Justika Ungkapkan Potensi Pertumbuhan Legaltech Selama Pandemi

Ada beberapa catatan menarik yang dibagikan oleh Co-Founder dan CEO Justika Melvin Sumapung dalam sesi #SelasaStartup DailySocial.id bertajuk “The Potential of Legaltech in Indonesia”. Pertama, ia melihat pandemi telah mendorong lebih banyak masyarakat untuk melek terhadap persoalan hukum.

Selain itu konsultasi legal secara online juga semakin meningkat permintaannya. Topik yang banyak dicari adalah persoalan hukum dan regulasi yang bersinggungan dengan tren platform pinjaman online. Banyaknya kasus pinjol bodong saat ini di kalangan masyarakat menjadi perhatian tersendiri bagi mereka untuk mencari tahu dan tentunya lebih berhati-hati lagi dalam hal pemilihan platform finansial yang tepat.

Pemahaman legal

Justika’s CEO and Co-founder, Melvin Sumapung with CTO dan Co-founder, Husein / Justika

Meskipun secara traksi sebelum sepopuler platform lain seperti telemedis, namun kanal konsultasi legal berbasis teknologi dinilai memiliki tren yang menjanjikan. Sebagai platform yang menyediakan layanan tersebut Justika mencatat, kebanyakan persoalan hukum atau konsultasi yang banyak ditanyakan kepada mereka adalah persoalan keluarga. Mulai dari waris, perceraian, dan lainnya.

Saat ini, Justika fokus pada tiga bidang hukum yang sering dihadapi masyarakat, yakni hukum keluarga, hukum yang melibatkan UMKM, dan hukum properti. Perusahaan berencana untuk memperluas dan memberikan akses layanan hukum lainnya yang dibutuhkan masyarakat.

Sebagai platform yang menjembatani advokat dengan pengguna, mereka juga ingin memudahkan proses tersebut dengan biaya terjangkau. salah satu caranya adalah memberikan opsi layanan yang bisa dipilih di platform. Hal ini menurut mereka cukup efektif untuk menghindari legal action yang melibatkan pengacara.

“Kebanyakan jika sudah melibatkan pengacara dan semua berjalan secara offline, akan menghabiskan waktu dan biaya yang sangat besar. Memanfaatkan platform seperti Justika, semua persoalan bisa di mediasi secara kekeluargaan,” kata Melvin.

Untuk memberikan informasi yang lebih akurat seputar waris, Justika telah menjalin kerja sama strategis dengan platform CariUstadz guna meluncurkan Kalkulator Waris Islam. Diharapkan Kalkulator Waris Islam menjadi sebuah solusi bagi masyarakat yang mengalami kesulitan dalam hal perhitungan harta waris dan pendampingan dalam pembagian harta waris tersebut sesuai dengan hukum Islam.

Teknologi juga telah memudahkan Justika untuk menghubungkan advokat yang relevan dengan pengguna. Menerapkan Natural language processing (NLP), pertanyaan yang sudah disaring sejak awal, kemudian bisa menentukan kebutuhan pengguna dengan advokat yang tepat. Dalam proses kurasi ini, Justika mengklaim melakukan monitor langsung.

Pandemi dan pertumbuhan platform legaltech

Selama pandemi tercatat ada beberapa persoalan hukum lain yang kemudian banyak ditanyakan oleh pengguna Justika. Di antaranya adalah persoalan ketenagakerjaan. Mulai dari proses untuk merumahkan pegawai, kontrak kerja, hingga memberikan adjustment yang tepat untuk gaji pegawai.

Selain persoalan ketenagakerjaan, mereka juga banyak menerima permintaan dan pertanyaan seputar utang piutang usaha, kredit macet, persoalan keterlambatan pembayaran klien dan masih banyak lagi. Persoalan ini mulai banyak muncul saat pandemi.

Dalam Global Legal Tech Report yang disusun Australian Legal Technology Association dan Alpha Creates, pandemi COVID-19 adalah tantangan teratas bagi perusahaan legaltech di seluruh dunia.

Meskipun masih banyak yang dilakukan secara konvensional, namun jasa hukum berbasis teknologi hingga saat ini sudah makin banyak jumlahnya. Pandemi secara langsung telah membantu platform seperti Justika untuk bisa mempercepat pertumbuhan bisnis, menawarkan jasa hukum hingga konsultasi secara digital.

Bulan Juni lalu Justika telah mengantongi pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan yang dipimpin oleh East Ventures, dengan partisipasi dari Skystar Capital.

“Salah satu cara yang kemudian secara agresif kami terus lakukan adalah edukasi. Apakah itu dalam bentuk konten, webinar dan masih banyak lagi,” kata Melvin.

