BRI Siapkan “Pinang”, Platform Pinjaman secara Online

Bank Rakyat Indonesia (BRI) tengah mempersiapkan peluncuran platform pinjaman secara online kepada nasabah yang bernama Pinang. Cara kerjanya tidak jauh berbeda dengan yang ditawarkan layanan peer-to-peer lending.

Nantinya Pinang akan dikelola BRI Agro, anak usaha BRI. Masih dalam tahap pengembangan, jika sesuai dengan jadwal, platform ini akan diluncurkan BRI akhir November 2018 mendatang.

Menurut Direktur Teknologi Informasi dan Operasional Bank BRI Indra Utoyo, pinjaman yang bisa didapatkan nasabah melalui Pinang adalah maksimal Rp20 juta. Proses verifikasi dan credit scoring diklaim BRI dilakukan hanya dalam waktu 15 menit. Terkait dengan bunga yang dikenakan, ia menjamin akan lebih terjangkau dibandingkan yang ditetapkan layanan fintech, khususnya payday loan, saat ini.

“Ini bentuknya kredit tanpa agunan (KTA). Rate-nya tentu lebih murahlah, kita kan bank,” jelas Indra seperti dilansir dari CNBC Indonesia.

Upaya BRI adopsi teknologi

Pinang yang segera diluncurkan BRI merupakan bagian upaya BRI mengadopsi teknologi digital. Sebelumnya BRI juga mengumumkan peningkatan kemampuan chatbot Sabrina yang kini bisa diakses dengan perintah suara, dari sebelumnya yang hanya berbasis teks. Peningkatan teknologi ini diharapkan dapat membantu mempercepat nasabah mencari informasi seputar produk atau layanan BRI, serta melakukan transaksi seperti memesan tiket bioskop.

BRI juga cukup agresif menjalin kemitraan dengan layanan e-commerce seperti Bukalapak. Bukalapak resmi menjadi mitra Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk perluasan fasilitas perbankan kepada para pelapak dan pengguna. Layanan yang dibuka untuk Bukalapak meliputi Briva Online, CMC payment priority, E-pay, WS Overbooking dan notification, serta jasa perbankan lainnya.

BRI juga memberikan dukungan kepada PAYFAZZ dalam pengembangan sistem dan teknologi termasuk mengandalkan keunggulan konektivitas melalui satelit BRIsat. Peran PAYFAZZ sendiri akan menyediakan produk aplikasi perbankan untuk BRI yang akan diintegrasikan ke dalam sebuah sistem keagenan untuk layanan perbankan mandiri (di luar kantor bank) di daerah.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

BRI Buat Perangkat Khusus Mantri, Hasil Kemitraan dengan Telkomsel dan BlackBerry

BRI bermitra Telkomsel dan BlackBerry untuk pengadaan perangkat khusus mantri BRI demi permudah proses bekerja saat di lapangan jadi lebih digital dengan jaminan keamanan tinggi. Perangkat yang disebar BRI sudah ter-install secara default oleh jaringan Telkomsel yang didukung oleh sistem keamanan BlackBerry Unified Endpoint Management (UEM).

Mantri BRI adalah singkatan dari marketing dan analisis mikro yang bertugas tidak hanya mengurusi bagian kredit, tapi juga simpanan. Diklaim total mantri BRI saat ini sekitar 34 ribu orang tersebar di seluruh Indonesia. Mantri berbeda dengan agen BRILink yang merupakan layanan Laku Pandai dari Bank BRI.

Dengan perangkat khusus ini, seluruh informasi berharga pelanggan akan lebih terjamin keamanannya. Staf BRI dimungkinkan untuk berbagi data pelanggan yang sensitif dalam lingkungan terpercaya, mengurangi ancaman siber, dan risiko pencurian data.

BRI pun kini memiliki manajemen endpoint yang lengkap dan kontrol kebijakan untuk beragam perangkat dan aplikasi yang semakin berkembang. Membantu mengembangkan dan mengelola pekerjaan seperti loan applications. Hal ini juga memastikan bank selalu siap untuk peraturan privasi dan keamanan baru.

“BRI memilih BlackBerry UEM tidak hanya karena kemampuannya melindungi file dan data, tetapi untuk skalabilitas dan pengelolaannya yang sederhana untuk berbagai hal yang terkoneksi di tempat kerja,” ucap Direktur TI BRI Indra Utoyo, Rabu (8/8).

Sebelumnya, para mantri BRI harus menggunakan dokumen fisik untuk memproses pengajuan kredit dari calon nasabah. Mereka juga harus membuat laporan harian setiap harinya untuk mengukur produktivitasnya.

Kini proses kredit sudah bisa disetujui kurang dari 12 jam dari awalnya perlu menunggu hingga berhari-hari. Dengan demikian, produktivitas para mantri meningkat lebih tajam. BRI juga bisa mendeteksi secara langsung produktivitas mantri berdasarkan lokasi GPS. Dari data BRI disebutkan, terjadi peningkatan penjualan antara 30%-40%.

“Digitalisasi itu membuat risiko manajemen dan operasional bisa lebih ditekan, sehingga risikonya jadi lebih termitigasi dengan baik saat menyalurkan kredit mikronya.”

VP Enterprise Mobile Product Marketing Telkomsel Arief Pradetya menambahkan perangkat yang disediakan BRI itu didesain khusus untuk kerja, sudah dikunci sehingga tidak bisa ditambah atau dihapus oleh mantri. Hanya berisi delapan aplikasi, mayoritas adalah aplikasi internal dari BRI dilengkapi aplikasi pendukung kerja.

