Ventura Koin Nusantara Memperkenalkan Platform “Crypto Exchange” Vonix

PT Ventura Koin Nusantara resmi memperkenalkan platform Vonix yang menawarkan layanan jual-beli dan investasi kripto. Vonix membidik pasar trader profesional dan investor institusi.

Vonix menawarkan dua layanan. Pertama, platform cryptocurrency exchange yang menawarkan lebih dari 200 aset kripto untuk jual-beli dan investasi. Saat ini crypto exchange baru tersedia untuk website/desktop.

Kedua, Vonix menjadi enabler bagi principal yang ingin menggarap proyek smart contract dan tokenisasi. Salah satunya adalah proyek NFT yang tengah dijajaki dengan brand gaya hidup premium di Indonesia.

Ditemui di acara soft-launching, CEO Vonix Herdi Sularko mengatakan akses layar besar dinilai lebih cocok bagi corporate usage. Sementara, penggunaan layar kecil lewat aplikasi mobile cenderung banyak digunakan bagi investor ritel.

Competitive advantage dari Samuel Sekuritas dan Samuel Aset Management adalah jumlah investor institusi dan high-net-worth individual (HNWI) yang mumpuni. Ini juga menjadi captive market kami untuk melakukan cross-selling dan upselling. Tak dimungkiri, kami akan mengincar segmen retail yang dinamis sesuai profil aset kripto,” tuturnya kepada DailySocial.id.

CEO Vonix Herdi Sularko di acara Soft Launching Vonix, Kamis (14/7)

Sebagai informasi, PT Ventura Koin Nusantara berada di bawah naungan Samuel Group yang memiliki anak usaha di bidang sekuritas (Samuel Sekuritas Indonesia) dan aset manajemen (Samuel Aset Manajemen). Herdi memastikan bahwa Vonix hanya terafiliasi oleh Samuel Group, bukan VC-backed.

Vonix telah mendapat lisensi dari Bappebti Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dan ISO 27001:2013 dari British Standards Institution (BSI).

Lebih lanjut, Vonix mengunggulkan fitur Star80 yang diklaim dapat memberikan rekomendasi pilihan kripto terbaik. Fitur ini dikembangkan dari kolaborasi Vonix dengan Thomas J. Dorsey, pakar analisis teknis investasi sekaligus Co-founder Dorsey, Wright & Associates yang berkecimpung di industri finansial dan investasi.

Fitur Star80 menghasilkan analisis teknikal berbasis tren pasar dan diperbarui setiap hari, serta menyediakan pilihan yang dapat ditindaklanjuti (actionable) oleh pengguna.

Go-to market

Disinggung terkait situasi cryptocrash, Herdi mengaku bahwa pihaknya tidak mematok waktu yang tepat untuk go-to market, baik dalam kondisi bearish maupun bulish. “We are still starting. Platform kami sudah ready, sudah bearish, tapi ini adalah kripto. Ada volatilitas,” tuturnya.

Sekadar informasi, istilah bearish menggambarkan kondisi pasar saat terjadi banyak aksi jual dan pasar melemah. Sementara, istilah bullish diartikan sebagai kondisi pasar yang sedang mengalami tren penguatan

Bappebti mencatat nilai transaksi kripto mencapai Rp64,9 triliun pada 2020 dan meroket menjadi Rp859,4 triliun pada 2021. Kemudian, periode Januari-Mei 2022, nilainya berkisar Rp195 triliun dalam kondisi bearish.

Adapun, jumlah investor kripto di Indonesia mencapai 14,1 juta orang per Mei 2022 di mana didominasi kelompok usia 18-24 tahun (32%) dan 25-30 tahun (30%). Sementara, Investor saham tercatat sebesar 8,86 juta orang.

Pihaknya meyakini bahwa kripto akan menjadi masa depan di industri keuangan, dan Vonix tak hanya menjadi platform, tetapi juga gerbang komunitas di dunia kripto.

Faktor Pendukung Transformasi Digital Korporasi

Berdasarkan laporan Corporate Digital Transformation yang disusun DSResearch, pandemi Covid-19 dinilai mempengaruhi transformasi digital perusahaan. Kondisi seperti saat ini mendorong percepatan pengembangan inovasi, khususnya yang berkaitan dengan pelanggan.

