Padukan Layar E-Ink dan Keyboard Mekanis, Freewrite Traveler Didedikasikan untuk Penulis Sejati

Bagi seorang blogger seperti saya, keyboard mekanis merupakan salah satu senjata utama untuk meningkatkan efisiensi dalam bekerja. Namun seberapa cepat dan presisi saya mengetik akan terasa percuma apabila perhatian gampang teralihkan, atau lebih parah lagi, ketika mata mulai kelelahan setelah menatap monitor terlalu lama.

Solusinya bisa menggunakan perangkat bernama Freewrite, yang memadukan keyboard mekanis dan layar e-ink demi memberikan medium bekerja yang paling efektif bagi para penulis. Masalahnya, Freewrite tergolong bongsor, sehingga mungkin akan lebih bijak membawa laptop ketimbang perangkat tersebut.

Freewrite Traveler

Baru-baru ini, Astrohaus selaku pengembangnya memperkenalkan versi lain Freewrite yang jauh lebih portable. Dinamai Freewrite Traveler, bagian layarnya bisa dilipat dan ditutup ketika sedang tidak digunakan. Dimensinya secara keseluruhan pun tidak lebih besar dari separuh laptop.

Layarnya sendiri masih menggunakan panel e-ink dengan bentang diagonal seluas 6 inci, sehingga mata dijamin tidak akan terasa lelah usai mengetik selama berjam-jam. Untuk keyboard-nya, Freewrite Traveler menggunakan switch mekanis Cherry MX Brown yang sangat ideal untuk mengetik.

Namun seperti yang bisa kita lihat, wujud tiap-tiap tombolnya tidak lagi setebal Freewrite orisinal. Kompromi ini harus diambil demi mencegah Traveler jadi kelewat tebal, tapi untungnya setiap tombolnya masih bisa memberikan key travel hingga sedalam 2 mm.

Freewrite Traveler

Sama seperti Freewrite orisinal, semua hasil ketikan akan disimpan ke cloud setiap kali Traveler tersambung ke koneksi internet via Wi-Fi. Layanan yang didukung mencakup Dropbox, Google Drive, Evernote, dan Postbox besutan Astrohaus sendiri.

Dalam satu kali pengisian, baterainya bisa bertahan sampai sekitar 30 jam. Itu adalah waktu yang sangat panjang untuk mengetik tanpa teralihkan perhatiannya (tanpa akses ke browser, media sosial maupun YouTube, kecuali Anda curang dan membuka smartphone), dan charging-nya juga sudah mengandalkan kabel USB-C.

Freewrite Traveler saat ini sedang ditawarkan melalui Indiegogo. Harga early bird yang paling murah sekarang adalah $319, jauh di bawah estimasi harga retail-nya yang dipatok di angka $599.

Sumber: The Verge.

Vinpok Taptek Ialah Keyboard Mekanis Tipis Untuk Perangkat Mac

Pengembangan perangkat komputasi yang tipis dan ringan terus dilakukan. Dan bersamaan dengan upaya tersebut, produsen juga harus memutar otak dalam menyediakan metode input yang andal, nyaman dan akurat. Kualitas keyboard di laptop ultra-thin memang semakin membaik, namun pengguna keyboard mekanis mungkin tetap enggan kembali memakai papan ketik rubber dome.

Lalu jika Anda punya laptop tipis untuk bekerja tapi tak puas dengan keyboard-nya, apakah itu berarti Anda harus membawa-bawa papan ketik mekanis full-size tiap hari? Vinpok punya solusinya. Sejak beberapa bulan lalu, mereka sibuk mengembangkan Taptek, yaitu keyboard mekanis berpenampilan minimalis yang didesain khusus buat para pengguna Mac. Ia bisa jadi solusi atas keluhan konsumen terhadap mekanisme kupu-kupu di MacBook Pro baru.

Arahan rancangan Taptek menyerupai kombinasi dari produk tenkeyless dengan papan ketik ’60 persen’. Ia tidak mempunyai bagian numerical pad, tetapi Vinpok juga tidak menghilangkan bagian tombol kursor arah. Di sana, produsen memastikan tak ada bagian yang mubazir, memangkas area tepi/bingkai, tanpa membuat jarak antar tuts jadi terlalu berdempetan dan mengorbankan kenyamanannya.

Taptek menyuguhkan enam baris tombol. Namun berbeda dari keyboard mekanis yang ada, Taptek memanfaatkan jenis keycap chiclet yang pendek sehingga penampilannya menyerupai papan ketik Mac. Dan meski mengusung switch mekanis di dalamnya, Vinpok tetap berhasil menekan ukurannya semaksimal mungkin. Keyboard ini hanya berdiri setinggi 1,6-sentimeter dari permukaan meja.

