Amartha Accelerates Product Innovation, Acqui-hiring Surabaya Based Software House

P2p lending startup Amartha announced an acquisition of a Surabaya based software company, Twiscode (PT Dapur Rumah Sejahtera) with an undisclosed value. Twiscode talents will join Amartha’s engineer team to accelerate product and technology development plans.

Amartha‘s Chief Commercial Officer, Hadi Wenas explained to DailySocial, the company is currently in need for engineer talent to proceed with innovation and expansion plans after securing the latest fund. Twiscode is considered a perfect fit for the business’ demand.

Moreover, both companies maintain adequate relationship through several collaborations, therefore, Twiscode’s talents have proven reputation and quality. “As we’ve already work together, the chemistry is there, they also want to be part of Amartha to realize the mission,” Wenas said.

Amartha’s Senior Vice President of Engineering, William Notowidagdo added, the pandemic and the work from home (WFH) policy have proven the fact that digital talent demand can be fulfilled without having to rely only to Jakarta’s supply.

“Today’s local talents throughout Indonesia have the same opportunity to contribute to startups like Amartha,” he said. After the acquisition, the entire Twiscode team of 47 people became part of Amartha’s R&D office, named “Amartha Development Center Surabaya”.

Technology development plans

Wenas also mentioned a lot of technological scope at Amartha that could be improved. They are currently focusing on three segments from lender, internal and borrower.

For example, in terms of lender, every one lender will be possible to fund each project in Amartha starting from Rp100 thousand from the previous minimum rate of Rp5 million. “Furthermore, there are some things can be accelerated from the lender registration and verification in the future.”

Moreover, in the internal side, as 1/3 of the borrowers do not have a smartphone, Amartha requires a field officer for the verification process and fund disbursement through a separate application. The company is to launch the latest technology for cashless loan disbursement.

“We want to increase our coverage field officers, therefore, increase their productivity.”

William mentioned another technology to assist borrower verification and attendance is to provide a face recognition feature, enough with the manual process using signature. This solution is to overcome the field conditions, where most of these borrowers are illiterate and whose fingerprints unrecognized using a biometric machine.

To comply with TKB, aside from field officers and absenteeism, Amartha applies four groups with 92 parameters for credit scoring, including business parameters, demographics, ability to pay, and willingness to pay. All of these parameters are made specifically for the underserved segment, it will be different from most p2p players.

“Our survey is not whether he can pay or not, but a survey based by looking at the house condition, for example whether they’re using LPG or kerosene, the presence of refrigerator, dirt or tile based floor, and so on. In the future, we will definitely evolve.”

One of the popular scoring parameters is borrowers’ awareness towards smartphone. The one supporting factor is for the children to study. This should gradually made the increase of social media awarness to borrowers.

“When social media usage increases, we will attit with 92 parameters considering that digital adoption in the village will increase in the future,” Wenas said.

The company released Amartha Plus with three features, Warung Loan Non Mitra, Warung Loan Mitra, and Amartha Pulsa/PPOB. In the first feature, the company becomes a financial partner for paylater products for stall partners registered in the Sampoerna Retail Community (SRC) network. This collaboration allows SRC’s stall partners to pay the due date for each stock purchase.

Next, for the Warung Loan Mitra, it allows stall partners in the Amartha network to purchase FMCG product stocks wholesale through Tanihub, company’s agritech partner. Currently, it has available at 11 points in East Java, there are more than 100 partners shop regularly, and offering more than 4 thousand SKUs .

Last, Amartha Pulsa, whose service is more straight forward for balance top-up and PPOB. This service has been used in 93 points out of 497 Amartha network points.

The growth of fintech lending

Indonesia’s fintech lending statistic per May 2021 / OJK

Throughout 2021, the fintech lending industry continues to growth rapidly. Based on OJK’s statistics as of May 2021, there are 118 conventional and 9 sharia fintech lending providers. The total assets owned reach 4.1 trillion Rupiah. The platforms also managed to accommodate around 8.7 million lender accounts (p2p) channeling 13.8 trillion Rupiah of funds.

In order to maximize this momentum, the company has taken a number of strategic actions. Most recently, they appointed former Minister of Communication and Information Rudiantara as Commissioner. In June 2021, they received 107 billion Rupiah investment from Norfund which is an institution owned by the Norwegian government. It follows the previous round of IDR 405 billion led by WWB Capital Partners II and MDI Ventures.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Percepat Inovasi Produk, Amartha “Acquihire” Perusahaan Piranti Lunak Asal Surabaya

Startup p2p lending Amartha mengumumkan acquihire terhadap perusahaan piranti lunak asal Surabaya Twiscode (PT Dapur Rumah Sejahtera) dengan nilai dirahasiakan. Talenta Twiscode sepenuhnya akan bergabung sebagai tim engineer Amartha untuk mempercepat rencana pengembangan produk dan teknologi.

Kepada DailySocial, Chief Commercial Officer Amartha Hadi Wenas menjelaskan, perusahaan membutuhkan talenta engineer dalam waktu cepat untuk merealisasikan seluruh rencana inovasi dan ekspansi Amartha pasca-mengantongi pendanaan. Pihaknya melihat Twiscode memenuhi seluruh kriteria yang dibutuhkan perusahaan.

Terlebih itu, keduanya memiliki relasi bisnis yang cukup baik lewat sejumlah kerja sama yang pernah dijalin sebelumnya, sehingga reputasi dan kualitas talenta Twiscode telah terbukti. “Karena kami sudah saling kenal jadi ada chemistry, mereka pun ingin jadi bagian dari Amartha untuk mewujudkan misi itu,” ucap Wenas.

