Wallezz Sajikan Ragam Solusi Teknologi Keuangan Berbentuk SaaS

Wallezz adalah salah satu dari sekian banyak perusahaan teknologi finansial yang ada di Indonesia. Beroperasi sejak Januari 2017, Wallezz (akronim dari Wallet Effortlezz) berusaha membantu menyediakan berbagai solusi di bidang pembayaran digital dengan beragam solusi yang ditawarkan.

CEO Wallezz Christian Linting bercerita kepada DailySocial, bisnisnya memiliki beberapa solusi seperti aplikasi untuk pengguna dan merchant berupa e-wallet, IoT as a Services, Credit Scoring as a Services, dan beberapa solusi penerimaan pembayaran online bagi pemerintah kabupaten dan provinsi dalam bentuk SaaS. Wallezz juga membantu UMKM dalam mengelola keuangan yang semuanya dalam bentuk digital, cashless dan cardless.

“Kami ingin menciptakan suatu ekosistem di mana seluruh nasabah bank atau non-bank dapat menikmati cara bertransaksi digital tanpa batasan. Tentu hal ini berbeda dengan kondisi saat ini di mana semua orang bekerja untuk mendorong cashless society, tapi tidak ada yang membuka diri agar infrastrukturnya mau dipakai bersama,” terang Christian.

Christian melanjutkan, selama satu tahun berjalan pihaknya sangat fokus untuk membangun berbagai macam solusi tadi dan membangun kemitraan B2G dan B2B dengan timnya yang saat ini berjumlah 32 orang. Wallezz sebagai perusahaan juga telah mengantongi perizinan umum untuk perusahaan di Indonesia dan sudah terdaftar di Layanan Pengadaan Secara Elektronik milik pemerintah.

“Sejak awal berdiri kami terus melakukan koordinasi dengan regulator, yaitu Bank Indonesia dan OJK, yang tentu saja sangat kooperatif dan benar-benar memosisikan diri sebagai mitra kerja,” terang Christian.

Ia juga menambahkan bahwa sebelum aturan BI yang baru ini pihaknya sudah melakukan pemaparan ke Bank Indonesia, dan dengan aturan baru dari BI Wallezz sebagai perusahaan pun sudah berusaha memenuhi dan berharap secepatnya bisa terdaftar di BI.

“Proses pendaftaran ke BI Fintech telah kami lalui dan telah memenuhi standar BI Fintech serta tinggal menunggu proses publikasi di Website BI, melengkapi 8 fintech lainnya yang sudah lebih dulu terdaftar,” imbuh Christian.

Yang dilakukan di tahun 2018

Tahun ini bisa dibilang sebagai tahun yang cukup sibuk bagi Wallezz. Selain masalah perizinan Wallezz juga tengah berupaya untuk menjalin lebih banyak kerja sama dengan berbagai macam pihak. Salah satu yang dipaparkan Christian adalah pihaknya selalu terbuka untuk bekerja sama dengan pemerintah, bank atau bahkan badan usaha lain untuk menggunakan solusi cashless dan cardless melalui layanan IoT yang disediakan Wallez. Termasuk untuk implementasi solusi berbasis vending machine, fully automatic parking, IoT Gate untuk KRL, busway, kereta api dan lain sebagainya.

“Solusi-solusi yang kami kembangkan dengan dukungan produk-produk SaaS seperti eGovernment, eEnterprise, eLoyalty, Online Banking Bank Sampah. Kami akan terus mengembangkan sisi teknologi dan bisnis dengan mengedepankan kerja sama dan saling dukung bisnis dengan seluruh pemangku kepentingan dan tidak ingin menyerang bisnis mitra-mitra kami,” imbuh Christian.

Mengenai legalitas, Christian menceritakan bahwa ada beberapa perizinan yang coba diurus. Seperti perizinan ke BI dan perizinan ke OJK untuk unit bisnis (Online Banking Bank Sampah) terkait bisnis model p2p lending yang diaplikasikan. Dari segi bisnis, Wallezz juga masih dalam fokus untuk akuisisi pelanggan perusahaan dan pemerintah.

“Satu harapan kami perusahaan startup yang baru satu tahun usianya ini, kami bisa menjadi pendorong integrasi seluruh pemangku kepentingan. Di tahap awal, kami menargetkan sebanyak mungkin dapat mengakuisisi pelanggan-pelanggan bisnis dan pemerintah daerah. Kami memiliki target yang cukup menantang di tahun ini, setidaknya kami sudah berpartner dengan 5 pemerintah kota/kabupaten, 2 bank BUKU, 6 bank pembangunan daerah, dan 3 komunitas. Sejujurnya itu masih jauh dari target kami di tahun 2018 ini,” tutup Christian.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Telkomsel dan Universitas Indonesia Hadirkan “Bike Sharing” Berteknologi NB-IoT

Telkomsel dan Universitas Indonesia mengumumkan kolaborasi pengembangan uji coba bike sharing berteknologi NarrowBand (NB)-Internet of Things (IoT). Dalam implementasinya, Telkomsel menggandeng startup bike sharing Banopolis dan Huawei sebagai penyedia infrastruktur jaringan dan teknologi.

