Go-Jek Reported to Raise New $1.5 Billion Funding Round

Go-Jek is reported in search of fresh funding for its SEA expansion. The Information reported that Go-Jek has started new talk with some investors, including existing ones in the previous rounds, to raise up to $1.5 billion (around 21 trillion Rupiah). The company’s valuation, based on the latest funding round, which closed earlier this year is around $4.8 billion (around 68 trillion Rupiah).

Previously, Bloomberg has reported that the investors (include Tencent, JD.com, and Google) has offered to provide additional funds for Go-Jek in its effort to become a regional competitor to Grab.

Post-Uber SEA acquisition (by Grab), Go-Jek is practically the only capable one (both in management and financial) to hold Grab’s attempt to monopolize the regional on-demand. Grab recently scooped a fresh funding worth of $1 billion (around 14 trillion Rupiah) from Toyota to expand GrabFood and GrabPay service.

Go-Jek has announced the availability of Go-Viet in Vietnam and GET in Thailand as its legal entity in each country. Both are expected be available for public in the next few months. In addition, Go-Jek will also expand to Singapore and the Philippines. Go-Jek has setup $500 million initial fund (around 7 trillion Rupiah), however, it certainly needs a bigger war chest to compete in the four neighboring countries.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Grab’s Plans Post-Toyota Investment

This year becomes a crucial time for Grab. Post Uber acquisition, Grab transformed into a great power in Southeast Asia with some new investment. The latest is from Toyota, worth 14 trillion Rupiah.

We’ve been in contact with Grab regarding its post-investment plans, particularly in Indonesia’s market. Grab’s spokesperson said the investment from Toyota will be specifically used for developing and expanding O2O (Online-to-Offline) services, such as GrabFood and GrabPay in Southeast Asia.

Up until now, GrabFood has reached six countries in Southeast Asia, including Malaysia, Singapore, Vietnam, Philippines, Thailand, and Indonesia. Grab then becomes the on-demand transport company with the most extensive food ordering and delivery in Southeast Asia.

“We want to create the more transparent mobile ecosystem and the cash will be used to organize variant innovative services in order to get the best experience for all users of our app,” the spokesperson, said.

Toyota-Grab’s strategic partnership

Last Year, Toyota and Grab had established a strategic partnership in the development of connected services for the Grab rentals using the data collected by Toyota’s translog system. Nowadays, by expanding the partnership, both companies seek to increase the adoption of mobility solution in all over Southeast Asia and launching services using the data from Toyota Mobility Service Platform (MSFP).

The services include user-based insurance, vehicle financing service, and periodic maintenance with prediction. It is expected to improve the driving efficiency and safety, also reduce the maintenance costs.

“The partnership with Toyota has given many benefits for drivers, in terms of affordable insurance for the scheme based on usage, or the delivery of long-term vehicle usage data to help reduce the maintenance costs. Currently, we have no special program for Indonesia,” the spokesperson, explained.

Grab’s mission to be a complete app

On-demand transportation business is growing fast. There are many public’s needs can be accommodated. Grab notices, besides providing payment service through GrabPay and delivery service by GrabFood, Grab also has prepared other services. One of the leaks is the use of Internet of Things technology, therefore, users can experience the complete Grab app ecosystem.

Grab’s spokesperson speaks regarding Indonesia’s market:

“Grab’s target is to become an integrated one-stop service platform to be the answer for mobility demands and to build the more efficient transportation network with its partners to reduce traffic in Southeast Asia metropolitan cities, including Indonesia, making mobility easier to access for all kinds of communities.”

Grab also emphasized on its current focus, it’s to build the more transparent mobile ecosystem and organize variant innovative services in order to get the best experience for all users.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Grab dan Sejumlah Rencana Pasca Investasi dari Toyota

Tahun 2018 menjadi masa yang cukup penting bagi Grab. Setelah mengakuisisi Uber, Grab menjelma menjadi salah satu kekuatan besar di Asia Tenggara dengan beberapa investasi yang diterima. Terakhir mereka mendapatkan suntikan dana dari Toyota, nilainya setara 14 triliun Rupiah.

Kami menghubungi Grab untuk mendapatkan informasi mengenai rencana Grab pasca investasi, khususnya untuk pasar Indonesia. Juru bicara Grab menyebutkan investasi dari Toyota secara khusus akan dimanfaatkan untuk mengembangkan dan memperluas jangkauan layanan O2O (Online-to-Offline) seperti GrabFood dan GrabPay di Asia Tenggara.

