Startup di Singapura dan Indonesia Dominasi Pendanaan di Asia Tenggara

Pesatnya pertumbuhan bisnis digital di Asia Tenggara tidak lepas dari putaran investasi yang banyak dikucurkan kepada startup digital. Selain memberikan sorotan terhadap pertumbuhan pangsa pasar, laporan Google dan Temasek bertajuk e-Conomy SEA 2018 turut mencatat pertumbuhan investasi di kawasan regional tersebut. Sepanjang paruh pertama tahun 2018 (H1), angkanya sudah mencapai $9,1 miliar, meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun lalu yang hanya menghasilkan putaran investasi sebesar $3,6 miliar.

Tren investasi tidak hanya dikucurkan dari kantong venture capital, karena private equity dan corporate investors mulai banyak tertarik menanam modal di SEA. Para investor termasuk hadir dari perusahaan global dari Amerika Serikat dan Tiongkok. Dari capaian tersebut, riset memproyeksikan pertumbuhan investasi akan mencapai $40 – $50 miliar di tahun 2025 mendatang.

Startup unicorn seperti Go-Jek, Tokopedia, Grab, Bukalapak, Lazada, Sea, VNG, Razer, dan Traveloka menjadi unit bisnis yang memegang persentase mayoritas nilai investasi. Jika digabungkan, pada H1 2018, startup unicorn di SEA berhasil membukukan hingga $6,5 miliar dalam putaran pendanaan. Pendanaan Grab turut membawanya sebagai decacorn pertama di SEA.

Pendanaan Startup di Asia Tenggara
Pendanaan startup di SEA didominasi oleh sektor ride hailing / Google-Temasek

Dari empat sektor industri internet yang disoroti dalam laporan, yakni Online Media, Online Travel, E-commerce, dan Ride Hailing; gabungan keempatnya menguasai mayoritas pendanaan — dari $9,1 miliar, empat sektor itu mendapat $7,8 miliar. Kendati secara pangsa pasar nilainya masih kalah besar dibanding dengan sektor lain, Ride Hailing menjadi yang terbesar mendapatkan pendanaan di periode H1 2018, totalnya mencapai $4,5 miliar. Namun demikian, Grab dan Go-Jek dikatakan sebagai dua pemain utama yang mendominasi.

Sementara sisa $1,3 miliar tersebar di berbagai lanskap startup digital lain. Sebanyak $0,5 miliar berhasil dibukukan oleh startup fintech, sisanya $0,8 miliar tersebar di berbagai bidang startup — pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.

Singapura menempati peringkat tertinggi, disusul Indonesia

Mengenai sebaran pendanaan di SEA, sebanyak $6,8 miliar didapat oleh startup dari Singapura. Sementara Indonesia berada di peringkat selanjutnya dengan selisih yang cukup besar, yakni hanya mendapat hingga $1,8 miliar. Sisanya $0,5 miliar tersebar di negara lainnya. Namun bisa jadi persentase tersebut berubah, mengingat pada H2 2018 pendanaan startup di Indonesia terus mendapatkan kucuran investasi. Terakhir Tokopedia yang dikabarkan baru mendapatkan pendanaan hingga $1 miliar dari Softbank dan sejumlah investor.

Selama H1 2018, sebanyak 286 transaksi pendanaan terjadi di wilayah Singapura. Di Indonesia ada sekitar 154 kesepakatan, sisanya 264 tersebar di wilayah lain meliputi Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Mayoritas pendanaan yang dikucurkan dalam putaran seri A (580 transaksi), disusul seri B dan C (61 transaksi), dan seri D-E+ (7 transaksi). Sisanya tidak menyebutkan detail tahapan pendanaan.

Tokopedia Dikabarkan Mendapat Pendanaan Baru Hingga 14,6 Triliun Rupiah (UPDATED)

Tokopedia dikabarkan telah mencapai valuasi $7 miliar setelah mendapatkan tambahan investasi di putaran pendanaan baru. Dilansir dari Bloomberg, Tokopedia berhasil mendapatkan pendanaan $1 miliar (setara dengan 14,6 triliun Rupiah) dari beberapa investor. Belum ada informasi detail siapa saja investor yang terlibat dalam investasi kali ini, namun demikian Softbank dikatakan turut serta di dalamnya.

Dengan pendanaan tersebut, artinya kini valuasi Tokopedia (berkisar $7 miliar) melebihi valuasi Go-Jek ( berkisar $5 miliar) dan menjadi startup Indonesia dengan valuasi terbesar.