“Perangkat sudah di-roll out ke seluruh mantri, selesainya sudah dari bulan lalu. Karena ini corporate device, jadi memang didesain untuk kerja saja, tidak bisa untuk yang lain. Mantri bisa langsung kerja dengan jaringan Telkomsel di mana saja mereka berada,” terang Arief.

BlackBerry UEM adalah sebuah perangkat lunak yang merupakan bagian dari BlackBerry Enterprise Mobile Suite menyediakan satu tampilan untuk semua perangkat, aplikasi dan manajemen konten, dengan keamanan dan konektivitas yang terintegrasi.

Perangkat lunak BlackBerry dimanfaatkan untuk menghubungkan dan mengamankan endpoint, bersifat fisik dan digital, serta membantu perusahaan mengembangkan sistem yang pintar dengan solusi embedded yang aman dan bersertifikasi. Diklaim BlackBerry memiliki lebih dari 80 sertifikasi keamanan dan telah menerima beberapa penghargaan tertinggi di industri, salah satunya Gartner, Inc.

Ramai-Ramai Mengembangkan Chatbot

Industri perbankan menjadi sasaran berikutnya yang ‘terganggu’ dengan kehadiran teknologi. Perkembangan teknologi yang tidak terbendung, mau tak mau tidak bisa dilawan, tapi harus jadi kawan.

Inilah yang terjadi ketika bank dihadapi dengan salah satu perkembangan teknologi terkini, chatbot. Sebuah robot yang diprogram untuk membalas pesan dibantu dengan kecerdasan buatan agar percakapan terasal lebih natural. Dari sana, lahirlah Vira (BCA), Cinta (BNI), Mita (Bank Mandiri), dan Sabrina (BRI).

Dalam mengembangkan chatbot, bank tidak harus bekerja keras sendiri, bisa gandeng startup yang spesialis di bidangnya. Ada Kata.ai, Bang Joni, Sprint Asia, Botika, Eva, dan lainnya. Persis seperti yang dilakukan oleh BRI dengan gandeng Kata.ai, Bank Mandiri dengan InMotion, BNI dengan Bang Joni.

Pertimbangannya, tren yang terjadi saat ini melakukan kegiatan perbankan sekarang tidak harus lagi harus datang ke cabang tapi bisa lewat ponsel saja tanpa harus unduh aplikasi tambahan apapun. Cukup pakai aplikasi chat messaging atau sosial media yang dipakai untuk bisa akses layanan bank.

Perlu diketahui, pada dasarnya fungsi chatbot digolongkan ke dalam dua kategori, yakni otomasi percakapan dan kebutuhan fungsional. Untuk otomasi percakapan umumnya sering diimplementasikan oleh pedagang online demi meningkatkan interaksi secara kontinu dengan konsumennya.

Sedangkan kebutuhan fungsional, umumnya dirancang secara spesifk dengan melibatkan fitur lain yang kompleks seperti API khusus, otomatisasi pembayaran dan lainnya.

Untuk tahap awal fungsi chatbot yang dihadirkan keempat perbankan tersebut masih menjalankan fungsi customer service yang ada di lapisan pertama. Bertugas membantu jawab pertanyaan yang sifatnya umum dan repetitif.

Dari fungsinya tersebut, chatbot jadi manuver bank bagaimana menjadikan selayaknya saat nasabah menghubungi CS, yang mana bisa dihubungi kapan saja, tutur bahasa yang ramah, dan dapat diandalkan.

Tidak menutup kemungkinan bank lainnya akan menyusul hal serupa seperti yang dilakukan keempat bank besar ini. Mengapa belakangan bank ramai-ramai lirik peluang dari chatbot?

CEO Sprint Asia Technology Setyo Harsoyo punya jawabannya. Menurutnya, pada dasarnya semua perusahaan termasuk bank ingin meningkatkan engagement dengan para customer-nya. Banyak cara yang sudah dilakukan, seperti lewat situs, call center, email, SMS, dan lainnya.

Kemudian lahirnya teknologi chatbot yang berbeda dari semua channel di atas. Dengan chatbot, nasabah dari suatu bank dapat dengan mudah berhubungan dengan bank karena chatbot bisa melayani secara interaktif ribuan nasabah pada saat bersamaan dengan biaya jauh lebih murah dibandingkan call center.

“Misalnya untuk dapat melayani 1.000 nasabah pada saat bersamaan cukup dengan satu bot, sementara call center memerlukan 1.000 agen,” terang Setyo.

Menambahkan pernyataan Setyo, CEO Kata.ai Irzan Raditya menuturkan chatbot adalah salah satu pilihan strategis karena mereka menyadari tren yang terjadi di masyarakat Indonesia.

Aplikasi messaging sudah jadi bagian terpenting dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, hal tersebut jadi peluang untuk lebih mudah jangkau nasabah melalui akun chatbot di aplikasi messaging favorit mereka.

“Hal inilah yang menurut kami menjadi kelebihan chatbot di bandingkan aplikasi. Friksi dan upaya yang diperlukan dari nasabah untuk mengakses chatbot jauh lebih kecil dibandingkan meng-install aplikasi, buka situs, atau menelepon CS,” terangnya.

“Terlebih lagi, banyak dari bank tersebut telah berinvestasi di kanal media sosial mereka sebagai sarana marketing untuk menggaet ratusan ribu bahkan jutaan audiens. Maka dari itu chatbot hadir sebagai layanan yang memberikan nilai tambah bagi nasabah mereka dengan berbagai macam kegunaan,” sambung Irzan.

Chatbot adalah suatu keniscayaan

DailySocial pun mencoba menghubungi perwakilan keempat bank tersebut untuk mengutarakan pendapatnya. Semuanya sepakat bahwa chatbot adalah suatu keniscayaan yang sudah saatnya untuk diadaptasi lantaran harus mengikuti tren yang terjadi.