Gambar Header: Depositphotos.com

Justika Receives Seed Funding from East Ventures and Skystar Capital, Expanding Legal Services for Public

A marketplace for legal services, Justika announced an undisclosed seed funding led by East Ventures, with participation from Skystar Capital. The fresh funds will be used for product development, marketing and talent recruitment to provide added value to users.

East Ventures’ Co-Founder & Managing Partner, Willson Cuaca said the access to legal justice is still a big problem in Indonesia. This is due to the complex procedures and the lack of information about legal access.

Justika has built a platform that can connect lawyers and clients, where they can use various available features. We believe that Justika will democratize legal access and help millions of Indonesians to better understand the law,” he said in an official statement, Tuesday (22/6).

Supporting Willson’s statement with a quote from the “Research Report on Access to Justice in Indonesia 2019” released by the Indonesian Judicial Research Society, Indonesian Legal Roundtable, and the Indonesian Legal Aid Foundation, around 110 million Indonesians have experienced significant legal problems in the last two years.

As many as 71% of them give up on finding solutions because the difficulty to gain access, either because they don’t know what to do or don’t know where to go. Despite these challenges, Justika believes that there is great potential in this industry. With the legal market estimated to be worth $7.5 billion, Justika plans to expand the user base and its product line.

Currently, Justika focuses on three legal areas often faced by the community,  family law, law involving small and medium enterprises, and property law. The company plans to expand and provide access to other legal services the community needs.

“We plan to double our revenue by targeting 7,000 unique monthly paying users next year,” Justika’s Co-Founder and CEO Melvin Sumapung said.

Justika is a digital platform created to connect people who need legal services with lawyers and other support services, such as company establishment agents and translators. The Justika platform is not only innovating how people find lawyers, but also how lawyers work.

Justika uses natural language processing technology or NLP to match clients with attorneys based on service specialties. Once matched, clients can consult a lawyer and get a reply in less than five minutes.

Furthermore, lawyers can also provide other services depending on the client’s needs, such as review or drafting of documents, telephone consultations, negotiations, and advocacy in court. On the other hand, lawyers can easily establish connection with clients through Justika.

Justika is part of Hukumonline legal portal founded by Ahmad Fikri Assegaf, a senior partner at the firm AHP (Assegaf Hamzah & Partners). Ahmad also acts as a co-founder at Justika. Hukumonline now plays an important role in providing better access to justice through online databases, legal analysis, legal clinics, and news.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Justika Raih Pendanaan Awal dari East Ventures dan Skystar Capital, Perluas Akses Layanan Legal untuk Masyarakat

Platform marketplace layanan legal Justika mengumumkan pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan yang dipimpin oleh East Ventures, dengan partisipasi dari Skystar Capital. Dana segar akan digunakan untuk pengembangan produk, pemasaran, dan perekrutan talenta untuk memberikan nilai tambah kepada pengguna.

Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menyampaikan, akses yang masih rendah terhadap keadilan hukum merupakan masalah serius di Indonesia. Hal ini terjadi karena rumitnya prosedur yang harus dilewati masyarakat dan minimnya informasi tentang akses hukum.

Justika telah membangun platform yang dapat menghubungkan pengacara dan klien, di mana mereka dapat menggunakan berbagai fitur berguna yang tersedia. Kami percaya bahwa Justika akan mendemokratisasi akses hukum dan membantu jutaan masyarakat Indonesia untuk lebih memahami aturan hukum,” ucapnya dalam keterangan resmi, Selasa (22/6).

Untuk mendukung pernyataan Willson, mengutip dari “Research Report on Access to Justice in Indonesia 2019” yang dirilis Indonesian Judicial Research Society, Indonesian Legal Rountable, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, sekitar 110 juta orang Indonesia mengalami masalah hukum yang signifikan dalam dua tahun terakhir.

Sebanyak 71% dari mereka menyerah dalam mencari solusi karena akses yang sulit, baik karena mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan atau tidak tahu ke mana mereka harus pergi. Terlepas dari tantangan tersebut, Justika percaya bahwa ada potensi besar di industri ini. Dengan pasar legal yang belum tersentuh diestimasi bernilai $7,5 miliar, Justika berencana untuk memperluas basis pengguna mereka dan meningkatkan lini produknya.

Saat ini, Justika fokus pada tiga bidang hukum yang sering dihadapi masyarakat, yakni hukum keluarga, hukum yang melibatkan usaha kecil dan menengah, dan hukum properti. Perusahaan berencana untuk memperluas dan memberikan akses layanan hukum lainnya yang dibutuhkan masyarakat.