Tokopedia sendiri menjelma menjadi e-commerce yang makin lengkap dari segi layanan dan agresif dalam segi inovasi dalam tiga tahun terakhir. Pendanaan di tahun 2014 dari Softbank dan Sequoia Capital senilai $100 juta seolah menjadi modal berharga bagi Tokopedia untuk terus bergerak maju, bukan hanya soal uang tapi juga soal kepercayaan masyarakat mengenai potensi bisnis digital di Indonesia.

Tokopedia juga bergerak cepat dalam hal inovasi. Dalam kurun waktu dua tahun Tokopedia tidak hanya dikenal sebagai aplikasi berbelanja online tetapi juga aplikasi dengan banyak fitur, seperti investasi reksa dana, investasi emas, pembayaran segala jenis tagihan, pembayaran pajak PBB hingga pembelian tiket kereta.

Selain itu Tokopedia juga melakukan terobosan penting di tahun 2018 ini dengan menggandeng OVO untuk menggantikan TokoCash yang tak kunjung mendapat lisensi dari Bank Indonesia. Di sistem Tokopedia OVO tak sekadar jadi metode pembayaran instan, tetapi juga menjadi uang virtual yang bisa digunakan di seluruh ekosistem layanan Tokopedia.

Potensi e-commerce dan arah perkembangan selanjutnya

Semua tentu sepakat layanan e-commerce sekarang tidak hanya soal jual beli secara online. Industri ini berkembang begitu pesat dengan berbagai macam model, mulai dari C2C (Customer to Customer), B2C (Business to Customer), dan model-model lainnya hingga mulai masuk ke ranah industri lain seperti layanan teknologi finansial.

Industri e-commerce sendiri dari laporan Google-Temasek baru-baru ini masuk dalam salah satu industri dengan perkembangan yang cukup signifikan. Nilai bisnisnya di tahun 2025 diprediksi menyentuh angka $102 miliar. Dan tampaknya Tokopedia sedang di jalur yang benar untuk membangun layanan e-commerce yang lengkap dengan mulai masuknya mereka ke ranah teknologi finansial.

Beberapa waktu lalu DailySocial berkesempatan berbincang dengan VP of Engineering Tokopedia Herman Wijaya. Di sana ia menjelaskan bahwa salah satu inovasi dari Tokopedia, MyBills lahir karena Indonesia belum memiliki manajemen sistem keuangan yang terintegrasi dengan baik. Masalah tersebut dengan menghadirkan MyBills untuk permudah pembayaran tagihan bulanan secara auto debet.

Dengan potensi pasar yang begitu besar, dan persaingan yang mulai masuk ke ranah inovasi layanan mudah-mudahan bisa menghasilkan ekosistem e-commerce yang terus tumbuh dan menghadirkan layanan yang mampu memberikan solusi konkret bagi kebutuhan masyarakat di Indonesia.

Update : Informasi mengenai valuasi Tokopedia

Application Information Will Show Up Here

Laporan Bain & Company: Indonesia dan Vietnam Makin Diminati Investor Startup

Dalam laporan yang dirilis Bain & Company tercatat pertumbuhan investasi startup di Asia Tenggara yang cukup masif. Di tahun 2017, investasi yang digelontorkan kepada startup sebanyak 524 transaksi. Sementara itu di tahun yang sama private equity (dana ekuitas swasta) nilainya mengalami peningkatan 75% hingga $15 miliar.

Salah satu alasan mengapa banyak investor asing dan lokal yang mulai aktif memberikan dana segar kepada startup di Asia Tenggara adalah stabilitas dan kelancaran dari venture capital dan private equity.

Banyak investor baru yang tertarik dengan fundamental ekonomi makro yang kuat. Selain itu mulai banyak kesempatan untuk berinvestasi di negara-negara berkembang dan pendalaman pasar sekunder untuk transaksi di semua ukuran bisnis.

Laporan riset juga mengemukakan bahwa ekosistem investasi di Asia Tenggara telah melewati masa kritis dan memasuki fase pertumbuhan. Diprediksikan nilai transaksi selama lima tahun ke depan akan mencapai $70 miliar, dua kali lipat dari lima tahun sebelumnya. Diharapkan bisa menghasilkan sedikitnya 10 unicorn baru pada tahun 2024.

