Bisnis “Data Center” XL Axiata Diakuisisi Princeton Digital Group

Princeton Digital Group (PDG), pengembang dan operator infrastruktur internet dari Singapura, mengakuisisi 70% saham kepemilikan bisnis data center milik XL Axiata dan mendirikan perusahaan patungan dinamai Princeton Digital Group Data Centers.

PDG juga memberikan komitmen investasi sebesar $100 juta (lebih dari Rp1,4 triliun) untuk pertumbuhan modalnya.

Perusahaan patungan ini, berambisi menjadi operator data center yang melayani perusahaan hyperscalers, unicorn domestik, korporasi, dan perusahaan telekomunikasi. Adapun, XL Axiata memiliki lima data center tersebar di seluruh Indonesia.

Chairman & CEO PDG Rangu Salgame menerangkan, akuisisi ini dimaksudkan untuk memperbesar kapasitas data center yang sudah ada. Bakal ada tambahan satu data center hyperscale baru di akhir tahun ini. Bagi perusahaan, seluruh rangkaian ini bertujuan untuk meningkatkan kompetisi yang mumpuni dalam infrastruktur internet global.

“Dengan investasi lanjutan, perusahaan patungan ini akan menjadi pemimpin pasar di Indonesia dan salah satu operator data center terbesar di Asia Tenggara,” terang Salgame dalam keterangan resmi.

Presiden Direktur dan CEO XL Axiata Dian Siswarini menambahkan, keahlian dan pengalaman yang luas dari PDG menjadikan entitas baru ini sebagai pilihan untuk para penyedia layanan digital berskala besar dan multinasional yang ingin memperluas operasi mereka di Indonesia dan kawasan Asia.

Data center adalah tulang punggung pertumbuhan ekonomi digital Indonesia, yang diprediksi akan mendominasi Asia Tenggara pada 2025 mendatang. Penyedia layanan public cloud global seperti Alibaba Cloud, Amazon Web Services, dan Google Cloud telah membangun beberapa hub strategis di pasar Indonesia.

Alibaba sendiri sudah memiliki dua data center di sini. Sementara Google miliki cloud region yang akan bertindak mirip dengan data center. Sebelumnya kebijakan pemerintah mewajibkan perusahaan penyedia layanan cloud dan server untuk miliki data center di sini, khususnya untuk menyimpan data-data dengan risiko tinggi — misalnya yang mengandung identitas pengguna di Indonesia.

Di Asia Tenggara, pasar data center diprediksi akan mengalami kemajuan pesat, lebih dari dua kali lipat nilainya dalam empat tahun ke depan. Menurut Technavio, di kawasan ini akan tumbuh stabil pada tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sekitar 14% selama 2017 sampai 2021.

Gojek and JD.com Announces “Joint Venture” for JD.id Integration and J-Express Logistics

After officially announcing first phase of series F funding, Gojek also announce a strategic partnership with JD.com in Indonesia. It’s in the form of a joint venture of JD.id and J-Express (JX).

JD.id is known as an e-commerce with original goods sales tagline. JX, a logistics for e-commerce, is said to integrate with Gojek’s network. JX is now accessible jn its official site.

In addition, the partnership will include some others, such as digital payment solution, marketing, and product catalog. There will be integration of both services, one is to provide direct access of JD.id product in Gojek’s app.

Jon Liao, JD com’s CSO said, the investment given to Gojek shows the company’s high trust on its business growth potential.

“Gojek’s domination in the market, excellent understanding of local demand, and the great number of loyal customers has made Gojek a reliable strategic partner for us in Indonesia. With the access to JD.id platform on Gojek’s mobile app, the 27 million monthly active users of Gojek will have direct access to the high-quality product offered on JD.id e-commerce platform,” he explained.

He added, “Gojek’s resources, from marketing, branding, and digital payment will help JD.id expand consumer network and provide the best e-commerce experience in Indonesia. Along with JD.com’s growth in the region, we aim to partner with Gojek to provide innovations in retail, logistics, and solutions for Southeast Asia’s consumers.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Gojek dan JD.com Umumkan “Joint Venture”, Fokus pada Integrasi JD.id dan Layanan Logistik J-Express

Selain mengumumkan secara resmi perolehan fase pertama pendanaan seri F, Gojek turut mengumumkan kelanjutan kemitraan strategis bersama JD.com di Indonesia. Disebutkan realisasi kerja sama tersebut dalam bentuk joint venture pada JD.id dan J-Express (JX).