Senior Vice President of Engineering Amartha William Notowidagdo menambahkan, pandemi dan tren work from home (WFH) menjadi pembuktian bahwa pemenuhan talenta digital dapat dilakukan tidak harus bergantung lagi pada suplai di Jakarta saja.

“Sekarang talenta di daerah juga punya kesempatan yang sama untuk berkontribusi di startup seperti Amartha,” ucapnya. Setelah acquihire, seluruh tim Twiscode yang berjumlah 47 orang menjadi bagian dari kantor R&D Amartha, dinamai “Amartha Development Center Surabaya”.

Rencana pengembangan teknologi

Wenas melanjutkan masih banyak ruang lingkup teknologi di Amartha yang bisa ditingkatkan jadi lebih baik. Di Amartha sendiri ada tiga segmen teknologi yang difokuskan, yakni dari sisi lender, internal, dan borrower.

Misalnya, untuk segmen lender, nantinya memungkinkan per lender dapat mendanai setiap proyek di Amartha mulai dari Rp100 ribu dari sebelumnya minimal Rp5 juta. “Lalu dari registrasi lender dan verifikasinya ada yang bisa lebih dipercepat lagi ke depannya.”

Kemudian, dari sisi internal, karena 1/3 borrower belum memiliki smartphone, maka Amartha membutuhkan kehadiran field officer untuk proses verifikasi dan pencairan dana yang dibantu lewat aplikasi tersendiri. Teknologi teranyar yang tengah disiapkan adalah proses pencairan dana pinjaman secara cashless.

“Kami ingin meningkatkan coverage field officer kami sehingga produktivitas mereka jadi lebih tinggi.”

William menyebutkan teknologi lainnya untuk membantu verifikasi dan absensi borrower adalah menghadirkan fitur face recognition, tidak lagi harus proses manual dengan tanda tangan. Solusi ini untuk mengatasi kondisi di lapangan, yang mana para borrower ini mayoritas buta aksara dan sidik jari yang tidak bisa terbaca bila memakai mesin biometrik.

Dalam menjaga TKB, selain memanfaatkan kehadiran field officer dan absensi, Amartha menerapkan empat grup dengan 92 parameter untuk skoring kredit, di antaranya parameter bisnis, demografis, kemampuan untuk bayar, dan kemauan untuk bayar. Seluruh parameter ini dibuat khusus untuk segmen underserved, sehingga berbeda dengan pemain p2p kebanyakan.

“Jadi survei kita itu bukan dia bisa bayar atau enggak, tapi dari survei dengan melihat kondisi rumahnya, misalnya pakai LPG atau minyak tanah, ada kulkas atau tidak, lantai rumahnya masih tanah atau ubin, dan sebagainya. Ke depannya pasti akan kita evolve.”

Salah satu parameter skoring yang tengah melonjak adalah awareness borrower terhadap kebutuhan smartphone. Faktor penunjangnya tak lain untuk anak-anak para peminjam untuk sekolah. Kebutuhan tersebut lambat laun membuat kesadaran borrower terhadap media sosial meningkat.

“Ketika usage media sosial naik, akan kita kawinkan dengan 92 parameter mengingat adopsi digital di desa bakal meningkat ke depannya,” pungkas Wenas.

Perusahaan merilis Amartha Plus dengan tiga fitur, yakni Warung Loan Non Mitra, Warung Loan Mitra, dan Amartha Pulsa/PPOB. Pada fitur pertama, perusahaan menjadi mitra finansial produk paylater untuk mitra warung yang masuk dalam jaringan Sampoerna Retail Community (SRC). Kerja sama ini memungkinkan mitra warung SRC dapat membayar tempo untuk setiap belanja stok.

Berikutnya untuk fitur Warung Loan Mitra, memungkinkan mitra warung di jaringan Amartha dapat melakukan pembelian stok produk FMCG secara grosir melalui Tanihub, mitra agritech yang digandeng perusahaan. Terhitung saat ini telah beroperasi di 11 poin di Jawa Timur, ada lebih dari 100 mitra yang belanja secara rutin, dan tersedia lebih dari 4 ribu SKU.

Terakhir adalah Amartha Pulsa yang layanannya lebih straight forward untuk pembelian pulsa dan PPOB. Layanan ini sudah dipakai di 93 poin dari 497 poin jaringan Amartha.

Perkembangan fintech lending

Statistik Fintech Lending Indonesia Mei 2021 / OJK

Sepanjang tahun 2021 ini, industri fintech lending masih terus memperlihatkan geliat pertumbuhan. Menurut data statistik OJK per Mei 2021, ada 118 penyelenggara fintech lending konvensional dan 9 syariah. Secara total, total aset yang dimiliki mencapai 4,1 triliun Rupiah. Para platform juga berhasil mengakomodasi sekitar 8,7 juta rekening pemberi pinjam (p2p) menyalurkan dana 13,8 triliun Rupiah.

Untuk memaksimalkan momentum tersebut, sejumlah aksi strategis telah dilakukan. Teranyar mereka menunjuk mantan Menkominfo Rudiantara sebagai Komisaris. Pada Juni 2021 lalu mereka juga baru mendapatkan investasi 107 miliar Rupiah dari Norfund yang merupakan lembaga milik pemerintah Norwegia. Ini melanjutkan perolehan sebelumnya senilai 405 miliar Rupiah dari putaran yang dipimpin WWB Capital Partners II dan MDI Ventures.

Application Information Will Show Up Here

Amartha Appoints Rudiantara as a Commissioner, Introducing Amartha Plus App

Amartha announced Rudiantara, the former Minister of Communication and Information for the period 2014-2019, as a President Commissioner effective per July 1, 2021. Rudiantara’s mature experience in technology is expected to contribute to the company’s ambition to accelerate MSME digitization.