Taptek 2

Untuk switch-nya, Vinpok ‘mencoba menyajikan sensasi ala Cherry MX’, namun sepertinya Taptek tidak menggunakan produk buatan brand Jerman itu. Dari video yang produsen publikasikan, saya sempat mendengar suara clicky, berarti kemungkinan Vinpok menyediakan opsi switch berprofil tactile. Selain itu, switch Taptek menjanjikan daya tahan hingga 50 juta kali tekan.

Taptek 1

Untuk menyempurnakan penampilannya, sang produsen membenamkan pencahayaan RGB LED plus 10 mode backlight. Vinpok memang belum menjelaskan detail spesifikasi secara rinci, termasuk jenis LED-nya, tapi ada peluang Taptek didukung sistem per-key. Keyboard ini kabarnya bisa tersambung secara wireless ke tiga perangkat sekaligus dan juga ditopang koneksi kabel. Selain Mac, tentu saja Taptek kompatibel dengan Windows.

Taptek 4

Saat artikel ini ditulis, belum diketahui kapan Taptek akan tersedia dan berapa harga yang dipatok oleh Vinpok. Produk ini rencananya akan dipasarkan lewat situs crowdfunding Indie Gogo. Jika tertarik atau penasaran, Anda bisa mendaftarkan email buat mendapatkan update langsung dari sang produsen.

Bundel Spesial Resident Evil 2 Versi Remake Datang Bersama Keyboard Bluetooth Antik

Salah satu bintang panggung E3 2018 kemarin adalah Resident Evil 2, remake dari game berjudul sama yang dirilis 20 tahun silam. Capcom pun tidak mau setengah-setengah dalam mengerjakannya. Mereka menggabungkan elemen-elemen unggulan dari seri Resident Evil mereka selama ini, contohnya engine memukau RE 7 serta perspektif kamera RE 5 dan 6.

Tak hanya tahap pengerjaan yang diseriusi Capcom, tahap promosinya pun juga. Di kampung halamannya, Capcom belum lama lini merilis bundel khusus RE 2 Premium Edition. Di dalamnya, terdapat satu benda yang tidak umum, yakni sebuah keyboard Bluetooth.

Namun seperti yang bisa Anda lihat, ini bukan sembarang keyboard Bluetooth. Nuansa RE 2 tampak cukup melekat di perangkat ini, dan Capcom bilang bahwa desainnya terinspirasi dari mesin ketik Lexington yang ada pada game, yang berfungsi untuk menyimpan progress (save game) asalkan pemain memiliki gulungan pitanya (ink ribbon).

Pada kenyataannya, perangkat ini merupakan modifikasi dari keyboard bernama Qwerkywriter S yang memang terinspirasi mesin ketik lawas dan dibanderol $249. Spesifikasinya pun sama, dan kabar baiknya, aspek ini cukup bisa diunggulkan, terbukti dari penggunaan switch mekanis Cherry MX Blue pada masing-masing tombolnya.

Tampilan mesin ketik Lexington dalam game yang dijadikan inspirasi / Capcom
Tampilan mesin ketik Lexington dalam game yang dijadikan inspirasi / Capcom

Gimmick lain yang siap membuat konsumen tersenyum di antaranya adalah kenop di sisi kiri dan kanan atas perangkat yang berfungsi untuk mengatur volume dan scrolling halaman, serta tuas di kiri atas yang bisa dijadikan alternatif tombol Enter. Bagian atasnya pun juga bisa dipakai untuk menyangga smartphone atau tablet yang terhubung.

Produk kolektor biasanya memang dijual cukup mahal, akan tetapi Capcom sepertinya agak melampaui batas di sini. Mereka mematok harga 99.800 yen (± Rp 13,2 juta, bukan typo) untuk RE 2 Premium Edition, atau 75.000 yen (± Rp 9,9 juta) untuk keyboard-nya saja. Padahal, seperti yang saya bilang tadi, keyboard asli yang menjadi basisnya cuma dibanderol $249.

Resident Evil 2 Premium Edition

Sumber: Kotaku dan Variety.

[Review] Logitech G512 Carbon, Keyboard Gaming Elegan Untuk Menangani Beragam Permainan

Nama Logitech akan selalu dibahas ketika gamer sedang mencari gaming gear bermutu dan terjangkau. Meski begitu, mereka tak selalu menawarkan produk ‘ekonomis’. Perusahaan asal Swiss ini juga tak jarang memproduksi periferal premium, dam jika bersedia memilihnya, uang yang Anda keluarkan senilai dengan apa yang akan didapatkan. Salah satu contohnya ialah G512 Carbon.

Logitech G12 Carbon adalah papan ketik mekanis high-performance yang dibangun berlandaskan desain G413 dan G513. Keyboard menawarkan tiga jenis profil switch racikan Logitech sendiri, yakni Romer-G; terdiri dari opsi tactile, linier dan switch baru GX Blue. Selama hampir sebulan, saya diberikan kesempatan oleh tim Logitech Indonesia untuk menjajal langsung G512 Carbon bersenjata Romer-G Linear.