Bagi Telkomsel, kolaborasi ini masih bersifat Corporate Social Responsibility (CSR), belum menjadi ranah bisnis baru. Dibutuhkan masukan dari para pengguna sebelum Telkomsel menyeriusi lebih jauh.

“Setelah uji coba, baru nanti dibawa ke daerah lain. Kami masih butuh learning process untuk mendapatkan feedback apa saja yang perlu diperbaiki sebelum nantinya diperluas,” terang Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah, Rabu (14/3).

NB-IoT adalah teknologi telekomunikasi terbaru yang dirancang secara khusus agar komunikasi antar mesin semakin masif dengan cakupan jaringan yang lebih luas, dapat dilakukan secara efisien, dan penggunaan daya pada perangkat pengguna yang lebih hemat.

Teknologi radio yang dipakai dalam NB-IoT merupakan salah satu jenis teknologi jaringan Low Power Wide Area (LPWA), memungkinkan perangkat beroperasi hingga bertahun-tahun tanpa pengisian daya ulang baterai. Diklaim teknologi ini akan sangat hemat biaya operasional, plus mampu menghasilkan kapasitas koneksi yang masif untuk solusi dan aplikasi berbasis IoT.

Lebih lanjut Ririek menjelaskan, uji coba bike sharing ini merupakan bagian pengembangan teknologi NB-IoT yang dilakukan perusahaan untuk melengkapi teknologi IoT yang telah diimplementasikan sebelumnya. Beberapa inovasi IoT yang sudah diluncurkan adalah FleetSight dan Connectivity Control Center.

Rektor UI Muhammad Anis menambahkan bike sharing adalah salah satu layanan kampus untuk para mahasiswa yang sudah hadir sejak 2010. Namun, operasionalnya masih dilakukan secara manual.

Mahasiswa harus menunjukkan kartu mahasiswa kepada petugas yang berjaga di pool untuk bisa menikmati ke tempat yang ingin dituju. Layanan ini dinilai belum sepenuhnya menganut konsep bike sharing lantaran mahasiswa memegang kunci sepeda sehingga utilitasnya belum maksimal.

“Spekun [sepeda kuning] adalah bagian dari pelayanan kami kepada mahasiswa. Di mana bike sharing-nya kalau sepedanya dikunci seharian? Kita tidak mau itu terjadi, makanya mau memanfaatkan teknologi agar konsep ini bisa berjalan penuh,” ucap Anis.

Kendali sepeda lewat aplikasi

Dengan inovasi terbaru ini, sepeda UI bakal menerapkan teknologi bike sharing generasi 4+ yang merevolusi sistem generasi sebelumnya.

Dengan konsep ini, peminjaman berbasis aplikasi “Spekun” didampingi penyediaan tiang atau dock parkir berbasis radio-frequency identification (RFID) sehingga sepeda hanya bisa diparkir di dock parkir tersebut.

Penggunaan aplikasi akan memudahkan pengguna melacak ketersediaan sepeda yang ada di dock terdekat pengguna. Tersedia pula perangkat smartlock yang dibenamkan di sepeda. Sistem ini kompatibel dengan konektivitas NB-IoT yang memungkinkan seluruh sepeda berkomunikasi dengan server operator sepeda secara efisien.

Ketika pengguna sampai di dock, mereka cukup memindai QR code di bagian keranjang depan sepeda lewat aplikasi. Setelah itu smartlock akan terbuka secara otomatis dan sepeda siap dikendarai. Sesampai di tujuan, pengguna cukup mendekatkan dan mendorong sepeda ke tiang dan smartlock akan terkunci secara otomatis. Pengguna hanya bisa menggunakan layanan ini selama 30 menit. Apabila melebihi ketentuan akan berlaku denda.

Di tahap uji coba ini, UI menggunakan teknologi radio akses NB-IoT yang sepenuhnya memenuhi standar 3GPP dan beroperasi di frekuensi 900 MHz. Untuk tahap awal, Telkomsel mengimplementasikan solusi bike sharing di tiga stasiun sepeda yang terletak di Stasiun UI, Stasiun Pondok Cina, dan Perpustakaan UI.

