan mengembangkan titel free-to-play terbaru Ubisoft ini. Red Storm adalah studio in-house milik Ubisoft yang telah mengembangkan dua sekuel terakhir Tom Clancy’s The Division.

Dalam pengumumannya, Ubisoft memberikan perkiraan waktu perilisan The Division: Heartland di sekitar sisa tahun ini hingga 2022 mendatang. Meskipun masih cukup lama, pengembang asal Prancis ini telah memberikan ancang-ancang dengan menyediakan registrasi tahap awal bagi pemain yang berminat.

Ubisoft membocorkan akan hadirnya edisi novel dan film Tom Clancy’s The Division

Di acara yang sama, Ubisoft mengumumkan juga akan menghadirkan The Division: Heartland versi mobile setelah perilisan utamanya. Tom Clancy’s The Division 2 juga akan mendapatkan penyegaran dengan konten-konten DLC baru.

“Meskipun masih terlalu dini untuk membahas detail spesifik, pembaharuan (Tom Clancy’s The Division 2) akan menghadirkan game mode yang sama sekali baru, dan metode levelling agen dengan penekanan pada peningkatan build variety dan viability.” Tambah Ubisoft dalam pengumuman resminya.

Dan kejutan yang terakhir, Ubisoft juga tertarik untuk membawa sekuel The Divisionnya ke novel dan layar besar. Untuk filmnya, mereka akan mengandeng Netflix untuk pendistribusiannya dan memboyong  Marshall Thurber sebagai sutradara, serta dibintangi oleh nama-nama sohor seperti Jake Gyllenhaal dan Jessica Chastain.

Apa yang Anda harapkan dari Tom Clancy’s The Division: Heartland ini?

Pengeluaran Konsumen untuk Video Game di Tahun 2020 Mencapai $127 Miliar

Salah satu tren yang terjadi selama tahun 2020 adalah meningkatnya waktu yang kita habiskan untuk bermain video game. Entah itu PC, console, ataupun perangkat mobile, hampir semua platform gaming melihat lonjakan pengguna yang cukup signifikan seiring dengan kebiasaan baru kita berdiam diri di rumah masing-masing.

Di saat jumlah pemainnya bertambah, sudah semestinya jumlah uang yang berputar di industri gaming ikut bertambah. Benar saja, berdasarkan laporan tahunan dari SuperData, pengeluaran konsumen untuk video game di PC, console dan perangkat mobile meningkat 12% di tahun 2020 hingga mencapai angka $127 miliar.

Kalau dibagi per platform, $73,8 miliar dari total pengeluaran tersebut datang dari gamer mobile, disusul oleh gamer PC dengan $33,1 miliar, dan console dengan $19,7 miliar. Di saat yang sama, konten video gaming mendatangkan pemasukan sebesar $9,3 miliar.

Dari total pengeluaran konsumen sebesar $127 miliar tadi, lebih dari tiga perempatnya berasal dari game free-to-play (F2P). Persisnya, game F2P mendatangkan pemasukan sebesar $98,4 miliar, atau sekitar 78% dari total, dan angkanya ini lebih besar 9% dibanding tahun sebelumnya.

Kalau dijabarkan lebih lanjut, dari total pengeluaran konsumen untuk game F2P tadi, $73,8 miliar berasal dari platform mobile, $22,7 miliar dari PC, dan sisa $1,8 miliar dari console. Pasar game mobile sendiri tercatat meningkat sebesar 10% selama tahun 2020 dan menyumbangkan sekitar 58% dari total pasar video game secara keseluruhan.