Melihat profil dan menakar dari pengalaman penggunaannya, Romer-G Linear dispesialisasikan untuk menangani judul-judul yang menuntut refleks serta keakuratan tinggi. Tapi secara mengejutkan, saya juga tidak menemukan ada yang bisa dikeluhkan dari G512 Carbon ketika menggunakannya sebagai alat penunjang kerja. Silakan simak ulasan lengkapnya di bawah.

 

Desain

Tren desain hardware dan periferal gaming belakangan kembali mengalami perubahan. Beberapa brand memang tetap mempertahankan keunikan karakteristik rancangan produknya, namun desain simpel kembali menjadi ‘standar keren’ terkini, dan arahan inilah yang diusung Logitech dalam meramu G512 Carbon.

G512 25

G512 11

Melalui pemanfaatan pelat aluminium 5052 (kelas pesawat terbang) brushed kelabu di sisi atas, keycap dan tubuh berwarna hitam, dipadu dengan potongan persegi dan ujung membundar yang tampak sederhana, Logitech berhasil menonjolkan kesan elegan dan industrial – tema desain yang jadi favorit saya. Alasannya sederhana: pendekatan ini membuat G512 fleksibel dan netral, tetap pas jika disandingkan dengan PC stylish di ruang kerja minimalis ataupun menemani komputer monster custom rakitan Anda.

G512 13

G512 15

G512 Carbon adalah keyboard full-size berdimensi 455x132x34mm berbobot 1,1-kilogram. Berpedoman pada konsep minimalis, G512 Carbon disajikan tanpa wrist rest, tapi karena poisisi papan plus keycap yang tidak terlalu tinggi, saya tidak menemui masalah saat mengetik/bermain dengan menempatkan telapak tangan langsung di atas meja. Tingkat kemiringannya bisa Anda tambah lagi dengan menarik kedua kakinya dari slot. Itu artinya, menentukan tinggi kursi dan meja yang pas sangat penting buat mendapatkan posisi ternyaman.

G512 8

G512 9

Layaknya periferal gaming modern,  G512 Carbon tak lupa dilengkapi sistem pencahayaan LED RGB – baik di tombol serta lampu indikator Caps Lock dan G-key. Satu-satunya branding Logitech dibubuhkan secara halus di pojok kanan atas lewat huruf ‘G’ yang khas. Anda bisa menemukan slot USB pass-through di bagian atas area tersebut, dan dengannya, Anda dipersilakan mencolokkan mouse sampai mengisi ulang baterai smartphone.

Logitech G512 Carbon.

G512 12

Namun berkiblat pada tema simpel mungkin tidak sepenuhnya disukai gamer: keyboard ini tak mempunyai tombol multimedia dan utility mandiri, mengharuskan kita menggunakan kombinasi dua tombol keyboard buat mengatur volume, mengaktifkan fungsi play/next/previous/stop, mengubah pola serta kecerahan RGB hingga menyimpan profile.

G512 22

G512 Carbon tersambung ke PC melalui kabel braided berkepala USB sepanjang 1,8-meter. Di area mendekati ujung, kabel ini bercabang jadi dua, salah satunya digunakan untuk mentenagai RGB. Saya paham alasan mengapa sejumlah produsen memproteksi bagian kabel periferal mereka dengan lapisan kain braided, tapi efeknya, kabel tersebut jadi sangat kaku.

G512 7

G512 6

 

RGB dan Logitech Gaming Software 9.00

G512 Carbon bisa segera bekerja begitu Anda menyambungkan kedua colokannya ke slot USB 2.0 selama PC Anda berjalan di platform Microsoft Windows (7 sampai 10). Namun seluruh potensi dan teknologi dari keyboard ini baru terbuka lebar begitu Anda menginstal Logitech Gaming Software.

G512 1

Di versi terbarunya,9.00, Anda dipersilakan mengonfigurasi macro, menyala-matikan tombol tertentu (tombol Windows misalnya), hingga mengutak-atik pencahayaan RGB. Ketika software ini pertama kali dibuka, ia akan memindai permainan-permainan kompatibel yang ada di PC. Di sistem saya, LGS segera mendeteksi Assassin’s Creed Origins, Overwatch dan Titanfall 2. Dan Anda bisa mengustomisasi fungsi-fungsi spesifik masing-masing game lebih jauh lagi via aplikasi.

G512 2

G512 4

Logitech Gaming Software juga menyediakan tool analisis menarik, mempersilakan Anda mencari tahu tombol-tombol apa saja yang paling sering digunakan. Fitur ini bisa diterapkan saat Anda bekerja ataupun ber-gaming.

G512 5

Sebagai pengguna ‘awam’, Logitech Gaming Software lebih banyak saya habiskan untuk mengoprek warna-warni RGB di G512 Carbon. Baru dengan software ini Anda akan menyadari bahwa keyboard mengusung sistem RGB per-key. Dan jika kebetulan Anda punya periferal Logitech G lain, pencahayaan red-green-blue-nya bisa diselaraskan melalui fitur Lightsync.