Sepeda yang disediakan di tahap awal ini sebanyak 20 unit dan 40 tiang dock parkir. Rencananya, secara bertahap proyek ini akan menambah 200 unit sepeda sampai akhirnya memiliki 800 sepeda berteknologi NB-IoT di awal tahun depan.

“Dalam riset yang sudah UI lakukan, idealnya kita butuh 840 unit sepeda. Kami susun rencana strategis, secara bertahap akan menambah. Diharapkan kalau evaluasinya baik, pada akhir tahun ini atau awal 2019 jumlahnya sudah bisa 800 unit sepeda,” pungkas Anis.

Machine Vision Ciptakan Solusi untuk Transformasi Industri

Solusi yang ditawarkan startup berbasis teknologi bisa berbagai bentuk. Kebanyakan adalah mencoba mentransformasikan sebuah proses konvensional, manual ke dalam bentuk digital yang lebih cepat dan mudah. Ini juga yang ditawarkan oleh Machine Vision. Berbekal teknologi, berupa perangkat keras dan perangkat lunak, pihaknya mencoba membantu permasalahan industri dalam hal monitoring produktivitas mesin-mesinnya melalui pendekatan digital.

Machine Vision mencoba mengambil peran untuk merevolusi proses produksi yang ada di pabrik-pabrik. Bukan untuk menggantikan manusia dengan teknologi tetapi membantu meningkatkan efisiensi dan produktivitasnya. Solusi Machine Vision sendiri dibentuk sebagai PaaS (Platform as a Services) yang diterapkan di bagian produksi. Ada beberapa fitur yang ditawarkan, antara lain pemantauan real time, analisis, continuous improvement tracker dan beberapa lainnya.

Salah satu Co-founder Machine Vision Rio Bagus kepada DailySocial menceritakan, pihaknya telah berbincang dengan banyak perusahaan manufaktur dan mendapatkan fakta bahwa ada penurunan produksi dan itu terus berlanjut. Ini menyebabkan kerugian finansial dan waktu. Machine Vision menjanjikan sesuatu yang bisa membantu perusahaan-perusahaan tersebut meningkatkan produktivitas.

“Salah satu manufaktur di bidang equipment mengatakan kepada saya bagaimana mereka mengumpulkan insight produksi mereka dengan mengumpulkan (catatan) performa produksi mereka dalam bentuk kertas dan melakukan review setiap bulannya. Machine Vision bisa membantu membuatnya lebih efektif,” terang Rio.

Memanfaatkan teknologi IIoT (Industrial Internet of Things), Machine Vision menyediakan beberapa peralatan dan sistem untuk menunjang sistem mereka. Mulai dari sensor, PLC, middleware, billboard, macro server hingga HMI (Human Machine Interface). Peralatan-peralatan tersebut akan terhubung dan bisa dipantau pihak manajemen melalui sebuah dasbor.

“Kami benar-benar mengerti bahwa di Indonesia transformasi digital bisa menjadi hal yang menakutkan. Perusahaan manufaktur menyadari bahwa digitalisasi akan meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya namun mereka tidak tahu caranya. Kami mengisi celah tersebut dengan menjadi katalisator digital untuk bekerja sama dengan klien dalam menerapkan industri 4.0,” terang Rio.

Saat ini bisnis yang telah merilis versi pertama Machine Vision pada akhir Februari silam ini tengah mempersiapkan implementasi di dua perusahaan besar produsen makanan di Indonesia. Secara total mereka menargetkan ada 6 perusahaan di tahun ini yang mereka bantu dengan solusi yang disediakan.

Lini TV QLED Samsung Edisi 2018 Dapat Mengontrol Perangkat Smart Home dan Dibekali Bixby

Januari lalu di event CES, Samsung memamerkan teknologi TV baru bertajuk MicroLED, yang diklaim punya kualitas gambar setara OLED, tapi bersifat modular dan fleksibel. Rencananya, lini TV baru tersebut bakal dipasarkan mulai Agustus mendatang, namun sebelumnya Samsung ingin lebih dulu menyuguhi konsumen dengan generasi baru TV QLED-nya.

Lineup TV QLED Samsung untuk tahun 2018 ini terdiri dari empat seri: Q9, Q8, Q7 dan Q6, urut dari yang paling mahal dan paling bagus kualitas gambarnya, dengan variasi ukuran mulai 49 sampai 88 inci. Setiap serinya bakal mencakup beberapa varian, termasuk yang berlayar melengkung. Lalu apa saja pembaruan yang dibawanya?

Samsung QLED TV 2018

Untuk pertama kalinya, TV QLED Samsung kini dibekali fitur full-array local dimming (khusus seri Q9 dan Q8). Local dimming pada dasarnya merupakan salah satu fitur unggulan yang sering dijumpai pada TV LED kelas flagship, berfungsi untuk meningkatkan rasio kontras secara keseluruhan.