DailySocial mencoba mencari tahu kesiapan dan sejauh mana korporasi mendukung transformasi digital dan apakah pandemi menjadi faktor penentu yang mempercepat proses tersebut.

Membawa peluang baru

Menurut survei yang dilakukan Vanson Bourne untuk VMWare, terdapat tiga pilar yang menjadi fokus saat melakukan transformasi digital, yaitu meningkatkan efisiensi bisnis (48%), meningkatkan pengalaman pengguna (42%), dan meningkatkan teknologi yang dimiliki saat ini (39%).

Pengamat inovasi bisnis teknologi dan CEO DailySocial Rama Mamuaya mencoba menambahkan satu pilar fokus lagi, yaitu peluang bisnis baru.

“Mungkin saya akan menambahkan New Business Opportunities, di mana korporasi mempelajari adanya shift in consumer behavior and create an entirely new business model to accommodate that opportunity. Kebanyakan korporasi hanya fokus improving the current business, tapi lupa bahwa pasar sudah berubah, untuk itu new business process and new business model is required. Contohnya ya Netflix,” kata Rama.

Meskipun penerapan transformasi digital menjadi krusial, tidak berarti banyak korporasi yang telah melakukannya. Pandemi mendorong kegiatan ini menjadi lebih masif.

IT Services Director Lintasarta Ginandjar Alibasjah mengatakan, “Menurut saya pandemi menjadi pemancing yang cukup efektif untuk mempercepat proses transformasi digital jika didukung dengan ramuan atau olahan cerdas antara teknologi dan talenta yang ada saat ini di tanah air.”

Tidak hanya korporasi yang sudah berusia 32 tahun seperti Lintasarta, yang  harus melakukan transformasi digital. Perusahaan konvensional di berbagai sektor perlu mempertimbangkan langkah ini.

Menurut Plt. Direktur Ekonomi Digital Kominfo I Nyoman Adhiarna, transformasi digital sudah harus menjadi bagian dari roadmap korporasi agar ke depannya perusahaan bisa tetap bertahan dan bisa bersaing dengan yang lain. Inovasi harus sejalan dengan visi dan misi perusahaan agar perusahaan bisa tetap relevan.

“Saya melihat private sector sudah memiliki kemampuan lebih untuk bisa mewujudkan semua, namun dalam hal ini masyarakat juga harus didukung agar proses tersebut bisa berjalan secara sukses. Dalam hal ini pemerintah harus membantu baik dalam hal infrastruktur hingga hal terkait lainnya, terutama di daerah yang masih kesulitan untuk mengakses teknologi,” kata I Nyoman.

Teknologi, proses, dan talenta yang tepat

Transformasi digital tentu saja tidak mudah dilakukan. Ada beberapa tantangan yang menghambat kemajuan mereka. Tantangan yang lebih umum terkait proses dan teknologi — dua dari tiga pilar utama dari setiap upaya transformasi digital.

Kunci sukses lain yang mempengaruhi kesuksesan transformasi digital adalah talenta atau tim. Korporasi yang tidak menempatkan orang yang tepat di posisi yang tepat bisa menghambat terjadinya transformasi digital.

“Menurut saya, selain tools, korporasi juga harus fokus kepada kultur. Transformasi digital itu intinya adalah tentang culture of experimentation, culture of user-focused and data-driven decision making, and the culture of innovation,” kata Rama.

Salah satu perubahan kultur yang coba dikembangkan Pegadaian, BUMN yang berusia lebih dari 100 tahun, adalah dengan menggabungkan talenta pro-hire dan talenta existing dengan komposisi 20% : 80%.

“Dengan menerapkan langkah strategis tersebut kita ingin produk dan kultur mendatangkan inovasi termasuk adopsi dan akselerasi. Saat ini banyak sekali perusahaan besar hanya mengikuti saran dari konsultan. Masalahnya adalah dengan melakukan proses tersebut saat melakukan transformasi, tidak ada drive atau keinginan yang cukup kuat untuk menciptakan inovasi,” kata VP of Digital Business Partnership & Development PT Pegadaian (Persero) Herdi Sularko.