In a virtual press conference the company held (19/7), Amartha’s Founder and CEO, Andi Taufan Garuda Putra said that one of Rudiantara’s important achievements was to develop policies regarding digital infrastructure in remote areas to support MSMEs.

“Amartha is honored to welcome Mr. Rudiantara to be part of Amartha’s big exit. Amartha is optimistic that his presence will provide insight and wisdom in building leadership and partnerships with company stakeholders,” he said.

Rudiantara added, he is also honored to be able to work together with Amartha in accelerating financial services for the unserved and underserved groups with no access to the banking sector. He said, not only focusing on microfinance, Amartha also focuses on the women’s segment.

“This is the reason I joined Amartha. It is based on technology, but what makes it different is that they target MSMEs with a broad social impact, MSMEs, productive women, and sustainable business. This is what makes me honored to join Amartha,” Rudiantara said.

Amarta Plus app

On the same occasion, Amartha’s Chief Commercial Officer, Hadi Wenas said the company launched the Amartha Plus application specifically for Amartha  borrowers to be more familiar with technology. This application complements the previous two platforms that are specifically designed for field agents and lenders.

The launching also in line with the realization of an investment of $28 million led by Women’s World Banking (WWB) through WWB Capital Partners II and MDI Ventures in early May 2021.7.19

“Prior to this application, the field agent was tasked with inputting the online registration process. However, partners can now apply directly through the application, our field agent will be a sampling surveyer, therefore, the funds will be disbursed faster in about 15 minutes,” Hadi said.

Amartha Plus currently has three features, Warung Loan Non Mitra, Warung Loan Mitra, and Amartha Pulsa/PPOB. In the first feature, the company becomes a financial partner for paylater products for stall partners who are included in the Sampoerna Retail Community (SRC) network. This collaboration allows SRC’s warung partners to pay the due date for each stock purchase.

“This has only been running in June, the number of partners who have joined is about hundreds for the first batch. Soon, we are targeting tens of thousands as the SRC network already has millions of stalls, but there are hundreds of thousands already online.”

Next for the Warung Loan Mitra feature, it allows stall partners in the Amartha network to purchase FMCG product stocks wholesale through Tanihub, an agritech partner that is partnered with the company. As of now, it has operated at 11 points in East Java, there are more than 100 partners who shop regularly, and there are more than 4 thousand SKUs available.

“Last, is Amartha Pulsa, which service is more straight forward for topping up balance and PPOB payment. This service has been used in 93 points out of our 497 network points.”

Wenas said this new application could deepen the smartphone penetration in Indonesia, especially in rural areas. “Next we will develop other innovations related to intensifying smartphone penetratio, therefore, it can be used for business, and helping partners to have less cash for installment payments.”

Currently, of the 719 thousand Amartha partners who have joined as borrowers, around 60% of them are engaged in trading businesses, such as food stalls, grocery, fashion, children’s toy shops, and others. The composition of food stall and grocery business owners dominates around 20%-30% in this business group.

During the first half of this year, Amartha has disbursed loans of Rp914 billion, up 35% YOY to 203 thousand partners. Interestingly, about 60% of this distribution portfolio is channeled outside Java (Sumatra and Sulawesi). This number increased by 196.62% YOY.

Taufan said that this performance would continue to be improved considering the need for micro-financing outside Java is still very broad and has not been fully explored by fintech players at this time. “We are targeting to empower up to 1 million partners by the end of this year,” he said.

Fintech lending business performance

Based on OJK’s statistical data as of May 2021, there are 118 conventional and 9 sharia fintech lending providers. In total, the total assets owned reach 4.1 trillion Rupiah. The platforms also managed to accommodate around 8.7 million lender accounts (p2p) channeling 13.8 trillion Rupiah of funds.

Indonesia’s Fintech lending statistic per May 2021 / OJK

The number of loan disbursements also continues to increase from time to time. The productive sector also tends to get a slightly larger portion than the consumptive sector.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Amartha Angkat Rudiantara sebagai Komisaris, Sekaligus Rilis Aplikasi “Amartha Plus”

Amartha mengumumkan Rudiantara, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika periode 2014-2019, kini bergabung sebagai Komisaris Utama efektif 1 Juli 2021. Pengalaman matang Rudiantara di bidang teknologi diharapkan dapat berkontribusi terhadap ambisi perusahaan yang ingin mempercepat digitalisasi UMKM.

Dalam konferensi pers virtual yang digelar perusahaan pada hari ini (19/7), Founder dan CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra menuturkan salah satu pencapaian penting dari Rudiantara adalah membangun kebijakan-kebijakan mengenai infrastruktur digital di wilayah remote untuk mendukung UMKM.

“Amartha merasa terhormat menyambut Bapak Rudiantara menjadi bagian dari keluar besar Amartha. Amartha optimis kehadiran beliau akan memberikan wawasan dan kebijaksanaan dalam membangun kepemimpinan dan kemitraan dengan para pemangku kepentingan perusahaan,” ujarnya.

Rudiantara turut menambahkan. Ia mengaku merasa terhormat karena dapat bersama-sama dengan Amartha mengakselerasi layanan keuangan untuk kelompok unserved dan underserved yang belum bisa terlayani oleh sektor perbankan. Menurutnya, tidak hanya fokus pada pembiayaan mikro, Amartha juga fokus pada segmen perempuan.

“Ini yang jadi alasan saya bergabung dengan Amartha. Ini basisnya teknologi, tapi yang buat berbeda adalah mereka sasarannya UMKM yang punya dampak sosial luas, UMKM, perempuan, produktif, dan berkelanjutan. Ini yang buat saya terhormat bergabung dengan Amartha,” kata Rudiantara.