Selebihnya, pembaruan yang disematkan lebih mengacu pada aspek kepintaran. TV QLED generasi baru ini sekarang bisa dipakai untuk mengendalikan beragam perangkat smart home (kamera pengawas, termostat, lampu pintar, dll) yang tergabung dalam ekosistem SmartThings kepunyaan Samsung sendiri. Lebih lanjut, asisten virtual Bixby pun sudah terintegrasi penuh ke semua varian.

Samsung QLED TV 2018

Kemudian ada pula fitur yang cukup menarik bernama Ambient Mode. Dalam mode ini, TV akan menampilkan gambar statis sesuai dengan tembok di belakangnya, sehingga TV pun tampak seakan-akan menyatu dengan tembok. Selama dalam mode ini, TV juga dapat menampilkan informasi seperti ramalan cuaca atau headline berita-berita terbaru.

Samsung belum mengungkapkan rentang harga untuk lini TV QLED edisi 2018-nya ini, akan tetapi pemasarannya akan dimulai dalam beberapa minggu ke depan di Amerika Serikat.

Samsung QLED TV 2018

Sumber: Samsung.

Setelah eSIM, Ada iSIM yang Lebih Kecil Lagi dan Terintegrasi Langsung pada Prosesor

Ketika Apple meluncurkan iPhone 7 di bulan September 2016, banyak yang mengkritisi keputusan mereka meniadakan jack headphone. Apple beralasan kompromi ini harus diambil demi menghemat ruang yang tersedia dalam sasis ponsel, sehingga dapat dipakai untuk komponen yang lebih berguna, seperti misalnya baterai yang lebih besar.

Dari tahun ke tahun, pabrikan smartphone pada dasarnya terus mencari cara untuk menghemat ruang pada produk buatannya. Evolusi kartu SIM menjadi Micro SIM lalu Nano SIM adalah salah satu bentuk upaya ini. Belakangan, smartphone seperti Google Pixel 2 malah mulai menggunakan chip eSIM untuk menghemat ruang lebih banyak lagi.

Meskipun sudah sangat kecil, Nano SIM pada kenyataannya masih memakan ruang sebesar 12,3 x 8,8 mm. Dengan eSIM, angkanya turun drastis menjadi 6 x 5 mm. Akankah ini menjadi bentuk evolusi terakhirnya? Kemungkinan tidak, sebab baru-baru ini ada inisiatif lain yang diajukan oleh desainer arsitektur chipset mobile, ARM.

Mereka merancang sebuah komponen terintegrasi bernama iSIM. Berbeda dengan eSIM yang berupa chip sendiri, iSIM tertanam pada chip yang sama tempat prosesor bernaung. ARM bilang bahwa ukurannya hanya “sepersekian milimeter persegi”, dan ongkos produksinya diyakini tidak sampai 10 sen dolar per unit.

Lebih kecil, lebih murah, iSIM tentunya terdengar sangat menarik di telinga pabrikan smartphone. Ya, akan tetapi agar pengadopsiannya bisa meluas, dibutuhkan juga dukungan dari operator telekomunikasi. Untuk sekarang, bahkan eSIM pun belum begitu banyak yang mendukung.

iSIM bakal sangat ideal untuk perangkat seperti dash cam yang membutuhkan koneksi internet secara konstan / Owl Car Cam
iSIM bakal sangat ideal untuk perangkat seperti dash cam yang membutuhkan koneksi internet secara konstan / Owl Car Cam

Kendati demikian, iSIM akan lebih dulu muncul di perangkat IoT (Internet of Things) sebelum smartphone. Setidaknya untuk sekarang, ARM mengembangkan teknologi ini untuk perangkat-perangkat seperti sensor-sensor wireless yang membutuhkan jaringan selular. Saya pribadi melihat iSIM bisa berperan besar dalam perangkat seperti dash cam.

Tujuan ARM adalah menekan ongkos produksi perangkat-perangkat IoT, sehingga pada akhirnya bisa merambah lebih banyak konsumen. Oleh karena itu, mereka menilai iSIM bakal mendapat lampu hijau dari operator, sebab lebih banyak konsumen berarti lebih banyak pelanggan bagi operator.

Satu hal yang perlu diingat, ARM tidak memproduksi chip-nya sendiri. Mereka hanya menyediakan desain referensinya, dan untungnya ini sudah mereka bagikan ke mitra-mitranya, yang diperkirakan bakal merilis chip dengan iSIM paling cepat menjelang akhir tahun nanti.

Sumber: The Verge. Gambar header: Pixabay.