“Teknologi yang dipilih dan dikembangkan tentunya didasarkan atas kebutuhan nasabah dari bank. Kami menerapkan pola customer centric dan research yang memadai sebelum launching suatu produk. Kami pilih chatbot untuk jawab kebutuhan masyarakat yang semakin dinamik lewat digital channel,” ujar Direktur BRI Indra Utoyo.

General Manager E-Banking Division BNI Anang Fauzie menambahkan, “Orang spending waktu lebih banyak di aplikasi chat dan mereka lebih menyukai menerima info dan promo lewat media sosial atau aplikasi.”

Pun demikian bagi BCA, Direktur BCA Santoso bilang, “Adopsi terhadap suatu teknologi harus seirama dengan fokus kami yaitu memberikan pengalaman terbaik bagi nasabah.”

Oleh karenanya, BCA melihat chatbot mampu menyampaikan dengan baik tujuan tersebut. Menurutnya informasi yang disampai Vira tidak hanya terbatas untuk nasabah saja, masyarakat umumpun dapat menikmati informasi-informasi yang diberikan Vira.

Bagi Bank Mandiri, chatbot mampu menciptakan komunikasi dua arah seperti selayaknya menghubungi customer service. Sebelumnya perseroan sudah menggunakan social messaging seperti Line untuk promosi dan edukasi, namun sifatnya hanya satu arah, dan masyarakat tidak bisa berinteraksi lebih lanjut.

“Pada perkembangannya, layanan contact center digital Bank Mandiri melalui email dan media sosial telah mencapai 10% dari total interaksi nasabah ke CS,” ujar Senior VP Customer Care Group Bank Mandiri Lila Noya.

Lila melanjutkan, “Pada tahap awal, nasabah dapat berinteraksi melalui chatbot untuk memperoleh informasi tentang produk, layanan, program promosi, dan informasi finansial. Sebab sekitar 70% nasabah yang berinteraksi dengan CS permintaannya terkait hal tersebut.”

Investasi yang worth it

Sekalinya sudah terjun, tentunya bank tidak bisa mundur begitu saja dari chatbot ini. Apalagi implementasinya ini masih tahap awal. Begitupun bagi BNI, Anang bilang keputusan bank untuk terjun ke chatbot ini worth it dengan manfaat chatbot bagi pengembangan bisnis.

Pihaknya mengaku investasi IT akan terus berlanjut menyesuaikan dengan tren industri. Sayangnya Anang tidak menerangkan lebih detil soal nominalnya.

Santoso pun menddukung pernyataan Anang. “Pastinya dengan shifting dunia yang semakin digital, teknologi jadi komponen yang tidak bisa dilepaskan dalam semua aspek kehidupan maupun dalam organisasi. Tentunya ini akan seiring dengan jumlah investasi IT yang akan dikeluarkan.”

“Kami melihatnya dari sisi efektifitas dan efisiensi layanan. Melalui chatbot, nasabah dapat lebih mudah berinteraksi dengan Bank Mandiri, sehingga bisa memperkuat loyalitas mereka yang pada akhirnya dapat mendorong peningkatan bisnis bank,” tutur Lila Noya.

Dari kacamata para pengembang, menurut Irzan, biaya pengembangan dan operasional chatbot sangat bervariasi, tergantung pada fitur yang ingin dihadirkan seiring ambisi bank ingin seberapa jauh teknologi AI dan machine learning yang ingin diimplementasikan. Termasuk pula pengaruh berapa banyak pengguna yang ingin disasar.

“Kami sendiri menagih biaya operasional chatbot berdasarkan penggunaan (berapa banyak pesan yang masuk, berapa pengguna yang mengajak ngobrol, berpaa lama sesi percakapan antara chatbot dengan pengguna).”

Berdasarkan pengalamannya, meski tidak tidak disebutkan nominalnya, jumlah investasi di chatbot tidak lebih mahal dari jumlah investasi IT yang biasa dihabiskan oleh perusahaan besar.

Sementara bagi CEO Bang Joni Diatche Harahap, biaya untuk pembuatan chatbot sekarang sudah relatif turun tapi tergantung sistem dan kegunaan apa yang akan dilakukan. Bahkan, di dalam platformnya, biaya pembuatannya sangat terjangkau, relatif tanpa harus lewati proses coding, kecuali untuk fitur yang dikostumisasi untuk spesifik perbankan.

Setyo Harsoyo turut berpendapat, “Biaya sangat relatif, tergantung dibandingkan dengan apa? Jika dibandingkan dengan biaya pengadaan dan pengelolaan call center jelas lebih murah.”

Kendati dianggap sebagai investasi yang worth it, masih ada kekurangan yang dirasa oleh para pemain. Lila Noya berpendapat, meski perekaman data melalui Mita sangat mudah dan dapat jadi bahan evaluasi untuk meningkatkan layanan kepada nasabah dan internal kontrol.

Akan tetapi, pengembangan sistem bot untuk dapat merespons permintaan nasabah yang kompleks masih membutuhkan waktu yang relatif lama.

Senada, Anang Fauzie melihat pengkayaan kosa kata sangat menantang karena akan sangat variatif cara orang bertanya dan berbahasa. Namun hal tersebut bisa diakali dengan mengoptimalkan kecerdasan buatan untuk pelajari bahasa, agar ia semakin pintar deteksi bahasa.

 

Teknologi baru, tantangan baru

Irzan Raditya memahami karena masih implementasi tahap awal, kemampuan chatbot yang diterapkan bank di Indonesia tergolong cukup terbatas. Banyak sekali pengembangan yang perlu dilakukan untuk memastikan chatbot memiliki fungsionalitas sekaya aplikasi atau situs.

