Pengembang Layanan Manajemen Hotel “Zuzu” Dapatkan Pendanaan Seri A Senilai 52 Miliar Rupiah

Zuzu Hospitality Solutions (dulu dikenal dengan nama Zuzu Hotels) hari ini (19/3) mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $3,7 juta atau setara dengan 52.5 miliar Rupiah. Putaran pendanaan ini dipimpin oleh Wavemaker Partners, investor sebelumnya yang juga memimpin dalam pendanaan awal. Turut berpartisipasi beberapa investor termasuk Golden Gate Ventures, Convergence Venture, Alpha JWC Ventures, dan Line Ventures.

Penambahan modal yang didapat difokuskan untuk menguatkan operasionalnya di Indonesia, Taiwan, dan Singapura. Pihaknya juga berencana melakukan ekspansi ke beberapa wilayah di Asia Pasifik. Bersama dengan ini, Zuzu turut menunjuk beberapa veteran industri, yakni Jake Coleiro untuk menjadi Country Manager Zuzu Australia dan Prae Wattanalapa sebagai Country Manager Zuzu Thailand.

“Mendapatkan dukungan berkelanjutan dari investor menunjukkan bahwa kami masih selaras dengan misi untuk memberikan manajemen layanan hotel yang independen. Kami juga bersyukur telah mendapatkan investor baru untuk membantu fase ekspansi internasional berikutnya,” ujar Co-Founder Zuzu Dan Lynn.

Pasca pivot dan tidak menjalankan bisnis budget hotel (B2C), Zuzu fokus memberikan solusi manajemen untuk sistem operasi hotel (B2B). Melalui implementasi sistem digital miliknya, rata-rata hotel dapat menghadirkan efisiensi untuk meningkatkan pendapatan online hingga 30%. Misi Zuzu ialah memastikan hotel dapat fokus memberikan suguhan layanan terbaik bagi para tamunya, tanpa harus pusing mengurus operasional dan implementasi perangkat lunak yang berbelit untuk pelayanan.

Di Indonesia sebelumnya juga sudah ada layanan serupa yang memberikan sistem operasi untuk membantu manajemen perhotelan. Salah satunya ialah Caption, startup hospitality berbasis di Yogyakarta.

Tahun Depan Oyo Targetkan Miliki Jaringan di Seratus Kota

Setelah meresmikan kehadirannya dua bulan yang lalu, Oyo sebagai jaringan hotel yang telah beroperasi di lebih dari 500 kota di 6 negara mengklaim telah mengalami pertumbuhan bisnis yang signifikan di Indonesia. Saat ini di jaringan Oyo sudah ada lebih dari 150 hotel di 16 kota di Indonesia.

Tahun 2019 mendatang Oyo memiliki target ekspansi di lebih dari 100 kota. Selama ini Oyo juga telah memperkuat jaringan hotel di Indonesia dengan menambahkan lebih dari 70 hotel per bulan ke jaringannya. Sebelumnya perusahaan mengumumkan komitmen investasi lebih dari US$100 juta (sekitar Rp1,5 triliun) untuk menjadi pemain terdepan di Indonesia.

“Dengan total investasi sebesar $100 juta, kami telah menyiapkan strategi pertumbuhan bisnis yang agresif untuk tahun 2019. Kami berencana akan memperluas jaringan di lebih dari 100 kota di Indonesia. Kami juga terus mengeksplorasi berbagai peluang pertumbuhan organik selagi membangun sinergi lewat berbagai kerja sama dengan entitas lokal,” kata Country Lead Oyo Hotels Indonesia Rishabh Gupta.

Besarnya permintaan dari masyarakat terkait dengan hotel di Indonesia menurut Oyo tidak diimbangi dengan penyediaan akomodasi berkualitas. Dalam hal ini Oyo dengan kapasitas yang dimiliki ingin mengakomodasi kebutuhan tersebut lewat model bisnis berbasis teknologi.

