JBL Link View Adalah Smart Speaker Google Assistant Pertama yang Dibekali Layar Sentuh Interaktif

Masih ingat dengan Amazon Echo Show? Berbeda dari smart speaker lain yang dibekali integrasi Alexa, Echo Show sangat unik karena ia juga mengemas sebuah layar sentuh interaktif. Bagaimana dengan platform sebelah? Apakah Google dan mitra-mitranya tidak tertarik mengembangkan produk serupa?

Tentu saja mereka tertarik. Salah satu yang pertama datang dari anak perusahaan Harman. Dinamai JBL Link View, ia menjadi jawaban atas permintaan konsumen yang mendambakan fungsionalitas Echo Show, tapi lebih percaya dengan Google Assistant.

Penampilannya sepintas tampak mirip seperti speaker Bluetooth pada umumnya, akan tetapi bagian depannya dihuni oleh sebuah layar sentuh berukuran 8 inci, lalu di atasnya bermukim sebuah kamera 5 megapixel untuk keperluan video calling. Dimensinya terbilang ringkas, hanya 330 x 150 x 100 mm saja, dan secara keseluruhan tahan cipratan air dengan sertifikasi IPX4.

Seperti speaker lain dari lini JBL Link, Link View tak cuma mengunggulkan integrasi Google Assistant saja, tapi juga fitur streaming Chromecast dan kapabilitas multi-room. Performa audionya ditunjang oleh sepasang speaker yang masing-masing berdaya 10 watt, lengkap dengan sebuah radiator pasif untuk menggelontorkan bass yang mantap.

Kalaupun Anda hanya butuh sebuah speaker wireless yang mumpuni, Link View mendukung streaming audio hingga resolusi 24-bit/96kHz. Pemasarannya dijadwalkan berlangsung pada musim panas mendatang di Amerika Serikat, lalu menyusul ke depannya lagi untuk negara-negara lain. Sayang JBL belum mengungkapkan berapa harganya.

Sumber: Harman.

Selamat Datang Era Asisten

Di film “2001: A Space Odyssey”, sebuah karya masterpiece Stanley Kubrick yang dirilis tahun 1968, HAL 9000 dibuat sebagai sentient computer yang mengontrol sistem pesawat luar angkasa dan berkomunikasi dengan para krunya. Saat itu HAL dibayangkan sudah tersedia 20-30 tahun setelah film dibuat.

Di tahun 2018, utopia itu belum benar-benar terwujud. Meskipun demikian, Consumer Electronics Show 2018, salah satu showcase produk elektronik terbesar di dunia, menunjukkan bahwa arah pengembangan teknologi adalah “mengembangkan HAL yang realistis” berbasis Artificial Intelligence. Membantu kehidupan kita untuk mengatur segala perangkat rumah dan kendaraan.

Menurut pengamatan DailySocial, yang berkesempatan hadir secara langsung, logo Alexa (yang dibuat oleh Amazon) dan Google Assistant bertebaran di berbagai perangkat dan berbagai merk, dari televisi, smart speaker, sampai perangkat dapur air fryer.

Google, meskipun tidak menunjukkan satupun produk elektronik buatan sendiri, memanfaatkan ajang ini untuk menunjuk kapabilitas Google Assistant, termasuk dalam bentuk instalasi besar yang ditempatkan di pintu utama. Google juga menempatkan tim, di semua booth yang mendukung Google Assistant, seandainya ada pengunjung yang ingin tahu lebih lanjut tentang fitur ini.

Amazon, meskipun tidak seagresif Google, telah menggandeng setidaknya 50 brand yang bisa memanfaatkan “kepintaran” Alexa.

Di luar keduanya, masih ada Siri dari Apple, Bixby dari Samsung, Clova dari LINE, dan Cortana dari Microsoft yang bermain di ranah yang sama.

Tahun 2020 menjadi tipping point

Dalam sesi keynote-nya, President dan Kepala Divisi Consumer Electronics HS Kim memberikan komitmen bahwa Samsung, saat ini produsen perangkat consumer electronics terbesar di dunia, akan menerapkan konsep IoT untuk semua produknya di tahun 2020.