Pegadaian Siapkan “Digital Lending” untuk Segmen Usaha Menengah Atas

Pegadaian sedang menyiapkan platform pinjaman modal kerja berbasis digital atau digital lending untuk segmen menengah ke atas. Saat ini, perusahaan tengah melakukan piloting produk dan telah mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Sebagaimana dikutip dari Kontan, Direktur Teknologi dan Digital Pegadaian Teguh Wahyono mengungkap bahwa digital lending ini menawarkan tenor pendek, yaitu dua hingga enam bulan. Besaran pinjaman dimulai dari Rp50 juta hingga Rp2 miliar.

Sementara, pendanaan modal kerja akan diperoleh dari dua sumber. Pertama, sumber pendanaan langsung dari Pegadaian (direct lending) yang utamanya membidik pasar dari kalangan BUMN lewat skema invoice financing. Kedua, sumber tidak langsung (indirect lending) melalui platform penyedia p2p lending. 

Dihubungi terpisah, VP Digital Business Development & Partnership Pegadaian Herdi Sularko mengatakan bahwa pihaknya masih mengkaji rencana realisasi produk untuk direct lending. Sedangkan untuk indirect lending sudah memasuki tahap piloting untuk sekop kecil.

“Ada tiga (pemain p2p lending) di pipeline kami, cuma tidak bisa kami sebutkan karena masih dalam tahap non-disclosure agreement,” ungkap Herdi kepada DailySocial.

Sebagaimana diketahui, Pegadaian tengah mendorong perannya dalam ekosistem keuangan dalam dua tahun terakhir. Perusahaan berupaya untuk bertransformasi, tak lagi hanya sebagai perusahaan gadai, tetapi juga sebagai perusahaan yang menawarkan layanan keuangan lainnya.

Institusi keuangan garap produk digital lending

Pegadaian bukanlah satu-satunya perusahaan di industri keuangan yang bermain di p2p lending. Sebelum itu, BRI melalui anak usahanya BRI Agro menjadi bank pertama yang merilis pinjaman untuk modal kerja berbasis digital, yakni PINANG (Pinjam Tenang) pada awal 2019.

Selain itu, BCA juga dikabarkan akan menggarap produk tersebut. Namun, seperti diberitakan Katadata, Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja urung untuk meluncurkan layanan tersebut dalam waktu dekat. Alasannya, produk p2p lending dinilai punya risiko besar.

Salah satu risiko yang ia maksud adalah dasar pemberian pinjaman tanpa jaminan. Hal ini terutama berkaitan dengan pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) sebagai digital scoring. “Jadi dasarnya apa mau memberi pinjaman?” katanya.

Hal tersebut juga menjadi strategi bagi institusi keuangan untuk menghadapi gencarnya pertumbuhan platform fintech di Indonesia. Pemain fintech menjadi populer karena dianggap unggul dalam menjangkau segmen pasar yang sebelumnya tidak terjamah oleh perbankan.

Berdasarkan Fintech Report 2019, sebanyak 79,9% dari 747 responden di Indonesia menggunakan layanan digital wallet. Layanan lainnya diikuti oleh investment (31,5%), paylater (30,9%), multifinance (12%), insurtech (11,8%), crowdfunding (8,2%), p2p lending (6,2%), dan remittance (2,4%).

Pegadaian’s Transformation Strategy in the Era of Financial Disruption

As one of the oldest businesses in Indonesia, pawn services have helped mid to low-class economies in getting fast loans without high interest.

However, in recent years, the role of financial industry players in Indonesia has shifted by the presence of fintech. Not only banking, fintech also disrupted the pawn business because access to loans can now be obtained easily and quickly.

This situation encouraged Pegadaian to start initiating transformation in enhancing its role in the digital financial ecosystem. Moreover, Pegadaian is a top of mind company in the pawn sector that controls 90 percent share with more than 4,000 total outlets in Indonesia.

Pegadaian business transformation

Pegadaian begins with innovations to digitize its services through the Pegadaian Digital Service (PDS) platform in April 2018. Then, Pegadaian is yet to have a digital roadmap and a special division in charge of the development of corporate innovation.

In its journey, Pegadaian then decided to set the Company’s Long Term Plan (RJPP) for the 2019-2023 period as a foundation for transformation that focused on four things including (1) business model, (2) operational, (3) channel marketing, and (4) segment market.