“Kota besar seperti Jakarta dan Surabaya menjadi kontributor terbesar terhadap pertumbuhan Oyo di Indonesia, namun kami melihat bahwa peluang bisnis yang tidak kalah besar justru datang dari kota-kota lain yang menjadi pusat bisnis regional maupun destinasi wisata baru. Berbagai program pengembangan destinasi wisata dari Kementerian Pariwisata Indonesia juga turut memiliki andil besar dalam mendukung pengembangan bisnis hospitality di Indonesia ke depannya,” tambah Rishabh.

Untuk pendanaan sendiri, Oyo sebelumnya telah mengantongi funding dari Softbank, Lightspeed, Sequoia, dan Greenoaks Capital senilai US$1 miliar. Ada pula tambahan $200 juta yang diambil dari neraca keuangan perusahaan.

Baru-baru ini Oyo juga dikabarkan telah mendapatkan dana segar dari Grab senilai $103,4 juta (Rp1,5 triliun) dalam seri E. Rencananya investasi Grab ini akan digunakan untuk membantu mengembangkan layanan Oyo di Asia Tenggara, terutama di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Grab Backs Oyo with 1.5 Trillion Rupiah Funding

Grab is said to pour $103.4 million (Rp1.5 trillion) funding to Oyo as part of Series E fundraising for the India-based unicorn startup in hospitality. As planned, Grab investment is to be used for expansion in Southeast Asia, Indonesia in particular.

In Indonesia, Oyo has just introduced its service last October. They’re focused on helping the unbranded hotel owners by offering some technology-based solutions to improve management and service to meet the top-tier hotel standard.

Oyo’s brought some solutions, including Krypton App (audit-purposed mobile app), Oyo owner (hotel owners app for cash flow, business performance, customer reviews, and so on), and Oyo: Branded Hotels for consumers.

In its competition with Gojek, Grab positioned itself as a super app, to use Oyo’s credibility in providing added value to its services.

Oyo, on the other hand, collaborates with Grab for the company to reach the market faster. Take an example as HappyFresh collaboration with Grab in GrabFresh.

In its early age, Oyo partners with 30 property owners with 1000 rooms around Jakarta, Surabaya, and Palembang.

When first announcing its official business in Indonesia, Oyo has secured an investment worth of Rp1.5 trillion to win over the Indonesian market. The major investment will be used to build hotel network infrastructure and renovate the building to meet Oyo’s criteria. In addition, the company’s keep looking for talents, developing technology, and creating some marketing strategies to acquire new users.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Grab Suntik Dana 1,5 Triliun Rupiah ke Oyo

Grab disebutkan telah menyuntikkan dana senilai $103,4 juta (Rp1,5 triliun) ke Oyo sebagai bagian penggalangan Seri E untuk startup unicorn India yang bergerak di bisnis perhotelan dan hospitality ini. Rencananya investasi Grab ini  untuk membantu mengembangkan layanan Oyo di Asia Tenggara, terutama di Indonesia.

Di Indonesia Oyo baru saja mengumumkan kehadirannya pada Oktober silam. Pihak Oyo fokus membantu para pemilik unbranded hotel dengan menghadirkan sejumlah solusi berbasis teknologi untuk meningkatkan manajerial dan membantu meningkatkan standar pelayanan hingga setara dengan jaringan hotel ternama.

Beberapa solusi yang diboyong Oyo ke Indonesia antara lain Krypton App (aplikasi mobile untuk keperluan audit), Oyo Owner (aplikasi bagi pemilik hotel untuk manajemen arus kas, performa bisnis, review pelanggan dan lain-lain), Co Oyo, Oyo OS (sistem operasi yang dikembangkan Oyo Hotels untuk manajemen hotel), dan Oyo : Branded Hotels untuk konsumen.

Grab yang memosisikan diri sebagai super app, dalam kompetisinya dengan Gojek, bisa memanfaatkan kekuatan Oyo untuk memberikan added value bagi layanannya.

Bagi Oyo, berkolaborasi Grab bisa membantu perusahaan untuk menjangkau pasar dengan lebih cepat. Contohnya seperti bagaimana HappyFresh berkolaborasi dengan Grab dalam bentuk GrabFresh.

Di awal kemunculannya, Oyo menggandeng 30 pemilik properti dengan 1000 kamar yang tersebar di Jakarta, Surabaya, dan Palembang.