Pertanyaan selanjutnya, game F2P apa yang mencetak pendapatan terbesar sepanjang 2020? Berikut daftar 10 yang teratas:

1. Honor of Kings (Arena of Valor) – $2,45 miliar

2. Peacekeeper Elite (PUBG Mobile) – $2,32 miliar

3. Roblox – $2,29 miliar

4. Free Fire – $2,13 miliar

5. Pokemon GO – $1,92 miliar

6. League of Legends – $1,75 miliar

7. Candy Crush Saga – $1,66 miliar

8. AFK Arena – $1,45 miliar

9. Gardenscapes: New Acres – $1,43 miliar

10. Dungeon Fighter Online – $1,41 miliar

Cyberpunk 2077 / CD Projekt Red
Cyberpunk 2077 / CD Projekt Red

Menariknya, meski game premium tercatat hanya mendatangkan pemasukan sebesar $24,5 miliar, pertumbuhan pasarnya justru lebih pesat. Dibandingkan tahun 2019, angka penjualan game premium di tahun 2020 naik 28% berkat judul-judul yang sangat diantisipasi seperti Doom Eternal, The Last of Us Part 2, dan tentu saja Cyberpunk 2077 yang menjadi mesin uang bagi CD Projekt Red terlepas dari segudang permasalahannya.

Kalau diurutkan, 10 game premium dengan pemasukan terbesar di sepanjang tahun 2020 adalah sebagai berikut:

1. Call of Duty Modern Warfare – $1,91 miliar

2. FIFA 20 – $1,08 miliar

3. Grand Theft Auto V – $911 juta

4. NBA 2K21 – $889 juta

5. NBA 2K20 – $771 juta

6. Call of Duty: Black Ops Cold War – $678 juta

7. Animal Crossing: New Horizon – $654 juta

8. Cyberpunk 2077 – $609 juta

9. The Sims 4 – $462 juta

10. Doom Eternal – $454 juta

Tren berdiam diri di rumah sembari bermain game diperkirakan masih akan bertahan di tahun 2021 ini, dan SuperData memprediksi industri hiburan interaktif akan bertumbuh sebesar 2% di tahun ini menjadi $142 miliar. Tanda-tandanya sendiri sudah mulai kelihatan, salah satunya adalah banyaknya game bagus yang mengantre untuk dirilis tahun ini.

Via: Games Industry.

Rocket League Akan Jadi Game Gratisan Tidak Lama Lagi

Lima tahun pasca diluncurkan pertama kali, Rocket League telah dimainkan oleh lebih dari 75 juta orang. Game sepak bola sekaligus mobil-mobilan akrobatik (soccar) itu terbukti sangat populer sekaligus punya ekosistem esports yang sehat, namun ternyata developer-nya (Psyonix) masih punya rencana yang lebih besar lagi.

Dalam waktu dekat, Psyonix bakal merilis update yang amat signifikan, sekaligus yang akan mengubah Rocket League menjadi game free-to-play. Ya, Rocket League tidak lama lagi bakal bisa dimainkan secara gratis di semua platform (PC, PS4, Xbox One), dan ini tentu berpotensi menumbuhkan komunitas pemainnya menjadi lebih besar lagi.

Psyonix berjanji untuk tidak mengubah gameplay Rocket League. Malahan, mereka akan menyempurnakan fitur-fitur seperti Tournaments dan Challenges, serta membenahi tampilan menunya supaya lebih mudah dinavigasikan, terutama bagi para pemain baru. Bersamaan dengan debut Rocket League sebagai game gratisan, platform distribusi versi PC-nya juga akan dipindah dari Steam ke Epic Games Store.

Tentu saja kita tidak perlu terkejut mendengar berita ini, sebab Epic Games memang sudah mengakuisisi Psyonix sejak tahun lalu. Pasca pergantiannya menjadi game free-to-play, Rocket League bakal lenyap dari Steam, akan tetapi pemain lama tetap bisa memainkannya sekaligus menerima update lewat platform milik Valve tersebut.

Selain gratis, Rocket League nantinya juga akan mendukung fitur cross-platform sepenuhnya. Ini berarti semua pemain bisa membawa progresnya dari satu platform ke yang lain – dari console ke PC ataupun sebaliknya – menggunakan satu akun Epic Games. Progres yang dimaksud di sini mencakup semua item yang dimiliki dan pernah dibeli, progres Rocket Pass maupun Competitive Rank.