Itu artinya tidak ada lagi produk elektronik di rumah yang “tidak pintar”. Semua produk akan terhubung dan asisten akan menjadi perekat yang memudahkan komunikasi antara produk satu dan lainnya. Bixby, asisten yang dikembangkan Samsung, akan menjadi “bintang” jika semuanya mulus sesuai rencana.

DSCF4235

Kehadiran konektivitas 5G, yang ditargetkan mulai tersedia tahun 2019 mendatang, menjadi katalisator penting. Seharusnya tidak ada lagi penghalang di jalan tol bebas hambatan 5G untuk menghubungkan televisi, kulkas, mesin cuci, kamera pengintai, AC, hingga mobil kita.

Kerentanan teknologi

Tentu saja tidak ada teknologi yang tanpa celah. Isu BlueBorne atau Dolphin Attack adalah dua hal awal yang bisa digunakan untuk meng-exploit teknologi seperti ini. Dengan semakin banyaknya pemanfaatan asisten di berbagai perangkat, diyakini akan semakin banyak serangan yang terjadi.

Jika kita sudah “pusing” seandainya sebuah perangkat komputer yang kita miliki terkena hack atau virus, apa yang terjadi jika seluruh perangkat elektronik di rumah dikuasai oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab?

Suatu utopia lain adalah seandainya asisten menjadi terlalu pintar dan justru malah memiliki pikiran tersendiri. Di film 2001: A Space Odyssey, HAL berubah menjadi tokoh antagonis utama karena merasa terancam dengan potensi pemutusan daya karena adanya malfungsi. Sebagai asisten, manusia haruslah tetap menjadi pengontrol utama setiap kegiatannya.

Tren AI Makin Gencar, LG Sematkan Google Assistant ke Semua TV OLED dan Super UHD-nya Tahun Ini

Tahun 2018 ini, LG memutuskan untuk menggunakan branding baru buat lini perangkat elektronik rumahannya. Dijuluki “ThinQ”, penamaan ini sejatinya menegaskan peran besar artificial intelligence (AI) pada masing-masing perangkat. Sebelumnya, LG sudah mengungkap sebuah smart speaker berbekal integrasi Google Assistant, dan kini lini TV-nya turut mendapat perlakuan serupa.

Spesifiknya semua TV OLED dan Super UHD yang bakal dirilis LG tahun ini, yang akan mengusung integrasi asisten virtual besutan Google tersebut. Namun yang lebih menarik, LG rupanya juga masih akan menyematkan AI rancangannya sendiri.

Anda mungkin bertanya, untuk apa ada dua asisten virtual di sebuah TV? Skenario yang LG gambarkan adalah sebagai berikut: AI buatannya dipercaya untuk menjalankan tugas-tugas yang spesifik dan kontekstual, seperti ketika pengguna hendak mencari soundtrack dari film yang sedang ditontonnya; sedangkan Google Assistant untuk mengontrol perangkat smart home di luar ekosistem LG.

Dengan begitu, lini TV OLED dan Super UHD LG tahun ini pada dasarnya bisa menjadi pusat kendali untuk hampir seluruh perangkat pintar yang ada di kediaman pengguna. Di sisi lain, semua TV OLED LG tahun ini juga bakal mengemas prosesor baru yang diklaim mampu menawarkan noise reduction yang lebih baik sekaligus mendukung konten dengan frame rate tinggi (120 fps).

Bertambah giatnya pabrikan mengintegrasikan AI ke dalam perangkat buatannya sudah diprediksi oleh banyak pengamat sebagai salah satu tren teknologi di tahun 2018 ini. TV merupakan objek yang tepat jika melihat posisinya sebagai penghuni salah satu ruangan utama di rumah, dan ini yang menjadikannya ideal sebagai pusat kontrol perangkat smart home.

Sumber: The Verge dan LG.

Google Assistant Sambangi Tablet dan Smartphone Berbasis Lollipop

Google Assistant, asisten virtual pintar milik Google yang dijagokan untuk menjegal Cortana, Alexa dan Siri telah dipergunakan secara luas sejak tahun lalu meskipun baru terbatas di smartphone Pixel. Tapi perlahan, Google mulai memperluas adopsinya. Beberapa bulan setelah Pixel melenggang, Google Assistant mulai merambah ke perangkat baru yang menjalankan sistem operasi terbaru. Dan mulai hari ini, Google Assistant juga memperluas dukungannya ke perangkat tablet dan OS versi lainnya.