Ketika mengumumkan masuk secara resmi ke pasar Indonesia Oyo memastikan komitmen investasi lebih dari Rp1,5 triliun untuk memenangi pasar Indonesia. Mayoritas investasi tersebut akan digunakan membangun infrastruktur jaringan hotel dan merenovasi bangunan agar sesuai dengan kriteria Oyo. Selain itu perusahaan juga fokus merekrut talenta, mengembangkan teknologi, dan melakukan beberapa strategi pemasaran untuk menarik pengguna baru.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Co-Founder & CTO Traveloka Derianto Kusuma Mengundurkan Diri

Hari ini (27/11) Traveloka resmi mengumumkan pengunduran diri salah satu pendirinya yang juga menjabat sebagai CTO, Derianto Kusuma. Ia akan efektif melepas jabatan CTO per 30 November 2018. Sebelumnya kami sudah mendengar kabar pengunduran ini sejak awal bulan lalu. Namun demikian pihak Traveloka saat itu memilih tidak memberikan komentar terkait hal tersebut.

Bersama dengan pendiri lainnya, Deri mendirikan Traveloka pada tahun 2012 dan berhasil membawa perusahaan ini untuk mencapai pertumbuhan yang luar biasa.

“Deri memiliki peran yang tidak tertandingi dalam pertumbuhan dan kesuksesan Traveloka dengan perannya yang tidak hanya membangun dan membesarkan sistem dan kapabilitas teknologi yang sustainable, tapi juga organisasi yang sustainable,” kata Ferry Unardi, Co-Founder & CEO Traveloka.

Ferry menambahkan, “Deri telah mempertimbangkan hal ini selama beberapa bulan dan mengadakan diskusi bersama saya dan para investor. Proses serah terima pekerjaan telah dipersiapkan, dan kami akan meneruskan apa yang telah kami bangun untuk Traveloka. Kami akan terus berkembang dan fokus untuk mencapai tujuan jangka panjang kami, menjadi perusahaan teknologi kelas dunia yang digunakan oleh jutaan orang.”

Sementara itu Deri berkomentar, “Perjalanan saya dengan Traveloka sungguh luar biasa, dari lahirnya Traveloka, mengimplementasikan pola pikir dan kapabilitas kelas dunia di Asia Tenggara di mana kami menawarkan para pelanggan dan mitra kami standar baru dalam kualitas dan akuntabilitas dalam seluruh operasi kami, hingga mengatasi berbagai jenis tantangan dalam berbagai tahapan tumbuhnya Traveloka. Saya senang dapat bekerja dengan semuanya dalam membawa Traveloka ke titik ini.”

“Traveloka kini sedang melalui tahap transisi, pekerjaan transformasi teknologi saya telah selesai dengan terbentuknya tim yang kuat untuk membawa pondasi kokoh kami untuk terus maju dan jalan untuk Traveloka ke depannya telah terjamin dengan pembiayaan atau investasi terbaru. Kini adalah waktu yang tepat bagi saya untuk melanjutkan bab selanjutnya dari hidup saya.”

Kabarnya Derianto akan fokus untuk mengembangkan usaha baru dalam kategori yang berbeda dengan Traveloka.

Application Information Will Show Up Here

ZEN Rooms Jual Sebagian Saham ke Jaringan Aplikasi Hotel Korea Selatan Yanolja

ZEN Rooms jaringan budget hotel yang beroperasi di Asia Tenggara diberitakan telah menjual sebagian saham mereka ke jaringan aplikasi hotel asal Korea Selatan, Yanolja. Dengan total dana $15 juta, Yanolja membayar untuk “strategic non-controlling stake” yang dirahasiakan — tetapi tetap membuka kemungkinan Yanolja mendapatkan 100% saham ZEN Rooms di kemudian hari.

Didirikan tahun 2015, ZEN Rooms berhasil mendapatkan pendanaan $4.1 juta untuk seri A dari Redbadge dan SBI Investment Korea. Tiga tahun ZEN Rooms berjalan, tepatnya pada Maret silam, diberitakan ZEN Rooms menghadapi masalah keuangan serius dan ingin menjual atau menutup layanannya. Pembelian sebagian saham oleh Yanolja ini akan memberikan dana segar bagi ZEN Rooms untuk bisa tetap bertahan dan mengusahakan untuk berkembang.