Rilis aplikasi Amartha Plus

Dalam kesempatan yang sama, Chief Commercial Officer Amartha Hadi Wenas menuturkan perusahaan meluncurkan aplikasi Amartha Plus yang dikhususkan untuk para mitra peminjam di Amartha agar lebih tersentuh dengan teknologi. Aplikasi ini melengkapi dua platform sebelumnya yang dikhususkan untuk petugas lapangan (field agent) dan pemberi pinjaman.

Peluncuran aplikasi ini sekaligus dalam rangka realisasi dari perolehan investasi sebesar $28 juta yang dipimpin oleh Women’s World Banking (WWB) melalui WWB Capital Partners II dan MDI Ventures pada awal Mei 2021.7.19

“Sebelum ada aplikasi ini, field agent bertugas untuk input proses pendaftaran secara online. Tapi sekarang mitra bisa mengajukan langsung lewat aplikasi, field agent kami akan sebagai sampling surveyer, jadi dana akan cair lebih cepat sekitar 15 menit selesai,” terang Hadi.

Dalam Amartha Plus saat ini memiliki tiga fitur, yakni Warung Loan Non Mitra, Warung Loan Mitra, dan Amartha Pulsa/PPOB. Pada fitur pertama, perusahaan menjadi mitra finansial produk paylater untuk mitra warung yang masuk dalam jaringan Sampoerna Retail Community (SRC). Kerja sama ini memungkinkan mitra warung SRC dapat membayar tempo untuk setiap belanja stok.

“Ini baru berjalan Juni, jumlah mitra yang bergabung sudah ratusan untuk batch pertama. Soon kami targetkan bisa jadi puluhan ribu karena di SRC ini network-nya sudah jutaan warung, tapi yang sudah online itu ada sekitar ratusan ribu.”

Berikutnya untuk fitur Warung Loan Mitra, memungkinkan mitra warung di jaringan Amartha dapat melakukan pembelian stok produk FMCG secara grosir melalui Tanihub, mitra agritech yang digandeng perusahaan. Terhitung saat ini telah beroperasi di 11 poin di Jawa Timur, ada lebih dari 100 mitra yang belanja secara rutin, dan tersedia lebih dari 4 ribu SKU.

“Terakhir adalah Amartha Pulsa yang layanannya lebih straight forward untuk pembelian pulsa dan PPOB. Layanan ini sudah dipakai di 93 poin dari 497 poin jaringan kami.”

Hadi menuturkan kehadiran aplikasi baru ini dapat memperdalam penetrasi smartphone di Indonesia, terutama di pedesaan. “Berikutnya kami akan mengembangkan inovasi lain yang berkaitan dengan perdalam penetrasi smartphone lebih tinggi agar dapat dipakai untuk usaha, dan bantu mitra jadi lebih less cash untuk pembayaran angsurannya.”

Saat ini dari 719 ribu mitra Amartha yang sudah bergabung sebagai peminjam, sekitar 60% di antaranya bergerak di usaha perdagangan, seperti warung makan, kelontong, fesyen, toko mainan anak, dan lain-lain. Komposisi pemilik usaha warung makan dan kelontong mendominasi sekitar 20%-30% di kelompok usaha ini.

Sepanjang paruh pertama tahun ini, Amartha telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp914 miliar naik 35% secara YOY untuk 203 ribu mitra. Menariknya, dari portofolio penyaluran ini sekitar 60% disalurkan ke luar Pulau Jawa (Sumatera dan Sulawesi). Angka ini meningkat 196,62% secara YOY.

Taufan menyebut kinerja tersebut akan terus ditingkatkan mengingat kebutuhan pendanaan mikro di luar Jawa masih sangat luas dan belum tergarap secara maksimal oleh pemain fintech saat ini. “Kami menargetkan dapat memberdayakan hingga 1 juta mitra pada akhir tahun ini,” pungkasnya.

Performa bisnis fintech lending

Menurut data statistik OJK per Mei 2021, ada 118 penyelenggara fintech lending konvensional dan 9 syariah. Secara total, total aset yang dimiliki mencapai 4,1 triliun Rupiah. Para platform juga berhasil mengakomodasi sekitar 8,7 juta rekening pemberi pinjam (p2p) menyalurkan dana 13,8 triliun Rupiah.

Statistik Fintech Lending Indonesia Mei 2021 / OJK

Dari waktu ke waktu jumlah penyaluran pinjaman juga terus meningkat. Sektor produktif pun cenderung mendapatkan porsi sedikit lebih banyak ketimbang konsumtif.

Application Information Will Show Up Here

Kiat Menyiapkan Diri Menjadi Pemimpin Startup ala Hadi Wenas

#SelasaStartup edisi pertama tahun 2020 cukup spesial. Hadi Wenas hadir sebagai pemateri, menceritakan pengalamannya saat memimpin bisnis digital di Indonesia. Sejak Mei 2019 ia menjabat sebagai COO Amartha, dengan track record kepemimpinan di Zalora, aCommerce, hingga Mataharimall.

Dalam pemaparannya ada banyak aspek penting yang disorot Wenas, sebagai landasan dalam memimpin sebuah bisnis digital. Berikut ulasannya:

Menentukan prioritas

Menurut Wenas, salah satu pekerjaan krusial di kepemimpinan startup adalah menentukan prioritas pekerjaan. Di dalamnya termasuk proses memahami isu, mencarikan solusi dan melakukan kalkulasi untuk setiap pengarahan yang akan diberikan kepada timnya.

Bagi Wenas, cara cepat untuk menentukan prioritas adalah sesegera mungkin mengeksekusi pekerjaan yang telah dibebankan. Setelah dijalankan nantinya akan terlihat proses dan perkembangan.

“Intinya langsung saja mulai bekerja dan pada akhirnya prioritas atau urutan yang sesuai akan segera terlihat. Jangan terlalu lama memikirkan planning, langsung saja mulai bekerja,” kata Wenas.