Bicara soal pernah membeli, apakah mereka yang sudah membeli Rocket League dan memainkannya sejak lama akan mendapat fasilitas ekstra? Tentu saja. Semua pemain yang membeli Rocket League sebelum versi gratisannya meluncur nanti – saat ini versi PC-nya di Steam dibanderol Rp 136 ribu – bakal menerima sejumlah hadiah. Berikut rinciannya:

  • Semua Rocket League-branded DLC yang dirilis sebelum free-to-play
  • Titel “Est. 20XX” dengan “XX” yang mengindikasikan tahun pertama pemain menyentuh Rocket League
  • 200+ common item yang telah di-upgrade ke kualitas “Legacy”
  • Golden Cosmos Boost
  • Dieci-Oro Wheels
  • Huntress Player Banner

Psyonix sejauh ini belum memastikan kapan persisnya versi gratisan Rocket League bakal dirilis. Mereka cuma bilang “later this summer“, yang berarti tidak akan lewat dari bulan September 2020.

Sumber: Polygon dan Psyonix.

Epic Games ‘Terpaksa’ Melepas Fortnite di Google Play

Ketika pengguna PC sudah lama maklum mereka harus menggunakan banyak platform untuk mengakses konten berbeda, Google Play ialah satu-satunya portal ‘resmi’ di Android buat mendapatkan aplikasi. Tapi dari sejak pertama meluncurkan Fortnite di perangkat bergerak, Epic Games menolak menyediakan game populernya itu di Google Play. Mereka memilih menggunakan software buatan sendiri.

Namun sebuah perubahan datang minggu ini. Epic Games akhirnya menyerah dan resmi meluncurkan Fortnite di Google Play setelah 18 bulan memanfaatkan Fortnite Launcher/Epic Games App. Alasan mengapa Epic terpaksa melakukannya adalah karena Google ‘menempatkan app-app third-party di posisi yang kurang menguntungkan’ dengan cara memperingati pengguna terhadap potensi adanya masalah dan mengkategorikan software yang tidak tersaji via Play sebagai malware.

Dalam sebuah pernyataan, Epic menjelaskan bahwa sejumlah strategi Google jelas merugikan aplikasi pihak ketiga, baik dilihat dari sudut pandang bisnis maupun teknis. Contohnya adalah peringatan keamanan dan notifikasi update software yang muncul terus-menerus, kesepakatan dengan operator mobile serta vendor hardware yang restriktif. Selain itu lewat Play Protect, Google belakangan mulai aktif memblokir software-software yang diperoleh dari luar Play.

Dengan munculnya Fortnite secara resmi di Google Play, mulai sekarang Epic harus membayar Google sebesar 30 persen atas pemasukan yang mereka peroleh dari transaksi in-app. CEO Epic Tim Sweeney memang cukup vokal dalam mengutarakan ketidakpuasannya terhadap peraturan Apple App Store dan Google Play. Menurutnya, pemilik platform sering menyalahgunakan posisi mereka dan membebankan biaya tinggi pada developer.

Saat Fortnite dilepas di Android, Sweeney sempat menyampaikan bahwa potongan 30 persen merupakan angka yang sangat besar. Sementara itu, developer harus menggunakan 70 persen profit untuk terus mengembangkan konten, mengoperasikan, dan mendukung permainan mereka. Sebagai pemilik layanan distribusi digital, Epic sendiri menerapkan pembagian keuntungan 88:12 – menggoda banyak developer buat merilis game di storefront mereka.

Sikap Epic ini memang memperlihatkan ketidaksukaan mereka terhadap praktek monopoli pemegang platform, tapi bukankah tim pencipta Fortnite itu juga menerapkan strategi eksklusif di Epic Games Store? Hal inilah yang dikeluhkan oleh banyak gamer di PC terhadap Epic Store.

Terlepas dari penyediaan Fortnite di Google Play, sentimen Epic Games tidak berubah. Sweeney tetap berharap agar Google merevisi kebijakan serta cara mereka menjalankan bisnis dalam waktu dekat sehingga semua developer bisa bebas menjangkau konsumen dan menjajakan konten melalui layanan yang transparan. Epic bahkan meminta sang raksasa internet untuk tidak memaksa developer buat menggunakan metode pembayaran Google.

Sayangnya, Google menolak permintaan tersebut. Google menyatakan, mereka punya model bisnis dan kebijakan pembayaran sendiri, yang memungkinkan perusahaan menyediakan perkakas untuk membantu developer buat berkembang sembari memastikan pengguna tetap aman.