G512 3

Penggemar utak-atik pasti akan tersenyum girang: Logitech sudah menyiapkan banyak sekali opsi pola, dan Anda dibebaskan buat mengubah hampir seluruh aspek di sana; misalnya, menentukan sendiri warna tiap tuts, memilih efek (dari mulai key press, riak, perputaran warna, ripple) serta mengubah kecepatan transisinya. Sejauh ini favorit saya ialah pola datafall ala The Matrix.

G512 24

 

Romer-G Linear dan pengalaman penggunaan

Buat Anda yang kurang familier dengan switch mekanis buatan Logitech ini, Romer-G Linear memiliki karakteristik hampir serupa Cherry MX Red: tidak ada sensasi clicky dan ringan. Romer-G Linear mempunyai actuation force (resistensi) di 45gf, namun jarak ke titik actutation dan jarak total tempuh tombol lebih pendek, masing-masing 1,5mm serta 3,2mm. Mungkin inilah alasan mengapa G512 Carbon lebih nyaman digunakan untuk mengetik dibanding Corsair K63 yang jadi andalan saya selama ini.

G512 21

Beberapa orang mungkin mengasosiaikan switch mekanis linier dengan game-game MMO dan action. Namun bagi saya, varian ini juga ideal buat menikmati permainan shooter bertempo cepat. Beberapa game FPS yang saya gunakan untuk mengujinya antara lain Titanfall 2, Far Cry 5 dan Quake Champions.

G512 14

Dengan gembira saya informasikan, G512 Carbon sekali tidak memerlukan proses adaptasi. Segala hal di sana terasa familier: penempatan tombol, hingga ukuran dan tinggi keycap-nya. Saya segera tahu bagian mana di jari kelingking yang dibutuhkan untuk menekan Ctrl buat menunduk, serta jarak ke tombol tertentu untuk mengaktifkan suatu skill. Resistensi tiap tuts-nya juga konsisten – tidak ada yang lebih empuk atau lebih keras dari tombol lain, termasuk pada tombol lebar seperti Space dan Shift.

G512 18

G512 17

G512 Carbon ditunjang oleh fitur anti-ghosting 26-key rollover, menjanjikan kemampuan meregistrasi 26 input tombol secara bersamaan. Kecuali Anda gamer paling hardcore, jarang sekali kita menekan lebih dari enam tombol berbarengan.

G512 16

Keycap terpasang dengan mantap di posisinya, dan saya tidak menemukan satu pun yang bergerak di luar batas kewajaran. Daya tahan pemakaian Romer-G Linear ini dijanjikan sangat lama, hingga 70 juta kali tekan – kurang lebih 40 persen lebih awet dibanding switch mekanis ‘standar’ berdasarkan uji coba Logitech. Perlu diketahui bahwa slot keycap G512 Carbon berbeda dari slot di keyboard Cherry MX, jadi Anda tidak bisa menukarnya sembarangan.

G512 19

Bagian keycap tersebut terbuat dari bahan plastik ABS dengan tekstur doff halus. Permukaannya terasa mulus sewaktu ujung jari menyentuhnya. Cat hitam diimplementasikan ke seluruh keycap, termasuk pada sisi dalam. Seperti keyboard bertombol ABS lainnya, saya sangat menyarankan Anda untuk menjaga kebersihan G512 Carbon karena bekas minyak – baik dari tangan maupun makanan – dapat menyebabkan keycap jadi mengilap secara permanen.

G512 23

Satu kekurangan yang saya temukan di G512 Carbon berhubungan dengan konsep minimalisnya, yaitu absennya tombol pengaturan fungsi multimedia dan utility dedicated. Untuk mengatur volume saat bermain, saya harus menggunakan kedua tangan buat menekan FN dan Sroll Lock/Pause; begitu pula ketika mengatur brightness atau mengubah pola RGB tanpa Logitech Gaming Software.

G512 20

 

Konklusi

Di jajakan di harga Rp 1,8 juta, Anda mungkin bisa menemukan keyboard gaming racikan kompetitor yang tidak kalah canggih dari Logitech G512 Carbon. Namun buat saya, bagian desain merupakan aspek yang paling menonjol dari produk ini. Kemampuan G512 dalam menjadi rekan Anda menikmati game tak perlu dipertanyakan, tapi penampilannya juga ‘tidak berlebihan’ sewaktu disandingkan bersama perangkat kerja.

Meski demikian, memang ada sejumlah aspek yang masih dapat diperbaiki. Masalah ketiadaan tombol utility dedicated bisa dimaklumi, tapi saya harap Logitech menemukan alternatif koneksi wired selain menggunakan kabel braided yang keras dan kaku di sana. Saya tidak keberatan jika produsen menukarnya dengan kabel karet lentur ala Zowie.