Jangan takut gagal

Kegagalan tentunya kerap menghantui semua pendiri startup. Apakah itu saat mulai membangun startup hingga startup sudah berjalan selama 2-3 tahun. Ketika startup pada akhirnya mengalami kegagalan, ada baiknya untuk tidak menyalahkan diri sendiri.

Menurut Wenas, faktor keberuntungan terkadang menjadi kunci keberhasilan atau kegagalan sebuah bisnis. Jika bisnis berjalan dengan baik, menurutnya faktor mujur tadi bisa menjadi salah satu penyebabnya. Untuk itu ketika gagal lakukan introspeksi dan mulai mencari inspirasi hingga cara untuk mulai lagi dengan bisnis atau usaha yang baru.

Ketika Wenas dipercaya untuk menjabat sebagai CEO MatahariMall, terdapat tugas cukup berat yang wajib diselesaikan oleh timnya. Untuk itu penting bagi pimpinan untuk bisa mengenali terlebih dulu kepribadian diri dan timnya, sehingga ketika beban kerja mulai dirasakan, semua tantangan dan permasalahan yang dihadapi bisa diselesaikan secara tuntas.

Hadi Wenas saat menjabat sebagai Co-CEO aCommerce
Hadi Wenas saat menjabat sebagai Co-CEO aCommerce

Temukan jati diri

Poin penting lainnya yang kemudian disampaikan oleh Wenas adalah menemukan jati diri. Sebagai seorang introvert, ia terkadang merasa kesulitan untuk melakukan sosialisasi, namun di sisi lain sifat tersebut menjadikan dirinya menjadi lebih teratur dan haus akan detail. Sifat kurang sabar yang sebelumnya menjadi kendala ternyata saat ini justru dianggap sifat yang mendukung kinerja Wenas, karena semua pekerjaan bisa selesai dengan cepat dan membantu dirinya hingga tim untuk bekerja lebih baik lagi.

“Bagi saya yang seorang introvert justru menyukai segala hal serba teratur. Dengan demikian semua permasalahan dan bagaimana cara tepat untuk bisa mengatasinya bisa dengan mudah diselesaikan secara bertahap. Secara otomatis jika ritme kerja sudah ditemukan, pekerjaan tersebut akan selesai lebih cepat,” kata Wenas.

Meditasi mendukung produktivitas

Salah satu kebiasaan yang sudah dilakukan oleh Wenas sejak tahun 2008 lalu adalah secara rutin melakukan meditasi. Meskipun pada awalnya lebih kepada proses penyembuhan tubuh, namun meditasi yang dilakukan olehnya secara rutin justru kini mampu melatih kesabaran hingga meningkatkan produktivitas kerja. Intinya adalah temukan work-life balance, yang akan memberikan pengaruh positif untuk kesehatan tubuh dan karir.

“Meditasi mampu membantu saya melatih kesabaran dan menemukan keseimbangan tersebut. Apakah Anda seorang introvert, extrovert, gemar melakukan secara teratur atau peduli dengan detail. Jika sudah ditemukan jati diri tersebut, pada akhirnya semua pekerjaan akan bisa diselesaikan lebih santai dan tentunya lebih mudah,” tutup Wenas.

CCO Amartha Hadi Wenas Umumkan Empat Inisiatif Baru Pengembangan Bisnis

Startup P2P Lending Amartha mengumumkan segera mendapat pendanaan baru. Terakhir, Amartha telah mengantongi pendanaan seri A senilai $2 juta atau sekitar Rp26 miliar dari Mandiri Capital Indonesia (MCI) di 2017.

“Saat ini, kami belum bisa sebutkan serinya apa. Tapi, kami akan umumkan dalam waktu dekat,” ungkap Chief Commercial Officer Amartha Hadi Wenas saat ditemui di acara Editor Luncheon Amartha, Rabu (23/10).

Pria yang karib disapa Wenas ini menyebutkan pendanaan baru ini akan dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan bisnis di 2020, termasuk rencana ekspansi Amartha ke beberapa wilayah di Indonesia.

Saat ini, Amartha telah menyalurkan pinjaman kepada 311 ribu pemilik usaha mikro dan kecil di Pulau Jawa. Total penyaluran dana hingga saat ini tercatat sebesar Rp1,47 triliun dengan NPL sekitar 0,83 persen.

Sejak 30 September, ujar Wenas, Amartha sudah mulai menyalurkan pinjaman ke Sulawesi Selatan. Kemudian, ekspansi ini dilanjutkan secara bertahap ke Sumatera pada November mendatang.

“Selain pendanaan baru, kami juga akan mengumumkan kerja sama dengan beberapa bank daerah dan nasional untuk penyaluran pinjaman di awal 2020,” tambah Wenas.

Empat inisiatif baru Amartha

Setelah mengecap pertumbuhan berkali lipat dalam beberapa tahun terakhir, Amartha berupaya untuk melahirkan sejumlah inisiatif baru untuk pengembangan bisnis selanjutnya.

Ada empat strategi yang tengah disiapkan Amartha. Wenas mengatakan keempat strategi tersebut saat ini masih dalam tahap pengembangan dan direncanakan hadir dalam waktu dekat.

Pertama, Amartha akan menyiapkan fitur yang akan membantu para peminjam untuk mengoptimalkan investasinya. Dalam hal ini, Amartha akan berkolaborasi dengan pihak ketiga, seperti asset management, untuk membantu pengelolaan dana lebih cepat.

“Selama ini sejumlah investor harus menunggu investasinya diambil. Daripada uangnya menganggur, lebih baik ditaruh dulu ke reksa dana. Kami kerja sama dengan asset management, jadi tidak masalah dengan OJK karena tidak kelola langsung,” tuturnya.