In short, this state-owned company wants to transform its position in the market, not only as a pawnshop, but also a company that offers other financial services. It was proven by Pegadaian service expansion to the gold sector.

In terms of operational business, Pegadaian utilizes digital technology to analyze potential customer’s profiles. In addition, the company has transformed sales channels to digital and played into a wider market segment, namely the upper-middle segment.

In the progress, Pegadaian formed the Transformation Office (TO) division in 2019. Pegadaian’s VP of Digital Business Development & Partnership Herdi Sularko said the three roles, exploring new business models, updating business processes, and updating work culture in the scope of the organization to be more agile in developing products/services.

“Digital is evolving and we have to start practicing [adapting] because every day there is always something new. Problems in corporations are only communication between departments or divisions. Therefore, we must be nimble and agile. Our focus is not on startups, but rather shaping the culture of ‘our work and that of others can align’,” Herdi said as quoted in the Corporate Digital Transformation Report 2020.

Digital product development

As previously mentioned, Pegadaian seeks to reach a wider market. This strategy was later answered by developing Pegadaian Digital Service (PDS) which offered a number of services, such as Pawn Online and Gold Trading.

To date, Pegadaian has three main businesses including pawning, financing, and gold investment. As much as 90 percent of Pegadaian’s income comes from pawn services. Based on company data, as many as 2 million customers out of a total of 13.86 million customers in 2019 have now made digital transactions through PDS.

To boost the number of customers, Pegadaian has just commercialized the Pickup & Delivery Service feature for Pawn Online services in the Jakarta area. Pegadaian cooperates with Gojek as a logistics partner for Gadai Online through the GoSend service.

Previously, Pegadaian had introduced this service – originally called Gadai on Demand – in April last year. At that time, Gadai on Demand was limited to trials at several points in Jakarta.

Recently reached by DailySocial team, Herdi revealed that the availability of the shuttle service for Gadai Online will follow the readiness of Pegadaian outlets and the scope of logistics partner services in other regions in Indonesia. “This cooperation is for the last mile logistics. Therefore, we pick up the ball by cooperating with Gojek through the GoSend service,” he said.

Online Pawn Service in the PDS application allows customers to send pawned goods with GoSend. Customers can pawn the goods without the need to come to the outlet and send it to the nearest Pegadaian outlet (7km radius) from their location.

Similar to the GoSend order process in general, the courier will pick up the collateral to the customer’s location. They also can still monitor (tracking) the journey of the courier to the destination location. In addition, customers can still communicate with PDS couriers and staff via chat.

Furthermore, he also plans to present the GoPay service as a payment option for Pickup & Delivery Service. In addition, Pegadaian also plans to test the use of the Dropbox platform to pass the price of photo-based collateral items sent by customers.

“Currently, we cannot go to GoPay, but this has been included in our development roadmap going forward. GoPay is needed for payment of trips to outlets. Going forward, we want to centralize digital products in PDS applications,” he explained.

Collaboration and outlet transformation

In addition to digitizing services, Pegadaian also made a breakthrough by building an Open API infrastructure to enter the financial ecosystem in Indonesia. Herdi said, collaboration with many partners has the opportunity to create new ecosystems and income lines.

“There has been a disruption. All banks start towards the open banking platform. The problem is, the pawnshop industry does not have a benchmark because our position is between banking and other financial industries. Indeed, this business is not affected but we can see a business model that can be scaled up, “he explained.

One of Pegadaian’s big collaborations is to hook Tokopedia in providing Online Gold Sale and Purchase services, which launched in January 2019. This collaboration is claimed to be a success by the company considering the integration process only takes two months and has positive traction from Tokopedia users.

Moreover, Pegadaian is to modify some outlets to be relevant to current market demand. Pegadaian has transformed 31 of its outlets into The Gade Coffee & Gold for more than 4,000 outlets in Indonesia.

Herdi said, the company has been applied the agile organization concept and CI / CD framework (Continuous Integration / Continuous Development), each product will continue to be developed with user experience as the top priority. “We want to provide the same customer experience as offline. Present anywhere with easy and agile services for all people,” he explained.