“Kami berencana untuk menggandakan pendapatan dengan menargetkan 7 ribu pengguna unik yang membayar per bulan pada tahun depan,” tutur Co-Founder dan CEO Justika Melvin Sumapung.

Justika adalah platform digital yang dibuat untuk menghubungkan masyarakat yang membutuhkan layanan hukum dengan pengacara dan layanan pendukung lainnya, seperti agen pendirian perusahaan dan penerjemah. Platform Justika tidak hanya melakukan inovasi dalam cara masyarakat mencari pengacara, tetapi juga bagaimana pengacara bekerja.

Justika menggunakan teknologi pengolahan bahasa natural atau NLP untuk mencocokkan klien dengan pengacara berdasarkan spesialisasi layanan. Setelah cocok, klien dapat berkonsultasi dengan pengacara dan mendapatkan balasan dalam waktu kurang dari lima menit.

Selanjutnya, pengacara juga dapat memberikan layanan lain tergantung kebutuhan klien, seperti tinjauan atau penyusunan dokumen, konsultasi telepon, negosiasi, dan advokasi di pengadilan. Di sisi lain, pengacara bisa menjalin hubungan dengan klien secara mudah melalui Justika.

Justika sendiri adalah bagian dari portal hukum Hukumonline yang didirikan oleh Ahmad Fikri Assegaf, seorang mitra senior di firma AHP (Assegaf Hamzah & Partners). Ahmad juga bertindak sebagai salah satu pendiri di Justika. Hukumonline kini memainkan peran penting dalam memberikan akses keadilan yang lebih baik melalui database daring, analisa hukum, klinik hukum, dan berita.

Application Information Will Show Up Here

Gandeng CariUstadz, Justika Hadirkan Kalkulator Waris Islam

Bertujuan untuk memudahkan umat Islam mengetahui lebih jelas informasi tentang waris, platform marketplace jasa hukum Justika menjalin kerja sama strategis dengan platform CariUstadz guna meluncurkan “Kalkulator Waris Islam”.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Justika Melvin Sumapung mengungkapkan, berdasarkan riset yang dilakukan internal terungkap bahwa masyarakat umumnya sulit mendapatkan sumber informasi terpercaya mengenai pembagian waris. Karena dasar hukumnya yang tidak jelas, belum ada sumber terpercaya, serta tidak ada informasi mengenai langkah lanjutan yang harus dilakukan.

Selain itu, menurut pendapat ahli, dengan mengetahui perhitungan dari awal kemungkinan adanya konflik saat pembagian waris menjadi lebih kecil.

Diharapkan Kalkulator Waris Islam menjadi sebuah solusi bagi masyarakat yang mengalami kesulitan dalam hal perhitungan harta waris dan pendampingan dalam pembagian harta waris tersebut sesuai dengan hukum Islam.

“Bulan ramadan adalah momen yang tepat untuk berkumpul bersama keluarga dan mempererat silaturahmi. Meski begitu, sebagian besar keluarga biasanya sungkan untuk mengangkat topik atau masalah yang ada di dalam keluarga secara bersama-sama. Melalui kalkulator waris, diharapkan para keluarga di Indonesia bisa menyelesaikan permasalahan yang ada dengan mudah dan transparan tanpa menyudutkan pihak mana pun.”

Secara khusus kalkulator ini menggunakan dasar hukum yang berlaku di Indonesia dan utamanya digunakan di pengadilan agama, yaitu Kompilasi Hukum Islam (KHI). Selain itu, kalkulator sudah melalui pengujian oleh ahli, yaitu ustaz, advokat, dan hakim pengadilan agama.

“Kalkulator waris Islam yang dipersembahkan Justika dan CariUstadz adalah solusi untuk membuka lembaran baru di keluarga Anda. Kalkulator ini dapat menghitung pembagian waris secara transparan, akurat, dan sesuai dengan syariat dan undang-undang yang berlaku di Indonesia,” kata Pimpinan CariUstadz Ali Nurdin.

CariUstadz merupakan platform untuk menghubungkan umat dengan ustaz/ustazah secara online. Selain itu, CariUstadz juga menyajikan berbagai kurikulum kajian yang terstruktur dan sistematis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Platform ini juga menyediakan fitur tanya jawab. Hingga saat ini sudah ada sekitar 350 ustaz/ustazah yang bergabung dalam platform. Untuk jumlah pengguna, tahun lalu CariUstadz telah memiliki sebanyak 115.588 pengguna, sementara di Q1 2021 berjumlah sekitar 54.885 di luar pengguna korporasi.