“Kami sekarang memiliki modal untuk berinvestasi, Kesepakatan itu telah didiskusikan sejak awal tahun ini . . . kami memperlakukan seperti akuisisi tetapi ini adalah langkah pertama,” terang co-founder ZEN Rooms Kiren Tanna kepada TechCrunch.

Di Indonesia industri budget hotel saat ini masuk dalam “seleksi alam”, persaingan ketat antar pemain diramaikan dengan persaingan dengan OTA (Online Travel Agent). Kondisi ini menyebabkan layanan harus bisa bertahan dengan memenuhi kebutuhan pelanggan lokal atau angkat kaki.

NIDA Rooms contohnya, diam-diam sudah tidak beroperasi di Indonesia dengan menarik aplikasi dan situs pemesanan mereka. Kondisi serupa pun bisa menimpa ZEN Rooms jika gagal memenuhi kebutuhan pelanggan lokal. Meski kebutuhan akan budget hotel masih tinggi.

Mengacu pada laporan survei yang dikeluarkan DailySocial tahun lalu, budget hotel masih menjadi pilihan banyak responden. Total 58,61% responden memilih budget hotel, dengan harga sebagai perbandingan utama. Masalahnya, di Indonesia para pemain OTA seperti Traveloka, Tiket, dan lain sebagainya juga memasukkan daftar hotel budget ke dalam pencarian mereka. Ini tentu membantu para pelanggan tetap tidak untuk jaringan budget hotel yang beroperasi di Indonesia. Persaingan sekarang lebih mengerucut ke kualitas layanan, termasuk harga.

Kini di Indonesia jaringan hotel budget ada ZEN Rooms, RedDoorz, Airy Rooms dan beberapa lainnya. Mereka akan berhadapan langsung dengan penyedia layanan OTA yang juga menjajakan kamar-kamar hotel dengan harga terjangkau. Dengan investasi yang didapat ZEN Rooms ini wajib ditunggu apa yang akan dilakukan mereka untuk pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia dengan persaingan yang ada saat ini.

Application Information Will Show Up Here

Mister Aladin Kenalkan Fitur Pesan Tiket Pesawat

Mister Aladin memperkenalkan fitur baru mereka untuk pemesanan tiket pesawat. Dengan fitur baru ini Mister Aladin akan meramaikan sektor OTA di Indonesia di tengah persaingan pasar yang makin ramai –seperti diketahui sebelumnya, layanan e-commerce seperti Tokopedia dan JD.id juga melayani pemesanan tiket pesawat.

Dari data internal Mister Aladin, selepas acara soft-launching fitur tiket pesawat berimplikasi pada peningkatan pemesanan hotel sebesar 63% di kuartal pertama tahun 2018. Dari total pemesanan tersebut liburan di dalam negeri masih menjadi prioritas.

“Saat ini kami memiliki lebih dari 100.000 inventory hotel dan kami ke depannya menargetkan peningkatan inventory sebesar 200% di akhir 2018 ini. Untuk memenuhi permintaan konsumen sekaligus mengakomodasi tren pemesanan dalam negeri saat libur lebaran nanti, kami memutuskan untuk meluncurkan fitur pemesanan tiket pesawat dan berfokus pada rute domestik terlebih dulu,” terang CEO Mister Aladin Veranika Gunawan.

Fitur pemesanan tiket pesawat ini memang sudah seharusnya menjadi inovasi dari Mister Aladin jika tidak ingin tertinggal dari para pesaing lainnya. Selain itu Mister Aladin juga harus tetap konsisten dalam menghadirkan inovasi dan fitur yang dibutuhkan pengguna.

Dalam kesempatan yang sama Mister Aladin juga menghadirkan fitur Personal Travel Assistant pada aplikasi mereka. Fitur ini diharapkan mampu memberikan sentuhan personal ke dalam layanannya. Fitur ini memungkinkan konsumen menikmati layanan asistem pribadi yang dikelola oleh travel experts pilihan setiap saat.