Meanwhile, in terms of back-end and ground-level operations, Pegadaian also implements technology solutions, such as IoT-based RFID networks and Robotic Process Automation (RPA) to improve the security of collateral and operational efficiency.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Kolaborasi Strategis dengan Startup untuk Mendukung Inovasi Korporasi

Makin menjamurnya startup berbasis teknologi secara langsung telah mengubah kebiasaan masyarakat luas mengadopsi layanan digital. Didukung dengan digital native company yang mulai banyak bermunculan dan secara langsung men-disrupt berbagai bisnis, termasuk finansial dan berbagai sektor lainnya. Tidak dapat dipungkiri, dengan tetap relevan dan inovatif kini menjadi kunci sukses korporasi.

Melihat tren tersebut, dalam sesi #SelasaStartup teranyar, DailySocial mencoba mengupas potensi kerja sama strategis antara korporasi dengan startup dan perusahaan teknologi. Ada tiga narasumber yang dihadirkan, yakni VP of Investor Relation & Strategy BRI ventures Markus Liman Rahardja, VP of Dgital Business Partnership & Development PT Pegadaian (Persero) Herdi Sularko, dan Plt. Direktur Ekonomi Digital Kominfo I Nyoman Adhiarna.

Upaya untuk tetap relevan

Salah satu alasan mengapa pada akhirnya korporasi harus dengan cepat mengadopsi teknologi ke dalam proses dan sistem mereka adalah agar tetap relevan. Baik di mata pelanggan hingga pihak terkait lainnya. Untuk mencapai hal tersebut, korporasi mulai banyak melakukan perubahan dan inovasi baru yang secara keseluruhan menyentuh teknologi. Apakah yang terkait dengan produk hingga potensi untuk kolaborasi dengan pihak eksternal.

“Kami menyadari sepenuhnya perubahan perilaku dari masyarakat luas saat ini yang terjadi karena mulai banyaknya fintech yang menawar layanan seperti p2p lending, asuransi teknologi, hingga wealth management. Sebagai perusahaan yang sudah menginjak usia 120 tahun, kami juga memiliki beragam produk lainnya di luar bisnis utama kami yaitu gadai, dengan mengadopsi digital kami ingin memperluas eksistensi perusahaan,” kata Herdi.

Sama halnya dengan bank dan pasar, Pegadaian memiliki jumlah cabang yang cukup besar. Tentunya menjadi menarik ketika sumber daya tersebut dimanfaatkan sepenuhnya dengan mulai mengadopsi digital dengan tujuan untuk menyentuh kepada transformasi digital.

Hal serupa juga disampaikan oleh BRI Ventures, yang selama ini mencoba untuk terus menghadirkan inovasi agar bisa tetap relevan, terutama untuk perusahaan yang sudah berusia sekitar 100 tahun. Bukan hanya inovasi saat ini saja namun juga ke depannya. Dalam hal ini Markus menegaskan, ada dua jalur yang kemudian ditempuh oleh BRI Ventures, yaitu eksploitasi dan eksplorasi.

“Untuk eksploitasi kami ingin sistem yang saat ini ditingkatkan lagi, dan untuk eksplorasi menjadi kesempatan bagi kami untuk menyambut ekosistem digital baru yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan untuk dijajaki oleh kami,” kata Markus.

Dalam hal ini BRI Ventures ingin berinvestasi kepada startup yang memiliki misi dan visi yang sejalan dengan perusahaan, sebagai corporate venture capital (CVC). Apakah itu dalam bentuk inovasi, teknologi hingga jaringan yang dimiliki. BRI Ventures ingin menjalin kolaborasi dengan startup yang high scaling dan high growing.

Kolaborasi dengan startup

Saat ini BRI Ventures menjadi salah satu CVC yang cukup aktif berinvestasi kepada beberapa startup fintech di Indonesia. Mulai dari Investree hingga Modalku, yang keduanya dinilai bisa memberikan keuntungan lebih untuk BRI maupun BRI Ventures sendiri.

“Inilah yang kemudian membedakan antara ‘vendoring’ dengan ventures. Sebagai CVC idealnya kami ingin melakukan kolaborasi yang strategis demi menghadirkan teknologi yang relevan dan bermanfaat bagi kedua pihak,” kata Markus.

Bukan hanya di sektor finansial, BRI Ventures juga telah berinvestasi kepada TaniHub yang merupakan agritech terkemuka di tanah air. Tujuannya tentu saja masih bersentuhan dengan pembiayaan, namun memanfaatkan channel baru yang lebih efektif.