Cara kerja dan strategi monetisasi

Untuk menggunakan fitur ini, pengguna bisa langsung mengunjungi situs khusus. Setelah mengisi beberapa data terkait harta dan kondisi ahli warisnya, kemudian secara otomatis akan muncul hasil perhitungan pembagian harta waris. Bagi pengguna yang ingin berdiskusi lebih jauh terkait pembagian harta waris dan mendapatkan saran langsung dari konsultan hukum maupun ustaz maka dapat mengakses fitur konsultasi dengan klik tombol yang akan muncul di website. Kalkulator saat ini bisa digunakan di seluruh Indonesia.

Melalui fitur ini, pengguna dengan mudah dapat menghitung secara otomatis pembagian harta waris secara gratis. Selain itu, terdapat fitur tambahannya yakni konsultasi dengan para ahli di bidang waris, yaitu konsultan hukum maupun ustaz secara online. Saat ini kalkulator bisa diakses secara gratis. Namun, setelah pengguna menggunakan kalkulator dan butuh saran lanjutan dapat konsultasi dengan ustaz atau advokat. Konsultasi dengan advokat akan diarahkan ke advokat Justika dengan biaya tersendiri.

“Melalui fitur terbaru ini, diharapkan bisa menjangkau pengguna Justika dan khususnya CariUstadz untuk melakukan perhitungan waris yang akurat. Dengan demikian ke depannya semakin banyak keluarga yang bisa menyelesaikan konflik warisnya secara damai. Lalu, kalkulator ini dapat dijadikan referensi yang terpercaya dan mudah digunakan untuk pembagian waris,” kata Melvin.

Gambar Header: Depositphotos.com

Proyeksi Pertumbuhan Industri Legaltech di Indonesia

Industri jasa hukum dikenal cukup konvensional dengan kebutuhan akan paperwork dan regulasi yang ketat. Hal itu menyebabkan terjadinya stagnasi atas inovasi di industri tersebut. Kompetisi yang terjadi hanya berkisar pada pertarungan harga dan kualitas, namun minim kreativitas karena sudah nyaman dengan pola kerja tradisional.

Hal ini menciptakan peluang baru bagi inovasi di sektor ini. Produk inovasi teknologi di industri jasa hukum inilah yang  dikenal secara luas dengan sebutan legaltech. Legaltech sendiri berkaitan erat dengan Regtech, smart legal tool yang menggunakan teknologi inovatif untuk membantu masyarakat dan bisnis pada umumnya memahami dan patuh terhadap peraturan yang berlaku.

Pada tahun 2017, para penggiat legaltech dan regtech di Indonesia sudah menginisiasi pembentukan asosiasi yang dinamai Asosiasi Regtech dan Legaltech Indonesia (Indonesian Regtech and Legaltech Association IRLA). Ketika itu IRLA masih beranggotakan 10 startup hukum. Asosiasi ini bertujuan untuk memungkinkan kolaborasi antara setiap institusi yang mengejar inovasi teknologi dalam regulasi dan bisnis legal. Selama dua tahun berdiri, asosiasi ini relatif belum menuai dampak signifikan, disinyalir karena anggota yang masih sedikit dan kesibukan bisnis masing-masing.

Lalu di tahun 2019, asosiasi pertama di Asia Tenggara yang menghubungkan ekosistem legaltech atau startup digital yang bergerak di bidang hukum di seluruh kawasan, ASEAN LegalTech resmi diperkenalkan di Indonesia. Terdapat 88 startup legaltech di seluruh Asia Tenggara, 21 di antaranya berasal dari Indonesia.

Tantangan dan peluang

Berbicara mengenai tantangan, perkara hukum memang belum bisa sepenuhnya dilakukan secara digital. Meskipun sudah banyak startup yang menawarkan layanan digital, namun dalam beberapa aspek masih harus menggunakan cara tradisional. Selain itu, kondisi pasar yang belum siap menerima perkembangan teknologi turut menjadi salah satu beban tersendiri.

Dalam Global Legal Tech Report yang disusun Australian Legal Technology Association dan Alpha Creates, pandemi COVID-19 adalah tantangan teratas bagi perusahaan legaltech di seluruh dunia.

Sumber: ASEAN Legal Tech
Sumber: ASEAN Legal Tech

 

Legaltech untuk UMKM

Hukum itu melekat di setiap fase kehidupan masyarakat maupun entitas, termasuk UKM. Stigma terhadap jasa legal yang mahal serta kurangnya pemahaman terhadap dokumen-dokumen legal menjadi alasan kuat bagi para pelaku UKM untuk mengesampingkan urusan legal. Ini menjadi pasar yang menarik untuk dipecahkan startup legaltech.