Seperti diketahui, JD.id merupakan layanan e-commerce yang mengangkat tagline penjualan barang-barang orisnil. Sementara JX merupakan layanan pengantaran logistik untuk e-commerce, nantinya akan turut memanfaatkan jaringan mitra Gojek. Saat ini JX sudah bisa diakses melalui situs resminya.

Selain itu kerja sama juga akan mencakup hal lain, di antaranya terkait solusi pembayaran digital, pemasaran, dan katalog produk. Akan ada integrasi kedua layanan, salah satunya menghadirkan akses langsung produk JD.id di aplikasi Gojek.

CSO JD.com Jon Liao mengatakan, investasi yang diberikan untuk Gojek menunjukkan kuatnya kepercayaan perusahaan terhadap potensi pertumbuhan bisnis.

“Kepemimpinan Gojek di pasar, pemahaman akan kebutuhan lokal yang tak tertandingi, serta besarnya jumlah pelanggan setianya yang sangat besar menjadikan Gojek mitra strategis terpercaya bagi kami di Indonesia. Dengan adanya akses ke platform JD.id di aplikasi mobile Gojek, sebanyak 27 juta pengguna aktif per bulan Gojek akan memiliki akses langsung ke produk-produk berkualitas yang ditawarkan oleh platform e-commerce JD.id,” ujar Liao.

Ia melanjutkan, “Sumber daya yang dimiliki Gojek mulai dari marketing, branding, hingga layanan pembayaran digital akan membantu JD.id untuk memperluas cakupan konsumennya serta terus menyediakan pengalaman e-commerce terbaik untuk konsumen Indonesia. Seiring dengan berkembangnya JD.com di kawasan ini, kami menantikan untuk bekerja sama dengan Gojek dalam menghadirkan inovasi-inovasi di bidang ritel, logistik, serta memberikan solusi bagi konsumen di Asia Tenggara.”

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Emtek dan Ant Financial Bangun “Joint Venture”

Raksasa media Indonesia Emtek dan raksasa pembayaran digital Tiongkok Ant Financial, yang dimiliki Alibaba dan dikenal dengan produk Alipay, mengumumkan kemitraan untuk mendirikan perusahaan joint venture yang akan beroperasi sebagai platform elektronik untuk jasa pembayaran dan keuangan lainnya di Indonesia. Langkah pertama joint venture ini adalah memasukkan platform pembayaran ke BlackBerry Messenger yang telah bertransformasi menjadi sebuah all-in-one platform dan memiliki lebih dari 63 juta pengguna aktif di Indonesia.

Masuknya Ant Financial ke Indonesia sudah lama diprediksikan. Sebagai pasar dengan literasi digital cukup tinggi tapi dengan tingkat penetrasi kartu kredit yang rendah, pasar Indonesia sangat terbuka dengan hadirnya solusi alternatif. Go-Pay dari Go-Jek misalnya, muncul sebagai suatu platform alternatif menarik karena kemudahannya.

CEO Emtek Alvin Sariaatmadja dalam rilisnya mengatakan, “Kami sangat bersemangat dalam menjalin kerjasama dengan Ant Financial untuk membawa solusi dan teknologi pembayaran elektronik kelas dunia di Indonesia. Perjanjian ini berisi komitmen jangka panjang yang mengedepankan kelebihan dari masing-masing perusahaan untuk menyediakan solusi pembayaran yang efisien, aman dan mudah digunakan melalui platform digital yang kami miliki juga untuk masyarakat Indonesia secara luas serta mitra yang lain.”

“Ant Financial telah terbukti memiliki keahlian khusus dalam memberikan solusi pembayaran dan jasa keuangan kepada para pengguna perangkat seluler yang masif dan masih bertumbuh di Tiongkok dan mengembangkan para mitranya secara global. Kami berkeinginan mencontoh dan mereplikasi keberhasilan tersebut di Indonesia,” lanjut Alvin.

Pemanfaatan di BBM akan menawarkan teknologi pembayaran elektronik untuk pembelian barang-barang secara online, pembelian tiket pesawat, ataupun pembelian barang-barang virtual dan in-app purchase.