Saat ini, sambungnya, tantangan utama untuk chatbot yang diimplementasi di kanal media sosial adalah keamanan data. Ketika chatbot merambah fitur transaksi (core banking), opsi terbaik untuk melakukannya adalah lewat aplikasi atau situs milik bank tersebut.

“Maka dari itu mayoritas chatbot yang ada saat ini masih terfokus di fungsi-fungsi komplementer, seperti CS, cari promo kartu kredit/debit, cari ATM terdekat, cari tahu soal produk, daftar kartu kredit, dan gimmick marketing lainnya. Namun kami yakin di masa yang akan datang, chatbot akan bisa mencapai fungsionalitas lebih baik dari sisi teknologinya.”

Ditambah pula, dari sisi teknis mengenai keamanan data, bank tidak diperkenankan untuk menyimpan data nasabah di server eksternal atau cloud. Semua data dan sistem teknologi harus tersimpan di server milik mereka sendiri (on premise).

Dampaknya, terletak pada biaya investasi yang perlu mereka keluarkan saat mencoba mengimplementasikan teknologi baru karena harus bangun infrastruktur teknologi mereka sendiri. Namun di sisi lain, bank hanya akan berinvestasi pada teknologi yang sudah terjamin mengingat kerumitan yang harus mereka hadapi saat implementasi teknologi baru.

“Dengan berlomba-lombanya bank di Indonesia eksplorasi chatbot, ini menunjukkan chatbot bukan lagi sekadar eksperimen teknologi. Tapi sudah jadi sebuah pilihan teknologi yang strategis untuk proses bisnis mereka.”

Di samping itu, tantangan lainnya yang masih harus dihadapi bank saat implementasi teknologi baru adalah soal regulasinya. Menurut Diatche Harahap, regulasi bank terkesan sangat terlambat untuk mengikuti perkembangan teknologi chatbot dengan AI.

Dia mencontohkan, untuk regulasi pembukaan rekening dan transaksi. Saat ini setelah hampir setahun, tak kunjung ada restu dari regulator padahal kebutuhan utama dari chatbot adalah regulasi yang mendukung.

“Regulasi adalah tantangan terbesar, bukan hanya data,” kata Ache, panggilan akrab Diatche.

Selalu membutuhkan sentuhan manusia

Kendati chatbot adalah robot yang menyerupai manusia, namun perbankan memastikan bahwa mereka akan selalu membutuhkan sentuhan manusia yang nyata dalam memberikan pelayanan kepada nasabah.

“Sampai saat ini, kami belum melihat bahwa robot akan menggantikan manusia 100%. Akan selalu dibutuhkan sentuhan manusia dalam setiap teknologi. Apalagi untuk jenis usaha finansial seperti bank,” kata Santoso.

Bagi bank, berhubungan dengan nasabah secara langsung merupakan sesuatu yang sangat penting. Teknologi atau robot dalam hal ini akan membuat beberapa hal lebih efisiens dan lebih cepat (responsif), baik dari sisi perusahaan maupun nasabah.

Diungkapkan bahwa manusia memiliki unsur relationship yang tidak dapat tergantikan oleh robot. Anang Fauzie menambahkan, chatbot jadi alat untuk bantu dan melengkapi layanan, bukan untuk menggantikan penuh tenaga manusia.

Chatbot, menurutnya, akan membantu tim melayani hal-hal yang simpel namun banyak sekali dibutuhkan atau ditanyakan. Dengan demikian SDM bisa lebih fokus untuk pekerjaan yang lebih kompleks, sehingga tidak menyita waktu mereka.

“Sebagian layanan yang tidak bisa direspon via chatbot misalnya, yang sifatnya konsultatif maka tetap membutuhkan kehadiran layanan manusia,” ucap Indra Utoyo.

Masa depan Vira, Mita, Cinta, dan Sabrina

Tak hanya berguna untuk meringankan beban pekerjaan tim CS, chatbot juga dapat dimaksimalkan untuk keperluan lainnya. Lila Noya mengatakan Mita juga dimanfaatkan perseroan untuk keperluan marketing, menggali kebutuhan nasabah lewat survei dan representasi Bank Mandiri secara korporat.

Selain itu, Anang menambahkan, chatbot dipakai sebagai alat peningkat transaksi dan akuisisi nasabah baru. Serta, data mining untuk mengetahui preferensi nasabah.

“Kelak nasabah bebas memilih sarana atau channel apa yang sesuai dengan keinginan atau preferensi dan pola laku (behavior) yang cocok bagi nasabah,” tandas Santoso.

Sejauh ini bisa dikatakan BCA sebagai bank pelopor yang menghadirkan Vira ke publik pada pertengahan tahun lalu. Santoso menuturkan dampaknya bagi perusahaan adalah peningkatan pengguna dan interaksi dengan nasabah setiap bulannya. Sayangnya, dia tidak disebutkan berapa angka detailnya.

Bagi BCA, hal tersebut menjadi pencapaian yang positif karena semakin sering Vira diajak ngobrol, dia akan semakin “pintar”.

Sedangkan bagi Cinta, dampak bagi BNI adalah perseroan dapat menyebarkan informasi dengan biaya yang rendah karena lewat aplikasi messaging.

“Dengan demikian setiap blast promo yang kami kirimkan dapat dilihat langsung oleh user lewat gadget mereka,” terang Anang.

Perjalanan Vira, Mita, Cinta, dan Sabrina masih sangat panjang. Masih banyak sekali fitur-fitur yang bisa dikembangkan dan akan terus bertambah. Inisiasi empat bank beraset terbesar di Indonesia ini dengan memulainya lebih dahulu bisa menjadi faktor pemicu untuk bank lainnya melakukan hal serupa.