Perusahaan teknologi hingga layanan kesehatan

Perusahaan rintisan yang berbasis teknologi memiliki daya tarik tersendiri bagi venture capital asing dan lokal. Jumlah investasi meningkat banyak sekitar 40% di tahun 2017, dibandingkan tahun 2014 yang hanya sekitar 20% saja. Asia Tenggara juga menjadi kawasan yang mampu melahirkan startup unicorn, yang telah menghasilkan valuasi startup hingga $1 miliar atau lebih.

Sejak tahun 2012, 10 unicorn termasuk Grab, Go-Jek, dan Traveloka telah menciptakan nilai pasar gabungan sebesar $34 miliar, peringkat Asia Tenggara saat ini berada di posisi ketiga di kawasan Asia-Pasifik, setelah Tiongkok dan India.

Salah satu kategori yang saat ini mulai marak hadir dan telah menjadi favorit adalah layanan kesehatan berbasis teknologi (healthtech). Fullerton Health, misalnya, sekarang telah mengoperasikan lebih dari 500 klinik di delapan negara Asia-Pasifik, setelah didirikan pada tahun 2011 dengan mengakuisisi dua perusahaan penyedia layanan kesehatan di Singapura.

BookDoc, anak perusahaan Malaysia berumur tiga tahun dengan pendanaan venture capital, menghubungkan pasien dengan penyedia layanan kesehatan dan telah membangun platform online yang mencakup di lima negara. Kelompok rumah sakit Indonesia, Siloam, adalah salah satu mitra strategisnya.

Kebangkitan startup Indonesia

Meskipun Singapura tetap menjadi pusat investasi di Asia Tenggara, ekosistem startup yang dinamis mulai bermunculan di seluruh wilayah. Jumlah perusahaan di Indonesia yang meningkatkan pendanaan tahap pertama pada tahun 2017 meningkat lebih dari 300% dari tahun 2012.

Indonesia dan Vietnam telah menghasilkan 20% dari nilai kesepakatan private equity dalam waktu lima tahun terakhir dan persentase tersebut kemungkinan akan mengalami pertumbuhan. Laporan juga mencatat, hampir 90% dari investor menyebutkan pasar Asia Tenggara menjadi yang ‘terpanas’ di luar Singapura. Dan di tahun 2019 mendatang, Indonesia dan Vietnam akan menjadi pilihan.

Meskipun saat ini Investasi di Asia Tenggara mulai menunjukkan peningkatan, di sisi lain tantangan baru mewajibkan para investor untuk melakukan navigasi dan melancarkan strategi dengan cerdas. Bagi bisnis regional, mengamankan talenta terbaik, meningkatkan keunggulan komersial, dan memanfaatkan teknologi digital akan menjadi strategi terbaik untuk menghasilkan keuntungan yang solid yang ingin dicapai.

GDP Venture and Go-Ventures Invest in Narasi TV

GDP Venture and Go-Ventures, the latter one is Go-Jek investment arm, confirmed their investment in an online media platform, Narasi TV. It was founded by Najwa Shihab, a professional journalist who now involved in media startup founders. The investment value is still undisclosed, to be announced at the official launching of Narasi TV in two weeks.

“GDP Venture and Go-Jek [Go-Ventures] are now our strategic partners. The discussion was a long time ago, but further information is yet to be announced, it’ll be at the official launching of Narasi TV in the next two weeks,” Najwa Shihab, Narasi TV’s Founder said at The ICON 2018, Tue (11/13).

She mentioned the first investment will be used mostly to recruit more talents, develop technology, create events, and the rest is for operational. She said Narasi TV is currently growing fast in terms of talent acquisitions. The company now has 110 people to manage online content and develop communities within10 months operation.

There are 12 exclusive programs by Narasi TV. Some are being sponsored for monetizing, such as Mata Mata, Narasi People, Buka Mata, and others.

Narasi TV
Narasi TV Team / Narasi TV

There is one exclusive program airing on TV, Mata Najwa, a partnership with a private TV station, Trans7. The last product mentioned has been airing for 9 years and has built a strong market in Indonesia.

“Next year, we’ll add three new content. The plan is to make dozens of programs to produce on Narasi TV.”

Shihab added, the team has been strengthening the offline communities called Mata Kita. It is now present in all over Indonesia, inviting people to make their own content which reflects each origin.