Di Tiongkok, Alipay telah mendominasi dan digunakan oleh lebih dari 450 juta konsumen. Di India, Alipay masuk melalui Paytm dan bisa dibilang merupakan platform pembayaran populer di sana. Kini Ant Financial menggandeng EMTEK dalam usahanya menguasai pasar Indonesia. Sebelumnya Ant Financial juga telah memulai usahanya di Asia Tenggara dengan membeli saham minoritas True Money Thailand. Di Indonesia, True Money memiliki platform e-money True Money Witami.

“Kami berharap kerja sama dengan Emtek ini dapat memberikan pengalaman layanan pembayaran elektronik dan layanan keuangan yang inovatif kepada para pengguna di Indonesia. Kemitraan strategis ini mengukuhkan komitmen kami untuk menyasar dan melayani masyarakat yang belum tersentuh bank (unbanked) dan masih kekurangan pelayanan bank (underbanked) di seluruh dunia, serta meningkatkan kualitas hidup mereka dengan memberikan layanan keuangan yang inklusif. Tentunya hal ini hanya dapat dicapai dengan menjalin kerjasama dengan para mitra yang memiliki visi yang sejalan dengan kami,” kata Douglas Feagin, Presiden Ant Financial International.

Kembangkan Teknologi Biometrik, Salim Group Dirikan Perusahaan Joint Venture

Sebagai salah satu konglomerat besar di Indonesia, Salim Group mulai mengembangkan teknologi terkini dengan menggunakan teknologi biometrik dengan mendirikan perusahaan joint venture bersama Liquid Inc Japan (Liquid). Perusahaan yang bernama PT Indoliquid Technology Sukses (Indoliquid) ini nantinya akan mengombinasikan teknologi dari Liquid yang mampu melakukan otentikasi biometrik dalam skala besar dengan tingkat akurasi dan kecepatan tinggi.

Teknologi tersebut akan digunakan untuk berbagai macam industri seperti manufaktur, agribisnis, distribusi, jasa keuangan, ritel hingga layanan e-commerce. Kerja sama ini sebelumnya telah dijalin sejak bulan November tahun lalu, namun awal tahun 2017 kolaborasi kedua perusahaan kembali diperkuat.

“Kami sangat gembira dalam pembentukan joint venture dengan Salim Group, sebagai mitra terbaik untuk teknologi kami dan pilihan berkolaborasi. Melalui joint venture ini, kami dapat menyediakan platform otentikasi yang fleksibel dan efisien di seluruh wilayah Indonesia. Kami merasa terhormat dan juga menanti untuk mengembangkan platform pembayaran next generation dan platform bisnis di Indonesia, yang akan memberikan kontribusi untuk mendukung gaya hidup masyarakat dan memiliki dampak bisnis besar di Indonesia,” kata CEO Liquid Inc. Jepang Yasuhiro Kuda.

Sebelumnya Liquid yang berbasis di Jepang telah berhasil mengembangkan platform otentikasi biometrik untuk proses pembayaran hanya dengan menggunakan sidik jari di taman hiburan. Selain sidik jari nantinya teknologi tersebut juga bakal digunakan untuk pengenalan wajah, identifikasi dan verifikasi. Teknologi tersebut juga bisa digunakan untuk layanan perbankan seperti pergantian kartu ATM, sehingga pengguna tidak lagi harus menggunakan kartu, PIN dan password ketika akan mengambil uang di ATM. Teknologi tersebut saat ini juga sudah banyak digunakan di mesin ATM di Jepang.

Integrasi dalam jaringan bisnis Salim Group

Biometrics Athentication Devices

Dengan mengembangkan teknologi biometrik tersebut Salim Group berencana untuk melakukan integrasi dengan keandalan jaringan bisnis Salim Group di pasar Indonesia dan sektor perdagangan internasional, meliputi Indofood (FMCG, dengan merek utama Indomie), Indomobil (otomotif), Indomaret dan Indomarco (ritel dan distribusi).

Dalam hal ini Salim Group bakal mengembangkan teknologi tersebut untuk platform pembayaran yang aman, untuk keperluan seperti belanja online, transaksi perbankan dan e-money dan kemajuan teknologi, pasar biometrik diharapkan dapat terus berkembang dan tumbuh secara global.