BRI Segera Akuisisi Perusahaan Modal Ventura, Siapkan Dana Rp500 Miliar

Bank Rakyat Indonesia (BRI) segera merampungkan niatannya untuk menambah anak usaha baru yang bergerak di bisnis modal ventura dan sekuritas. Ditargetkan rencana tersebut kelar pada tahun ini.

“Kami berharap masa due diligence dapat segera rampung dan proses akuisisi bisa dituntaskan pada tahun ini. Mengingat hingga saat ini, BRI belum memiliki anak usaha yang bergerak di bidang perusahaan ventura dan sekuritas,” ucap Direktur Utama BRI Suprajarto, dikutip dari Indotelko.

Secara terpisah, kepada DailySocial Direktur Operasional BRI Indra Utoyo menambahkan untuk merealisasikan impiannya tersebut menyiapkan modal belanja sekitar Rp500 miliar, di antaranya dialokasikan untuk mengakuisisi perusahaan modal ventura. Adapun identitas perusahaan yang akan dibidik masih dirahasiakan.

“Untuk perusahaan modal venturanya belum ditentukan,” kata Indra.

Seperti diketahui, BRI saat ini memiliki lima anak usaha, yaitu BRI Syariah, BRI Agro, BRI Remittance, BRI Life, dan BRI Finance.

Langkah BRI untuk mengakuisisi modal ventura bisa dikatakan sebagai langkah cepat perseroan dalam mengantisipasi gejolak perkembangan fintech yang cukup masif, dibandingkan membangun dari awal. Hal ini sekaligus jawaban perseroan membuka kesempatan kolaborasi antara fintech dengan perbankan di masa depannya.

Sebelumnya, Wakil Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan perseroan memahami betul urgensi untuk masuk ke ranah fintech, termasuk melakukan transformasi digital demi menyesuaikan dengan laju kebutuhan konsumen modern.

Rencana BRI sedikit berbeda dengan BNI yang kini masih menimbang-nimbang kajian untuk memiliki anak usaha modal ventura, apakah akan lewat akuisisi atau membangun sendiri.

Berdasarkan aturan OJK, modal minimal yang dibutuhkan untuk mendirikan modal ventura sebesar Rp50 miliar bila berbadan hukum perseroan terbatas dan sebesar Rp25 miliar untuk yang berbadan hukum koperasi dan komanditer.

Kian marak

Nantinya, apabila BRI dan BNI benar-benar merealisasikan targetnya tersebut, akan melengkapi daftar bank BUKU IV (bank umum kegiatan usaha) bermodal inti di atas Rp30 triliun yang memiliki anak usaha di modal ventura. Iklim persaingan bank untuk menggaet startup fintech pun diprediksi bakal kian marak.

Saat ini, hanya ada lima bank besar yang masuk dalam kategori bermodal inti di atas Rp30 triliun, yaitu Bank Mandiri, BCA, BNI, BRI, dan CIMB Niaga.

Inisiatif Bank Mandiri sebagai bank pionir yang memiliki anak usaha modal ventura Mandiri Capital Indonesia (MCI), terlihat saat ini cukup aktif menambah sejumlah portofolio startup baru.

Diklaim sejak awal 2017 hingga Mei 2017, telah menggelontorkan investasi sekitar Rp300 miliar untuk tujuh startup fintech. Tiga di antaranya sudah diumumkan, seperti Moka, Amartha, dan Privy.

BCA pun juga telah mendirikan Capital Central Ventura (CCV) setelah menyuntikkan modal sebesar Rp200 miliar. Sejauh ini gerak gerik CCV belum terdengar mulai dari tanggal pendiriannya pada awal Januari 2017.

CCV diharapkan menjadi senjata BCA untuk berkolaborasi dengan startup fintech. Di situsnya, CCV menyatakan fokusnya untuk berinvestasi untuk tahap Pra-Seri A dan Seri A. Selain membidik fintech, perusahaan juga tertarik untuk membidik startup SaaS, hardware, dan big data.

BRI Tunjuk Indra Utoyo sebagai Direksi, Kuatkan Unsur Fintech di Tubuh Perusahaan

Direktur Innovation & Strategic Portofolio PT Telkom Indonesia Tbk (Telkom) Indra Utoyo resmi terpilih menjadi direksi di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) menggantikan Zulhelfi Abidin‎. Pemilihan pejabat Telkom tersebut tak lain untuk memperkuat bisnis digital BRI. Dalam pernyataannya, Wakil Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan bahwa kini perusahaan memahami betul urgensi untuk masuk ke ranah fintech, termasuk melakukan transformasi digital menyesuaikan laju kebutuhan konsumen modern.

Sebelumnya sempat mencuat salah satu target pengembangan bisnis BRI. Menganggarkan Rp2 triliun, selain untuk menguatkan sektor dan komponen perbankan itu sendiri, BRI berencana mendirikan sub-bisnis berupa modal ventura untuk melanjutkan keterlibatannya dalam mendorong bisnis UMKM di Indonesia. BRI juga tengah membidik perusahaan ventura untuk merelaisasikan tujuan tersebut.

Terkait dengan tantangan fintech, direktur BRI saat ini Asmawi Syam sempat menjelaskan strateginya, yakni dengan membangun sistem digital banking. BRI sadar betul bahwa sasaran fintech merupakan generasi muda, kalangan paling konsumtif yang terus menggerus angka mayoritas transaksi keuangan.

“Tantangan perbankan ke depan ini akan lebih berat lagi. Kita akan berhadapan dengan fintech. Kita harus berpikir sebaik mungkin,” terang Asmawi.