Dengan penyajian plug-and-play tanpa mengurangi keleluasaan kustomisasi, Logitech G512 Carbon siap menjadi pertimbangan bagi kalangan gamer kelas antusias yang ‘tak mau ribet’ serta menginginkan keyboard gaming berkualitas tinggi.

G512 10

 

Sparks

  • Desain elegan dan fleksibel untuk menemani beragam jenis PC
  • Akurat, nyaman, empuk, responsif
  • Plug-and-play
  • LGS memberikan keleluasaan kustomisasi
  • Ada slot USB pass-through serbaguna

 

Slacks

  • Tidak bisa bebas menukar keycap dengan produk third-party
  • Kabel braided kaku, tenunan dapat rusak jika Anda sembarangan menekuknya
  • Harganya tergolong mahal

Keyboard Razer Huntsman Andalkan Switch Unik Hasil Perkawinan Tipe Mekanis dan Optik

Belakangan industri gaming banyak membicarakan mengenai keyboard berbekal switch optik, bukan mekanis seperti yang kita agung-agungkan selama ini. Razer pun tidak mau ketinggalan. Mereka bahkan mencoba mengawinkan switch mekanis dan optik hingga melahirkan tipe baru yang mereka sebut dengan istilah “Opto-Mechanical”.

Switch tipe baru ini sudah bisa kita dapatkan lewat keyboard bernama Razer Huntsman. Razer sederhananya ingin memadukan kelebihan masing-masing tipe switch; sensasi taktil yang disuguhkan switch mekanis, plus responsivitas switch optik yang amat superior.

Razer Huntsman

Cara kerja switch Opto-Mechanical ini cukup unik. Di balik setiap tombol ada sinar inframerah yang menyala melintang. Tiap kali tombol diklik, maka bagian bawahnya akan ‘memotong’ sinar tersebut, dan komputer akan langsung menerima sinyal dari keyboard secara instan bahwa sebuah tombol telah ditekan.

Menurut Razer, switch Opto-Mechanical yang dimiliki Hunstman lebih responsif 30 persen ketimbang switch mekanis tradisional, dengan key travel sedalam 1,5 mm dan actuation force 45 gram. Ketahanannya pun diestimasikan bisa mencapai 100 juta klik, sekitar dua kali lebih tangguh dari switch mekanis.

Razer Huntsman Elite

Mengapa bisa lebih awet ketimbang keyboard mekanis standar? Karena pada switch Opto-Mechanical ini sejatinya kontak fisik yang terjadi ketika tombol ditekan sangatlah minim. Selain itu, Razer juga menyelipkan komponen stabilizer supaya respon keyboard tetap konsisten meski kita menekan tombol tidak benar-benar di tengah.

Razer menawarkan dua varian Huntsman: standar dan Elite. Perbedaannya, varian Elite mengemas sejumlah tombol multimedia di ujung kanan atas, lengkap beserta sebuah kenop multifungsi yang dapat diprogram sesuai kebutuhan. Di samping itu, varian Elite juga dilengkapi wrist rest unik yang mudah dilepas-pasang secara magnetik, serta bisa menyala warna-warni bagian sisinya seperti keyboard-nya.

Razer Huntsman Elite

Di Amerika Serikat, Razer Huntsman saat ini sudah dipasarkan seharga $150, sedangkan Huntsman Elite seharga $200.

Sumber: Razer.

Logitech Luncurkan Speaker dan Keyboard Mekanis dengan Teknologi RGB Unik

Peran sistem pencahayaan RGB di industri perangkat gaming sudah tidak bisa dipandang sebelah mata, terutama sejak Razer menjalin kerja sama dengan Philips, yang notabene merupakan produsen lampu pintar terbesar saat ini. Logitech mencoba mengejar ketertinggalannya dengan memperkenalkan teknologi bernama Lightsync.

Lightsync pada dasarnya merupakan penyempurnaan terhadap sistem pencahayaan RGB yang sudah ada sekarang. Ketimbang hanya menyala dan ‘menari’ dalam berbagai warna, Lightsync memungkinkan efek pencahayaan untuk menyesuaikan dengan apa yang sedang tampil di layar.

Ada dua peripheral Lightsync yang sudah Logitech siapkan: speaker 2.1 Logitech G560 dan keyboard mekanis Logitech G513. Pengguna bisa menetapkan empat zona spesifik pada layar sehingga kedua perangkat ini dapat membiaskan cahaya dengan warna yang sama seperti yang pada zona-zona tersebut.

Logitech G560 / Logitech
Logitech G560 / Logitech

Ketika semuanya terlihat sinkron (grafis dan efek pencahayaan), Logitech percaya bahwa pengalaman gaming bisa terasa semakin immersive. Logitech memang bukan yang pertama menerapkan teknologi semacam ini, dan fitur yang sama sebenarnya juga sudah ada pada mouse Logitech G502 Proteus Spectrum.