Via The Verge.

Activision Blokir Permanen Lebih dari 50 Ribu Cheater Call of Duty: Warzone

Cheat atau cara curang sudah jadi bagian dari video game dari sejak medium hiburan ini diperkenalkan ke publik puluhan tahun lalu. Beberapa permainan memang terlalu sulit untuk sebagian orang, dan penggunaan cheat di mode single-player adalah suatu hal yang bisa diterima. Namun tentu saja cheat diharamkan di multiplayer, terutama ketika ia memberi keuntungan dan keunggulan pada sejumlah oknum di atas pemain lain.

Bagi developer game online, memerangi para cheater ialah sebuah perjuangan yang tak ada habisnya. Ada begitu banyak sistem anti-cheat diciptakan dan diimplementasikan. Beberapa studio juga memberanikan diri untuk mengambil langkah ekstrem dengan resiko kehilangan jumlah pemain secara signifikan. Salah satunya adalah melalui pemblokiran permanen, seperti yang belum lama dilakukan oleh Activision terhadap lebih dari 50 ribu cheater di Call of Duty: Warzone.

Lewat blognya, sang publisher dengan tegas menyampaikan bahwa Call of Duty: Warzone bukanlah tempat bagi cheater dan tidak ada toleransi untuk mereka. Memastikan semuanya bermain adil ialah prioritas utama Activision dan merupakan sebuah aspek yang betul-betul diperhatikan. Meski demikian, sudah pasti Activision tak mau mengungkap metodenya secara gamblang, sebagai upaya buat terus mengejutkan para cheater.

Ada dua pihak yang jadi musuh utama Activision: para pemain curang serta penyedia jasa cheat (umumnya ditawarkan sebagai layanan premium). Dalam membungkam mereka, publisher dan developer mengimplementasikan sejumlah strategi, terutama lewat penyempurnaan sistem keamanan serta pengawasan secara terus menerus.

Activision menugaskan tim keamanan buat bekerja tanpa henti dalam menginvestigasi data serta mengidentifikasi potensi-potensi pelanggaran. Tim ini akan mengulas semua metode hack dan cheat yang dapat mereka temukan, seperti penggunaan aimbot (memungkinkan orang membidik lawan secara otomatis), wallhack (memberi kemampuan untuk melihat atau berjalan menembus tembok), dan lain-lain.

Selain itu, Activision juga terus berusaha menyempurnakan sejumlah sistem in-game demi mempermudah pemain melaporkan dugaan tindak kecurangan, misalnya dengan menyederhanakan user interface. Segala laporan tersebut selanjutnya segera dianalisa dan disaring berdasarkan data. Setelah investigasi selesai, tim akan bergerak cepat buat menjatuhkan pemblokiran pada pelaku pelanggaran.

Activision turut berjanji untuk terus memberi update terkait jumlah cheater yang berhasil diblokir.

“Tidak ada tempat buat para cheater di sini,” tutur Activision sembari menutup pengumuman mereka. “Kami menyadari bahwa tidak ada solusi tunggal dalam memerangi praktek cheating. Ini merupakan usaha yang mesti dilakukan setiap hari, 24 jam selama seminggu penuh. Tapi yakinlah, kami berkomitmen buat menjaga agar pengalaman bermain tetap menyenangkan dan adil bagi semua orang.”

Game Battle Royale Call of Duty: Warzone Siap Meluncur Minggu Ini

Call of Duty ialah salah satu franchise shooter populer yang segera merespons meledaknya tren battle royale dengan turut menyediakan mode ini di game-nya. Tidak tanggung-tanggung, last man standing bahkan menggantikan keberadaan campaign single-player di Black Ops 4. Namun kabar baiknya, Activision mengembalikan komposisi permainan seperti semula di reboot Call of Duty: Modern Warfare.

Meski begitu, tak berarti Activision melupakan battle royale begitu saja. Lewat sederetan bocoran, Anda mungkin sempat mendengar rencana sang publisher untuk meluncurkan mode last man standing di Modern Warfare. Dan lewat blog serta trailer, akhirnya Activision mengumumkan Call of Duty: Warzone dan mengungkap segala detail mengenainya. Game disajikan secara standalone dan bisa dinikmati tanpa perlu mengeluarkan uang.