Berbicara soal pengalaman, bersama Telkom, Indra Utoyo dikenal sebagai sosok penggiat ekonomi kreatif digital. Beberapa program pembinaan startup dipimpin langsung dalam kendalinya, termasuk program Indigo Creative Nation yang terus bergulir menyasar startup terbaik di Indonesia hingga saat ini. Selain duduk di kursi direktur Telkom, Indra Utoyo juga menjabat sebagai Ketua Umum Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi & Komunikasi Indonesia (MIKTI).

Kiprah Indra Utoyo mungkin dinilai akan mampu bersinergi dengan tuntutan bank BRI go digital dalam lanskap fintech nasional, sekaligus memaksimalkan sistem permodalan yang ditargetkan akan siap saji di tahun ini (modal ventura BRI). Terlebih beberapa waktu belakangan, upaya peluncuran satelit juga digaungkan menjadi salah satu landasan layanan teknologi yang akan dimaksimalkan oleh BRI.

Indigo Demo Day Tahap II dan Pola Pikir Silicon Valley

Kemarin (24/11), program akselerasi dan inkubasi startup milik Telkom menggelar ajang Demo Day tahap II dengan tujuan untuk menjembatani startup yang dibinanya dengan pemodal potensial. Ajang Demo Day tahap II sendiri diikuti oleh delapan startup binaan Indigo yaitu Sonar, Minutes, Kartoo, Trax Center, Kofera, CariJasa, Paket.id, dan Zelos. Telkom sendiri, melalui Indigo dan MDI Ventures, tengah gencar untuk membangun eksositem digital mumpuni dengan pola pikir ala Silicon Valley.

Direktur Digital & Strategic Portofolio Telkom Indra Utoyo dalam sambutannya menyampaikan bahwa era industri saat ini sudah bergeser jauh dan lebih mengarah ke konseptual yang lebih mengutamakan peran ide, kreativitas, dan inovasi dalam memecahkan suatu permasalahan yang ada di sekitar. Di sini, peran para entrepreneur muda menjadi penting karena pada umumnya mereka memiliki dorongan yang kuat untuk memcahkan masalah dengan cara baru dan dekat dengan dunia digital yang saat ini laju perkembangannya sudah tidak bisa dibendung.

“Jadi, di era ini pembicaraan pentingnya adalah entrepreneur […] karena merekalah orang-orang yang punya ide dan hasrat untuk berkontribusi menyelesaikan masalah-masalah yang ada di sekitar. Ada banyak problem, ada sebanyak itu juga peluang kita untuk bisa melakukan inovasi. Inilah [alasan] kenapa kami merasa harus mengembangkan entrepreneur, […] kami melakukan ini [program Indigo incubator] sebagai social investment,” ujar Indra.

Managing Director Indigo Creative Nation Ery Punta Henraswara mangatakan, “Kenapa kami menggelar Demo Day [untuk Indigo]? Demo Day adalah salah satu sarana untuk mempertemukan antara startup, pemerintah, dan investor untuk saling bersinergi, bertemu, dan berkolaborasi untuk memperkuat ekosistem digital yang ada di Indonesia.”

Sebagai informasi, program Indigo dari Telkom sendiri sebenarnya telah bergulir sejak 2008 silam. Pun demikian, evolusi program Indigo yang lebih menitikberatkan pada inkubasi dan pengembangan startup digital baru terlihat sekitar dua tahun lalu. Titik baliknya, Indigo Incubator sebagai inkubasi yang harus diperhitungkan, adalah ketika tiga startup binaan Indigo berhasil mendapat pendanaan awal sebelum program inkubasi selesai.

[Baca juga: Indigo Incubator Milik Telkom Buktikan Diri Menjadi Akselerator Yang Harus Diperhitungkan]

Perubahan itu bukan tanpa sebab. Ada spirit yang ingin dibangun oleh Indigo dalam menjalankan program inkubasinya, yaitu Silicon Valley Mindset. Sederhananya, segala pihak yang terkait dalam ekosistem yang dibangun harus bisa merangkul kegagalan. Fail fast, succeed faster.

Indra menjelaskan, “Silicon Valley [SV]is a mindset, bukan lokasi. Di sana [SV], tidak selalu menjadi tempat lahirnya ide-ide terbaik, tetapi di sana ide bisa berkembang lebih cepat dan lebih cerdas karena ada metodologinya dan ada ekosistem kolaborasi. […] Spirit itu yang kami coba bangun di sini [Indigo].”

Telkom sendiri telah membuka pintu kerja sama yang lebih luas dengan ekosistem startup digital di Silicon Valley melalui anak perusahaannya MDI Ventures. Selain menjalin kerja sama dengan Plug n Play, MDI Ventures sendiri mengklaim memiliki hubungan yang cukup dengan berbagai pemilik modal ternama di Silicon Valley seperti YCombinator, Google Ventures, NEA, AME Cloud Ventures, Social Capital, hingga A16Z.

[Baca juga: MDI Ventures dan Rencana Investasi di Perusahaan “Space Tech” Asal Amerika Serikat]

Sementara itu dalam Indigo Demo Day tahap II kali ini, ada delapan startup binaan Indigo yang berpartisipasi. Mereka adalah Sonar, Minutes, Kartoo, Trax Center, Kofera, CariJasa, Paket.id, dan Zelos. Sebagai informasi, empat di antara delapan startup tersebut sudah berhasil mendapatkan pendanaan awal sebelum program inkubasi selesai, yaitu Sonar, Minutes, Kartoo, dan Trax Center.

Kini, setelah melalui tahap Demo Day ini, ke delapan startup tersebut secara umum memiliki target yang tidak jauh berbeda, yaitu fundraising putaran berikutnya. Dana segar tersebut rencananya akan diinvestasikan untuk pengembangan produk, tim atau talent acquisition, dan pemasaran.