Speaker-nya sendiri mengusung desain yang mirip seperti Logitech MX Sound. Kedua unitnya datang bersama sebuah subwoofer, dan perpaduannya bisa menghasilkan output sebesar 240 watt. Logitech pun tak lupa membekalinya dengan dukungan audio 3D via DTS:X Ultra, sedangkan koneksinya bisa melalui jack 3,5 mm, USB atau Bluetooth.

Logitech G513 / Logitech
Logitech G513 / Logitech

Untuk keyboard-nya, G513 merupakan suksesor langsung dari G413 yang berharga kompetitif. Penyempurnaannya datang dalam wujud pencahayaan RGB (plus dukungan Lightsync itu tadi), serta palm rest opsional guna meningkatkan kenyamanan. Tidak hanya itu, konsumen pun kini bisa memilih antara switch yang berkarakter linear dan taktil.

Baik G560 dan G513 akan dipasarkan mulai bulan April mendatang. Harganya dipatok $200 untuk G560, dan $150 untuk G513.

Sumber: Logitech.

Versi Wireless Keyboard Gaming Corsair K63 Siap Menemani Anda Ber-Gaming di Atas Sofa

Sebuah argumen menyatakan bahwa console adalah perangkat gaming paling ideal di ruang keluarga. Ia mudah disambungkan ke TV, dan cukup dibantu gamepad, kegiatan tersebut bisa dinikmati dari sofa. Tapi sebetulnya PC pun bisa dimanfaatkan dengan cara yang sama, bahkan menawarkan alternatif sistem kendali yang jauh lebih presisi dari controller.

“Memangnya nyaman menggunakan keyboard dan mouse dari sofa?” tanya mereka. Tentu saja nyaman, jika Anda memilih periferal yang tepat. Di CES 2018 kemarin, Corsair Components memperkenalkan solusi atas masalah ini: versi wireless keyboard gaming mekanis K63 yang bisa dipasangkan dengan Gaming Lapboard. Dan di minggu ini, sang produsen hardware PC asal Fremont itu resmi meluncurkan keduanya.

Berkat kombinasi K63 Wireless serta Gaming Lapboard, papan ketik tak cuma dapat dipangku dengan nyaman, kita juga bisa leluasa memakai mouse. K63 adalah keyboard tenkeyless, dan absennya numpad memberikan area gerak mouse yang lapang. Untuk menjaga tangan Anda tetap nyaman, Gaming Lapboard dilengkapi wrist rest berbahan memory foam. Penggunannya sangat sederhana: tinggal sematkan K63 di slot yang tersedia di Gaming Lapboard.

Corsair K63 Wireless dan Gaming Lapboard 1

Bahkan tanpa konektivias wireless, K63 merupakan salah satu keyboard gaming mekanis kelas menengah berperforma tinggi. Ukuran yang tidak terlalu besar membuatnya sempurna untuk menemani para atlet eSport mengikuti turnamen. Keyboard juga dibekali tombol volume, Windows, LED, dan multimedia terpisah, sehingga aksesnya sangat simpel tanpa perlu memakai kombinasi tombol berbeda.

Corsair K63 Wireless dan Gaming Lapboard 2

K63 Wireless dipersenjatai switch makanis yang sama seperti varian wired-nya: Cherry MX Red. Switch ini ialah tipe paling ringan (45cN) dengan profil linier. Kecepatan respons yang disuguhkannya membuat MX Red populer di kalangan gamer. Keyboard tersambung ke PC melalui dongle Bluetooth 4.2 LE, menyuguhkan waktu respons 1-milidetik, ditenagai baterai yang mampu menjaganya tetap aktif selama 15 hingga 75 jam (jika LED dimatikan). Dan menariknya lagi, K63 Wireless juga siap mendukung koneksi kabel via port USB.

Corsair K63 Wireless dan Gaming Lapboard 4

Agar produk barunya berbeda dari sisi visual, K63 mengusung LED berwarna biru, terlihat kontras dengan backlight merah di model standar. Untuk mengatur pola pencahayaan hingga memprogram ulang tombol-tombolnya, Anda dapat memanfaatkan Corsair Utility Engine.

Corsair K63 Wireless dan Gaming Lapboard 3

Combo Corsair K63 dan Gaming Lapboard dijajakan di harga US$ 160. K63 Wireless juga bisa dibeli secara terpisah, seharga US$ 110.

Selain K63 Wireless dan Gaming Lapboard-nya, penyajian serupa turut digunakan oleh Roccat Sova dan Razer Turret. Namun buat saya, produk anyar Corsair ini lebih unggul karena ditunjang mode wireless dan wired. Keyboard juga dapat dikeluarkan dari lapboard jika Anda ingin ber-gaming secara tradisional di depan monitor.

Via PC Gamer.