Call of Duty: Warzone menjanjikan pengalaman tempur berskala besar, menawarkan dua pilihan mode: Battle Royale dan Plunder. Battle Royale tentu saja mengusung formula familier, mengadu 150 pemain dalam tim berisi tiga orang untuk jadi regu terahir yang mampu bertahan hidup. Seperti biasa, seiring berjalannya pertandingan, zona eksplorasi akan kian menyusut (kali ini diakibatkan oleh gas beracun).

Meski gameplay Battle Royale terdengar tak asing, developer turut menambahkan twist menarik di sana: ketika seorang karakter tumbang, ia akan dibawa ke Gulag dan diadu dalam pertandingan satu lawan satu. Jika berhasil menang, pemain akan diturunkan kembali ke medan tempur utama.

IMG_10032020_111410_(1000_x_650_pixel)

Di mode Plunder, pemain ditantang untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya; dengan cara menjarah, merebutnya dari musuh, atau menyelesaikan kontrak. ‘Kontrak’ ialah tugas yang bisa Anda aktifkan, misalnya seperti mengumpulkan serta membuka sejumlah peti perbekalan atau mengamankan suatu lokasi – mirip mode Domination. Jika berhasil melakukannya, Anda akan mendapatkan uang dan segala macam perlengkapan.

Di Battle Royale ketika mengumpulkan uang bukanlah keharusan, kita dapat menggunakannya untuk membeli berbagai macam item di Buy Station (ditandai dengan ikon kereta belanja di map) seperti Killstreak, Self-Revive Kit serta Redeploy Token buat mengembalikan anggota regu yang tumbang. Developer juga menyediakan bermacam-macam kendaraan dan menyebarnya di penjuru peta: ATV, SUV, rover, truk serta helikopter.

IMG_10032020_111310_(1000_x_650_pixel)

Sekali lagi, Call of Duty: Warzone bisa dinikmati semua orang tanpa perlu memiliki Modern Warfare. Permainan rencananya akan meluncur di tanggal 10 Maret waktu Pasifik ((itu berarti akan tiba lebih terlambat di Indonesia) di PC via Battle.net, Xbox One dan PlayStation 4. Gamer Modern Warfare sendiri berkesempatan buat mengakses Warzone lebih dulu lewat menu in-game setelah permainan di-update.

PlanetSide 3 Diumumkan, PlanetSide Arena Akan Jadi Batu Pijakannya

Seri PlanetSide memang kurang familier di telinga gamer Indonesia, namun tujuh tahun setelah dirilis, PlanetSide 2 tetap menjadi standar bagaimana shooter berskala raksasa disajikan. Game bahkan berhasil mencetak rekor Guinness ‘pertempuran FPS terbesar’, diikuti oleh 1.158 pemain dalam satu konfrontasi. Dan di penghujung tahun lalu, tim Daybreak menyingkap proyek baru yang tengah mereka godok.

Meski begitu, PlanetSide Arena bukanlah penerus sejati dari PlanetSide 2. Game ini digarap sebagai respons developer terhadap melesatnya kepopuleran genre battle royale. Mereka meraciknya dengan mengadopsi sejumlah elemen esensial khas PlanetSide. Namun baru di minggu lalu Daybreak Game Company angkat suara soal eksistensi dari sekuel PlanetSide 2. Lewat post di situs resmi, developer mengonfirmasi agenda pengembangan PlanetSide 3.

Daybreak Games memang tidak mengungkap banyak detail terkait permainan anyar tersebut. Developer hanya bilang bahwa mereka tahu ekspektasi pemain sangat tinggi. PlanetSide Arena sendiri sengaja dirancang sebagai batu pijakan menuju PlanetSide 3, termasuk pada aspek jalan cerita dan narasi. Arena juga akan dijadikan sarana bagi Daybreak buat bereksperimen dengan fitur-fitur dan cara bermain baru.