“Melalui joint venture ini, kami akan memberikan kepada konsumen, platform otentikasi yang dapat diandalkan. Dengan keahlian dari Liquid Inc dalam menciptakan platform otentikasi biometrik berskala besar dan pengalaman kami dalam mengelola jaringan bisnis berskala besar, kami percaya platform ini akan membawa manfaat bagi konsumen kami dan ekosistemnya,” ujar Chairman Salim Group Anthoni Salim.

Selanjutnya Indoliquid akan mengembangkan dan mempromosikan platform generasi selanjutnya dari distribusi, teknologi pembayaran untuk aplikasi biometrik yang akan memberikan kontribusi untuk situs layanan e-commerce dan e-payment di toko-toko ritel di Indonesia dan pasar global.

PT BB Merah Putih Pegang Lisensi Software dan Hardware BlackBerry di Indonesia

BlackBerry dan Tiphone mengumumkan pembentukan PT BB Merah Putih sebagai joint venture yang memegang lisensi software dan layanan BlackBerry, serta hak memproduksi handset (hardware) produk BlackBerry yang berbasis Android di Indonesia. Telkom Group memiliki 25% saham Tiphone yang memimpin joint venture ini.

Seperti disebutkan dalam rilisnya, BB Merah Putih nantinya akan memproduksi perangkat BlackBerry berbasis Android yang telah memiliki software dan layanan BlackBerry yang disebutkan fokus ke segi keamanan. Langkah ini merupakan antisipasi pengenaan peraturan TKDN untuk perangkat LTE dan kita tahu bahwa Indonesia masih menjadi pasar penting, kalau bukan salah satu yang terbesar, bagi produsen smartphone yang berbasis di Kanada ini.

Keputusan ini melengkapi langkah BlackBerry yang bermitra dengan EMTEK dan memberi wewenang grup konglomerat ini mengelola BlackBerry Messenger akhir Juni lalu.

Executive Chairman dan CEO BlackBerry John Chen dalam pernyatannya mengatakan, “BlackBerry bukan lagi sekedar tentang ponsel cerdas, tetapi kecerdasan dalam ponsel. Bekerja dengan mitra terpercaya untuk memperluas jangkauan dan ketersediaan dari software mobilitas kami yang aman adalah fokus utama bagi divisi Mobility Solutions, dan joint venture ini adalah salah satu dari langkah selanjutnya dalam membuat strategi lisensi software kami berhasil.”

“BB Merah Putih terdiri dari perusahaan dengan latar belakang yang kuat dalam menyediakan layanan mobile yang inovatif kepada para pelanggannya, membuat joint venture yang baru terbentuk ini sebagai kemitraan sempurna untuk menawarkan software mobile BlackBerry yang aman dan terpercaya, tersedia secara eksklusif bagi konsumen Indonesia,” lanjut John.

Tentang langkahnya menggandeng BlackBerry, CEO PT Tiphone Mobile Indonesia Tan Lie Pin berkomentar, “BlackBerry adalah merek yang dipercaya dan dihormati di Indonesia, dan kemitraan ini memungkinkan kita untuk memberikan pengalaman seluler yang diharapkan oleh para pelanggan kami dengan produktivitas dan keamanan yang disediakan oleh merek BlackBerry.”

Di Indonesia sendiri, pangsa pasar BlackBerry sudah jauh tertinggal dibanding yang berbasis Android. Meskipun demikian, diklaim masih ada 60 juta pengguna aktif BBM dari berbagai platform di negeri ini.

BlackBerry sendiri sudah tidak memproduksi sistem operasi sendiri dan memanfaatkan platform Android yang diperkaya dengan solusi mobilitas enterprise miliknya. Smartphone terakhir yang dikeluarkan BlackBerry adalah DTEK50 yang dibangun bersama Alcatel. Dirumorkan mereka juga segera mengeluarkan varian baru DTEK60.

Blanja Bidik Transaksi 1 Triliun Rupiah di 2020

Blanja, marketplace patungan (joint venture) antara TelkomMetra dan eBay, membidik nilai transaksi (Gross Merchandise Value / GMV) sebesar Rp 1 triliun di 2020. Untuk itu, proses pembangunan fundamental di internal perusahaan pun ditargetkan kelar tahun ini, agar pada 2017 fokus mengejar pertumbuhan bisnis sudah bisa dilakukan.