Sejauh ini GrabFood berhasil menjangkau enam negara di Asia Tenggara, meliputi Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Thailand dan Indonesia. Hal ini membuat Grab menjadi perusahaan transportasi on-demand yang juga memiliki layanan pesan antar makanan terluas di Asia Tenggara.

“Kami ingin membentuk ekosistem mobile yang lebih terbuka dan dana ini akan kami gunakan untuk menghadirkan ragam inovasi layanan demi pengalaman terbaik bagi seluruh pengguna aplikasi kami,” ujar juru bicara Grab.

Toyota dan kerja sama stragis dengan Grab

Toyota dan Grab tahun lalu sudah menjalin kerja sama strategis dalam hal pengembangan layanan terhubung untuk armada rental Grab dengan menggunakan data yang dikumpulkan oleh sistem translog dari Toyota. Kini dengan perluasan kerja sama ini keduanya berusaha untuk meningkatkan adopsi solusi mobilitas baru di seluruh Asia Tenggara dan meluncurkan layanan yang memanfaatkan data Toyota Mobility Service Platform (MSFP).

Layanan yang dimaksud meliputi layanan asuransi berbasis pengguna, layanan pembiayaan kendaraan, dan perawatan berkala yang dapat diprediksi. Diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan keselamatan berkendara dan menekan biaya perawatan.

“Kerja sama dengan Toyota ini memberikan banyak keuntungan bagi mitra pengemudi, baik dalam bentuk premi asuransi yang lebih terjangkau berkat skema berdasarkan penggunaan, atau pengiriman data penggunaan kendaraan dalam jangka panjang untuk membantu mengurangi biaya pemeliharaan kendaraan. Saat ini kami belum memiliki program khusus untuk Indonesia,” terang juru bicara Grab.

Grab dan misi menjadi aplikasi yang lebih lengkap

Bisnis transportasi on-demand saat ini sudah berkembang cukup pesat. Banyak kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang bisa diakomodasi. Grab pun menangkap hal itu, selain sudah menyediakan layanan pembayaran melalui GrabPay dan pesan antar melalui GrabFood, pihak Grab juga telah menyiapkan layanan lainnya. Salah satu bocorannya adalah penggunaan teknologi Internet of Things, nantinya pengguna dapat menikmati ekosistem aplikasi Grab secara lengkap.

Untuk pasar Indonesia Juru Bicara Grab menjelaskan:

“Target Grab adalah menjadi platform layanan satu pintu terpadu yang menjawab segala kebutuhan mobilitas dan menciptakan jaringan transportasi yang lebih efisien bersama para rekanannya guna mengurangi kemacetan lalu lintas di kota-kota mega di Asia Tenggara termasuk Indonesia, menjadikan mobilitas semakin mudah diakses untuk semua kalangan masyarakat. ”

Pihak Grab juga menekankan bahwa fokus mereka saat ini adalah untuk membentuk ekosistem mobile yang lebih terbuka dan menghadirkan ragam inovasi layanan demi pengalaman terbaik bagi seluruh penggunanya.

Application Information Will Show Up Here

Susul GO-JEK, Grab Jalin Kemitraan dengan MRT Jakarta

Grab hari ini (08/6) meresmikan kerja sama dengan MRT Jakarta. Kerja sama tersebut meliputi beberapa hal strategis, pertama terkait dengan pemanfaatan uang elektronik GrabPay (didukung platform OVO) sebagai moda pembayaran tiket. Kedua, terkait dengan konektivitas first mile – last mile bagi pelanggan MRT Jakarta dan Grab. Dan yang ketiga, penyusunan proof of concept bersama untuk mengintegrasikan mobile payment untuk membentuk platform pembayaran yang menyeluruh.

Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata, menyampaikan bahwa kolaborasi ini sebagai langkah awal untuk terciptanya sistem transportasi terintegrasi. Pihaknya berharap dengan kerja sama ini akan turut menguatkan peran Grab dalam penyediaan moda transportasi di wilayah Jakarta.

Di lain sisi Suherman selaku Presiden Direktur OVO turut berpartisipasi dalam kerja sama ini. Menurutnya dengan keterlibatan Grab turut mengukuhkan posisi OVO sebagai platform pembayaran. Integrasi dengan layanan transportasi dinilai menjadi use-cases penting bagi aplikasi OVO untuk makin memperluas cakupan pengguna.

Kerja sama serupa sebenarnya juga sudah dilakukan oleh GO-JEK sejak sebulan lalu. Tujuannya sama, melalui platform mobile payment yang dimiliki, GO-JEK ingin memfasilitasi pilihan alternatif pembayaran tiket MRT Jakarta. Selain untuk penjualan tiket, GO-JEK juga menawarkan konsep Non Farebox Business.