Pada hari Rabu waktu setempat, melalui blog resminya, Google mengumumkan dukungan Google Assistant terhadap tablet yang menjalankan Android 7.0 Nougat dan 6.0 Marshmallow, serta smartphone yang menggunakan Android 5.0 Lollipop.

Itu artinya, pemilik tablet berbasiskan Nougat dan Marshmallow segera bisa menemukan aplikasi dan merasakan manfaatnya. Begitu juga smartphone dengan OS Lollipop. Ketersediaan untuk tablet dijadwalkan dalam hitungan minggu untuk kawasan US. Sedangkan untuk dukungan smartphone, Google sudah mulai menggulirkan pembaruan yang menjangkau beberapa negara, antara lain US, Inggris, India, Australia, Kanada, Singapura, Spanyol, Meksiko, Spanyol, Jepang, Italia, Jerman, Brazil dan Korea.

Segera setelah diperbarui, sebuah ikon GA akan tampil di dalam barisan shortcut di perangkat terdukung. Setelah itu, semestinya pengguna bisa menekan tombol home selama beberapa detik untuk mulai memberikan perintah suara. Google Assistant sendiri mampu melakukan banyak hal, misalnya menjelajah internet, membuat catatan, pengingat, menjalankan aplikasi, memutar musik, mengirim pesan, mengirim email dan melakukan panggilan. Ke semuanya dilakukan dengan perintah suara.

Google Luncurkan Paper Signals, Perangkat DIY dari Kertas yang Bisa Dikendalikan dengan Suara

Google adalah perusahaan yang sangat gemar bereksperimen, wajar mengingat Google sendiri bisa dikatakan terlahir dari sebuah eksperimen sepasang mahasiswa doktorat. Selain merilis AIY Vision Kit, Google baru-baru ini rupanya juga memperkenalkan proyek eksperimental lain bernama Paper Signals.

Proyek ini merupakan bagian dari Google Voice Experiments. Tujuan yang ingin dicapai dari Paper Signals adalah menciptakan perangkat fisik yang dapat dikendalikan menggunakan perintah suara. Perangkat fisik yang seperti apa maksudnya? Sederhana saja, yang terbuat dari kertas.

Google Paper Signals

Seperti AIY Vision Kit, Paper Signals juga mengadopsi konsep DIY. Google hanya menyediakan komponen elektronik yang dibutuhkan, sisanya kita yang buat dan rakit sendiri. Google turut menyediakan template bentuk perangkat seperti yang bisa dilihat di atas, yang tinggal kita cetak dan potong sendiri.

Komponen-komponen itu mencakup development board mungil Adafruit Feather Huzzah yang berbekal Wi-Fi, micro servo, kabel jumper dan kabel micro USB untuk sinkronisasi data. Setelah dirakit, perangkat bisa diprogram untuk bermacam kebutuhan menggunakan source code yang open-source.

via GIPHY

Pengoperasiannya mengandalkan perangkat yang mendukung integrasi Google Assistant. Dari situ kita bisa memerintahkan perangkat untuk, misalnya, memonitor kondisi cuaca, memonitor fluktuasi nilai Bitcoin, atau sekadar mengingatkan kita untuk rehat sejenak selagi bekerja.

Skenario-skenario ini barulah yang diajukan oleh Google, dan konsep open-source tentu saja bisa membuka potensi Paper Signals yang lebih luas lagi. Google memasarkan bundel komponennya seharga $25 saja, dan Anda bisa melihat cara kerjanya secara lebih jelas melalui video di bawah ini.

Sumber: PCMag dan Google.

Google Lens Kini Terintegrasi ke Google Assistant di Semua Smartphone Pixel

Setelah menjalani debutnya bersama Pixel 2 dan Pixel 2 XL pada bulan Oktober lalu, Google Lens akhirnya terintegrasi secara penuh ke Google Assistant dan sudah siap untuk dinikmati oleh para pengguna smartphone Pixel yang berbahasa Inggris, termasuk generasi yang pertama.