Telkom dan Telstra Akan Kucurkan Investasi di Startup Melalui MDI

Investasi di startup oleh korporasi kian gencar, tak hanya di perusahaan asing saja, namun pemain lokal pun banyak yang mulai menjajaki sektor tersebut. Grup Telkom salah satunya, bersama dengan Telstra Ventures melalui PT Metra Digital Investama (MDI), pihaknya hendak memulai memberikan porsi pada startup di Asia Tenggara.

Kamis (04/8) lalu nota kesepahaman resmi dibukukan, ditanda tangani oleh Presiden Direktur PT Metra Digital Investama Nicko Widjaja dan Group Executive International & New Businesses Telstra Cynthia Whelan, serta disaksikan Direktur Innovation & Strategic Portofolio Telkom Indra Utoyo di Jakarta.

Telstra Ventures sendiri sebelumnya mengaku telah mengucurkan pendanaan hingga USD 200 juta kepada lebih dari 30 startup. Rata-rata startup yang masuk jajaran portofolionya adalah e-commerce, e-helath, internet of things dan fintech. Cynthia Whelan mengatakan bahwa kegiatan investasi ini memberikan kepada perusahaan akses kepada sumber pendapatan baru dan teknologi terkini yang bermanfaat baginya selaku penyedia jasa telekomunikasi.

Dalam kerja sama ini, kedua perusahaan (Telkom dan Telstra) berkomitmen untuk membangun sebuah komite penanaman modal bersama. Startup yang akan menjadi sasarannya adalah perusahaan dengan pertumbuhan traksi yang tinggi, memberikan layanan (informasi) yang relefan bagi banyak orang, berdasarkan gagasan bisnis yang dimiliki dan juga cakupan teknologi yang dikembangkan.

Bagi Telkom, seperti disampaikan oleh Direktur Innovation & Strategic Portofolio Telkom Indra Utoyo peranan kerja sama investasi ini akan menjadi akses bagi Telkom untuk menggali pengalaman dan hubungan dengan startup global di Silicon Valley, Tiongkok dan negara bisnis lainnya. Telstra sendiri sebelumnya memang menjadi mitra Telkom (sejak 2014 tepatnya), dalam MoU joint venture penyediaan Network Application and Services (NAS). Kolaborasi tersebut turut menjadi jembatan Telstra untuk masuk ke pasar Asia Tenggara memanfaatkan basis kekuatan Telkom.

Aplikasi Logistik Tani Akan Diluncurkan untuk Data Komoditas Pangan yang Lebih Akurat

Guna meningkatkan akurasi seputar informasi di sektor pertanian dan pangan nasional, Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) bekerja sama dengan PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) akan menghadirkan sebuah aplikasi bernama “Logistik Tani”. Aplikasi ini akan menghimpun informasi seputar tingkat produksi pangan dan stok yang ada di petani, distributor, pusat penyimpanan dan pasar seluruh Indonesia secara real-time.

Menjadi salah satu pendorong insiatif “gerak cepat” ini dirilis adalah karena data yang dikumpulkan Badan Pusat Statistik (BPS) sering bertentangan dengan keadaan di lapangan. Sehingga harga-harga kebutuhan pokok sulit dipantau. Pada informasi tersebut sangat dibutuhkan pemerintah untuk melahirkan kebijakan, misalnya kebijakan impor atau operasi pasar.

Langkah ini juga diambil untuk mengatasi ketidakpastian data komoditas agro di Indonesia. Aplikasi ini nantinya akan dikembangkan dan dioperasikan (dari sisi pengelolaan) oleh Telkom. Sedangkan pengguna utamanya adalah BPS, yakni untuk kebutuhan pembaruan data yang cepat untuk penyimpulan data yang lebih tepat. Namun demikian, menurut Digital and Portfolio Strategy Division Director Telkom Indra Utoyo aplikasi ini nantinya juga dapat digunakan oleh kalangan yang lebih luas, baik stakeholder ataupun petani di lapangan.

Benny Pasaribu, selaku Kepala KEIN di bidang pangan mengatakan bahwa aplikasi ini akan memberikan data yang valid seputar komoditas, secara jelas dan akurat, bukan hanya cuma perkiraan. Selain menampilkan data, aplikasi Logistik Tani juga akan merekam perubahan komoditas.

Dashboard aplikasi Logistik Tani nantinya akan dipasang di kantor KEIN. Oleh karena itu, Presiden pun nanti juga dapat melihat kondisi komoditas terkini, baik daging sapi, ketersediaan stok pangan dan sebagainya di daerah,” ujar Benny seperti dikutip Tempo.

Memang sudah selayaknya industri dan komoditas dalam negeri mendapatkan dukungan penuh dari sisi infrastruktur dan strategi pendukung seperti ini, untuk menghindari kesalahpahaman yang diakibatkan data yang tidak update. Sistem yang ringkas dan terstruktur menjadi salah satu solusi, karena model pendataan konvensional memang sudah sangat tidak cocok jika dihadapkan dengan persaingan industri yang kian kencang, sementara para petani di berbagai pulau sudah melakukan produksi dengan sebaik mungkin.

Telkom Siapkan 300 Miliar Rupiah untuk Suntik Startup Melalui MDI Ventures

Modal ventura perpanjangan tangan Telkom, Metra Digital Inovasi  Ventures (MDI Ventures), tahun ini siap untuk memberikan suntikan dana, setidaknya kepada 10 hingga 15 startup. Telkom sendiri mengaku telah menggelontorkan dana sebesar Rp 300 miliar ($ 25 juta) kepada MDI Ventures.