Application Information Will Show Up Here

Grab Ventures Is Now Official, Ready for Startup Acceleration in Southeast Asia

Grab announces Grab Ventures as an investment unit with an objective to find and build regional innovation. Some vertical industries targeted include online payments, finance, shopping, logistics, and food delivery. Previously, Grab has made some investments (and few acquisitions) in startups, one of those is Kudo in Indonesia.

One of the reasons for the developmental urgency of Grab Ventures is for O2O (Online-to-Offline) platform acceleration as Grab’s business model. By partnering with related tech startups, it’s considered more effective to support the business demand that keeps shifting dynamically. In the near future, Grab Ventures will start a Velocity program, it’s a startup accelerator in Southeast Asia.

The accelerator program is targeting at least 10 startups to be trained in the next 24 months, includes funding and opportunity for synergy. The registration is currently open on the official site ventures.grab.com.

“Grab will play an active role to grow and develop the startup ecosystem in Southeast Asia. It’s about empowerment and we invite the developing startups wanted to grow in the region to partners with Grab Ventures,” Anthony Tan, Group CEO & Co-Founder Grab, said as quoted by e27.

One of the succession strategies, Grab Ventures will partner with several strategic institutions, both government and private. It started off as the debut in Singapore, where Grab Ventures has partnered with Info Communications Media Development Authority (IMDA). The same strategy will also be applied in other operational areas, including Indonesia, Philippines, Malaysia, Thailand, Vietnam, Myanmar, and Cambodia.

Anthony Tan, in another session with CNBC, said that one thing being offered to the startups [to be trained] is an opportunity to use Grab’s capabilities, include technology, network, experts, and financial support. It includes GrabPay (electronic payment platform) that currently operating in many countries. The platform is expected to be able to support operations for the startup’s developing app.

He emphasized the key criteria for the selected startup is in growth-stage and willing to make the regional expansion. In terms of ownership, it will be flexible, he said. Some might be fully acquired, some will take minority ownership or others. With the current Grab valuation, Anthony Tan is confident that this will be a strategic step to help partners, customers, and startups to grow.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Grab Ventures Diresmikan, Siap Akselerasi Startup di Asia Tenggara

Grab mengumumkan pembentukan Grab Ventures sebagai sebuah unit investasi yang bertujuan untuk menemukan dan menumbuhkan inovasi di wilayah regional. Beberapa vertikal industri yang disasar meliputi online payments, finance, shopping, logistic, dan food delivery. Sebelumnya Grab memang sudah banyak berinvestasi (dan melakukan akuisisi) startup, salah satunya Kudo di Indonesia.

Urgensi pengembangan Grab Ventures salah satunya untuk mengakselerasi penguatan platform O2O (Online-to-Offline) yang terus dimatangkan sebagai model bisnis Grab. Karena dengan menggandeng startup teknologi di bidang terkait dinilai lebih efektif mendukung kebutuhan bisnis yang terus berubah dinamis. Dalam waktu dekat Grab Ventures akan memulai program Velocity, yakni akselerator untuk startup di Asia Tenggara.

Program akselerator tersebut menargetkan setidaknya 10 startup untuk dibina dalam 24 bulan mendatang, termasuk diberi investasi permodalan dan kesempatan sinergi dengan Grab. Saat ini pendaftaran juga sudah mulai dibuka melalui situs resminya di ventures.grab.com.

“Grab akan memainkan peran aktif untuk menumbuhkan dan mengembangkan ekosistem startup di kawasan Asia Tenggara. Ini tentang pemberdayaan, dan kami mengundang startup di tahap pertumbuhan yang ingin berkembang di wilayah regional untuk bermitra dengan Grab Ventures,” ujar Group CEO & Co-Founder Grab Anthony Tan seperti dikutip e27.

Salah satu strategi suksesi ini, Grab Ventures akan bermitra dengan beberapa institusi strategis, baik di kalangan pemerintahan maupun swasta. Ini sudah dimulai dari debutnya di Singapura, di sana Grab Ventures telah bermitra dengan Info Communications Media Development Authority (IMDA). Termasuk nantinya juga akan dilakukan hal sama di wilayah operasional lain, meliputi Indonesia, Filipina, Malaysia, Thailand, Vietnam, Myanmar, dan Kamboja.