Di sisi lain bagi Pegadaian yang selama ini belum bermain dalam hal investasi, untuk bisa memberikan inovasi baru dan mengadopsi teknologi dengan cepat, kolaborasi atau kerja sama strategis dengan digital native startup, secara masif sudah dilakukan oleh mereka. Mulai dari menjalin kemitraan dengan Tokopedia, hingga mempekerjakan tenaga profesional, yang tujuannya untuk membantu perusahaan melakukan transformasi digital.

“Selama ini kebanyakan korporasi hanya mengandalkan konsultan ketika ingin melakukan perubahan atau menghadirkan inovasi baru. Melalui kerja sama dengan startup dan perusahaan teknologi, paling tidak bisa menyegarkan mindset tim internal kami sekaligus mempercepat proses transformasi digital,” kata Herdi.

Dukungan pemerintah

Sebagai regulator dalam hal ini pemerintah memiliki peranan yang cukup krusial. Bukan hanya untuk melancarkan bisnis yang dimiliki oleh startup dan korporasi, namun juga memudahkan mereka untuk melakukan dialog hingga diskusi dengan para regulator. Meskipun masing-masing sektor ditangani langsung oleh kamenterian terkait, namun Kominfo bisa mendukung semua dalam hal teknologi dan inovasi terkait.

“Salah satu contoh menarik yang kemudian wajib untuk dicermati adalah saat pandemi berlangsung, layanan konsultasi dokter online yang ditawarkan oleh startup healthtech menjadi sangat relevan,” kata I Nyoman.

Namun demikian tidak dapat dipungkiri dengan luasnya persoalan yang dihadapi di berbagai sektor, teknologi dan startup yang mencoba untuk menawarkan layanan terkait harus menunda atau bersabar, karena prioritas dari masing-masing kementerian.

Sebagai contoh teknologi smart farming dan IoT yang bisa bermanfaat bagi para petani dan nelayan, menjadi hal yang tidak diprioritaskan oleh kementerian terkait karena fokus mereka lebih kepada pembiayaan dan hal lain yang lebih dibutuhkan oleh petani saat ini.

“Masing-masing kementerian memiliki prioritas dan cara pandang berbeda. Namun ada baiknya bagi pemerintah untuk mendengarkan permintaan dari startup, perusahaan teknologi atau korporasi yang ingin menghadirkan solusi baru memanfaatkan teknologi,” kata I Nyoman.

Upaya Transformasi Pegadaian di Era Disrupsi Jasa Keuangan

Sebagai salah satu bisnis tertua di Indonesia, layanan gadai telah membantu perekonomian masyarakat kalangan menengah ke bawah dalam mendapatkan pinjaman dengan cepat tanpa bergantung pada pinjaman berbunga tinggi.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, peran pelaku industri keuangan di Indonesia mulai bergeser oleh kehadiran fintech. Tak hanya perbankan, fintech turut mendisrupsi bisnis gadai karena akses terhadap pinjaman kini bisa didapatkan dengan mudah dan cepat.

Situasi ini mendorong Pegadaian untuk mulai menginisiasikan pemanfaatan digital dalam meningkatkan perannya di ekosistem keuangan digital. Apalagi, Pegadaian merupakan perusahaan top of mind di sektor gadai yang menguasai 90 persen pangsa dengan lebih dari 4.000 total outlet di Indonesia.

Transformasi bisnis Pegadaian

Inisiasi Pegadaian diawali dengan upaya mendigitalisasi layanannya melalui platform Pegadaian Digital Service (PDS) pada April 2018. Saat itu Pegadaian belum memiliki digital roadmap dan divisi khusus yang bertugas untuk mengeksekusi pengembangan inovasi perusahaan.

Pada perjalanannya, Pegadaian kemudian menetapkan menetapkan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) periode 2019-2023 sebagai fondasi transformasi yang berfokus pada empat hal antara lain (1) model bisnis, (2) operasional, (3) channel marketing, dan (4) segmen pasar.

Singkatnya, perusahaan pelat merah ini ingin mentransformasikan posisinya di pasar, tak lagi sebagai perusahaan gadai saja, tetapi juga perusahaan yang menawarkan layanan keuangan lainnya. Terbukti dari ekspansi layanan Pegadaian ke emas.