“Kami melihat adanya tren themed travel seperti perjalanan backpacker, foodie, road trip, traveling untuk marathon dan sebagainya di kalangan travellers masa kini. Sebagai teman travel terbaik para travellers, mudah bagi kami untuk mewujudkan hal tersebut melalui Personal Travel Assitant,” terang Chief Operating Officer Mister Aladin Nitha Sudewo.

Fitur Personal Travel Assistent dan kemampuan memberikan layanan personalisasi milik Mister Aladin ini diklaim menjadi pembeda dan keunikan sehingga bisa tetap bersaing dengan OTA lainnya.

“Saya percaya keunikan ini akan tetap menjadi salah satu keunggulan Mister Aladin di pasar Indonesia,” terang Nitha.

Application Information Will Show Up Here

Airy dan Komitmennya Bermain di Bisnis Hotel Budget

Startup jaringan hotel budget Airy menggelar roadshow pelatihan khusus “Airy Academy” untuk mitra akomodasi agar dapat bersaing dengan hotel berbintang. Strategi tersebut merupakan salah satu cara yang dipilih Airy untuk meningkatkan transaksi sekaligus meningkatkan repeat order, di samping dengan memperluas jumlah dan cakupan kemitraan.

Head of Pricing & Distribution Airy Rooms Viko Gara menuturkan, lewat roadshow pelatihan ini pihaknya ingin memberdayakan akomodasi lokal independen agar dapat terus berkomitmen mempertahankan pelayanannya kepada konsumen.

Pasalnya untuk memberi pelayanan berkelanjutan terkesan agak sulit dilakukan. Padahal pada dasarnya industri hospitality memiliki standar pelayanan yang tidak jauh berbeda, budget hotel dapat memberikan pelayanan maksimal dengan harga kamar terjangkau.

“Airy hanya bisa memantau dan maintain layanan dari sisi aplikasi saja, dari pencarian hotel hingga pembayarannya. Namun pada akhirnya seluruh pelayanan akan bermuara di mitra akomodasi itu sendiri, bagaimana mereka bisa maintain layanan sesuai standar Airy, itu yang mau kita tingkatkan,” terang Viko dalam sesi wawancara bersama DailySocial, kemarin (28/3).

Dalam rangkaian pelatihan tersebut, sambung Viko, mitra mendapat wawasan dan pembekalan, serta mempraktikannya secara langsung dari fasilitator berpengalaman di dunia hospitality. Pada akhir sesi, mereka mendapat sertifikasi sebagai bukti keikutsertaannya.

Peserta housekeeping diajarkan bagaiamana cara membersihkan kamar dan tempat tidur dengan baik. Personal front office diajarkan berupa simulasi cara menerima tamu dengan baik, menanggapi dan menangani keluhan tamu, serta melakukan proses check-in dan check-out dengan benar.

Tahun ini, Airy melatih 258 SDM dari sekitar 100 mitra akomodasi yang tersebar di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang. Inisiasi Airy Academy ini sebenarnya baru mulai di tahun lalu, dengan mengadakan di dua kota yakni Medan dan Yogyakarta.

Kinerja Airy

Airy tergolong startup yang cukup jarang membeberkan informasi seputar informasi terbarunya. Startup ini sudah berdiri sejak pertengahan 2015 dan diklaim sebagai startup jaringan hotel budget terbesar di Indonesia lantaran jumlah kamar yang sudah diakuisisi lebih dari 10 ribu di 1.000 mitra akomodasi, tersebar di 72 kota.

Tak hanya menyediakan pemesanan kamar, Airy juga menyediakan tiket pesawat untuk rute domestik hasil bekerja sama dengan berbagai maskapai penerbangan. Aplikasi Airy sendiri sudah diunduh lebih dari 1 juta kali (Android saja). Mayoritas pemesanan dikontribusikan dari aplikasi, dan lokasi favorit pemesanan kamar adalah Jakarta, Surabaya, dan Bandung.

Viko enggan membeberkan apakah perusahaan pernah mendapat investasi dari eksternal atau masih bootstrapping.