Di sesi lain, Anthony Tan dalam sebuah wawancara bersama CNBC mengungkapkan, salah satu yang ditawarkan kepada para startup yang nanti dibina ialah kesempatan untuk memanfaatkan kapabilitas yang dimiliki Grab, meliputi aset teknologi, jaringan, pakar dan dukungan finansial. Termasuk platform pembayaran elektronik (GrabPay) yang saat ini sudah beroperasi di banyak negara. Harapannya platform pembayaran tersebut dapat menunjang operasional aplikasi yang dikembangkan para startup.

Anthony Tan juga menegaskan, kriteria kunci untuk startup yang dipilih ialah tengah dalam growth-stage dan memiliki kemauan kuat untuk melakukan ekspansi regional. Soal kepemilikan, ia mengatakan akan cukup fleksibel. Beberapa mungkin akan diakuisisi sepenuhnya, beberapa akan diambil kepemilikannya secara minoritas, dan lainnya. Dengan valuasi Grab saat ini, Anthony Tan cukup percaya diri langkah ini akan menjadi strategis untuk membantu mitra, pelanggan, dan startup untuk bertumbuh.

Laporan DailySocial: Survei Transisi Konsumen Uber Pasca Akuisisi

Pada tanggal 26 Maret 2018 lalu, Grab secara resmi mengumumkan akuisisinya terhadap unit bisnis Uber di Asia Tenggara. Kabar tersebut disampaikan langsung oleh Co-Founder & Group CEO Grab Anthony Tan. Inisiatif tersebut diakukan untuk memperkuat visi layanan Grab di Asia Tenggara, untuk menciptakan layanan transportasi hemat biaya.

Kini seluruh layanan Uber telah berhenti beroperasi di Asia Tenggara, tak terkecuali di Indonesia. Lantas memunculkan pertanyaan, bagaimana dengan basis konsumen yang sudah dimiliki Uber? Ke mana mereka bertransisi, mengingat layanan on-demand sudah menjadi kebutuhan banyak orang? Apa yang mereka harapkan dari layanan on-demand baru yang digunakan?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, DailySocial bekerja sama dengan JakPat Mobile Survey Platform melakukan survei terhadap pengguna Uber dari berbagai kota wilayah operasional Uber di Indonesia.

Dari survei tersebut ada beberapa temuan menarik, di antaranya:

  • Sebanyak 54,53% responden mengaku berpindah ke layanan Grab, sedangkan 44,71% berpindah ke layanan GO-JEK.
  • Biaya yang lebih murah menjadi salah satu pertimbangan utama responden saat beralih ke layanan on-demand
  • Isu yang kerap dialami pengguna saat dulu menggunakan Uber adalah mitra pengemudi yang kadang sulit ditemui.
  • Sebanyak 77,94% responden mengharapkan layanan Uber kembali beroperasi di Indonesia seperti sedia kala.

Selain empat poin di atas, ada beberapa temuan lain yang berhasil dirangkup dalam survei. Termasuk mengetahui layanan apa yang paling mudah ditemui di sekitar tempat tinggal responden, hal apa yang menjemukan dari layanan Uber, hingga faktor yang mempengaruhi mereka dalam memilih sebuah layanan on-demand.

Laporan selengkapnya dapat diunduh gratis melalui tautan berikut ini “Uber Consumer Transition Survey 2018”.

GrabPay Comes Back From Hiatus

Grab re-activate “GrabPay”, the cashless payment of co-branding with OVO (with ‘GrabPay Powered by OVO’ branding), last week (6/1). Grab declines to comment regarding the news when contacted by DailySocial.

GrabPay was down since the late January 2018 to the end of May. The inactivity happened not long after they announced a partnership with OVO in December 2017.

Mediko Azwar said GrabPay is deactivated due to a technical issue in the top-up feature. It was for maintenance.

“We are upgrading server base for GrabPay top-up. There are still some issues,” he explained, quoted by Katadata.

grabpayovo

Thoroughly, the latest update is not really different from the previous experience. Grab users can do OVO balance top-up via ATM, internet banking, minimarket, or debit card.

However, Grab is now using the additional six-digit PIN for every balance (over Rp500 thousand) saved in GrabPay. The PIN will also be used for credit card payment. In making the PIN, the setting will pop up every 72 hours and every time it detects an unknown location.

The rise of GrabPay adds up the payment options in Grab besides cash, credit, and e-cash.

GrabPay is still behind Go-Pay with e-money and QR Code license for payment outside Go-Jek platform.

Co-branding license scheme

Grab is not the only one using other company’s e-money license. Traveloka using the same method for Traveloka Pay. The OTA company is using a partnership with Uangku as a payment option for users. Uangku was issued by Smartfren with a legal license from Bank Indonesia.