Dari sisi operasional, Pegadaian memanfaatkan teknologi digital untuk menganalisis profil calon pelanggan. Tak hanya itu, perusahaan juga mentransformasikan channel penjualan ke digital dan bermain ke segmen pasar yang lebih luas, yakni segmen menengah ke atas.

Untuk menjalankan rencana tersebut, Pegadaian membentuk divisi Transformation Office (TO) pada 2019. VP Digital Business Development & Partnership Pegadaian Herdi Sularko menyebutkan, ada tiga peran yang dijalankan TO, yaitu mengeksplorasi model bisnis baru, memperbarui proses bisnis, dan memperbarui budaya kerja di lingkup organisasi agar lebih agile dalam mengembangkan produk/layanan.

“Digital itu evolving dan kita harus mulai melatih [beradaptasi] karena setiap harinya selalu ada yang baru. Problem di korporasi itu komunikasi cuma antar-departemen atau divisi. Makanya, kita harus nimble dan agile. Fokus kami bukan jadi startup, tetapi membentuk budaya ‘pekerjaan kita dan orang lain bisa align’,” ungkap Herdi seperti dikutip dari Corporate Digital Transformation Report 2020.

Pengembangan produk digital

Sebagaimana disebutkan di awal, Pegadaian berupaya menjangkau pasar yang lebih luas. Strategi ini kemudian dijawab dengan mengembangkan Pegadaian Digital Service (PDS) yang menawarkan sejumlah layanan, seperti Gadai Online dan Jual-Beli Emas.

Saat ini, Pegadaian memiliki tiga bisnis utama, yakni gadai, pembiayaan, dan investasi emas. Sebanyak 90 persen pendapatan Pegadaian disumbang dari layanan gadai. Berdasarkan data perusahaan, sebanyak 2 juta nasabah dari total 13,86 juta nasabah di 2019 kini telah melakukan transaksi digital melalui PDS.

Untuk mendongkrak jumlah nasabah, Pegadaian baru saja mengomersialisasi fitur Pickup & Delivery Service untuk layanan Gadai Online di wilayah Jakarta. Pegadaian menggandeng Gojek sebagai mitra logistik Gadai Online melalui layanan GoSend.

Sebelumnya, Pegadaian telah memperkenalkan layanan ini—awalnya bernama Gadai on Demand—pada April tahun lalu. Saat itu, Gadai on Demand baru sebatas uji coba di beberapa titik di Jakarta.

Dihubungi DailySocial baru-baru ini, Herdi mengungkap bahwa ketersediaan layanan antar-jemput untuk Gadai Online ini nantinya mengikuti kesiapan outlet Pegadaian dan cakupan layanan mitra logistik di wilayah lain di Indonesia. “Kerja sama ini untuk last mile logistic. Jadi, kami jemput bola dengan menggandeng Gojek melalui layanan GoSend,” ungkapnya.

Layanan Gadai Online di aplikasi PDS memungkinkan nasabah untuk mengirim barang gadai dengan GoSend. Customer dapat menggadaikan barang tanpa perlu datang ke outlet dan mengirimnya ke outlet Pegadaian terdekat (radius 7km) dari lokasi mereka.

Sama seperti proses pemesanan GoSend pada umumnya, kurir akan menjemput barang jaminan ke lokasi konsumen. Mereka juga tetap dapat memantau (tracking) perjalanan kurir ke lokasi tujuan. Selain itu, customer tetap bisa berkomunikasi dengan kurir dan staf PDS melalui chat.

Lebih lanjut, pihaknya juga berencana menghadirkan layanan GoPay sebagai opsi pembayaran layanan Pickup & Delivery Service. Selain itu, Pegadaian juga berencana melakukan uji coba pemanfaatan platform Dropbox untuk melalukan penaksiran harga barang jaminan berbasis foto yang dikirimkan customer.

“Saat ini belum bisa ke GoPay, tetapi ini sudah masuk roadmap development kami ke depan. GoPay dibutuhkan untuk pembayaran trip ke outlet. Ke depannya, kami ingin sentralisasi produk digital di aplikasi PDS,” jelasnya.