Borneo SkyCam, Pengembang Drone Asal Pontianak

Kalimantan adalah salah satu pulau terbesar di Indonesia. Demografi wilayahnya cukup unik, selain masih banyak didominasi oleh hutan, pulau ini juga berbatasan langsung dengan negara tetangga. Medan yang menantang membuat pengawasan melalui udara menjadi lebih efektif, khususnya untuk kebutuhan militer (pengawasan perbatasan) dan pertanian (pemetaan lahan). Kondisi tersebut dilihat sebagai peluang oleh tim Borneo SkyCam, sebuah startup pengembang perangkat pengawas berbasis pesawat nirawak (drone).

Peluang selanjutnya juga dilihat dari komoditas produk drone yang ada saat ini untuk kebutuhan di Kalimantan. Jika menggunakan drone biasa, ada beberapa keterbatasan yang menjadikan prosesnya kurang efektif. Salah satunya soal kemampuan baterai yang sangat terbatas, menjadikan jam terbangnya tidak bisa lama. Untuk itu Borneo SkyCam mengembangkan drone dengan kemampuan khusus untuk pengamatan di wilayah yang luas.

Salah satu pendekatan yang dilakukan ialah baterai menggunakan panel surya –cukup menjanjikan, mengingat Kalimantan terletak di garis khatulistiwa, sehingga penyinaran matahari sangat efektif selama 12 jam. Dukungan panel surya membuat drone besutan Borneo SkyCam mampu terbang dengan jangkauan eksplorasi 4000km berkecepatan 200km/jam, dengan daya tahan baterai mencapai 16 jam.

Drone milik Borneo SkyCam

“Teknologi drone bisa dioptimalkan untuk memetakan lahan tanpa harus menelusur dengan jalur darat yang biasanya berdampak pada kerusakan hutan, karena harus membuka jalur yang belum pasti. Sampai saat ini Borneo SkyCam terus fokus kepada riset-riset pesawat nirawak dengan bahan bakar yang ramah lingkungan,” ujar Co-Founder Borneo SkyCam, Hajon Mahdy Mahmudin.

Hajon berpendapat, riset seperti inilah sangat dibutuhkan Indonesia saat ini, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau. Dibutuhkan alat yang dapat menembus pelosok-pelosok negeri. Borneo SkyCam memanfaatkan Internet of Things (IoT) sebagai media berbagi informasi hasil penelusuran yang ditangkap.

Terutama untuk pemetaan lahan

Borneo SkyCamp didirikan Tony Eko Kurniawan, Hajon Mahdy Mahmudin, Aprianto Setya Putra, Eko Jatmiko, dan Dede Himandika sejak tahun 2012 di Pontianak. Keempatnya berlatar belakang pendidikan Teknik Elektro. Awalnya Borneo SkyCam dikembangkan karena pada saat itu drone sangat langka di Kalimantan Barat. Debut yang pernah dilakukan Borneo SkyCam ialah kerja samanya dengan program TOPDAM (Topografi Daerah Militer) milik KODAM 12 Tanjungpura dan Badan Pertanahan Nasional wilayah Kalimantan Barat. Sampai saat ini Borneo SkyCam sudah melayani permintaan layanan yang lebih luas hingga terakhir ke Papua.

Drone yang sedang dibuat Borneo SkyCam memiliki lebar 3 meter. Bahan-bahan pembuat drone saat ini 80 persen merupakan bahan lokal Indonesia dan 20 persen sisanya masih impor seperti panel surya dan motor penggerak.  Drone ini dikontrol dengan dua cara, remote control dan laptop, yang disambungkan dengan internet untuk kebutuhan pemantauan real-time. Sedangkan sistem yang dikembangkan ditujukan untuk pemancar sinyal ke pelosok, kebutuhan pemantauan, dan pemetaan.

Drone milik Borneo SkyCam

Menceritakan studi kasus pemanfaatan drone yang pernah dilakukan, Hajon berujar, “Kami dari 2012 melakukan riset dan memang sudah mengembangkan sistem pemetaan. Drone kami sudah digunakan untuk memetakan 4 bandara di NTT, pemetaan wilayah di Papua, dan pemetaan beberapa perkebunan di Kalimantan. Terakhir drone yang kami produksi juga dibeli oleh salah satu kementerian untuk digunakan pemetaan lahan.”

Selain menawarkan perangkat drone yang dikembangkan, Borneo SkyCam juga mengembangkan model bisnis melalui lembaga riset  pesawat nirawak, jasa pemetaan, dan lembaga pendidikan robotika.