Application Information Will Show Up Here

RedDoorz Targetkan Ekspansi Menyeluruh di Tahun 2018, Dimulai dari Surabaya

Platform pemesanan online hotel budget RedDoorz hari ini mengumumkan ekspansinya ke Surabaya dengan menyediakan 50 properti, 5 di antaranya dikelola penuh oleh RedDoorz. Bersama dengan ekspansi ini, RedDoorz juga tengah menggarap penambahan 20 properti baru di wilayah Surabaya.

Guna mematangkan target ekspansi, RedRoorz turut memperkuat tim di kota tersebut. Beberapa staf baru telah direkrut untuk memperkuat lini penjualan, pemasaran, dan operasional. Beberapa program promo turut dilaksanakan bersamaan dengan peresmian ekspansi ini.

Strategi ini menyusul atas pendanaan yang sebelumnya berhasil diraih RedDoorz, sekurangnya dana senilai $10 juta disiapkan untuk terus menggenjot kehadiran layanan di berbagai kota di Indonesia selama tahun 2018.  Saat ini RedDoorz beroperasi di 16 kota dengan sekitar 500 properti di Indonesia. RedDoorz berada di Jakarta, Bogor, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Solo, Palembang, Makassar, Medan, Manado, Batam, Lombok, Bali, Malang, dan Aceh.

[Baca juga: RedDoorz Raih Investasi Lanjutan Khusus untuk Pasar Indonesia]

Dalam sambutannya COO RedDoorz Rishabh Singhi mengungkapkan, “Kami sangat antusias untuk melihat perkembangan pesat RedDoorz di Indonesia. Sekarang, RedDoorz menyediakan lebih dari 3.000 kamar – yang semuanya dapat diakses melalui platform online kami. Kami semakin yakin melihat reaksi positif dari tamu, dengan lebih dari 65% dari total pelanggan menginap kembali di RedDoorz sejak menginap pertama kali di RedDoorz.”

Lebih lanjut terkait ekspansinya di Surabaya Rishabh menjelaskan, “Surabaya dikenal sebagai kota digital Indonesia. Kami percaya visi pemerintah daerah dalam menciptakan motor baru yang bisa menggerakkan ekonomi digital dan membuat program untuk mendukung UKM menggunakan teknologi, sejalan dengan visi jangka panjang RedDoorz. Tujuan RedDoorz adalah bermitra dengan hotel kelas menengah dan pemilik penginapan, serta menyediakan platform teknologi ideal yang dapat meningkatkan bisnis dan keberlanjutan tingkat okupansi yang baik bagi mitra.”

Selain itu untuk membantu kesuksesan mitra akan ada program RedDoorz Training Programme yang berfokus pada pelatihan dan peningkatan keahlian misalnya terkait penggunaan teknologi, kebersihan dan perawatan properti, layanan pelanggan dan kemampuan komunikasi, yang kami tanamkan kepada para staf di properti telah memainkan peranan penting dalam mempersiapkan mitra kami untuk ikut serta dalam ekonomi digital.

[Baca juga: Fokus Ekspansi Bisnis di Indonesia, RedDoorz Tunjuk Direksi Baru]

Rishabh turut menyampaikan bahwa RedDoorz menjalankan unit operasional secara penuh bersama mitra, mulai dari layanan pelanggan, operasional dan penjualan produk, hingga membangun merek, keuangan dan pemasaran. RedDoorz juga telah mengembangkan teknologi patennya sendiri dengan menggunakan analisis data yang bisa memperkirakan secara akurat mengenai permintaan di berbagai area untuk memiliki lebih banyak hotel atau properti untuk semakin meningkatkan jumlah wisatawan.

RedDoorz berkantor pusat di Singapura dan beroperasi di Indonesia dan Filipina. RedDoorz mendapatkan pendanaan dari International Finance Corporation (Lembaga investasi yang merupakan bagian dari Grup Bank Dunia), Asia Investment Fund dari Sushquehanna International Group, FengHe Group dan Jungle Ventures. Baru-baru ini, RedDoorz telah mendapatkan pinjaman ventura dari InnoVen Capital, firma pinjaman ventura milik Temasek Holdings dan United Overseas Bank.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Lanskap Industri Travel dan Pergerakan Digitalnya

Salah satu industri yang cukup berkembang pesat di era digital ini adalah perjalanan atau travel. Cakupannya cukup luas dengan segmentasi yang dimiliki. Mungkin beberapa dari pembaca mengenal beberapa istilah seperti Online Travel Agency (OTA), Hospitality dan lain sebagainya. Bahkan penguraiannya pun sekarang makin spesifik. Contoh saja soal kehadiran budget hotel, sebagai evolusi layanan penginapan yang mengakomodasi travellers.