Sekadar mengingatkan, Google Lens yang memanfaatkan teknologi computer vision dan machine learning ini memungkinkan pengguna untuk melakukan pencarian informasi hanya dengan memotret menggunakan ponselnya. Semisal pengguna menjumpai poster sebuah film, mereka tinggal mengarahkan kamera ponsel untuk mengakses informasi macam trailer sampai ulasan lengkapnya.

Sebelum ini, Google Lens hanya bisa diakses lewat aplikasi galeri foto di Pixel 2. Jadi, caranya bukan yang paling mudah; pengguna harus mengambil foto, membuka aplikasi galeri, lalu mengklik icon Google Lens. Sekarang semuanya jadi jauh lebih mudah berkat integrasinya pada Google Assistant.

Jadi ketika pengguna membuka Google Assistant, mereka akan menjumpai icon baru Google Lens di ujung kanan bawah. Klik icon tersebut, maka kamera ponsel akan aktif. Jepret suatu gambar, maka Assistant akan langsung menyajikan informasi-informasi yang relevan. Semuanya berlangsung secara real-time.

Google Lens

Ada cukup banyak skenario penggunaan Google Lens yang menarik. Yang pertama adalah untuk menyimpan informasi dari sebuah kartu nama secara instan. Lens juga dapat dipakai untuk membuka alamat suatu lokasi di Google Maps, untuk langsung dilanjutkan ke mode navigasi.

Skenario lain diperuntukkan bagi turis, di mana mereka bisa memanfaatkan Google Lens untuk mempelajari berbagai monumen bersejarah maupun koleksi karya seni di suatu museum, semuanya hanya dengan mengarahkan kamera ponsel. Terakhir, Lens juga bisa digunakan untuk mencari informasi suatu produk dengan memotret barcode-nya.

Seperti yang saya bilang di awal, integrasi Google Lens pada Assistant ini bakal tersedia di semua smartphone Pixel. Google bakal merilisnya dalam beberapa minggu ke depan di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Australia, India dan Singapura.

Sumber: Google.

Lini Android TV Besutan Sony Kini Dilengkapi Integrasi Google Assistant

Definisi sederhana smart TV adalah TV yang dapat tersambung ke internet. Namun seiring berjalannya waktu, smart TV dapat diibaratkan sebagai smartphone berlayar masif dengan sistem operasinya sendiri, yang tentu saja mengemas beragam fitur dan aplikasi.

Beberapa contoh yang populer adalah smart TV Samsung dengan OS Tizen, LG dengan webOS dan Sony dengan Android TV. Sejak diumumkan pertama kali di tahun 2014, Android TV cukup konsisten menerima pembaruan, dan yang paling gres adalah integrasi Google Assistant.

Adalah Sony yang pertama kali mewujudkan integrasi ini pada lini Android TV-nya. Smart TV Sony dengan seri XBR-Z9D, XBR-X800D, XBR-X750/X700D, atau semua dari line-up Android TV untuk tahun 2017 milik Sony lainnya, bakal menerima software update yang mendatangkan integrasi Google Assistant.

Mengakses Google Assistant di Android TV tidak lebih rumit dari sekadar menekan tombol berlambang mikrofon di remote control dan mulai berbicara. Selain untuk menavigasikan konten, Assistant dapat dimanfaatkan untuk melakukan pencarian konten, pencarian informasi umum ataupun mengendalikan perangkat smart home yang kompatibel.

Pengumuman ini sekaligus menggambarkan betapa pesatnya ekspansi yang dilakukan Google untuk asisten virtual-nya. Baru tahun lalu Google Assistant menjalani debutnya bersama Pixel generasi pertama, lalu diikuti oleh smart speaker dalam beberapa bulan terakhir, dan sekarang smart TV.

Sumber: PR Newswire.

Mencermati Masa Depan Aplikasi Chat Message dan Popularitas Voice Assistant untuk Kegiatan Pemasaran

Dalam gelaran Mobile Marketing Association (MMA) Forum 2017, banyak hal menarik yang disampaikan oleh panelis. Sebagian besar mengerucut kepada perkembangan teknologi dan penerapan kegiatan pemasaran yang saat ini sudah mulai bergeser kepada mobile.