Keyboard Mekanis Anti-Tumpahan Air Corsair Mendapatkan Upgrade RGB

Seringkali kegiatan gaming membuat kondisi area atau meja tempat Anda bermain jadi berantakan: remah-remahan makanan dan kaleng minuman ada di sana-sini. Dengan sedikit kemauan, semuanya bisa dibersihkan, tapi kondisi ini membuka peluang terhadap satu skenario fatal, misalnya saat keyboard mekanis kesayangan Anda kena tumpahan air.

Corsair Components melihat keadaan ini sebagai sebuah tantangan, dan di pertengahan tahun lalu, produsen hardware PC dari Fremont itu meluncurkan papan ketik anti-tumpahan air bernama K68. Tak lama, perusahaan-perusahaan lain seperti Razer dan SteelSeries juga menyediakan keyboard berkemampuan serupa. K68 sendiri unggul karena merupakan satu dari sedikit pilihan yang menyimpan switch mekanis.

Dan di awal tahun ini, Corsair memutuskan buat meng-upgrade aspek penampilan K68 dengan menambahkan pencahanyaan LED red-green-blue. Lewat langkah ini, terlahirlah K68 RGB, papan ketik anti-percikan air yang bisa suguhkan tarian 16 juta warna. RGB di K68 ialah jenis Per-Key yang memungkinkan tiap tombol menyajikan warna secara mandiri. Dan lewat Corsair Utility Engine, Anda bisa mengatur efek dan tingkat kecerahan masing-masing zona warna.

K68 RGB 1

Corsair tetap memanfaatkan switch mekanis Cherry sebagai jantung dari keyboard. Namun kali ini, mereka menawarkan dua dua pilihan tipe switch: MX Red dengan profil linier yang enteng, serta MX Blue yang menyuguhkan sensasi clicky. Tidak ada perbedaan desain pada dua varian ini. Wujudnya serupa K68 versi standar, termasuk pada penempatan tombol aktivasi LED dan lock Windows, serta tombol pengaturan fungsi multimedia.

K68 RGB 3

K68 RGB menjanjikan kemampuan anti-ghosting 100 persen dengan ‘full key rollover‘, memungkinkannya membaca input secara akurat seberapa pun cepat Anda mengetik ataupun ketika beberapa tombol ditekan bersama-sama. Kabar baiknya lagi, bundel penjualan K68 RGB turut dibekali oleh palm rest removable. Kemudian melalui CUE, Anda dipersilakan mengutak-atik fungsi macro-nya.

K68 RGB 4

K68 RGB juga mendapatkan sertifikasi IP32. Itu berarti ia dapat memblokir objek padat dengat ukuran lebih dari 2,5mm (seperti remahan makanan) dan tumpahan air yang jatuh di atas secara vertikal.

Kompensasi dari kehadiran RGB adalah harga yang lebih mahal. Corsair K68 RGB ditawarkan seharga US$ 120. Sebagai perbandingan, K68 biasa dibanderol US$ 100.

Berdasarkan info dari Corsair Indonesia, K68 akan segera tersedia melalui jaringan retail dan distribusi resmi. Saya ialah gamer yang tergolong sangat ceroboh. Seandainya Corsair menyediakan program trade-in atau tukar tambah, saya tidak akan berpikir dua kali buat mengganti K63 dengan produk baru ini…

 

Didesain Oleh Ahli Medis, Keyboard X-Bows Pastikan Pengalaman Gaming dan Mengetik Jadi Lebih Nyaman

Begitu efektifnya keyboard sebagai perangkat input membuatnya digunakan di berbagai perangkat elektronik, dari mulai laptop hingga smartphone (via keyboard digital). Tapi layout QWERTY sendiri memang dari awal tidak memprioritaskan kenyamanan. Ia merupakan adopsi dari mesin ketik. Rancangannya hampir tidak berubah sejak tahun 1800-an.

Upaya untuk merombak desain papan ketik telah sering dilakukan. Arahan yang mungkin terbilang ekstrem adalah rancangan split buat membebaskan posisi tangan Anda. Namun banyak orang belum bersedia menerima gagasan radikal tersebut. Sebagai alternatifnya, seorang pakar medis bernama Dr. Sigo Wang menawarkan papan ketik ergonomis kreasinya: X-Bows.

Mengusung layout tenkeyless sehingga pemakaiannya ringkas, ada tiga hal yang jadi konsep penciptaan X-Bows: memastikan pengguna merasa nyaman, meminimalkan waktu yang diperlukan untuk adaptasi, serta membuat wujudnya tampil atraktif. Demi memenuhi ketiganya, Wang memutuskan buat memilih desain cross-radial.