Untuk PlanetSide 3, Daybreak membayangkan arena tempur dengan proporsi yang lebih masif. Konflik tidak lagi hanya difokuskan di planet Auraxis (tempat PlanetSide 2 di-setting), dan membawanya ke tingkat galaksi. Tiap-tiap faksi melakukan eksplorasi, mendirikan koloni dan saling menaklukkan. Daybreak belum menyebut faksi apa yang akan hadir di PlanetSide 3, tapi tebakan saya, Anda kemungkinan besar kembali disodorkan pilihan Terran Republic, New Conglomerate dan Vanu Sovereignty.

PlanetSide Arena 2

Sementara itu, PlanetSide Arena sudah bisa Anda nikmati. Game saat ini berada di fase early access, tersedia di Steam sebagai judul free to play. Daybreak juga menawarkan versi berbayar dari Arena, yakni Recruit Edition dan Legendary Edition, masing-masing berisi bonus, skin, banner, kostum serta item-item kosmetik lain.

“Di tahap Early Access ini, kami memfokuskan perhatian pada sejumlah aspek krusial: mengumpulkan saran dan masukan demi memoles sistem permainan, fitur, konten serta kestabilian. Semuanya perlu dilaksanakan secepat mungkin,” tutur executive producer Daybreak Andy Sites. “Target kami sekarang adalah merampungkan proses implementasi fitur dan konten yang kami anggap fundamental, mengeluarkan game dari fase Early Access, kemudian mulai mempromosikannya.”

PlanetSide Arena 3

Walaupun ada dua proyek besar yang tengah dihadapi, studio yang dahulu dikenal sebagai Sony Online Entertainment itu berjanji bahwa mereka tidak akan meninggalkan PlanetSide 2 begitu saya. Daybreak berkomitmen buat terus menambahkan konten secara berkala ke game MMOFPS tersebut.

Akan Hadir di Steam Secara Gratis, Gamer Destiny 2 di Stadia dan Steam Tak Bisa Bermain Bersama

Ada banyak kejutan menyenangkan diungkap di ajang E3 2019 minggu lalu, dari mulai partisipasi Google demi mempromosikan platform on demand Stadia sembari memamerkan game-game yang didukungnya, pengumuman judul-judul blockbuster baru, hingga kehadiran Keanu Reeves di presentasi Cyberpunk 2077 yang disambut begitu meriah oleh pengunjung (dan tentu saja khalayak internet).

Sebelum E3, mungkin Anda juga sudah mendengar soal rencana tim Bungie untuk menghadirkan Destiny 2 yang tadinya hanya dapat di akses dari Battle.net ke Steam. Mengagetkannya lagi, Bungie memutuskan untuk memodifikasi model bisnis game dari pay-to-play menjadi free-to-play. Dan tak hanya sampai di sana, Destiny 2 juga jadi salah satu permainan yang memperkuat formasi konten Google Stadia.

Dengan tersedianya Destiny 2 di layanan gaming on demand Stadia bulan November 2019 nanti, Anda bisa menikmati permainan shooter online bertema sci-fi dari perangkat mana pun yang punya browser Chrome atau smartphone Pixel 3. Dengan premis unik ini, banyak orang berharap Stadia dapat merangkul lebih banyak pemain dan menyatukan gamer. Namun ada satu fakta yang harus kita pahami dari Stadia.

Di laman FAQ di bawah pertanyaan ‘Apakah Destiny 2 Stadia ditopang fitur cross-play dengan Steam dan platform lainnya?’, Bungie menjelaskan bahwa Stadia mempunyai ekosistem sendiri. Dan sayang sekali, gamer Destiny 2 di Stadia hanya bisa bermain dengan sesama pengguna Stadia. Meski demikian, tidak berarti versi yang berbeda itu betul-betul ‘terpisah’. Versi Stadia Destiny 2turut ditopang fitur cross-save, sehingga Anda dapat meneruskan progres game setelah sebelumnya bermain di Steam, Xbox One atau PlayStation 4.

Di bawah ini, saya akan mencoba merangkum secara singkat apa saja yang berubah dari transisi Destiny 2 ke free-to-play.

Pertama, permainan ‘dasarnya’ yang disuguhkan secara cuma-cuma kini mengusung tajuk Destiny 2: New Light. Di dalamnya termasuk misi-misi, aktivitas dan reward year one; termasuk mode Strikes (dungeon kooperatif untuk tiga pemain), mode PvP Crucible, serta mode raid Leviathan.