Aulia E Marinto, CEO Blanja, mengatakan proses fundamental kini tengah dirampungkan. Salah satunya, mengembangkan aplikasi smartphone, menambah fitur user experience, dan sumber daya manusia (SDM). Menurutnya, membangun fundamental penting guna menciptakan fondasi yang kuat agar saat melakukan ekspansi besar-besaran, struktur dasar menjadi lebih kokoh.

“Sejak awal kita berdiri, fokusnya adalah membuat fundamental yang kokoh selama dua hingga tiga tahun. Kami menargetkan seluruh proses tersebut akan selesai pada akhir tahun ini. Sebab, tahun depan saya baru mau sangat ngebut mencetak nilai transaksi Rp1 triliun di 2020,” ujarnya saat ditemui DailySocial, Kamis (21/7).

Untuk pengembangan aplikasi smartphone, lanjut dia, dalam waktu dekat akan segera diluncurkan. Pasalnya, proses tersebut sudah mencapai 90% dan rencananya aplikasi tersebut dapat diunggah oleh pengguna Android dan iOS.

Selain itu, ada beberapa fitur tambahan yang diharapkan dapat meningkatkan pengalaman seller dan buyer saat berkunjung ke Blanja misalnya fitur re-order dan lainnya yang kini masih dikembangkan.

Sebelumnya diberitakan tahun ini Blanja mendapat pendanaan baru dari kedua pemegang saham sebesar Rp330 miliar. Menurut Aulia, mayoritas penggunaan dana tersebut akan dialokasikan untuk belanja iklan, pengembangan teknologi, operasional, dan menambah SDM.

Dia menjelaskan, seluruh dana tersebut dinilai cukup untuk memacu peningkatan fundamental di perusahaan bahkan hingga tahun depan saat mulai gencar ekspansi bisnis. “Dengan adanya funding baru ini, kami yakin kebutuhan dana sampai tahun depan bakal tercukupi karena bisnis dapat memanfaatkan jaringan yang dimiliki Telkom dan eBay.”

Bangun awareness

Aulia menjelaskan, tantangan terbesar dalam meningkatkan jumlah transaksi terletak dari segi menciptakan repeat order. Maka dari itu, menciptakan awareness menjadi target utama perusahaan saat melakukan promosi pemasaran.

Pasalnya, sambung dia, mengembangkan aplikasi smartphone tidak begitu sulit dan tidak butuh waktu lama. Akan tetapi, yang terpenting adalah bagaimana menciptakan proses bisnis di dalamnya.

“Kalau mencetak berapa orang yang sudah unggah aplikasi Blanja, tidak penting seberapa banyak karena belum tentu seluruh orang tersebut sudah melakukan transaksi. Yang terpenting adalah berapa banyak proses bisnis yang tercipta setelah kami meluncurkan aplikasi.”

Hingga Juni 2016, pengguna terdaftar di Blanja mencapai 1,25 juta, listing lebih dari 4 juta, dan seller sekitar 6000 terdiri dari 80% skala UKM dan sisanya skala besar.

Karena ingin membangun awareness terlebih dahulu, membuat perusahaan belum ingin melakukan sosialisasi mengenai fitur yang menjadi diferensiasi dibandingkan daring lainnya yakni fitur negosiasi.

Mengenai hal tersebut, Aulia memberi alasan bahwa belum saatnya perusahaan melakukan sosialisasi mengenai fitur negosiasi, sebab banyak urgensi lainnya yang lebih penting untuk perusahaan lakukan.

“Paling tidak, kami baru bisa lakukan sosialisasi mengenai fitur negosiasi kepada masyarakat pada tahun depan saat kami mulai mengakselerasi bisnis.”

Fitur negosiasi, terangnya, dapat dilakukan oleh buyer saat membeli barang dalam jumlah banyak. Buyer nantinya bisa menghubungi seller baik secara online maupun offline. Setelah terjadi kesepakatan harga, seller diharuskan untuk mengubah sistem harga khusus buyer yang dimaksud.

Fitur ini sebenarnya menjadi salah satu kekuatan yang menarik. Pasalnya, belum banyak e-commerce yang menawarkan hal demikian.

Model bisnis Blanja

Aulia menjelaskan ada tiga model bisnis yang menjadi fokus Blanja untuk dikembangkan. Pertama, jual beli barang antara buyer dan seller lokal. Kedua, jual beli antara seller internasional dengan buyer lokal. Terakhir, jual beli antara seller lokal dan buyer internasional.