Kresna Graha Investama dan M Cash Rencanakan Investasi di Perusahaan Riset dan IoT

PT Kresna Graha Investama Tbk (KREN) bersama dengan anak perusahaannya, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) mengumumkan rencana untuk berinvestasi di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang riset dan IoT PT Sistem Mikroelektronik Cerdas Co-Design (SMC). Hal ini disebutkan karena didasari oleh kekuatan inti yang dimiliki SMC di bidang kemajuan teknologi serta akses pasar untuk menggapai lebih dari 60 juta konsumen potensial di seluruh Indonesia.

KREN dan MCAS masing-masing akan berinvestasi sebesar 20% dan 30%. Rencana investasi ini dinilai menjadi langkah penting yang strategis di awal tahun 2018 untuk memperkuat posisi masing-masing perusahaan.

SMC saat ini telah memiliki sejumlah portofolio layanan teknologi digital. Beberapa di antaranya adalah proyek-proyek smart city, smart house, dan Power Management SCADA, sebuah solusi berbasis teknologi yang menggunakan Advanced Metering Infrastructure (AMI) yang mampu menyediakan laporan penggunaan energi secara real time.

Direktur Utama MCAS Martin Suharlie menyatakan, melalui teknologi Smart Digital City dan Power Management dari SMC, MCAS hendak membawa kenyamanan dari gaya hidup digital dan kemajuan teknologi lebih dekat ke masyarakat Indonesia. Melalui Meter Listrik Pintar dan Power Management SMC diharapkan konsumen bisa lebih mudah melakukan pemantauan penggunaan daya listrik rumah secara langsung dan mampu menghindari risiko terjadi overcharge atas tagihan listrik.

“Selain itu, Smart juga memampukan MCAS untuk dapat melakukan analisis perilaku konsumen dan mengembangkan profil konsumen, yang akan membantu MCAS untuk dapat membuat paket-paket promosi yang unik sesuai dengan profil mereka sebagai bagian dari platform digital MCAS. Kami percaya bahwa investasi ini tidak hanya menguntungkan MCAS tapi juga masyarakat Indonesia, karena mereka akan merasakan manfaat dari pengalaman gaya hidup digital yang praktis,” terang Martin.

Sementara itu Managing Director KREN Surjandy Jahja mengemukakan, investasi ini tidak hanya menghadirkan peluang bagi MCAS, namun juga bagi KREN, untuk mengembangkan sinergi antar perusahaan di dalam portofolio yang dimilikinya. Melalui SMC, KREN berpeluang memperbesar dampak dari pengalaman gaya hidup digital yang telah diciptakan.

“Integrasi produk SMC dengan platform pembayaran digital KREN akan meningkatkan daya tarik bisnis KREN, dan secara bersamaan hal ini juga akan menciptakan suatu fitur unik dan berbeda bagi SMC di mata para pelanggannya. Salah satu contohnya adalah seamless payment protocol melalui platform pembayaran digital yang dimiliki oleh KREN. Ke depannya, kami percaya bahwa teknologi yang dimiliki oleh SMC akan membantu KREN dalam menciptakan sinergi di dalam seluruh ekosistemnya, yang pada akhirnya akan memperkuat posisi KREN sebagai lokomotif transformasi digital di Indonesia,” ujarnya.

East Ventures Introduces “Warung Pintar”, Integrates Startup Partner’s Retail Technology Product

East Ventures announces a second project after successful with EV Hive co-working space. This time by developing “Warung Pintar”, a warung (shop) designed to enable digitalization targeting basic-level society. Through data management and analysis, its vision seeks to open new opportunities in term of financial inclusion, social security, behavior analysis, interaction with community and social influences monitoring.

This is a further attempt of East Ventures’ commitment to be more active in technology projects for public, a commitment made since the establishment of Unit Creating Shared Value (CSV). The selection of “warung” concept is considered as it becomes a culture of Indonesians. Warung Pintar wants to empower a segment in society that has not been exposed to the digital world. In the early phase, there are 8 Warung Pintar points throughout Jabodetabek.

“Warung, as a form of traditional micro-enterprise, has been present since the 19th century and closely engaged in local culture. Therefore, by the fact that technology should be accessible by everyone, warung becomes a medium for all Indonesians to take part in the digital economy,” said Agung Bezharie, Warung Pintar’s CEO who previously working as East Ventures’ Investment Associate.

c534ee38-fec0-48b8-a5f5-c868099906e1

Using IoT, big data analytics and blockchain technology

Technology implementation for Warung Pintar is available in 3 pillars, IoT (Internet of Things), big data analytics and blockchain. IoT implementation aims to improve the accuracy of retail data entry. Big data analytics will be used for better understanding of customer behavior, as well as blockchain to create transparency and trust of the shop owners. To smoothen its development, two business technology experts, namely Sofian Hadiwijaya and Pandu Kartika Putra, were hired.