Founder Lexar.id Ivan Lalamentik mengatakan, “Menurut kami, hal yang menjadi tantangan terbesar terhadap UKM terkait legal issue adalah membangkitkan kesadaran akan pentingnya legalitas perusahaan yang dimulai sejak awal berdirinya perusahaan. [..] Banyak dari pelaku UKM yang menganggap pendaftaran merek sebagai suatu biaya, padahal merek dagang itu merupakan aset yang tidak berbentuk (intangible asset) dan bilamana merek-merek tersebut belum didaftarkan, maka bisa menimbulkan risiko yang lebih besar.”

Dukungan lain juga disalurkan Justika, bagian Hukumonline yang fokus menggarap segmen UKM, dengan melakukan kerja sama strategis dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) untuk Program Konsultasi Hukum Gratis, yang melibatkan 100 advokat dari 40 kantor firma hukum ternama dari berbagai kota dan keahlian.

Masa depan legaltech di Indonesia

Pandemi COVID-19 telah menunjukkan perlunya firma hukum dan tim internal untuk berinovasi lebih jauh dan menemukan metode yang tepat untuk memberikan layanan terbaik.

Ivan, yang juga menjabat sebagai First Deputy Chairman di IRLA mengungkapkan, “Secara umum Legaltech pasti akan berkembang lebih pesat lagi dan menurut saya, UKM akan menjadi salah satu pihak yang paling diuntungkan dengan kemajuan tersebut karena terus mengalami pasang surut  di tengah masa pandemi Covid-19. [..] Terlebih lagi, sejak akhir 2020 kemarin, pemerintah telah menerbitkan UU Cipta Kerja, yang kami rasa akan berdampak positif kepada UKM, sehingga potensi market semakin membesar.”

Selain didukung perubahan perilaku konsumen, yang menyebabkan disrupsi teknologi lebih cepat terjadi, pandemi Covid-19 juga membawa dampak yang besar bagi perkembangan teknologi khususnya di bidang hukum. Bekerja dari rumah menjadi tantangan tersendiri dalam mengawasi dan memperbarui setiap regulasi yang dikeluarkan Pemerintah selama pandemi.

“Potensi pasar yang masih tersembunyi ini adalah UKM, jadi kami berharap dengan adanya teman-teman di industri legaltech dan oleh Kontrak Hukum khususnya, kami bisa lebih membantu dan mencapai para pelaku ekonomi UKM nasional, menaikkan kelas usaha mereka melalui legalitas dan meningkatkan akses dan kapabilitas mereka di era digital ini,” tutup Founding CEO KontrakHukum Rieke Caroline.

Hukumonline Introduces E-Learning for Law Study

The portal for legal information and service provider Hukumonline recently showed its commitment to enter the edtech industry. Still surrounding their expertise, they released “Online Course Hukumonline” as an online legal learning service.

The delivery model is in the form of an online course, in which there is a learning management system that contains learning content on certain topics. Each material has been arranged systematically and contextually, consisting of 5-6 sessions with teaching methods through video-on-demand, practice questions, quizzes, and reading references.

Hukumonline’s Online Course also provides business packages for group purchases. Each paid material, access will be given for one year.

Hukumonline’s COO, Ramos Pandia said that currently there are still few learning platforms with legal subjects that offer competent instructors. This online course aims to strengthen Hukumonline as the most comprehensive technology-based legal learning center in Indonesia.

Hukumonline also collaborates with the Indonesian Law College Jentera in content development. The lecturers from the campus are also a resource in the courses provided. However, it is stated that the content does not refer to the curriculum, but rather to the expertise and experience of each teacher.

“We expect this platform to become an effective learning alternative for fellow practitioners and legal academics in Indonesia, therefore, distance is no longer a problem. With a relatively low cost, our hope is that it can reach all levels of society to become more lawful,” Ramos said.

E-Learning Belajar Hukum di Hukumonline
E-learning study legal on Hukumonline

On the other hand, law study material looks tough for many stages. However, Ramos is quite sure that along with the education that is being carried out, more and more people are interested in studying law. “Many people do not realize that everything in life almost certainly intersects the law. We are innovating to present the law in a way that is relevant and also easily understood by the public.”

Ramos continued, “We also see amid this pandemic the moment of distance learning becomes important, therefore, we present the materials needed for law students / fresh graduates to prepare themselves for the world of work. Meanwhile, for professionals or society in general, we also try to present important materials such as licensing for business entities, corporate criminal liability, the importance of delivering LKPM which in the future will be followed by other materials. ”

Releasing new products

Last February 2020, Hukumonline announced the Series A funding led by the Emerging Media Opportunity Fund. There was no mention of the nominal amount of funds obtained, but it was said that this additional capital would be focused on developing new products, one of which was boosting the “premium subscription” feature as the main business model.