“Narasi TV is ready to fight for collaboration opportunity with some parties to make a stronger presence in Indonesia,” she said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Nexticorn Gelar “Karpet Merah”, Dukung Lebih Banyak Startup Indonesia Jadi Unicorn

Konferensi internasional yang bertajuk “Next Indonesia Unicorn (NextIcorn): Digital Paradises Weekend” diadakan Kemenkominfo pada 13-14 Oktober 2018 di Bali. Tujuan utama acara ini ialah membuka peluang startup potensial di Indonesia untuk menemukan investor dalam pendanaan tingkat lanjut (di atas Seri B), sehingga berkesempatan menjadi “unicorn” selanjutnya. Selain konferensi, acara juga diisi dengan kesempatan meeting dan pitching para startup dan diskusi panel mengenai masa depan industri digital.

Dalam pembukaannya, David Rimbo, Managing Partner Ernst & Young Indonesia, mengatakan bahwa melalui platform Nexticorn ada tiga aspek utama yang disediakan, yakni untuk mempromosikan startup, menghubungkan startup dengan investor, dan menjadi direktori startup potensial. Startup yang mendapatkan akses ke “karpet merah” tersebut dikurasi secara ketat oleh pihak komite, pun demikian dengan investor yang diundang. Secara khusus Nexticorn fokus mendatangkan investor potensial dan memiliki track record menghasilkan unciron.

“Di Nexticorn Summit II kami menghadirkan 125 venture capital dari 13 negara dan 88 startup. Selama dua hari ini, kami mencatat ada sekitar 709 pertemuan antara startup dan investor yang akan dilakukan,” sebut David dalam presentasi pembukanya.

Beberapa startup yang berhasil masuk dalam kurasi di antaranya Salestock (e-commerce), Kata.ai (artificial intelligence), Modalku (fintech), Koinworks (fintech), Harukaedu (edtech), Halodoc (healthtech), Moka (SaaS) dan lain-lain. Sementara beberapa venture capital global maupun lokal yang berhasil didatangkan termasuk Accel Partners, SoftBank Ventures Korea, Temasek, Yahoo! Japan Capital, LINE Ventures, East Ventures, Eight Roads, Quona, Reinventure, Jubilee Capital Management, dan lain-lain.

Nexticorn 2018
Statistik gelaran Nexticorn 2018 yang disampaikan dalam pembukaan acara / DailySocial

Satu lagi unicorn sebelum tahun 2019

Kemenkominfo menargetkan, tahun 2019 nanti Indonesia akan memiliki 5 startup unicorn. Setelah GO-JEK, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak, artinya tinggal kurang satu lagi. Pemerintah cukup optimis bisa mencapai target tersebut, bahkan bisa saja melebihi. Hal tersebut disampaikan Menkominfo Rudiantara saat memberikan sambutan keynote dalam Nexticorn di hari pertama. Di hadapan investor, menteri yang akrab disapa Chief RA ini turut memberikan dorongan mengapa mereka perlu investasi di startup Indonesia.

Alasan pertama yang disampaikan karena lingkungan bisnis yang sangat kondusif. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil dalam 10 tahun terakhir. Di samping itu, pemerintah melalui regulasinya turut memberikan kelonggaran akses, terbukti banyaknya investor global yang sudah terlebih dulu menjangkau pasar bisnis di Indonesia. Peran pemerintah dalam menginkubasi dan mengakselerasi startup turut ditunjukkan sebagai keseriusan pemerintah dalam membangun industri digital.

“Jika bicara prospek, tahun 2030 Indonesia banyak disebut akan masuk dalam 5 besar negara ekonomi terbesar di dunia. Hal ini turut didorong oleh bonus demografi, pada tahun 2030 nanti akan ada 180 juta populasi di usia produktif. Jadi tidak hanya berpeluang sebagai pangsa pasar, namun juga pusat bisnis. Kita sangat percaya diri dengan visi Pak Presiden untuk menjadi digital economy country,” terang Rudiantara.

Sedikit regulasi, banyak memfasilitasi

Rudiantara juga menyampaikan, untuk mencapai tujuan tersebut, menjadi ekonomi digital Asia, Indonesia harus banyak berbenah. Sebagai kementerian yang memiliki banyak kendali dalam urusan digital, pihaknya mengklaim telah melakukan reformasi birokrasi. Termasuk terus mendorong penumbuhan infrastruktur yang dapat mendukung ekonomi digital, salah satunya Palapa Ring yang sudah mulai menghubungkan berbagai titik penting di seluruh penjuru dunia.