Hadiwijaya is responsible as technical team leader. His experience as a tech community builder and board members in Kudo, Pinjam.co.id and Go-Jek is valued to be impactful for the growth of Warung Pintar. Putra on the other hand is East Ventures’ Associate of Civic Project. He previously was a technology specialist for general affair and involved in several activities such as Code for Bandung and Code4Nation.

“Although the digital platform implementation by consumers and merchants becomes high momentum in Indonesia, we are aware of some groups who against it due to the lack of exposure to the whole digital world. Warung Pintar takes a different approach to serve these segment by providing not only digital platform, but also building physical platform for them. We build an end-to-end solution starts from land discovery, funding, promotion to marketing. Warung Pintar is the answer for a new retailer,” said Willson Cuaca, East Ventures’ Managing Partner.

Cooperation and integration mechanism with East Ventures’ partners

Cuaca explained, Warung Pintar offers partnership in the term of cooperation with shop owners. They only have to give commitment, honesty and time to fix the place once needed. The project is actually in contrary to the current e-commerce economic unit, with an average of purchasing percentage smaller, non-repetitive buyers and relatively smaller profits. Nevertheless, Warung Pintar is a sign for East Ventures’ portfolio integration, given the enormous application of company’s technology solution, a result of East Ventures’ investment in this project.

Warung Pintar uses MokaPOS system for the cashier. Financial record and accounting will be using Journal. Customers can reload credit, purchase tickets and other items through Kudo services. Product procurement and last-mile distribution system provided by Do-cart. Warehouse distribution system managed by Waresix. In addition, all shops will be ready to fullfil EV Hive co-working space customer’s needs.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

East Ventures Luncurkan “Warung Pintar”, Integrasikan Produk Teknologi Ritel Startup Mitra

East Ventures kembali mengumumkan proyek kedua mereka setelah sukses dengan co-working space EV Hive. Kali ini mereka mendirikan “Warung Pintar”, yakni sebuah warung yang didesain untuk memungkinkan digitalisasi menyasar tingkat masyarakat paling mendasar. Melalui pengelolaan data serta analisis, visinya berusaha membuka kesempatan baru dalam hal inklusi finansial, keamanan sosial, analisis perilaku, interaksi dengan komunitas serta pemantauan pengaruh sosial.

Upaya ini sendiri merupakan kelanjutan dari komitmen East Ventures untuk aktif dalam proyek teknologi untuk kepentingan umum, komitmen yang dimulai sejak pembentukan Unit Creating Shared Value (CSV). Dipilihnya konsep warung karena dinilai telah menjadi kultur kehidupan masyarakat di Indonesia. Warung Pintar ingin memberdayakan segmen masyarakat yang belum banyak terpapar dunia digital. Di fase awal ini, sudah ada 8 Warung Pintar yang tersebar di wilayah Jabodetabek.

“Warung, sebagai bentuk usaha mikro tradisional, telah hadir sejak abad ke-19 dan telah erat bersatu dengan budaya lokal. Dan dengan kenyataan bahwa teknologi seharusnya dapat diakses olah siapa saja, maka Warung menjadi wadah yang tepat bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk mengambil peran dalam ekonomi digital,” sambut CEO Warung Pintar Agung Bezharie. Sebelumnya Agung menjabat sebagai Investment Associate di East Ventures.

c534ee38-fec0-48b8-a5f5-c868099906e1

Manfaatkan teknologi IoT, big data analytics dan blockchain

Implementasi teknologi untuk Warung Pintar hadir dalam 3 pilar, yakni IoT (Internet of Things), big data analytics dan blockchain . Penerapan IoT bertujuan untuk meningkatkan akurasi pemasukan data ritel. Big data analytics akan digunakan untuk memahami perilaku para pelanggan dengan lebih baik, serta blockchain untuk menciptakan transparansi dan kepercayaan kepada pemilik warung. Untuk memuluskan perkembangannya, dua orang ahli teknologi bisnis yakni Sofian Hadiwijaya dan Pandu Kartika Putra direkrut.

Sofian bertanggung jawab sebagai pemimpin untuk tim teknis. Pengalamannya sebagai pembina komunitas teknologi dan petinggi di Kudo, Pinjam.co.id dan Go-Jek dinilai akan memberikan dampak pertumbuhan bagi Warung Pintar. Sedangkan Pandu adalah Associate of Civic Project untuk East Ventures. Sebelumnya, ia menjadi spesialis teknologi untuk kepentingan umum dan pernah terlibat dalam beberapa kegiatan seperti Code for Bandung dan Code4Nation.