Hukumonline recently released “Premium Stories”, a premium legal article service that is presented in a comprehensive manner, which can be used as a practical reference for legal professionals. “We present this service to help legal professionals to facilitate legal research, study certain legal issues while working from home,” explained Ramos.

In addition, Justika as a subsidiary in the field of online legal consulting platforms has also released a paid chat product. Not long ago, Justika’s services were also integrated into Bukalapak’s marketplace service in the Tanya Hukum product. Also conveyed, until the end of the year, Justika will focus on developing advanced products from chat, such as document services and negotiation assistance.

Meanwhile, another business unit Easybiz, which is a platform to help establish online businesses, also adds new services. One of them is a postal business license and a property trade intermediary license. “Easybiz will create a system to expand access so that more and more business actors throughout Indonesia receive assistance for processing Micro and Small Business Permits (IUMK). Starting from information gathering to payment, it will be integrated into this system,” concluded Ramos.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Hukumonline Rilis E-learning untuk Belajar Hukum

Portal penyedia informasi dan layanan hukum Hukumonline belum lama ini tunjukkan komitmennya untuk masuki ranah edtech. Masih seputar di seputar keahliannya, mereka merilis “Online Course Hukumonline” sebagai layanan pembelajaran hukum online.

Model penyampaiannya ala kursus online, di dalamnya terdapat learning management system yang berisi konten pembelajaran dengan topik-topik tertentu. Setiap materi telah disusun secara sistematis dan kontekstual, terdiri dari 5-6 sesi dengan metode ajar melalui video on-demand, latihan soal, kuis, dan referensi bacaan.

Online Course Hukumonline turut sediakan paket bisnis untuk pembelian secara berkelompok. Setiap materi yang dibayarkan, aksesnya akan diberikan selama satu tahun.

COO Hukumonline Ramos Pandia mengatakan, saat ini masih sedikit platform pembelajaran yang bertemakan hukum yang menghadirkan pengajar kompeten. Peluncuran online course ini sekaligus berambisi memantapkan Hukumonline sebagai pusat pembelajaran hukum berbasis teknologi paling lengkap di Indonesia.

Hukumonline juga bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera dalam pengembangan konten. Pengajar dari kampus tersebut juga turut menjadi narasumber dalam kursus yang disediakan. Kendati demikian disampaikan bahwa konten tidak mengacu pada kurikulum, melainkan pada keahlian dan pengalaman dari masing-masing pengajar.

“Kami berharap, platform ini dapat menjadi satu alternatif belajar yang efektif untuk rekan-rekan praktisi dan akademisi hukum se-Indonesia, sehingga jarak tidak lagi menjadi masalah. Dengan biaya yang relatif murah, harapan kami dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat agar semakin melek hukum,” tutur Ramos.

E-Learning Belajar Hukum di Hukumonline
E-Learning Belajar Hukum di Hukumonline

Di lain sisi, materi belajar hukum terlihat berat untuk banyak kalangan. Namun Ramos cukup yakin, bahwa seiring dengan edukasi yang dilakukan, makin banyak kalangan masyarakat yang tertarik untuk belajar hukum. “Masyarakat banyak yang tidak menyadari bahwa setiap hal dalam kehidupan hampir pasti bersinggungan dengan hukum. Kami berinovasi untuk menghadirkan hukum dengan cara yang relevan dan juga mudah dipahami oleh masyarakat.”

Ramos melanjutkan, “Kami juga melihat bahwa di tengah pandemi ini momen pembelajaran jarak jauh menjadi penting, sehingga kami menghadirkan materi yang dibutuhkan untuk mahasiswa/fresh graduate hukum untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja. Sementara itu, untuk profesional ataupun masyarakat pada umumnya kami juga berusaha untuk menyuguhkan materi yang penting seperti perizinan untuk badan usaha, pertanggungjawaban pidana korporasi, pentingnya penyampaian LKPM yang ke depannya akan disusul oleh materi lainnya.”

Terus rilis produk baru

Februari 2020 lalu, Hukumonline baru umumkan perolehan pendanaan seri A yang dipimpin Emerging Media Opportunity Fund. Tidak disebutkan nominal dana yang didapat, tapi disampaikan modal tambahan ini akan difokuskan untuk pengembangan produk baru, salah satunya menggenjot fitur “premium subscription” sebagai model bisnis utama.