“Kominfo bukan kementerian yang old school, untuk menumbuhkan bisnis tidak hanya bertindak sebagai regulator, tapi fasilitator dan akselerator. So, less regulator, more facilitator. Because for me, best regulation is less regulation,” seru Rudiantara.

Meski demikian pemerintah juga menyadari, di samping peluang besar ada isu fundamental yang harus segera diselesaikan untuk merealisasikan ambisi tersebut, yakni ketersediaan talenta kompeten. Ini senada dengan apa yang sering disampaikan oleh banyak founder startup. Untuk itu, pemerintah melalui unit yang dimiliki akan terus mendorong peningkatan kualitas SDM, khususnya di bidang teknologi dan pengembangan.

“Kami punya program untuk memberangkatkan talenta potensial untuk belajar ke Bangalore, Beijing dan Silicon Valley. Kenapa di sana? Karena kalau belajar mengembangkan produk digital kita harus memilih tempat yang sesuai. Di sana saya lihat menjadi lingkungan yang pas untuk menyelesaikan isu talenta tadi,” tambah Rudiantara.

Nexticorn 2018
Program sinergi pemerintah, industri, dan universitas untuk peningkatan talenta / DailySocial

Di samping itu pemerintah turut mendorong industri teknologi yang ada di Indonesia untuk turun tangan menyelesaikan masalah ini. Beberapa perusahaan teknologi, seperti Cisco dan Microsoft, sudah berkomitmen untuk bersama-sama membangun sebuah silabus dengan standardisasi industri untuk menjadi kurikulum “Digital Talent Scholarship” yang tengah direncanakan pemerintah.

Selain dengan industri, program tersebut bekerja sama langsung dengan universitas dalam menyediakan fasilitas pendidikan dan pengajaran. Untuk menjangkau ke lebih banyak tempat, Kemenkominfo juga akan bekerja sama dengan startup pendidikan seperti Ruangguru dalam menyebarkan akses ke pendidikan teknologi.

Waresix Raih Pendanaan 24 Miliar Rupiah dari East Ventures dan Monk’s Hill Ventures

Startup penyedia jasa gudang on-demand (SaaS) Waresix mengumumkan telah meraih pendanaan Pra-Seri A sebesar $1,6 juta atau senilai 24 miliar rupiah. Pendanaan kali ini dipimpin East Ventures dna Monk’s Hill Ventures. Terlibat juga di dalamnya SMDV dan Triputra Group. Sebelumnya Waresix memperoleh dana tahap awal Februari 2018 silam. Dengan pendanaan kali ini, Waresix berusaha untuk meningkatkan efisiensi gudang melalui teknologi dan solusi data, memperluas penawaran bisnis, dan merekrut talenta baru.

Waresix didirikan pada September 2017 dengan menggarap pasar penyediaan layanan gudang dan mengubungkan bisnis dan individu yang membutuhkan ruang dan operator gudang Waresix berkembang cukup signifikan.

Startup yang dipimpin Andree Susanto (CEO), Filbert (CTO), dan Edwin (CFO) ini menyediakan layanan pergudangan lintas batas untuk pelanggan luar negeri yang ingin mendistribusikan produk mereka di Indonesia dan juga mengelola kebutuhan mendesak pelanggan mereka. Platform Waresix dikembangkan untuk mengelola distribusi gudang, inventaris, pesanan pelanggan dan siklus penagihan.

“Kami sangat senang dapat bekerja sama dengan para investor baru. Kami percaya mereka akan mendorong kami untuk terus berkembang dan mampu memberikan bantuan besar dalam perluasan bisnis kami,” ujar Andree.

Hal senada disampaikan Edwin. Ia mengungkapkan bahwa Waresix sangat senang dengan dukungan penuh yang diberikan oleh investor dan menyambut investor baru dengan tangan terbuka.

“Seluruh tim Waresix sangat senang atas dukungan penuh yang selalu diberikan oleh para investor awal dan menyambut para investor baru dengan tangan terbuka,” imbuh Edwin.

Layanan Waresix saat ini sudah mencakup 26 kota, termasuk di dalamnya, Jabodetabek, Semarang, Surabaya, Balikpapan, Samarinda, Banjarmasin, Makassar, Pekanbaru dan beberapa kota lainnya. Waresix juga tercatat memiliki 75 operator gudang profesional yang menangani kargo umum, pemenuhan ritel dan gudang makanan dingin.

Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menyebutkan bahwa Waresix mampu memecahkan masalah industri pegudangan dengan membantu operator bisnis untuk menemukan gudang yang cocok di berbagai kota di Indonesia dan juga membantu pemiliki gudang untuk memaksimalkan aset mereka.

“Tujuh bulan terakhir telah meyakinkan kami bahwa tim ini memiliki kemampuan untuk memenangkan pasar dan kami tidak sabar melihat banyak terobosan nasional yang didorong oleh Waresix,” terang Willson.

Hal serupa disampaikan pihak Monk’s Hill Ventures. Tak hanya terkesan dengan apa yang dilakukan Waresix, mereka juga terkesan dengan pendiri dan visi yang diusung selama ini.

“Kami sangat terkesan dengan para pendiri Waresiz dan visi mereka. Logistik adalah sektor yang sedang berkembang pesar dan terus didorong oleh perubahan teknologi, baik dari sisi permintaan maupun penaaran. Kombinasi antara keahlian dalam negeri dan pengetahuan teknologi Waresix menempatkan mereka dalam posisi yang kuat. Kami senang dapat bekerja dengan para pendiri dan rekan investor dalam perjalanan ini,” terang Managing Partner Monk’s Hill Ventures Kuo-Yi Lim.

Traveloka Reportedly Looking for Rp6 Trillion New Funding

Traveloka reportedly raising funds to $400 million (equal to Rp6 trillion) from investors to accelerate expansion. Investment also needed to support the secondary service improvement (besides flight ticket and hotel booking), such as concerts or entertainment shows.

Currently, Traveloka has accommodated consumers in many countries. Providing more than 40 payment options, besides Indonesia, Traveloka is now available in Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapore, and the Philippines. Traveloka ecosystem is developing rapidly, they recently get into new business for car rental and PayLater credit option.

Last year, Traveloka officially joined Indonesia’s unicorn startup boards after acquiring investment from Expedia worth of $350 million – it takes the company to more than $2 billion valuations. In addition, Traveloka investors are also East Ventures, Hillhouse Capital Group, JD.com, and Sequoia Capital.

Application Information Will Show Up Here


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Traveloka Dikabarkan Tengah Cari Dana Baru 6 Triliun Rupiah

Traveloka dikabarkan tengah mengumpulkan dana hingga $400 juta (atau setara dengan 6 triliun Rupiah) dari investor untuk mempercepat rencana ekspansi. Selain itu investasi juga diperlukan untuk mendorong peningkatan layanan sekunder (di luar pemesanan tiket perjalanan dan hotel), seperti tiket konser atau acara hiburan.

Saat ini layanan Traveloka sudah mengakomodasi konsumen di berbagai negara. Berbekal lebih dari 40 opsi pembayaran, selain Indonesia, kini Traveloka juga sudah melayani pasar Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, dan Filipina. Ekosistem layanan Traveloka juga terus berkembang pesat, terakhir mereka rambah bisnis penyewaan mobil dan opsi pinjaman PayLater.

Tahun lalu Traveloka resmi bergabung di jajaran startup unicorn Indonesia pasca menerima investasi dari Expedia senilai $350 juta — membawa perusahaan pada valuasi lebih dari $2 miliar. Selain Expedia, jajaran investor Traveloka termasuk East Ventures, Hillhouse Capital Group, JD.com, dan Sequoia Capital.

Application Information Will Show Up Here

Memaknai Investasi Go-Ventures ke Startup Media

Setelah berinvestasi di kumparan awal bulan ini, unit investasi milik GO-JEK yakni Go-Ventures dikabarkan kembali mengucurkan investasi ke perusahaan media. Kali ini ke Narasi TV. Kami sudah mencoba mengkonfirmasi kabar tersebut ke redaksi Narasi TV, namun hingga tulisan ini diterbitkan belum mendapatkan respon.

Seperti halnya kumparan, Narasi TV adalah perusahaan media. Dengan Najwa Shihab sebagai ikon utamanya, mereka memproduksi berbagai varian konten dalam bentuk video. Secara umum berdasarkan konten yang ada, Narasi TV banyak menargetkan pada kalangan muda, mengedukasi dengan konten politik dan konten bergaya pop.

Memang tidak ada pernyataan khusus dari pihak terkait mengenai alasan pemilihan lanskap bisnis tersebut, hanya saja ada beberapa hal yang dapat diperhatikan.