Kedua, Amartha akan menyiapkan aplikasi untuk peminjam (borrower) untuk mengatur pengeluaran mereka. Wenas meyakini bahwa layanan ini akan membantu meningkatkan kesejahteraan pemilik usaha mikro, tak cuma bisnis yang dikelolanya saja.

“Contoh use case-nya, mereka bisa beli kebutuhan sehari-hari secara borongan lewat aplikasi ini sehingga lebih murah. Pembelian ini akan digerakkan oleh semacam Ketua Majelis. Tentu kami akan bicara dengan prinsipal dan ritel untuk menyediakan barang sesuai kebutuhan di pedesaan,” jelasnya.

Ketiga, Amartha akan menghadirkan fitur donasi otomatis yang diperuntukkan bagi peningkatan taraf hidup masyarakat pedesaan. Menurut Wenas, fitur ini tidak seperti platform donasi di pasaran karena berbasis kebutuhan wilayah/desa para peminjam.

Donasi ini akan dikonversi langsung dalam bentuk program atau beasiswa. Misalnya, program sanitasi dan air bersih. Donasi ini akan hadir dalam bentuk pengadaan WC umum.

Terakhir, startup yang berawal dari koperasi ini mengembangkan sejumlah fitur aplikasi untuk memudahkan para petugas Amartha di lapangan menjalankan kegiatan dengan Majelis Amartha, seperti image recognition dan fingerprint.

Application Information Will Show Up Here

Amartha dalam Upaya Memupuk Kesejahteraan Wirausaha Kaum Ibu

Mata Sri Wahyuni berbinar-binar saat bercerita tentang bagaimana ia menjalankan kerajinan anyaman dan tali pramuka di rumahnya. Demikian juga Pariyah yang memproduksi camilan unik dari buah sukun bersama para tetangganya.

Kami juga menyaksikan ekspresi serupa saat menengok usaha batik tulis milik Titik Supartina. Di usia hampir separuh abad–atau bahkan lebih–baik Sri, Pariyah, dan Titik sama-sama menuai hasil manis dari bisnis berskala rumahan berbekal pinjaman.

Sri misalnya, setelah jatuh-bangun menjalankan bisnis kerajinan anyaman yang sebelumnya dijalankan sang suami, ia kini telah mengantongi omzet sebesar Rp6 juta per bulan dari modal awal Rp2 juta yang diperoleh dari Amartha sejak 2014.

Sementara Pariyah telah meraup omzet Rp9 juta-Rp17 juta dari penjualan keripik dan stik sukun. Bahkan hasil produksinya telah sampai hingga ke Negeri Sakura. Pencapaian ini berbekal pinjaman Amartha sebesar Rp3 juta di 2014.

“Stik sukun ini kami jual seharga Rp35 ribu. Kalau di Jepang, kami jual putus. Harganya bisa melonjak tinggi di sana sampai Rp250 ribu per kantong,” ujar Pariyah.

Cerita ini kami dapatkan saat diajak menyambangi keberadaan usaha mereka di Yogyakarta. Kami melihat langsung bagaimana ketiganya berkontribusi terhadap kemajuan usaha mikro dan pemberdayaan ibu-ibu di Yogyakarta.

Kami juga sempat menyaksikan kegiatan pendampingan Majelis usaha batik tulis yang diketuai oleh Titik. Pendampingan ini tak lain untuk memupuk literasi keuangan dan mendorong semangat gotong-royong pada setiap anggota. Perkembangan usaha mereka akan disoroti setiap minggunya oleh petugas lapangan resmi Amartha.

Di tempat usaha ini, setiap anggota ditawarkan menjadi mitra Titik dengan imbal jasa Rp200 ribu per kain batik tulis. Pinjaman awal Rp1 juta yang diperolehnya dari Amartha digunakan untuk membeli bahan kain dan peralatan batik tulis.

Sedikit penyegaran, Amartha menggunakan metode tanggung-renteng dalam menyalurkan pinjaman kepada kaum ibu. Sistem tanggung renteng dibuat berkelompok (majelis) yang terdiri dari 15-20 orang. Tujuannya untuk menekan kemungkinan gagal bayar dari salah satu anggota.

Bagi Amartha, metode tanggung renteng terbilang berhasil dalam mengurangi potensi gagal bayar. Rasio kredit macet atau Non-Performing-Loan (NPL) Amartha sampai saat ini masih di bawah 1 persen.

Malahan, menurut data perusahaan, metode ini juga telah meningkatkan pendapatan dan menurunkan tingkat kemiskinan mitra Amartha lainnya–seperti Sri, Pariyah, dan Titik–masing-masing hingga 60 persen dan 22 persen.

Ditemui saat mengunjungi mitra Amartha di Yogyakarta, Chief Commercial Officer Amartha Hadi Wenas menyebutkan pihaknya telah memiliki mekanisme sendiri dalam menyelesaikan masalah, seperti gagal bayar, di lingkup majelis.

“Biasanya kredit macet itu terjadi karena masalah keluarga atau bisnisnya gagal. Tapi kami punya code of conduct sendiri, yaitu penyelesaian masalah dilakukan di lingkup majelis. Kalau berkali-kali masih gagal bayar juga, Amartha baru akan turun tangan,” ungkap Hadi.

Kesejahteraan tak terbatas pada peningkatan pendapatan

Memasuki paruh kedua 2019, perusahaan masih enggan mengungkap rencana bisnisnya di tahun depan. Namun, ada beberapa strategi yang tengah dipersiapkan Amartha untuk memperkuat pasar yang menurutnya telah dikuasai selama sembilan tahun terakhir.