Untuk mengulas tentang bisnis travel, kami berdiskusi dengan Larry Chua, Co-Founder Caption Hospitality. Pengalamannya di industri travel tidak diragukan lagi. Bersama Caption Hospitality saat ini ia mengembangkan sebuah solusi terpadu yang diperuntukkan pemilik hotel atau penginapan untuk memiliki sistem teknologi, untuk mengakselerasi bisnisnya di era digital.

Larry Chua - Co-Founder dan CEO Caption Hospitality / Caption
Larry Chua – Co-Founder Caption Hospitality / Caption Hospitality

Awal mula industri travel dan perkembangannya

Di awal perbincangan, kami membahas tentang industri travel online yang ada saat ini. Istilah seperti OTA cukup membingungkan bagi orang awam. Larry pun sepakat akan hal tersebut, ia mengungkapkan lanskap ini memiliki cakupan sangat luas. Industri travel pada mulanya ada untuk melengkapi kebutuhan bisnis, sehingga di awal kemunculannya banyak bermunculan istilah bisnis yang disebut dengan “corporate travel”.

Apa yang dicakup dalam bisnis tersebut ada dua hal, pertama ialah moda transportasi (pesawat, kereta api, bus, hingga ojek) dan akomodasi (hotel, hostel, guest house, hingga kos). Ini adalah hal paling fundamental. Hingga pada akhirnya kini moda perjalanan makin terjangkau, pergeseran pun dimulai, banyak orang melakukan travelling untuk tujuan di luar perjalanan bisnis, yakni bersantai.

Di masa lalu pemasok akomodasi dan agen transportasi menggunakan sistem keagenan untuk menjual inventory mereka, merujuk pada proses distribusi. Proses itu berjalan bukan tanpa alasan, didominasi konsumen bisnis alur transaksinya didesain untuk mampu menyesuaikan kebutuhan perkantoran, misalnya ada cerdit term dengan jangka pembayaran tertentu dan lain sebagainya. Sistem ini juga untuk mencegah pemindahbukuan dan penanganan yang terlalu banyak oleh agen.

Jadi apa yang disebut OTA sebenarnya sebuah kanal distribusi baru untuk para pemasok. Nilai plus yang mereka berikan adalah saluran 24 jam untuk pemesanan moda transportasi dan akomodasi. Dengan keunggulan yang diberikan, mereka bertarung memasarkan dan mengarahkan lalu lintas pengguna ke situs web mereka. Dengan upaya ini, sebagian besar OTA mengenakan biaya dari 17% – 30% dari harga jual pemasok akomodasi. Contoh OTA populer saat ini seperti Traveloka, Pegipegi, Tiket, Rajakamar dan sebagainya.

Bagaimana OTA dan penyedia jasa bersinergi?

Larry memulai dengan sebuah pertanyaan, apakah hotel bisa bertahan tanpa OTA? Jawabannya iya. Sebaliknya, bisakah OTA bertahan tanpa hotel? Jawabannya tentu tidak. OTA hanya seperti sebuah marketplace, tanpa pemasok produk akomodasi atau travel maka bisnis mereka tidak akan jalan. Masalahnya mereka (hotel) sangat baik dalam menjalankan bisnisnya (akomodasi), namun banyak yang tidak mengerti tentang teknologi dan dunia digital.

Teknologi di sisi penyedia jasa hotel (hoteliers) tidak berkembang cukup pesat. Baru akhir-akhir ini saja penggunaan perangkat lunak berbasis komputasi awan atau sejenisnya mulai terlihat sebagai improvisasi layanan. Hal itu menurut Larry wajar, karena jika hoteliers memiliki pengetahuan yang mendalam tentang ruang digital, mereka tidak memerlukan OTA untuk melakukan pemasaran.