Pertama, ada kebutuhan GO-JEK menyajikan ragam informasi ke dalam platformnya. Sebelumnya pernah diberitakan, integrasi dengan kumparan memungkinkan pengguna aplikasi GO-JEK membaca berita langsung di dasbor profilnya. Narasi TV bisa jadi akan melengkapi sajian konten berbasis video di dalam aplikasi GO-JEK. Hadirnya media dianggap bisa mendukung time spent konsumen yang lebih lama di dalam aplikasi.

Kedua, dukungan publik sangat diperlukan GO-JEK sebagai sebuah perusahaan publik di “sektor kritis”. Dengan adanya kerja sama strategis dengan media, GO-JEK dapat memaksimalkan pemberitaan mengenai fitur, promo, dan inovasi terbarunya sehingga mendapatkan apresiasi pembaca. Bukan untuk membuat pemberitaan menjadi tidak obyektif, tetapi menjembatani komunikasi publik GO-JEK secara lebih masif.

GO-Ventures sendiri memang masih cukup baru dan dikonfirmasi kehadirannya pada Agustus 2018 lalu. Mari kita lihat langkah selanjutnya yang akan dilakukan corporate venture capital ini.

Application Information Will Show Up Here

Grab Ventures Kini Miliki Saham Minoritas di HappyFresh

Grab Ventures mengonfirmasi telah memberikan pendanaan untuk HappyFresh dengan nominal yang tidak disebutkan. Dikutip dari DealStreetAsia, Head of Grab Ventures Chris Yeo menuturkan investasi tersebut membuat mereka kini memiliki saham minoritas di HappyFresh.

Grab dan HappyFresh telah meresmikan kehadiran GrabFresh di Indonesia untuk memudahkan berbelanja kebutuhan sehari-hari di dalam aplikasi Grab.

Grab Ventures merupakan lembaga investasi yang diluncurkan Grab sebagai jalur untuk masuk ke startup yang berpotensi. Menurut Yeo, Grab Ventures mengincar penempatan saham minoritas dengan pendanaan senilai US$5-15 juta untuk startup seri A ke atas.

“Berbicara tentang startup di tahap seri A dan B, yang terbaik bagi kami dan mereka adalah pendanaan untuk saham minoritas terlebih dahulu. Lalu kami akan support mereka melalui platform kami baik dari sisi jaringan dan kapital. Seiring berjalannya waktu, apabila berjalan baik, maka kami bisa mengambil lebih banyak saham,” ujar Yeo.

Sebelumnya CEO HappyFresh Guillem Segarra dalam wawancara terdahulu mengatakan, perusahaan tengah mempersiapkan penggalangan dana segar untuk pendanaan Seri C akhir tahun ini. Saat itu dia tidak mengiyakan ataupun membantah mengenai kemungkinan Grab akan turut berpartisipasi dalam pendanaan ini.

Dia menyebut dana segar tersebut akan dipakai untuk ekspansi ke negara baru dan perluasan layanan ke kota-kota baru di Indonesia pada tahun depan. Di samping itu, HappyFresh akan memperbaiki tampilan UI/UX dalam aplikasi agar lebih personal bagi pengguna.

Bukan untuk diakuisisi

Selain HappyFresh, Grab telah mengambil saham minoritas untuk perusahaan fintech di Vietnam Moca. Grab juga telah menjalin beberapa kemitraan lain dengan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan, berita, dan pembayaran.

Dalam kesempatan yang sama, President Grab Ming Maa mengatakan tujuan akhir berinvestasi lewat Grab Ventures itu bukan untuk diakuisisi. Grab ingin menjadikan Grab Ventures sebagai jembatan startup untuk terus berkembang, bukan dengan mengontrol mereka. Apalagi biaya yang harus dikeluarkan untuk akuisisi saat ini relatif tinggi.

“Apa yang ingin kita lakukan adalah menemukan cara untuk menurunkan biaya seminim mungkin untuk terus tumbuh.”

Yeo mengklaim, sejak pertama kali Grab Ventures diresmikan, mereka telah menerima aplikasi dari lebih dari 300 startup. Rencananya angka tersebut akan direalisasi menjadi 8-10 investasi dalam dua tahun ke depan.

Di Indonesia, MDI Ventures menjadi mitra lokal Grab Ventures.

Application Information Will Show Up Here