Nah, model bisnis yang baru bisa dilakukan hingga saat ini adalah model bisnis no. 1 dan 2. Namun, itupun untuk no. 2 porsinya masih sangat minim dibandingkan dengan no. 1. Dari total transaksi, model bisnis no. 1 bisa mencapai lebih dari 90%.

Dirinya pun tidak muluk-muluk kapan saat yang tepat model bisnis no. 3 bisa segera dijalankan. Malah, pihaknya memprediksi bisa bertahun-tahun dari sekarang. Adapun proses bisnisnya dalam bayangannya bisa memanfaatkan jaringan yang dimiliki eBay.

“Impian kami, Blanja bisa menjadi fasilitator untuk model bisnis no. 3. Kami ingin memberi kesempatan kepada UKM lokal menjual produknya secara global, tidak tertentu di satu negara saja. Dalam bayangan kami, nanti eBay yang akan jadi platform kami. Tapi belum terpikirkan detailnya akan bagaimana,” pungkas Aulia.

Salim Group Kian Mantapkan Langkah di Segmen E-Commerce O2O

Februari lalu Salim Group dikabarkan telah menandatangani kesepakatan dengan  salah satu raksasa ritel Korea Selatan Lotte Group untuk bersama-sama menggarap pasar e-commerce. Kesepakatan tersebut menghasilkan sebuah perusahaan Join Venture (JV) yang diperkirakan akan segera beroperasi di awal tahun 2017. Dan baru-baru ini dikabarkan perusahaan milik konglomerat Anthoni Salim tersebut telah berhasil mengamankan 50 persen kepemilikan atas perusahaan JV tersebut.

Seperti diberitakan DealStreetAsia, perusahaan JV yang baru akan melibatkan PT Indomarco Prismatama. Dengan keterangan ini tampak jelas bahwa kemungkinan perusahaan e-commerce baru akan mengandalkan jaringan retail  yang tersebar di seluruh Indonesia, dan prediksi perusahaan JV ini mengandalkan konsep online-to-offline (O2O) mendekati kebenarannya. Sementara kabar mengenai detil kolaborasi dan nilai investasi keduanya belum dipublikasikan.

“Kami masih berbicara dengan Lotte. Nilai kesepakatan belum diputuskan, tapi saya percaya itu cukup besar, ” ujar Salim.

Kerja sama dengan ini merupakan salah satu dari sejumlah rencana ekspansi yang telah disiapkan pihak Lotte Group. Dengan menyasar salah satu sektor pasar potensial di ranah e-commerce. Perkembangan infrastruktur internet, tingginya tingkat adopsi perangkat mobile seperti smartphone, dan perkembangan pasar e-commerce menjadi beberapa alasan mengapa Salim Group berusaha menghadirkan platform e-commerce.

Dengan kurang lebih gerai 11.000 Indomaret yang ada tersebar di seluruh Indonesia dan jaringan Lotte yang memiliki department sore, 41 toko ritel, 31 franchise cepat saji dan sejumlah bisnis lainnya perusahaan e-commerce hasil JV ini setidaknya akan mengganggu dominasi pemain yang lebih dulu beroperasi.

Jika melihat pergerakan yang dilakukan MatahariMall, JD dan Blibli akhir-akhir ini gelaran diskon atau perang harga masih menjadi salah satu strategi untuk meraup banyak kunjungan dan pembeli. Tetapi selain itu gerakan MatahariMall dengan memberikan opsi kredit tanpa kartu kredit dan asuransi untuk transaksi juga bisa menjadi cara lain menarik perhatian pengguna.

Kami sempat memprediksikan bahwa melihat bagaimana Elevenia membangun bisnisnya, setidaknya perusahaan JV ini membutuhkan kucuran dana sebesar Rp 1,5 triliun untuk bisa mengejar ketertinggalan start dari perusahaan-perusahaan yang lebih dulu beroperasi.

Vaio, Toshiba dan Fujitsu Berkolaborasi Untuk Bangun Perusahaan PC Raksasa?