Popularitas Voice Search dan Voice Assistant

Dalam presentasi-nya Chairman dan CEO AMEA, Russia/CIS Mindshare Ashutosh Srivastana menyebutkan, sudah waktunya publisher dan brand mulai meninggalkan cara-cara lama dan mulai memanfaatkan secara menyeluruh platform mobile untuk beriklan.

“Saat ini secara global sebanyak 1,4 miliar pengguna smartphone, dan Tiongkok masih memberikan kontribusi yang besar dari sisi pengguna, hal tersebut sudah menegaskan masif-nya penetrasi smartphone saat ini.”

Untuk memudahkan brand melakukan kegiatan pemasaran dengan tepat, ada 4cara yang bisa diterapkan dan diklaim mampu meningkatkan kegiatan pemasaran secara mobile. Tiga tahap tersebut adalah implikasi, interaktif, intelligence dan imersif.

“Ketiga tahap tersebut memiliki fungsi yang berkaitan dan jika diterapkan secara tepat bisa memberikan hasil yang optimal terkait dengan kegiatan pemasaran.

Definisi implikasi, interaktif, intelligence dan imersif

Saat ini sudah banyak teknologi mobile yang mengedepankan interaktif untuk menarik perhatian konsumen dan tentunya memberikan pengalaman pengguna yang lebih baik. Salah satu kegiatan pemasaran interaktif yang sudah dilancarkan oleh brand adalah Alibaba dengan promosi supermarket dengan skema online-to-offline.

Hal selanjutnya yang juga dibahas dalam presentasi tersebut adalah penerapan teknologi Artificial Intelligence (AI), machine learning yang saat ini sudah semakin banyak digunakan oleh brand.

Salah satu produk AI yang juga mulai berkembang dan cepat pertumbuhannya adalah Voice Assistant. Kehadiran Alexa, Google Assistant, Watson IBM sudah membantu brand untuk memanfaatkan teknologi tersebut untuk melakukan kegiatan pemasaran.

“Di Amerika Serikat sendiri saat ini sebanyak 47% millennial memanfaatkan Voice Search dan Voice Assistant untuk melakukan pencarian produk. Voice Integration juga sudah digunakan oleh perbankan untuk berinteraksi dengan nasabahnya,” kata Srivastana.

Terkait dengan imersif, beberapa pendekatan yang terbukti telah berhasil menarik perhatian konsumen adalah penerapan Augmented Reality (AR) untuk beriklan. Dengan konten yang menarik brand mampu mendapatkan hasil yang positif dari jumlah konsumen hingga revenue.

Evolusi dan masa depan aplikasi chat message

Dalam kesempatan tersebut turut hadir CEO BBM Matthew Talbot menyampaikan presentasi-nya tentang evolusi chat yang saat ini semakin cepat pertumbuhannya. Bukan lagi mengandalkan SMS, chat message sudah didominasi oleh aplikasi yang sudah menjelma bukan hanya sebagai platform untuk mengirimkan pesan, namun juga sebagai platform untuk pembayaran, beriklan dan konten lainnya.

“Tercatat saat ini 130 menit orang menghabiskan waktu di aplikasi chat message, dan dari berbagai aplikasi chat yang beredar saat ini sebanyak 3-4 aplikasi chat digunakan oleh orang” kata Talbot.

Hal tersebut membuktikan bahwa aplikasi chat message sudah bukan lagi bersifat personal, namun sudah menjadi bagian dari rutinitas yang sudah di semati dengan berbagai fitur menarik hingga peluang bagi brand untuk beriklan.

“Aplikasi chat message juga sudah menjadi enabler layanan e-commerce sebagai media pembayaran untuk memudahkan pengguna,” kata Talbot.

Ditambahkan juga oleh Talbot sudah waktunya bagi brand untuk mulai meninggalkan cara-cara lama saat melakukan kegiatan pemasaran dan mulai beralih ke smartphone.