Dannis Muhammad, Traveloka’s CMO, said there is no particular reason behind the decision to take Uangku as the third party. Traveloka, he thought, only a marketplace which provides technology for all third parties to give additional value to consumers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

GrabPay Kembali Aktif, Sempat “Mati Suri” dari Awal Tahun

Grab mulai mengaktifkan kembali layanan pembayaran cashless GrabPay hasil co-branding dengan OVO (dengan branding ‘GrabPay Powered by OVO’) sejak pekan lalu (1/6). Pihak Grab enggan memberikan komentarnya soal hal ini saat dihubungi DailySocial.

GrabPay sempat mati suri dimulai sekitar akhir Januari 2018 hingga akhir Mei ini. Non aktifnya ini tidak lama berselang setelah Grab mengumumkan kemitraannya dengan OVO pada Desember 2017.

Marketing Director Grab Indonesia Mediko Azwar bilang, GrabPay dinonaktifkan karena ada kendala teknis dalam fitur top up, sehingga dilakukan perbaikan.

“Memang kami sedang upgrade server base untuk top up layanan GrabPay. Jadi masih ada kendala,” terangnya dikutip dari Katadata.

Secara keseluruhan, pembaruan kali ini tidak jauh berbeda pengalamannya dibandingkan sebelumnya. Pengguna Grab bisa top up saldo OVO lewat ATM, internet banking, minimarket, atau lewat kartu debit.

Hanya saja, kini Grab melekatkan tambahan PIN enam digit untuk setiap saldo yang tersimpan dalam GrabPay apabila lebih dari Rp500 ribu. PIN juga akan diberlakukan untuk pembayaran dengan kartu kredit. Ketika PIN dibuat, akan muncul pengaturan untuk PIN setiap 72 jam dan setiap kali aplikasi mendeteksi lokasi tak dikenal.

Hadirnya kembali GrabPay menambah opsi pembayaran di aplikasi Grab selain menggunakan tunai, kartu kredit, dan Mandiri E-Cash.

GrabPay bisa dibilang masih ketinggalan dibanding Go-Pay yang sudah memiliki lisensi e-money tersendiri dan sudah mendapatkan izin menggunakan skema QR Code untuk pembayaran di luar platform Go-Jek.

Skema co-branding lisensi

Tak hanya Grab yang memanfaatkan lisensi uang elektronik perusahaan lain. Traveloka melakukan hal serupa untuk Traveloka Pay. Perusahaan OTA tersebut memanfaatkan kemitraan dengan Uangku sebagai pilihan bagi para penggunanya. Uangku diterbitkan oleh Smartfren yang telah memperoleh izin resmi Bank Indonesia.

CMO Traveloka Dannis Muhammad menuturkan tidak ada alasan khusus yang membuat perusahaan akhirnya menggandeng Uangku sebagai mitra pihak ketiga. Traveloka, menurutnya, hanya jadi marketplace penyedia teknologi yang terbuka untuk semua pihak ketiga sehingga dapat memberikan nilai lebih untuk para konsumennya.

Application Information Will Show Up Here

Go-Jek is Soon to be Available in Vietnam

GO-JEK is said to be officially available in Vietnam in July 2018. The arrival wants to challenge Grab’s dominance in Vietnam market. Post-Uber acquisition, Grab isn’t be facing any competitor in SEA countries besides Indonesia.

In its early stage, GO-JEK will be focused on partner acquisitions. One of the strategies is to eliminate the 20% fees deduction for drivers. It is considered as a good tactic, since the competitor (Grab) is having 28% fees from the driver partner.

Vietnam becomes the first execution of the expansion. The next is Singapore and Philippine. Meanwhile, the region has become Grab’s operation-based area (with Uber SEA after being acquired by Grab).

Post Uber SEA acquisition, Grab is now dominating the industry in various countries. A survey conducted by Financial times has shown Grab’s solid position in SEA countries. Indonesia is an exception with GO-JEK still dominating.

According to some Vietnam local publications, GO-JEK’s arrival is welcomed, in terms of regulations as well. With Grab dominating most of the transportation market in the region, local authorities investigation indicates a violation of the law regarding the competition post-Uber acquisition.

GO-PAY role

There is no definite news about bringing the service provided by PT Dompet Anak Bangsa (GO-PAY). However, it is certain that the payment system will be GO-JEK’s product roadmap in each country. Since January 2017, the Vietnamese government has begun drafting regulations to tighten the rules of e-money and virtual currency. The framework is now under the auspices of the State Bank of Vietnam (SBV).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here