Kedua, expansion pack Shadowkeep (tiba di bulan September 2019 di Steam) akan disajikan secara standalone, dan Anda tidak membutuhkan add-on sebelumnya untuk mengakses Shadowkeep. Selanjutnya, konten-konten tambahan Destiny 2 di waktu ke depan juga dihidangkan sebagai add-on standalone.

Dan ketiga: dengan berakhirnya kesepakatan antara Bungie dan Activision Blizzard, tim pencipta trilogi Halo itu mendapatkan kebebasan dalam memublikasikan versi PC dari Destiny 2. Ke depannya, tidak ada lagi konten yang eksklusif. Seluruh senjata, armor, peta dan aktivitas akan tersedia di seluruh platform.

Via PC Gamer.

Game Battle Royale Baru Respawn Akan Jadi Hidangan Pembuka Sebelum Titanfall 3 Meluncur?

Sejak E3 2018 berlangsung, studio pencipta Titanfall tak malu-malu lagi mengungkap apa yang tengah mereka kerjakan. Sang CEO Vince Zampella telah mengonfirmasi eksistensi dari Star Wars Jedi: Fallen Order. Kemudian di bulan Desember kemarin, mereka membuka lowongan pekerjaan di posisi Senior Technical Animator untuk proyek yang berkaitan dengan franchise Titanfall.

Ketika itu, saya sempat mempertanyakan apakah dalam menggarap sekuelnya, Respawn akan mempertahankan tradisi game shooter tersebut atau mereka malah bereksperiman dengan mode multiplayer populer – misalnya battle royale. Jawabannya ternyata adalah iya dan tidak. Di akhir minggu kemarin, mulai beredar rumor di Twitter mengenai permainan anyar Respawn yang akan tersedia sebelum Titanfall 3 tiba. Tak lama, Zampella dan Geoff Keighley (host sekaligus produser acara The Game Awards) mengumumkan judulnya: Apex Legends.

Berdasarkan info dari bocoran-bocoran itu, Apex Legends merupakan game battle royale free-to-play yang menyajikan arena tempur untuk 60 pemain. Aspek unik dari Apex Legends adalah, kemungkinan game akan mengusung latar belakang dunia Titanfall tanpa menyertai robot-robot mecha Titan. Langkah tersebut tampaknya ialah realisasi dari keinginan Respawn buat memperluas jagat Titanfall (meski kita belum mendengar soal kelanjutan pengembangan serial TV-nya).

Kepada Kotaku, seorang informan menyampaikan bahwa gameplay Apex Legends bisa diibaratkan seperti perpaduan antara Titanfall, Overwatch dan mode Blackout di Call of Duty: Black Ops 4. Pemain disodorkan pilihan karakter berbeda, masing-masing memiliki kemampuan ‘super. Anda dapat berpartisipasi di medan tempur seorang diri, atau dalam tim berisi tiga pemain.

Developer berencana untuk melepas Apex Legends di tiga platform, yaitu PC, Xbox One dan PlayStation. Segala detail mengenainya akan disingkap dalam acara live stream via channel Play Apex di Twitch setelah Super Bowl berakhir, tepatnya pada tanggal 4 Februari jam 8:00 pagi waktu Pasifik, atau pukul 23:00 malam WIB. Channel Play Apex sendiri baru Respawn luncurkan, dan walaupun saat artikel ini ditulis statusnya masih offline, belasan ribu gamer sudah mulai mengawasinya.

Tingginya minat terhadap Apex Legends terbilang menarik. Titanfall 2 memang berhasil memenangkan sejumlah penghargaan di 2016 berkat kombinasi aspek  multiplayer adiktif dan single-player unik, tapi karena waktu perilisannya diapit oleh Battlefield 1 dan Call of Duty: Infinite Warfare, penjualannya tidak setinggi harapan Respawn. Update buat permainan berakhir pada Desember 2017, sebulan sesudah developer diketahui diakuisisi oleh Electronic Arts.

Via GamesRadar & PC Gamer.