“Saat ini sudah banyak aplikasi chat message yang menyediakan berbagai fitur terpadu untuk brand hingga layanan e-commerce melakukan engagement kepada konsumen, untuk saat ini dan selanjutnya sudah waktunya aplikasi chat message digunakan lebih menyeluruh untuk kegiatan pemasaran dan lainnya,” kata Talbot.

Sonos Luncurkan Smart Speaker dengan Integrasi Alexa dan Google Assistant Sekaligus

Google Home Mini dan Home Max bukan satu-satunya smart speaker yang diumumkan pada tanggal 4 Oktober kemarin. Bertempat di sisi lain Amerika Serikat, tepatnya di kota New York, Sonos rupanya juga mengumumkan smart speaker perdananya, yakni Sonos One.

Sonos One pada dasarnya hanyalah versi pintar dari speaker termurah Sonos, Play:1. Desainnya secara keseluruhan tampak identik, dan yang baru cuma balutan warnanya saja: full hitam atau putih. Bagian atasnya dihuni panel sentuh kapasitif sebagai pusat kontrol, tapi itu kurang relevan mengingat fitur yang diunggulkan One adalah kontrol via perintah suara.

Yang unik dari Sonos One adalah, pengguna tak hanya dihadapkan oleh satu asisten virtual saja. One datang mengusung integrasi Amazon Alexa dan Google Assistant sekaligus – meski dukungan Assistant baru akan hadir tahun depan lewat software update. Kontrol via perintah suara ini berlaku untuk berbagai macam layanan streaming yang didukung Sonos.

Sonos One

Bagaimana dengan Siri? Well, mulai tahun depan, Sonos akan menghadirkan dukungan AirPlay 2 sehingga pengguna dapat memakai perangkat iOS-nya masing-masing – yang dilengkapi Siri tentunya – untuk mengontrol musik yang berjalan pada Sonos. Tidak hanya itu, Sonos juga berencana menghadirkan integrasi Alexa pada deretan speaker-nya dalam waktu dekat, lagi-lagi melalui software update.

Pada akhirnya yang membuat Sonos One unik adalah integrasi Google Assistant. Pertanyaannya, apa alasan untuk memilih Sonos One ketimbang Google Home? Jawabannya adalah kualitas suara, yang tidak bisa dipungkiri merupakan faktor terpenting dari sebuah speaker.

Sonos One

One mengemas satu mid-woofer dan satu tweeter, yang ditenagai oleh sepasang amplifier Class-D. Konfigurasi ini sama persis seperti yang terdapat pada Play:1, jadi kalau Anda mau tahu seperti apa kualitas suara Sonos One, Anda tinggal membaca-baca review Play:1 sebelumnya.

Yang berbeda adalah sistem yang terdiri dari enam mikrofon dan algoritma peredam suara, yang bertugas memastikan suara pengguna dapat terdengar dengan baik, bahkan ketika musik sedang diputar keras-keras. Saat pengguna berbicara selagi musik diputar, volumenya akan otomatis diturunkan sehingga pengguna tak perlu berteriak.

Singkat cerita, Sonos One merupakan sebuah smart speaker yang kebetulan mengemas dua asisten virtual sekaligus, plus menawarkan kualitas suara dan fitur multi-room khas Sonos yang sudah terbukti. Kalau tertarik, bersiaplah mengucurkan dana $199 mulai 24 Oktober mendatang.

Sumber: Sonos.

Google Pixel 2 dan Pixel 2 XL Resmi Diperkenalkan

Keputusan Google untuk mengakuisisi sebagian divisi smartphone HTC bulan lalu pada dasarnya bisa menjadi bukti akan komitmen besar sang raksasa internet dalam menghadapi persaingan di industri ponsel. Apa yang dilakukan Google memang tidak lebih dari sebatas merekrut karyawan HTC, akan tetapi kalau jumlahnya mencapai 2.000 orang, saya kira itu sudah cukup untuk menunjukkan keseriusan Google.

Setelah cukup sukses dengan Pixel dan Pixel XL tahun lalu, Google pun sudah siap untuk memperkenalkan suksesornya. Di antara deretan hardware yang Google umumkan dalam event semalam, Pixel 2 dan Pixel 2 XL dengan mudah menjadi sorotan publik yang paling utama.