Faktanya masih ada beberapa kelompok hotel yang tidak mencantumkan propertinya di OTA dan masih berjalan baik. Ini adalah contoh sisi lain dalam konteks ini. Namun gelombang ketiga evolusi online travel tampaknya juga akan segera hadir. Raksasa internet Google pun telah bereksperimen banyak dalam lini industri travel, perubahannya tentu akan banyak memberikan keuntungan untuk bisnis.

Persaingan industri travel yang ada saat ini

Menurut Larry, travel adalah salah satu vertikal bisnis yang paling menguntungkan untuk situs e-commmerce, deals atau semacamnya. Sebelum di Caption, Larry pernah memimpin sebuah travel department bisnis e-commerce, yakni Ensogo dan Deal.com. Ia lanjut menceritakan, pada satu titik pendapatan netto travel department menutupi seluruh biaya bulanan perusahaan.

Jadi apa yang terjadi saat ini dalam bisnis travel di Indonesia bukan “hal aneh” bagi Larry, misalnya akuisisi Tiket.com oleh Blibli. Perusahaan e-commerce seperti Bukalapak dan Tokopedia akan mulai bergerak penuh ke dalam ruang ini dan juga tidak akan mengejutkan jika nanti unicorn lain seperti Go-Jek akan mulai bermain di dalam ruang ini.

Turut ditekankan Larry bahwa ini adalah sebuah langkah bertahap ketika perusahaan mulai mengendalikan basis data pengguna dalam jumlah pesat. Mereka semua beroperasi sebagai pasar. Pertanyaan selanjutnya adalah model seperti apa yang bisa dijual kepada konsumen untuk menghasilkan keuntungan dan harga tiket tertinggi.

Gambaran umum lanskap industri travel / Caption Hospitality
Gambaran umum lanskap industri travel / Caption Hospitality

Hospitality untuk menggerakkan digitalisasi industri

Masih banyak masalah dan tantangan yang dihadapi pemilik properti. Pebisnis di Indonesia (secara umum) perlu belajar dari industri di daerah seperti Bali dan meniru tingkat layanan. Teknologi pasti sangat berperan dalam hal ini, membantu hoteliers menjadi lebih laku, serta membantu membuat biaya operasional menjadi lebih efisien. Namun demikian tetap ada masalah yang belum terselesaikan, misalnya untuk pengelolaan insentif ruang rapat, akomodasi perjalanan bisnis, hingga pengelolaan pemanfaatan fasilitas spesifik seperti kolam renang.

Untuk menguraikan kebutuhan digitalisasi, kebanyakan orang berpikir bahwa situs web adalah jawabannya. Namun dari pengamatan Larry, situs web hotel banyak yang perlu dipikirkan dan dirancang ulang sehingga dapat menginspirasi dan mengubah lalu lintas kunjungan menjadi pemesanan, bahkan traksi. Fakta penting lainnya adalah kebanyakan orang di Indonesia melihat informasi perjalanan dan bertransaksi di ponsel.

Kenyataannya lainnya adalah sebagian besar hotel masih melibatkan beberapa perusahaan pengembangan situs web atau perancang freelance untuk mengembangkan situs web mereka. Parahnya pengembang tersebut tak sedikit yang memiliki pengetahuan minim tentang perilaku travelers. Sayangnya kita tidak lagi tinggal di tahun 1998, situs web tidak lagi hanya ditujukan untuk kebutuhan informatif.

Edukasi berkelanjutan sangat dibutuhkan di Indonesia tentang ruang digital dan teknologi. Menurut Larry, banyak pengelola hotel masih memiliki pola pikir tahun 1990-an. Kita masih bisa melihat properti menggunakan pena dan kertas manual untuk check-in, kita masih bisa menemukan hotel yang tidak memiliki website yang tepat. Di sini Hospitality berperan. Larry mendefinisikan Hospitality sebagai pemasok dan salah satu aspek inti dari perjalanan. Tanpa Hospitality dan hoteliers, tidak ada “bisnis travel“.