Hadi mengungkap bahwa definisi sejahtera tidak terbatas pada kemampuan meningkatkan pendapatan. Keberhasilan menyekolahkan anak melalui sebuah usaha adalah salah satu pencapaian untuk menuju level tersebut.

Ia menggambarkan bagaimana para mitra Amartha nantinya tak hanya cerdas dalam mengelola pinjaman untuk menjalankan usaha, tetapi juga mengelola keuangan untuk keluarga. Gambaran barusan adalah contoh use case yang akan menjadi rencana pengembangan Amartha selanjutnya.

“Kami sedang menyiapkan aplikasi untuk borrower. Tapi belum bisa kami ceritakan. Kami kan sudah punya basis komunitas dari mitra-mitra kami. Harapannya [lewat aplikasi ini], kami bisa menutup poverty gap mereka. Sejahtera lewat pendapatan saja kan tidak cukup,” ungkapnya.

Amartha juga tengah melakukan piloting untuk pendaftaran online dan penambahan fitur-fitur baru untuk peminjam dalam beberapa bulan ke depan. Untuk saat ini, seluruh pinjaman disalurkan secara tunai kepada para mitra.

“Kompetitor kami memang banyak, tetapi segmentasi kami unik karena membidik usaha mikro dari ibu-ibu. Bahkan kami ada value added dengan pembinaan majelis. Secara bisnis juga efisien karena agen dan investor punya aplikasi sendiri. Dan investor kami berbeda, tidak cuan based,” jelas Hadi.

“Sementara, Chief Risk and Sustainability Officer Amartha Aria Widyanto menambahkan bahwa Amartha siap memperluas pasarnya ke luar Pulau Jawa. Ia menyebutkan ekspansi ke Sulawesi Selatan akan dimulai bulan depan.

“Kami lihat pasar [usaha mikro] di sana sangat potensial. Kami sudah siapkan tim sendiri untuk ekspansi ke Sulawesi Selatan,” ujar Aria yang ditemui pada kesempatan sama.

Sampai Juli 2019, Amartha yang awalnya dibangun sebagai koperasi, telah menyalurkan dana pinjaman sebesar Rp1,2 triliun ke 270 ribu pengusaha perempuan di 4.100 desa seluruh Indonesia.

Berkat tingginya antusiasme pasar, Amartha memperkirakan sampai akhir tahun penyaluran pinjaman dapat mencapai Rp1,5 triliun ke 300 ribu pengusaha perempuan. Amartha membidik pertumbuhan bisnisnya dapat naik dua sampai tiga kali lipat tahun depan.

Application Information Will Show Up Here

Matahari.com Sinergikan MatahariMall dan Matahari Department Store dalam Model O2O

Setelah melakukan pembaruan bulan Mei 2018 lalu dengan fokus di lini fesyen dan gaya hidup, MatahariMall kini menjajaki kerja sama strategis dengan Matahari Department Store (MDS) demi menghadirkan model bisnis online-to-offline (O2O) atau layanan omni-channel. Tidak ada tindakan khusus berupa penggabungan bisnis, juga tidak ada perubahan struktur manajerial di kedua perusahaan.

Sumber internal menyampaikan, menurut data yang dimiliki MatahariMall dalam setahun terakhir bidang fesyen makin mendominasi transaksi bisnis. Hal tersebut memutuskan perusahaan untuk memperdalam keterlibatannya — di bidang fesyen pangsa pasar tidak hanya bersaing dengan niche platform, melainkan horzontal platform (hampir semua e-commerce menyediakan produk fesyen).

Dengan sebaran MDS di berbagai kota ditambah basis pengguna online MatahariMall, keduanya mengklaim menjadi layanan omni-channel terbesar di bidang fesyen.

Namun jika melihat statistik kunjungan — misalnya dari SimilarWeb — dibandingkan layanan serupa seperti Zalora Indonesia dan SaleStock, peringkat Mataharimall masih berada di bawahnya. Saat tulisan ini dibuat, Zalora.co.id ada di peringkat 241 di Indonesia, Sale Stock di peringkat 391, sementara Mataharimall.com di peringkat 552.

Sebelumnya di tahun 2016 MatahariMall juga mengelola MatahariStore sebagai usaha online MDS. Pasca kerja sama ini, nantinya semua laman (Mataharimall.com dan Mataharistore.com) akan disatukan dalam Matahari.com.

“Ini merupakan sebuah perkembangan strategis untuk memaksimalkan pengalaman omni-channel konsumen dengan dukungan dari Matahari Department Store dengan satu merek, Matahari.com. Sekarang konsumen Indonesia memiliki lebih banyak pilihan untuk berbelanja barang-barang fesyen tanpa batasan apa pun baik di online maupun offline,” kata CEO MatahariMall Hadi Wenas kepada DailySocial.

Wenas juga menegaskan, kerja sama ini menggabungkan keahlian MatahariMall dengan teknologinya dan pengalaman yang dimiliki MDS dengan keahlian ritel fesyen offline. Dengan brand baru, Matahari.com akan membuka kesempatan bagi merchant untuk mendaftarkan diri bergabung dalam ekosistem omni-channel yang dikembangkan.

Di lain sisi model O2O tampak menjadi babak baru dalam industri ritel di Indonesia. Beberapa waktu lalu peritel Metroxgroup juga memulai strategi yang sama, mereka melahirkan Onmezzo sebagai platform online mereka. Skema O2O akan dilakukan bersama gerai ritel Mezzo yang sudah tersebar di banyak pusat perbelanjaan. Hal serupa juga dilakukan oleh Mitra Adi Perkasa (MAP) dengan lahirnya MAP EMALL.

Online retail yang ada sebelumnya seperti Zalora, Berrybenka, hingga HijUp pun turut memaksimalkan potensi O2O. Setelah sebelumnya hadir di platform online, mereka mulai memperluas jaringan dengan menghadirkan offline store di kota-kota strategis.