Desain dan layar

Google Pixel 2

Sepintas perubahan fisiknya memang tidak terlalu kentara, akan tetapi duo Pixel 2 ini sama-sama mengusung desain yang terkesan lebih polished ketimbang pendahulunya. Bodinya terbuat dari aluminium, dengan permukaan belakang bertekstur matte, diikuti oleh area kecil berlapis kaca di atas sensor sidik jari yang menjadi rumah bagi modul kamera.

Tidak seperti pendahulunya, bodi Pixel 2 dan Pixel 2 XL kini tahan air dengan sertifikasi IP67. Penggunaan material aluminium harus berkonsekuensi pada absennya satu fitur yang umum kita jumpai pada smartphone flagship, yaitu wireless charging. Saya yakin banyak yang menyesalkan hal ini, apalagi mengingat fitur ini pada akhirnya sudah tersedia di iPhone 8 dan iPhone X – untungnya Pixel 2 mendukung fast charging.

Google Pixel 2 XL

Sama seperti tahun lalu, perbedaan utama Pixel 2 dan Pixel 2 XL terletak pada layarnya. Namun perbedaannya kali ini lebih menyeluruh dan bukan cuma melibatkan ukuran saja: Pixel 2 datang dengan layar AMOLED 5 inci beresolusi 1920 x 1080, Pixel 2 XL dengan layar pOLED 6 inci beresolusi 2880 x 1440, keduanya sama-sama dilapisi kaca Gorilla Glass 5 dan memiliki rasio kontras 100.000:1.

Selain menggunakan panel OLED yang berbeda jenis, Pixel 2 XL juga mengemas bezel atas-bawah yang jauh lebih tipis ketimbang adik kecilnya. Kendati demikian, bezel-nya ini masih sedikit lebih tebal dibanding milik Samsung Galaxy S8 atau malah iPhone X, tapi sebagai gantinya, Google dapat menyematkan speaker stereo yang menghadap ke depan (juga pada Pixel 2).

Bodi kedua ponsel sama-sama tipis; Pixel 2 setebal 7,8 mm, sedangkan Pixel 2 XL setebal 7,9 mm. Pixel 2 tersedia dalam tiga pilihan warna, yakni hitam, putih dan biru agak abu-abu; sedangkan Pixel 2 XL dalam dua warna saja, yaitu serba hitam dan kombinasi hitam-putih.

Spesifikasi dan kamera

 

Google Pixel 2 XL

Perbedaan Pixel 2 dan Pixel 2 XL berhenti sampai di layarnya saja. Spesifikasi yang diusung sama persis, mencakup chipset Snapdragon 835, GPU Adreno 540, RAM 4 GB, pilihan storage 64 atau 128 GB (tanpa slot microSD), dan tentu saja keduanya sama-sama menjalankan Android 8.0 Oreo yang paling gres. Sedikit berbeda adalah kapasitas baterai: 2.700 mAh untuk Pixel 2, dan 3.520 mAh untuk Pixel 2 XL.

Satu hal yang mungkin terdengar mengecewakan adalah absennya jack headphone, yang berarti pengguna harus mengandalkan adapter USB-C (termasuk dalam paket penjualan) untuk memakai headphone standar. Alternatif lain, Google juga mengumumkan earphone wireless bernama Pixel Buds yang merupakan pendamping ideal untuk konektivitas Bluetooth 5.0 milik duo Pixel 2 ini.

Google Pixel 2

Beralih ke sektor kamera, Google kembali menunjukkan keseriusannya lewat perpaduan hardware dan software. Pixel 2 dan Pixel 2 XL dilengkapi kamera belakang tunggal 12 megapixel dengan lensa f/1.8 dan OIS, plus kamera depan 8 megapixel berlensa f/2.4. Kamera belakangnya cuma satu? Yup, tapi Anda jangan terlalu cepat khawatir.

Pasalnya, duo Pixel 2 ini masih bisa mengambil gambar dengan background yang tampak kabur ala fitur Portrait Mode pada iPhone 8 Plus. Kapabilitas ini diwujudkan oleh kecanggihan teknologi dual pixel dan machine learning, yang memungkinkan Pixel 2 untuk membuat semacam depth map dari foto yang diambil sebelum akhirnya mengemulasikan efek nge-blur yang dramatis.