X-Bows 2

Meski semua tuts berada di atas satu papan, tombol-tombol huruf dibagi dalam dua area dan ditaruh miring sehingga membentuk huruf ‘V’. Selanjutnya, Backspace, Enter, Shift dan Ctrl dipoisisikan di tengah. Perubahan ini dimaksudkan untuk menurunkan tekanan di kelingking yang merupakan jari terlemah, memindahkan perannya ke jempol yang biasanya jarang digunakan. Dengan menaruhnya di sana, tombol-tombol tersebut juga jadi lebih mudah diraih.

X-Bows 4

Penggunaan desain cross-radial  membuat kolom tombol huruf jadi sejajar dan tak lagi miring, sehingga mengurangi jarak tempuh jari serta peregangan otot tangan. Proses belajarnya dijanjikan tidak sulit, dan tidak menuntut Anda buat menghafal layout baru. Dan untuk memudahkan pemakaian, tombol Enter, Backspace, Alt dan Ctrl sekunder juga bisa ditemukan di zona kanan layaknya keyboard standar.

X-Bows 3

Di dalam, produsen memanfaatkan switch mekanis buatan Gateron, dan menyediakan beragam varian: Red (linier 45gf), Blue (clicky 55gf), Black (linier 60gf), Brown (linier bump 45gf), Green (clicky 80gf), serta Silent Red, Silent Black, dan Silent Brown. Switch ini punya daya tahan hingga 50 juta kali tekan. Lalu agar penampilannya menrik, Wang dan tim tak lupa membubuhkan backlight LED RGB yang bisa dikustomisasi.

X-Bows dapat Anda pesan sekarang di Indie Gogo seharga mulai dari US$ 160. Pengiriman akan dilakukan pada bulan Mei 2018.

Buat saya, X-Bows merupakan penawaran yang lebih baik dari Dygma Raise karena konsep ergonomisnya tidak mengorbankan kepraktisan penggunaan. Kendala terbesarnya, kedua produk ini masih tergolong mahal – harganya dua kali lipat dari Corsair K63 yang saya pakai.

Asus ROG Strix Flare Adalah Keyboard Mekanis dengan Sejumlah Elemen Desain Cerdas

Sebelum Computex dihelat di pertengahan tahun nanti, Asus rupanya tidak mau melewatkan dan menyia-nyiakan ajang CES begitu saja. Dalam salah satu expo teknologi terbesar yang diadakan di Las Vegas itu, Asus mengumumkan sejumlah produk untuk kategori PC gaming.

Yang pertama dan yang paling menarik perhatian saya – karena saya setiap harinya selalu mengetik dan bermain game – adalah sebuah keyboard mekanis bernama ROG Strix Flare. Strix Flare bukanlah keyboard mekanis pertama Asus, tapi ia yang pertama berhasil mengundang ketertarikan lewat desainnya.

Bukan, bukan sistem pencahayaan RGB-nya yang tampak menggoda, melainkan sejumlah keputusan desain yang menurut saya sepele tapi berpengaruh signifikan. Ambil contoh peletakan tombol untuk mengontrol media. Di saat mayoritas pabrikan keyboard menempatkannya di sebelah kanan, Asus memindahnya ke sebelah kiri pada Strix Flare.

Menurut saya ini punya dampak yang cukup krusial. Pasalnya, mengatur volume di tengah-tengah sesi tembak-menembak CS:GO bisa dilakukan tanpa harus melepas mouse sama sekali, terkecuali Anda merupakan pengguna mouse kidal. Hal yang sama juga berlaku untuk mengontrol jalannya musik, menonaktifkan tombol Windows maupun menyetel tingkat kecerahan lampu RGB.

Asus ROG Strix Flare

Elemen desain cerdas yang kedua adalah cekungan kecil di bagian bawah keyboard yang bisa dimanfaatkan untuk menyembunyikan kabel headset (sayang tidak ada gambarnya), mencegah kabel yang tidak sengaja tertarik karena sedang asyik berkonsentrasi mencari headshot. Lebih lanjut, palm rest-nya tampak menipu karena dari depan kelihatan tidak ada celah di antaranya dan keyboard.

Selebihnya, Asus tentu saja tidak lupa akan performa keyboard itu sendiri. Masing-masing tombol Strix Flare mengemas switch Cherry MX RGB – bisa dalam varian Red yang linear, Brown yang tactile atau Blue yang clicky. Asus juga berencana menghadirkan varian MX Speed Silver ke depannya.

Lampu RGB yang ada di balik tiap-tiap tombol Strix Flare dapat dikontrol secara terpisah, atau dengan menerapkan satu dari 13 efek yang tersedia. Strix Flare juga menjadi keyboard pertama yang memanfaatkan software konfigurasi terbaru Asus, yang diklaim lebih optimal dan lebih komprehensif dalam mengakomodasi pengaturan profil, makro dan pencahayaan RGB itu tadi.

Asus menjadwalkan pemasaran ROG Strix Flare di kawasan Amerika Serikat mulai Februari mendatang seharga $180. Semoga saja mereka bisa dengan cepat membawanya ke tanah air.

Sumber: Asus.