Application Information Will Show Up Here

DStour #50: Mengunjungi Kantor Baru MatahariMall

Setelah sebelumnya mengusung tema warna-warni cerah, kantor baru MatahariMall, yang kini fokus ke layanan fashion commerce, sarat dengan warna monokrom.

Masih bertempat di Lippo Building, kantor ini ideal untuk karyawan yang tidak terlalu banyak, dilengkapi dengan dining room dan play room untuk pegawai.

Dipandu CEO MatahariMall Hadi Wenas, simak sesi #DStour di kantor baru MatahariMall berikut ini.

MatahariMall Rambah Segmen B2C, Tonjolkan Lini Fesyen dan Gaya Hidup

Layanan e-commerce yang terafiliasi dengan jaringan Lippo Group, MatahariMall, mengumumkan fokus baru di segmen B2C dengan menonjolkan lini fesyen dan gaya hidup sebagai daya tariknya di tengah persaingan industri e-commerce yang ketat di Indonesia. Keputusan bisnis ini mulai efektif dilakukan sejak akhir tahun lalu, setelah riset mendalam kemudian membentuk unit bisnis baru khusus menangani ritel dan merchandising.

CEO MatahariMall Hadi Wenas menuturkan ada banyak faktor mengapa perusahaan memutuskan untuk mengedepankan lini fesyen dan gaya hidup. Pertama-tama, lewat riset kepada nasabah loyalnya, tentang relevansi terdekat yang ada di benak mereka tentang MatahariMall. Ternyata mayoritas responden menjawab fesyen dan gaya hidup.

Kemudian, dari fakta kontribusi transaksi yang dikontribusikan lini fesyen terhadap seluruh total bisnis MatahariMall terus meningkat tiap tahunnya. Dari awalnya 20% terus merangkak naik jadi 60%. Kendati tidak disebutkan lebih detail tentang angkanya.

“Untuk itu kita meluncurkan private label sendiri. Mavis untuk laki-laki dan Massilca untuk perempuan. Kita mau cater kebutuhan fesyen untuk sehari-hari dengan harga terjangkau,” terang Wenas dalam sesi wawancara khusus bersama sejumlah media, Rabu (2/5).

Untuk dukung lini barunya tersebut, MatahariMall memperkenalkan fitur Cocok Baru Bayar, di mana konsumen dapat mencoba pesanan yang datang, dapat ditunggu maksimal selama 15 menit oleh kurir. Ditambah kebijakan pengembalian barang selama 100 hari dengan persyaratan tertentu dan pengembalian uang 100%.

Fitur baru tersebut dimulai dengan koleksi ekslusif Mavis dan Massilca. MatahariMall menyediakan lebih dari 1.000 SKU untuk brand-nya tersebut dan memanfaatkan gudang untuk proses pengiriman barang langsung ke tempat tujuan.

“Ibaratnya, dulu kalau fokus lini fesyen itu level dua sekarang jadi level satu. Kami optimis bisa bermain di sini karena kami ini menyasar ke mass market, setahu kami belum ada [layanan] e-commerce yang fokus ke sana.”

Segarkan tampilan, “menganaktirikan” marketplace

Seiring dengan pergeseran fokus, perusahaan juga melakukan perubahan tampilan muka dan mengubah branding logo MatahariMall. Menurut pantuan DailySocial, tampilan muka situs desktop/mobile dan aplikasi MatahariMall kini lebih mengedepankan unsur mobile. Berbeda dengan MatahariStore yang tampilannya masih lebih fokus ke desktop.

Untuk mendorong transaksi di fesyen, perusahaan mendesain ulang UX agar semudah menggunakan Instagram. Bisa memilih opsi tampilan, bisa mencantumkan komentar, dan mencari referensi gaya. Perusahaan menyediakan referensi berdasarkan kurasi hashtag tertentu di Instagram.

Nantinya, ketika pengguna mengklik salah satu foto, akan diberikan referensi produk mirip “Get The Look” dan dapat dipilih. Apabila menyukai referensi yang diberikan, pengguna dapat langsung berbelanja.

“Kami sudah mengkurasi dua ribu hashtag yang bisa kami deteksi agar bisa masuk ke situs MatahariMall. Sebelumnya kami bekerja sama dengan para influencer, sekarang orang umum pun bisa masuk ke situs kami.”

MatahariMall saat awal berdiri mengusung pendekatan layanan marketplace dengan tagline “Semua Ada, Semua Belanja.” Kini, seiring pengumuman fokus barunya, perusahaan kini agak “menganaktirikan” layanan marketplace tersebut.

Hal tersebut terlihat dari visibilitasnya yang diletakkan di dalam kolom “Categories”, di bagian bawah browser. Tampilan muka hanya tonjolkan produk fesyen. Apabila pengguna ingin membeli produk non fesyen dan gaya hidup, harus membuka kolom “Categories” dan mencari bagian “Home & Lifestyle”.

Perusahaan juga menyediakan layanan digital untuk isi pulsa, token PLN, air PDAM, BPJS, beli tiket bioskop, dan zakat.

“Tampilan muka hanya kami tonjolkan bagian fesyen saja, untuk belanja non fesyen bisa dilihat di bagian “Categories”. Sengaja tidak kami tampilkan semuanya [produk] dalam tampilan muka, agar tidak terlalu penuh,” pungkas Wenas.

Fokus baru MatahariMall di segmen fesyen dan gaya hidup bakal meramaikan persaingan e-commerce niche khusus fesyen. Pemain lain di sektor ini antara lain Zalora, Berrybenka, Sale Stock, dan Zilingo.

Application Information Will Show Up Here