Begitu hebatnya dampak invasi perangkat mobile, beberapa tahun lalu sejumlah nama terkemuka terpaksa merelakan bisnis PC mereka. Seperti nasib Vaio, Toshiba dan Fujitsu telah mengungkap rencana buat men-spin-off divisi komputer mereka. Namun menariknya, tiga perusahaan tersebut dikabarkan mempunyai agenda besar untuk menyerbu kembali pasar komputer.

Bloomberg menyampaikan, Vaio Corp. sedikit lagi mendekati kesepakatan dengan Toshiba dan Fujitsu buat menggabungkan divisi PC mereka bersama-sama. Vaio berpeluang menjadi pemegang saham terbesar; dan melalui langkah ini, akan tercipta brand PC raksasa yang sanggup mendominasi wilayah Jepang dan bertahan dari menurunnya permintaan perangkat PC.

“Pasar PC terus berkurang, artinya wajar [bagi kami] untuk berkolaborasi dalam riset, bidang produksi, dan pemasaran,” tutur Hidemi Moue selaku chief executive officer Japan Industrial Partners, firma yang kini memegang brand Vaio. “Dengan begitu, kami bisa meminimalisir ‘kanibalisasi’.”

Berdasarkan penjelasan Moue, venture akan difokuskan ke pasar domestik dan tetap menitikberatkan penyediaan PC. Tentu saja tidak tertutup kemungkinan mereka memproduksi device selain komputer personal serta mendistribusikannya ke luar Jepang. Hal ini turut diindikasikan oleh peluncuran smartphone Windows 10 Vaio dua minggu silam.

Perlu Anda tahu, dibanding Vaio, peruntungan Toshiba dan Fujitsu terbilang lebih baik. Nilai saham Toshiba mengalami kenaikan sebesar 8,2 persen, sedangkan Fujitsu memperoleh peningkatan 2,5 persen.

Tapi tidak semua orang seoptimis Moue. Analis Damian Thong dari Macquarie Group berpendapat, pendekatan kolaboratif ini akan jadi lebih masuk akal seandainya mereka berencana menciptakan produk konsumen niche. Kepada Bloomberg ia berkomentar, “Strategi penyatuan tiga produsen PC tersebut memiliki peluang kecil untuk dapat sukses di luar negeri.”

Jika dijumlahkan, Vaio, Toshiba dan Fujitsu akan menguasai sepertiga pasar Jepang, sanggup menandingi joint venture Lenovo dan NEC yang mengusasi posisi pertama. Dari data IDC, NEC-Lenovo mengendalikan sekitar 29 persen distribusi, terhitung di bulan Juli sampai September tahun lalu. Ia dibuntuti Fujitsu dan Toshiba di urutan kedua (17 persen) dan ketiga (12 persen). Vaio sendiri enggan memberi tahu angka penjualan mereka.

Terkait strategi ini, Fujitsu masih enggan memberikan komentar. Sedangkan juru bicara Toshiba Hirokazu Tsukimoto hanya berkata, “Di ranah bisnis PC, tersedia opsi untuk kerja sama dan restrukturisasi, tapi hingga kini kami belum memberikan keputusan apapun.”

Via ZDNet.

Wedding Startup Bridestory Strikes A Joint-Venture Deal With MediaCorp, Expands To Singapore

Kevin Mintaraga, CEO Bridestory / DailySocial

We just received news that Jakarta-based wedding startup Bridestory just strike a joint-venture deal with Singapore media behemoth, MediaCorp. The joint-venture will be called Bridestory.com.sg, although by the time this article is written it’s still redirected to its original site, Bridestory.com.

Since its founding in early 2014, Bridestory has 10.000 wedding vendors joining their site, while just over 250k monthly visitors to their site. Founder and CEO, Kevin Mintaraga said in a statement, “MediaCorp’s vast media reach can help Bridestory grasp Singapore wedding market and its surroundings”.

This marks the second big partnership by MediaCorp with an Indonesian startup after the media giant acquired 52% of KapanLagi Network, one of Indonesia’s largest online media company, just a few months ago. Bridestory, founded by Kevin Mintaraga and Emile Etienne, is backed by top-notch VC lineup from Beenos Plaza, East Ventures, Fenox Capital, Midplaza Group, Sovereign Capital, Rocket Internet Group, Skystar Capital and Lippo Digital Ventures.

Here’s a video on Mintaraga sharing how he build a niche marketplace like Bridestory and how to attract funding from investors, on our DScussion video series.