“Meskipun penerapan platform digital oleh konsumen dan pedagang memiliki momentum yang tinggi di Indonesia, kami menyadari adanya kelompok masyarakat yang tidak dapat menikmatinya dikarenakan kurangnya paparan mereka terhadap dunia digital secara keseluruhan. Warung Pintar mengambil pendekatan yang berbeda untuk melayani segmen tersebut dengan tidak hanya menyediakan platform digital, tetapi juga membangun platform fisik untuk mereka. Kami membangun solusi end-to-end mulai dari pencarian lahan, pendanaan, promosi, hingga pemasaran. Warung Pintar merupakan jawaban dari new retailer,” ujar Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Mekanisme kerja sama dan integrasi dengan mitra East Ventures

Dijelaskan Willson, Warung Pintar menawarkan bentuk kerja sama berupa kemitraan dengan pemilik warung. Pemilik warung hanya perlu memberikan komitmen, kejujuran serta waktu mereka untuk memperbaiki warung sewaktu-waktu dibutuhkan. Proyek ini sendiri bertolak belakangan dengan unit ekonomi e-commerce yang ada saat ini dengan rata-rata jumlah pembelian yang lebih kecil, pembeli non-repetitif dan keuntungan yang relatif lebih kecil. Kendati demikian, Warung Pintar merupakan lambang dari integrasi portofolio East Ventures, mengingat besarnya aplikasi solusi teknologi perusahaan hasil investasi East Ventures di proyek ini.

Kasir Warung Pintar menggunakan sistem MokaPOS. Pencatatan keuangan dan akuntansi menggunakan sistem Jurnal. Pelanggan juga dapat mengisi ulang pulsa serta membeli tiket dan barang-barang lainnya melalui layanan dari Kudo di sini. Pengadaan produk dan sistem distribusi last-mile disediakan oleh Do-cart. Sistem distribusi gudang yang dikelola oleh Waresix. Selain itu, seluruh warung juga selalu siap untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan EV Hive co-working space.

Samsung Pastikan Semua Perangkat Elektroniknya Terkoneksi Internet di Tahun 2020

Di CES 2018, Samsung menegaskan komitmennya untuk memastikan semua perangkat elektronik buatannya terhubung dengan internet (sebagai perangkat IoT) paling lambat tahun 2020. Di tahun tersebut, tak hanya smartphone dan TV yang memiliki konektivitas. Dengan konektivitas 5G (yang diharapkan mulai tersedia tahun depan), mobil dan berbagai home appliance (termasuk kulkas, mesin cuci, AC) bakal terhubung satu dan yang lain.

Tak cuma soal terhubung dengan sesama produk Samsung, mereka memastikan IoT-nya bersifat terbuka dan pintar. Jargon yang digunakan adalah IoT sebagai “Intelligence of Things”.

Era asisten berbasis AI

Presiden dan Kepala Divisi Consumer Electronics dan Riset Samsung Hyunsuk (HS) Kim mengatakan, “Kami berkomitmen mengakselerasi adopsi IoT untuk semua dan membuat semua perangkat terhubung (connected device) Samsung pintar di tahun 2020. Perubahan ini akan membantu konsumen merasakan keuntungan hidup yang lebih terhubung.”

Semua konektivitas IoT akan disesuaikan dengan standar keterbukaan Open Connectivity Foundation (OCF) untuk memudahkan interoperabilitas.

SmartThings, dalam bentuk aplikasi, akan menghubungkan semua perangkat ini. Sementara Bixby, sebagai asisten berbasis AI, akan membantu konsumen memanfaatkan konektivitas ini. Demo yang ditampilkan di CES 2018 menunjukkan lancarnya Bixby berkomunikasi dan hal ini menegaskan era asisten, ketika Amazon dengan Alexa, Google dengan Google Assistant menjadi highlight CES kali ini.

Selama tahun 2017, Samsung menggelontorkan dana $14 miliar untuk pengembangan riset dan tahun ini mereka akan membangun sejumlah AI center baru, termasuk di Toronto, Montreal, Cambridge (Inggris), dan Rusia. Mereka akan mendukung pengembangan di Korea Selatan dan Silicon Valley yang selama ini telah berjalan.

Konsolidasi aplikasi penghubung

SmartThings akan menjadi aplikasi penghubung utama, menyederhanakan semua konektivitas Samsung yang sebelumnya terdiri dari 40 aplikasi. Tidak akan ada lagi Samsung Connect, Samsung Smart Home, dan lain-lain. Pembaruan besar-besaran SmartThings akan dirilis kuartal pertama tahun ini, baik untuk perangkat Android maupun iOS.

Disebutkan saat ini SmartThings telah terhubung di lebih dari 1 juta rumah dan lebih dari 10 juta perangkat.