Untuk membuktikan kecanggihan software-nya, Google bahkan juga menyematkan fitur Portrait Mode ini ke kamera depan Pixel 2, sehingga selfie yang pengguna ambil pun juga bisa tampak seperti hasil jepretan kamera DSLR. Selain Portrait Mode, ada juga fitur Motion Photo ala Live Photo di iPhone.

Soal video, Pixel 2 dapat merekam dalam resolusi maksimum 4K 30 fps, atau 1080p 120 fps untuk slow-motion. Kombinasi optical dan electronic image stabilization akan otomatis aktif guna memastikan video yang diambil tetap mulus meski pengguna sedang mengendarai motor sekalipun.

Foto-foto yang beredar di internet selama ini sudah bisa menunjukkan kehebatan kamera Pixel orisinil, dan Pixel 2 sudah pasti menjanjikan kualitas yang lebih baik lagi. Google bahkan sempat menyinggung hasil benchmark tertinggi dari DxOMark untuk kamera Pixel 2 yang mencatatkan skor 98, tapi kita harus selalu ingat untuk tidak menjadikan benchmark sebagai patokan utama.

Google Assistant dan fitur lainnya

Tahun lalu Pixel menjadi smartphone pertama yang mengusung integrasi Google Assistant. Tahun ini, Assistant pada Pixel 2 jadi lebih cerdas lagi. Cara memanggil Assistant di Pixel 2 juga sedikit berbeda, yakni dengan meremas kedua sisi ponsel, macam yang ada pada HTC U11, namun opsi standar via perintah suara masih tetap ada.

Assistant kini dapat diinstruksikan untuk mengakses pengaturan perangkat, seperti misalnya untuk mengaktifkan Wi-Fi hotspot atau fitur do not disturb. Assistant nantinya juga dapat memberikan bantuan berdasarkan rutinitas Anda. Jadi semisal Anda mengucapkan “good night“, Assistant akan mengaktifkan mode silent, mengaktifkan alarm, mematikan lampu pintar di kamar, dan masih banyak lagi.

Fitur lain yang tak kalah menarik adalah Now Playing, yang memungkinkan Pixel 2 untuk mengenali lagu yang sedang diputar di sekitarnya. Fitur ini berjalan secara otomatis dan tidak membutuhkan koneksi internet; judul lagunya akan langsung ditampilkan di bagian bawah layar, dan dari situ pengguna bisa langsung memutarnya di aplikasi streaming musik ataupun YouTube.

Google Lens

Pixel 2 juga menjadi smartphone pertama yang dilengkapi fitur Google Lens. Fitur ini terintegrasi pada aplikasi kamera, memungkinkan pengguna untuk mengakses beragam informasi dari objek di sekitarnya hanya dengan mengarahkan kamera Pixel 2.

Terakhir, dan yang menurut saya cukup penting, adalah integrasi Google Photos, dengan penyimpanan tak terbatas untuk foto dan video dalam resolusi penuh hingga akhir tahun 2020, lalu lanjut menjadi resolusi tinggi (bukan resolusi asli) untuk seterusnya. Ini penting mengingat Pixel 2 tidak dibekali slot microSD untuk ekspansi storage.

Harga dan ketersediaan

Google Pixel 2 XL

Google saat ini sudah membuka pre-order Pixel 2 dan Pixel 2 XL, tapi baru di Amerika Serikat, Kanada, Inggris Raya, Jerman, India dan Australia; lalu menyusul ke Itali, Spanyol dan Singapura di akhir tahun. Harga Pixel 2 dipatok $649 (64 GB) atau $749 (128 GB), sedangkan Pixel 2 XL dibanderol $849 (64 GB) atau $949 (128 GB).

Sejauh ini belum ada yang bisa memastikan apakah Google Pixel 2 dan Pixel 2 XL bakal masuk ke pasar Indonesia. Pixel orisinil sampai sekarang pun belum tersedia di tanah air karena tersandung masalah TKDN. Semoga Google dapat menanggulanginya kali ini.

Sumber: Google.

*Update: Tambahan informasi mengenai kapasitas baterai Pixel 2 dan Pixel 2 XL.