Dikutip dari Indotelko, Direktur Innovation & Strategic Portofolio Telkom Indra Utoyo mengatakan, “Kami per tahun bidik ada 10 hingga 15 startup [untuk] dibiayai. [Dana sebesar] $25 juta itu sudah ada di tangan MDI, mereka yang akan pilih startup-nya.”

“Kami masih dalam proses due dilligence. Kami menargetkan sekitar 10-15 startups [untuk diinvestasi] yang beroperasi di berbagai sektor seperti commerce, big data, dan edukasi dalam tahun ini,” tambah CEO MDI Ventures Nicko Widjaja seperti dilansir Dealstreetasia.

Nicko sendiri ingin segera mengambil 5-6 startup baru yang dibawah sayap perusahaan ventura yang digawangi olehnya. Besar kemungkinan 5-6 startup tersebut yang akan mendapat pendaan tersebut akan dilatih oleh para ahli di Sillicon Valley seperti yang disebut oleh Vice President Corporate Communication Telkom Arif Prabowo kepada BeritaSatu.

Seperti yang sudah diketahui, wilayah operasional MDI Ventures kini tak hanya di Asia Tenggara saja tetapi juga di wilayah Sillicon Valley, tepatnya di Sunnyvalle, California. Terbukanya pintu ke Sillicon Valley ini sendiri tak lepas dari kerja sama Telkom dengan akselerator asal Amerika Serikat Plug n Play (PNP) yang terjalin beberapa waktu silam.

Indra mengatakan, “Visi untuk masa depan secara global inilah yang membedakan MDI Ventures dengan pemani ventura lain di Indonesia dan memberikan gambaran besar bagi MDI Ventures untuk menentukan strateginya dalam berinvestasi di startup.”

Secara umum MDI sendiri akan berinvestasi di startup teknologi yang sudah masuk ke tahap growth dan bisnisnya dapat bersinergi dengan Grup Telkom. Sektor startup teknologi yang menjadi fokus adalah Digital Advertising, Payment Solution, Cloud Computing, Big Data, Media Services, Digital Life, Mobile Apps, E-Commerce, Form of Future Communication, dan Internet of Things.

Beberapa startup yang telah menjadi portofolio MDI Ventures di antaranya yaitu, Ematic Solution yang berasal dari Singapura dan YesBoss yang berasal dari Indonesia.

Dengan adanya MDI Ventures, yang baru berdiri sekitar satu tahun lalu, Telkom kini melengkapi ekosistem pendanaan miliknya. Melalui Indigo Incubator, yang juga bersama-sama dioprasikan oleh MDI Ventures, Telkom mencari startup di tahap awal (seed), MDI Ventures untuk mencari startup di tahap growth, dan TelkomMetra, yang baru-baru ini terlibat pendanaan untuk Blanja ditujukan untuk tahapan lanjut seperti merger dan akuisisi.

Kemitraan Strategis Telkom dan Plug n Play Buka Akses ke Silicon Valley

Plug n Play (PNP) merupakan salah satu perusahaan ventura di Silicon Valley yang dikunjungi oleh Presiden Joko Widodo saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN-Amerika Serikat. Sebagai perusahaan yang saat ini tengah bermitra dengan PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom), kerjasama strategis ini memungkinkan Telkom memiliki akses ke Startup dari Silicon Valley sekaligus juga sebagai physical of presence untuk Telkom Group dalam mengirimkan Startup Indigo Telkom ke Silicon Valley melalui program Startup Global Telkom.

Plug n Play merupakan platform inovasi global, yang menghubungkan startup dengan perusahaan. Saat ini Plug n Play telah berinvestasi di lebih dari 100 perusahaan setiap tahun. Beberapa startup yang telah mendapatkan investasi dari Plug n Play di antaranya adalah PayPal, Dropbox, SoundHound, dan Lending Club.

Terkait kerja sama Telkom dengan PNP, Indra Utoyo menjelaskan bahwa Telkom telah membuka kantor pertamanya di Silicon Valley melalui anak perusahaannya Metra Digital Investama (MDI).

”MDI merupakan perusahaan pertama dari Indonesia yang melakukan kerja sama dengan Plug and Play (PNP), ini penting terutama untuk mendukung pengembangan Ecosystem Startup Indonesia, sebagai jembatan penghubung antara Indonesia dengan Silicon Valley,” kata Indra.

Nantinya, diharapkan melalui Immersion program (program experiencial learning di Silicon Valley) dan jaringan mentorship global, dapat menciptakan kualifikasi startup di Indonesia lebih baik, meningkatkan kemampuan, dan bisa membangun ekosistem digital yang ideal.

“Kita mencari bibit inovasi/teknologi dari startup-startup dari Silicon Valley untuk sinergi market dengan Telkom group dan juga untuk mengirimkan startup-startup Indigo terpilih untuk mengikuti program Immersion minimal 2 startup (yang qualified) di Q2 tahun ini.” kata Direktur Innovation & Strategic Portfolio Telkom Indra Utoyo yang turut serta dalam kunjungan tersebut.

Pemerintah sendiri diwakili oleh Kominfo saat ini tengah menjajaki kerjasama dengan pelaku startup, perusahaan teknologi, akselerator hingga inkubator untuk bisa membantu pemerintah Indonesia menyiapkan 200 startup pada tahun 2016.

Dalam kesempatan tersebut Presiden menyampaikan pesan kepada Tim Telkom yang dipimpin oleh Deputy EGM Divisi Digital Service Ery Punta dan didampingi oleh Direktur Portfolio Management Metra Digital Investama (MDI) G.N. Sandhy Widyasthana, agar Telkom dapat mendukung target pemerintah. Telkom menargetkan untuk membina 40 Startup baru di tahun 2016 ini dalam rangka mendukung program pemerintah tersebut.