Baru-baru ini juga Hukumonline merilis “Premium Stories”, layanan artikel hukum premium yang tersaji secara komprehensif, yang dapat digunakan sebagai referensi praktis bagi para profesional hukum. “Layanan ini kami hadirkan untuk membantu para profesional hukum untuk mempermudah riset hukum, mempelajari isu hukum tertentu selama bekerja dari rumah,” terang Ramos.

Selain itu, Justika sebagai anak usahanya di bidang platform konsultasi hukum online juga merilis produk chat berbayar. Belum lama ini, layanan Justika juga diintegrasikan ke layanan marketplace Bukalapak di produk Tanya Hukum. Turut disampaikan, hingga akhir tahun Justika akan berfokus kepada pengembangan produk lanjutan dari chat seperti misalnya layanan dokumen dan pendampingan negosiasi.

Sementara itu unit bisnis lainnya Easybiz, yakni platform untuk membantu pendirian bisnis secara online, juga menambah layanan baru. Salah satunya izin usaha pos dan izin perantara perdagangan properti. “Easybiz akan membuat sebuah sistem untuk memperluas akses agar makin banyak pelaku usaha di seluruh Indonesia mendapat bantuan pemrosesan Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK). Mulai dari pengumpulan informasi hingga pembayaran, akan terintegrasi di sistem ini,” tutup Ramos.

Application Information Will Show Up Here

ASEAN LegalTech Officially Introduced in Indonesia, an Association for Legal Tech Startups

ASEAN LegalTech officially introduced in Indonesia. It is the first association in Southeast Asia to connect legaltech ecosystem or legal-based digital startups in the region.

Justika‘s CEO, Melvin Sumapung is one of the ASEAN LegalTech representatives for Indonesia. He explained the purpose of introducing this association to the public as the voice of communities, further the ecosystem and the bridge for Southeast Asia’s stakeholders.

“This advocacy emphasized more on promotion to various kinds of stakeholders. For legaltech happened not only from startup or law firm but the combination of various parties. Therefore, on the side of the founding board, there are law firms, legaltech startups, and others,” he told DailySocial

ASEAN LegalTech was founded by 6 people from different countries. Those are Eric Chin from Alpha Creates, Hanim Hamzah from ZICO Law, Cherilyn Tan from Interstellar Group, Thomas Thoppil from Hewlett Packard Enterprise, Michael Law from Rajah & Tann Technologies, and Andrew Stoutley from Tilleke & Gibbins.

The association has representatives in almost all Southeast Asia;s countries. Along with Melvin, there is also Hukumonline’s CTO, Arkka Dhiratara who is also appointed as ASEAN LegalTech representative for Indonesia.

LegalTech potential in Southeast Asia

Legaltech market in Southeast Asia still leaves great space to develop further. ASEAN LegalTech research has found 88 registered legaltech in Southeast Asia. Dominated by Singapore and Indonesia for 25 and 21 startups.

It is bigger than the number mentioned on Codex Techindex on legaltech startup worldwide. It is said in the index, only 16 startup listed in Southeast Asia.

However, the market share available in the region consists of 645 million population, 3,825 registered company on the exchange and 650 million SMEs. While the lawyer population in Southeast Asia just reached 248 thousand.

“ASEAN LegalTech aims to connect Indonesia, Singapore, Malaysia, Vietnam with other countries, and it’s not only 16 but 88 players unnoticed by the whole universe while they exist,” Sumapung added.

He also said to target 21 legaltech in Indonesia joined the association. Other institutions, such as law firms and regulators might be a member of this network.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

ASEAN LegalTech Diperkenalkan di Indonesia, Asosiasi yang Menaungi Startup di Bidang Hukum

ASEAN LegalTech resmi memperkenalkan keberadaannya di Indonesia. Mereka adalah asosiasi pertama di Asia Tenggara yang menghubungkan ekosistem legaltech atau startup digital yang bergerak di bidang hukum di seluruh kawasan.

Melvin Sumapung, CEO Justika, merupakan salah satu duta ASEAN LegalTech untuk Indonesia. Melvin menjelaskan bahwa asosiasi yang ia perkenalkan ke publik hari ini bertujuan menjadi suara komunitas, membangun ekosistem, dan menghubungkan para pemangku kepentingan dalam di Asia Tenggara.

“Advokasi ini lebih ke promosi ke berbagai macam stakeholder. Karena legaltech ini tidak bisa hanya dari startup atau law firm saja, harus ada penggabungan dari berbagai pihak. Makanya kalau dilihat dari founding board-nya itu ada law firm, legaltech startup, dan lain-lain,” ujar Melvin kepada Dailysocial.