Kolaborasi dan transformasi outlet

Selain digitalisasi layanan, Pegadaian juga melakukan gebrakan dengan membangun infrastruktur Open API untuk masuk ke ekosistem keuangan di Indonesia. Menurut Herdi, kolaborasi dengan banyak mitra berpeluang untuk menciptakan ekosistem dan lini pendapatan baru.

“Di luar sana sudah terjadi disrupsi. Semua bank mulai ke arah open banking platform. Masalahnya, industri pegadaian tidak punya benchmark karena posisi kami berada di antara banking dan industri keuangan lain. Memang, bisnis ini tidak terdampak tetapi kami bisa melihat model bisnis yang dapat di-scale up,” paparnya.

Salah satu kolaborasi besar Pegadaian adalah menggaet Tokopedia dalam menyediakan layanan Jual-Beli Emas Online yang meluncur pada Januari 2019. Kolaborasi ini diklaim sukses oleh perusahaan mengingat proses integrasinya hanya memakan waktu dua bulan dan mengantongi traction positif dari pengguna Tokopedia. 

Tak hanya itu, Pegadaian juga mulai memodifikasi sejumlah outlet-nya agar relevan terhadap kebutuhan pasar saat ini. Pegadaian telah mentransformasikan 31 outlet-nya menjadi The Gade Coffee & Gold terhadap lebih dari 4.000 outlet di Indonesia.

Menurut Herdi, sejak awal perusahaan menerapkan konsep agile organization dan CI/CD framework (Continuous Integration/Continuous Development), setiap produk akan terus dikembangkan dengan user experience sebagai prioritas utama. “Kami ingin memberikan customer experience yang sama seperti di offline. Hadir di mana pun dengan layanan yang mudah dan tangkas bagi semua kalangan,” jelasnya.

Sementara dari sisi back-end dan ground level operation, Pegadaian juga mengimplementasikan solusi teknologi, seperti IoT-based RFID network dan Robotic Process Automation (RPA) untuk meningkatkan pengamanan barang jaminan dan efisiensi operasional.

Application Information Will Show Up Here

Pegadaian Masih Kaji Skema Investasi di Sektor Fintech

PT Pegadaian (Persero) mengaku masih mengkaji rencana dan pengelolaan investasinya terhadap sejumlah perusahaan fintech menjelang akhir tahun ini.

VP Digital Business Development & Partnership Pegadaian Herdi Sularko mengatakan bahwa pihaknya masih mendiskusikan rencana investasi sebagai investor institusional secara internal.

“Begitu juga rencana investasi sebagai pemberi pinjaman institusional. Saat ini masih dikaji secara intensif bersama dengan pihak regulator,” tutur Herdi kepada DailySocial.

Ia juga belum dapat berkomentar terkait skema pengelolaan investasi, seperti melalui pembentukan corporate venture capital (CVC) atau menjadi Limited Partner (LP).

“Soal itu, kami belum bisa disclose lebih lanjut ya,” tambahnya.

Seperti dilansir CNBC, Direktur Utama Pegadaian Kuswiyoto mengatakan akan berinvestasi di sektor fintech dengan dana maksimal Rp10 triliun. Segmen yang diincar adalah p2p lending, baik pinjaman konsumtif maupun produktif.

Mengingat sudah penghujung tahun, perusahaan menyiapkan investasi tahap awal senilai Rp500 miliar untuk disuntik ke 3-5 perusahaan, termasuk di antaranya LinkAja.

Kami sempat mengonfirmasi rencana investasi ini kepada Kuswiyoto. Namun, eks Direktur Corporate Banking BRI ini membantah investasi senilai Rp10 triliun.

“Saya tidak pernah bilang ada investasi Rp10 triliun ya,” ucapnya lewat pesan singkat kepada DailySocial.

Sementara dihubungi terpisah, CEO LinkAja Danu Wicaksana juga belum dapat menyebutkan nilai investasi termasuk porsi saham yang akan disuntik oleh Pegadaian.

Diketahui, setelah resmi meluncur menjadi platform pembayaran, sejumlah perusahaan BUMN mengincar porsi saham LinkAja. Beberapa di antaranya adalah Pegadaian, Garuda Indonesia, Jasa Marga, Angkasa Pura, hingga Kereta Api Indonesia.