ASEAN LegalTech digagas oleh 6 orang dari berbagai negara. Mereka adalah Eric Chin dari Alpha Creates, Hanim Hamzah dari ZICO Law, Cherilyn Tan dari Interstellar Group, Thomas Thoppil dari Hewlett Packard Enterprise, Michael Law dari Rajah & Tann Technologies, dan Andrew Stoutley dari Tilleke & Gibbins.

Asosiasi juga memiliki duta di hampir semua negara di Asia Tenggara. Selain Melvin, ada CTO Hukumonline Arkka Dhiratara yang juga ditunjuk sebagai duta ASEAN LegalTech di Indonesia.

Potensi LegalTech di Asia Tenggara

Potensi pasar legaltech di Asia Tenggara saat ini dinilai punya ruang yang begitu luas untuk berkembang. Riset dari ASEAN LegalTech menemukan ada 88 startup legaltech di seluruh Asia Tenggara. Singapura dan Indonesia merupakan paling dominan di kawasan dengan masing-masing 25 dan 21 startup.

Angka itu terbilang jauh lebih besar ketimbang indeks dari Codex Techindex yang memetakan pasar legaltech di seluruh dunia. Dalam indeks tersebut, Asia Tenggara tercatat hanya memiliki 16 startup.

Adapun pasar yang dapat digarap di seluruh kawasan terdiri dari 645 juta orang, 3.825 perusahaan yang terdaftar di bursa efek, 650 juta UKM. Sementara jumlah pengacara di Asia Tenggara saat ini sekitar 248 ribu.

“ASEAN LegalTech mencoba menghubungkan Indonesia, Singapura, Malaysia, Vietnam, dan lainnya, dan ini bukan hanya 16 tapi ada 88 pemain yang tidak pernah terdengar di dunia sedangkan di seluruh dunia sudah ada (asosiasi),” imbuh Melvin.

Melvin mengatakan pihaknya menargetkan 21 legaltech di Indonesia turut bergabung ke dalam asosiasi tersebut. Ia pun mempersilakan institusi lain seperti firma hukum hingga regulator untuk turut bergabung ke dalam jejaring tersebut.

Justika Legal Service Marketplace Releases a Lawyer App

Justika law service marketplace releases Justika Lawyer Connect to accommodate the partnered advocates with clients. This app is limited to selected advocates.

This app is a part of product series by Justika post receiving Pra Series A funding with undisclosed value from one of the large firm in Indonesia, Assegaf Hamzah & Partners (AHP) in the late January 2019.

“We want to wrap up the product development. Since going live in June 2018, we only have consulting service through phone. A good problem comes from our user that they’re eager to request for further services, such as document issuance, live consulting, and companionship, it’s our to-be-finalized products,” Justika’s CEO, Melvin Sumapung said to DailySocial.

Melvin explained the special app will connect all orders from clients requesting for specific advocate. It intends to facilitate advocate with high-mobility that afraid to ruin the operational hours.

Justika Lawyer Connect App / Justika
Justika Lawyer Connect App / Justika

The app will give notification to the advocate related to the issue and the system will automatically manage the conference room. When the advocate entered the conference room, the system will detect and connect the client to start the consulting session.

There will be automatic reminder and recorder when the conversation begin.

“Timer works to make sure everything is within 30 minutes, the cost is Rp299 thousand. Recorder is for revisiting, in case something happened, which previously accepted by both parties.”

Justika development

He said Justika is currently has 900 registered advocate in its platform. However, only 11 of them already put in charge of clients. Sumapung said the decision was taken because the team should filter the client’s demand with the advocate skill.

The subsidiary of Hukum Online deals with many issues concerning family, individuals and SMEs. Therefore, advocates registered to Justika are expected to have expertise in this field. This year, the plan is for advocates in charge to be increased by 20-30 people.

“We want to make sure that we didn’t only provide curated advocates, but the skill can follow the user’s demand. Therefore, user can use lawyer for the specific case.”

Advocate can partnered up with Justika after getting through Justika’s internal and verification process. The company will ask for more information about the skills, experience, advocate license, network, and the career journey.

Regarding Justika’s plan with AHP, Sumapung said the team will make the only investor as a strategic partner for product knowledge. AHP is considered as great partner not only in law, but also in building the firm from zero to this point.

He added, although there’s no talk about AHP’s advocates to join as Justika’s partners, they expect to receive the support.

“We have so much to learn from them [AHP] because the expertise, including to build a lawfirm,” he said.

Since established in June 2018, Justika has managed to serve clients in various locations, such as Gresik, Sumatera, Lombok, and Papua. Most of them are in middle class. To date, users are claimed to have increased by 10 times.

We target the middle class consumers, because the high society are the bigger law firm’s clients, while the low level is supported by LBH,” Justika’s CPO, Hafidz Kalamullah said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian