Lazada Logistics Perkuat Komitmen di Indonesia, Turut Akomodasi Pengiriman dari Platform Lain

Lazada mengumumkan pembaruan nama untuk unit logistiknya menjadi “Lazada Logistics”, yang sebelumnya dikenal sebagai Lazada eLogistics (LEL) dan Lazada Express (LEX). LEL mengelola pemenuhan dan logistik dengan penyedia logistik pihak ketiga, sedangkan LEX menangani pengiriman paket ke pelanggan.

Rebranding ini mencerminkan perkembangan signifikan yang kami capai  selama bertahun-tahun dengan dukungan sumber daya manusia dan teknologi kami,” sambut CEO Lazada Group Chun Li.

Bersama ini, Lazada juga mengungkapkan keseriusannya untuk menggarap sektor logistik e-commerce di Indonesia. Hal ini didasari pada hasil riset yang mereka lakukan pada Q4/2020, 65% responden dari UMKM yang belum terdigitalisasi menyatakan logistik sebagai salah satu tantangan terbesar.

“Lazada Indonesia adalah pelopor logistik e-commerce sejak tahun 2015 dan sejak saat itu [..] Kami telah membantu membangun koneksi antara brand dan penjual dengan pelanggan di seluruh Indonesia selama enam tahun terakhir, dan akan terus  melanjutkan upaya ini di masa mendatang,” jelas Chief Logistics Officer Lazada Indonesia Philippe Auberger.

Kenalkan layanan multi kanal

Melalui rebranding ini, Lazada Logistics juga memperkenalkan layanan multi-channel logistics (MCL), yang menyediakan solusi pemenuhan stok tunggal untuk membantu e-commerce enabler dan brand. Mereka akan memenuhi dan mengirimkan semua pesanan, baik pesanan tersebut berasal dari transaksi di Lazada ataupun dari platform e-commerce lainnya.

Mekanismenya, Lazada akan menyimpan produk-produk e-commerce dari mitra dan merchant, sehingga penanganan dan pengiriman pesanan yang efisien melalui armada yang dimiliki, mitra logistik pihak ketiga, ataupun armada yang ditunjuk lainnya dapat dilakukan.

MCL diklaim memungkinkan penggunanya mengatur fleksibilitas dan ketangkasan dalam pengendalian inventaris, serta menghindarkan biaya tinggi untuk pemeliharaan infrastruktur gudang dan armada pengiriman.

Lazada Logistics telah mengoperasikan 400 fasilitas yang terdiri dari gudang, pusat penyortiran, dan hub. Gudang utama Lazada Indonesia berada di Cimanggis, Jawa Barat menempati area seluas 70 ribu meter persegi.

Bisnis logistik milik e-commerce

Tidak hanya Lazada yang akhirnya membangun infrastruktur logistiknya sendiri. JD.id misalnya, bersama dengan Gojek mereka mengembangkan perusahaan JX/J-Express (sebelumnya di bawah unit JD Logistic) yang fokus pada pengiriman antarkota. Saat ini mereka telah difasilitasi 6 infrastruktur warehouse dengan 250+ titik pengantaran.

Raksasa e-commerce lain juga turus berinvestasi untuk infrastruktur logistik, termasuk yang tengah dilakukan Tokopedia untuk membuat fulfillment center untuk mendukung misi mereka menjadi infrastructure as a services company.

Sementara Bukalapak yang kini fokus utamanya ke pemberdayaan merchant (O2O) punya pendekatan lain, lewat BukaSend mereka lebih bertindak sebagai agregator untuk membantu pelapak menemukan mitra logistik yang paling efisien dengan kebutuhannya.

Geliat startup logistik

Sektor logistik di Indonesia memang masih menyisakan banyak permasalahan dan belum sepenuhnya memenuhi [secara efektif] kebutuhan pengiriman yang dihasilkan industri e-commerce. Selain itu potensi kapitalisasi nilai yang dihasilkan juga sangat besar, sehingga para investor juga terus memperhatikan sektor ini.

Salah satunya disampaikan Managing Partner AC Ventures Adrian Li. Ia mengatakan, saat ini sektor logistik di Indonesia diperkirakan telah bernilai $275 miliar, tumbuh pada ~16% CAGR antara 2015-2020. Institusinya terlibat dalam pendanaan startup logistik Shipper dan Kargo — termasuk di jajaran investor awal.

“Pertumbuhan konsumsi, perdagangan, dan pengembangan infrastruktur akan mendorong inovasi logistik untuk menghadirkan solusi yang lebih efisien dan hemat biaya […] Kami memproyeksikan sektor ini akan menghasilkan gelombang unicorn berikutnya. Dan kami memiliki keyakinan kuat bahwa ruang ini akan menunjukkan pertumbuhan substansial dalam dekade berikutnya,” ujar Adrian.

Tren investasi startup logistik dalam 3 tahun terakhir / DailySocial.id

Investasi di startup logistik juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Juli 2021, artinya baru 7 bulan, nilai pendanaan yang dikucurkan investor meningkat hampir 2x lipat dibanding pendanaan sepanjang tahun 2020. Dari $182,9 juta menjadi $364 juta. Keyakinan investor masuk mendanai startup di late stage didasari traksi yang kuat di bisnis ini.

Application Information Will Show Up Here

Cara Belanja Online di Lazada untuk Pengguna Baru

Cara belanja di Lazada tak jauh berbeda dengan di sejumlah platform lainnya, seperti Shopee atau BukaLapak. Bahkan sekarang jauh lebih mudah dengan hadirnya berbagai ecommerce ke dalam platform mobile. Semua ecommerce dalam skema yang berbeda sudah menyediakan aplikasi untuk smartphone, memudahkan konsumen untuk mendapatkan barang idaman cukup dengan sentuhan jari jemari.

Continue reading Cara Belanja Online di Lazada untuk Pengguna Baru

Mulai dari Lazada E-commerce Hingga Rumah Prefab di Bali, Berikut Perjalanan Bisnis Florian Holm

Florian Holm sudah menjabat sebagai co-CEO Lazada Indonesia pada tahun 2018, ketika ia berambisi untuk memulai bisnis baru. Memimpin salah satu perusahaan e-commerce terbesar di Asia Tenggara menjadi sebuah pengalaman yang intens, namun setelah empat tahun, dia merindukan sensasi membangun sesuatu dari awal.

Holm pertama kali bergabung dengan Lazada pada tahun 2014 sebagai kepala manajemen vendor di Thailand, kemudian dipromosikan setahun kemudian sebagai kepala pemasaran untuk Lazada Filipina. Perusahaan kemudian menunjuknya untuk memimpin divisi Indonesia pada tahun 2016, ketika industri e-commerce negara berkembang pesat.

“Saya bergabung ketika Lazada baru berusia dua tahun dan perusahaan berkembang pesat, terutama setelah diakuisisi Alibaba pada 2016. Lazada sekarang sudah sangat berkembang, dan saya merindukan sensasi memulai sesuatu yang baru. Yang paling saya nikmati adalah bekerja di startup, mengemukakan ide-ide segar, dan menghadapi tantangan baru. Jadi, saya pikir ini saat yang tepat untuk meninggalkan Lazada,” jawab Holm kepada KrASIA dalam sebuah wawancara belum lama ini.

Setelah meninggalkan Lazada, Holm memutuskan untuk terjun ke pasar properti.

“Saya tinggal di antara Jakarta dan Bali, tetapi belakangan saya menghabiskan sebagian besar waktu di pulau ini. Saya bertemu seorang arsitek Jerman bernama Alexis Dornier ketika kami bekerja bersama membangun rumah saya di Bali. Kami bertukar pikiran tentang konstruksi dan industri properti, lalu sepakat bahwa sangat sedikit inovasi yang terjadi di sektor ini selama beberapa tahun terakhir, terutama dalam hal pemanfaatan teknologi dan perencanaan desain yang berkelanjutan,” kata Holm.

Dari sana, pasangan tersebut memutuskan untuk bekerja sama dan mendirikan sebuah startup bernama Stilt Studios pada tahun 2019. Berbasis di Bali, sebuah pulau yang terkenal dengan pantai surgawi dan pemandangan alamnya, perusahaan ini mempromosikan desain dan konstruksi rumah yang berkelanjutan dengan menggunakan model rumah prefabrikasi. Sebagian besar elemen bangunan yang digunakan oleh Stilt Studios dibangun di pabrik dan kemudian dirakit untuk membangun rumah baru.

“Sementara rumah konvensional dibangun di lokasi, sebagian besar komponen rumah prefab dibangun di lingkungan yang terkendali seperti pabrik. Komponen-komponen tersebut nantinya akan dirakit di lokasi pembangunan,” jelas Holm. Dia mengklaim bahwa rumah prefab harganya lebih murah daripada yang konvensional, sementara mereka dapat dengan cepat dirakit dan dibongkar, dan dapat dibangun di atas plot dengan medan yang curam.

Pada bulan Juni, Stilt Studios menyelesaikan proyek prototipe dari lima rumah berbeda di Canggu, Bali. Proyek saat ini terdaftar di Kickstarter sebagai respon komunitas dan untuk mengumpulkan dana.

Holm menjelaskan bahwa di Bali, yang menampung ribuan hostel, vila, dan kafe yang menerima lebih dari enam juta pengunjung per tahun, ruang komersial sering direkonstruksi karena popularitas sewa jangka pendek, yang biasanya bertahan hingga tiga tahun. Dia dan Dornier percaya bahwa struktur pracetak dapat menjadi alternatif untuk mendukung pariwisata berkelanjutan di pulau itu.

Menurut laporan oleh firma konsultan dan riset pasar Lucintel, pasar perumahan prefab global diproyeksikan mencapai USD19,3 miliar pada tahun 2024, berkembang dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 4,6% dari 2019 hingga 2024. Amerika Utara tetap menjadi yang terbesar wilayah berdasarkan nilai dan volume, tetapi tren konstruksi cetakan secara perlahan-lahan juga mengalami kemajuan di Asia Tenggara.

Misalnya, sejak Singapura meluncurkan Peta Transformasi Industri Konstruksi pada tahun 2017, negara tersebut telah menggunakan teknologi yang lebih maju dan mengadopsi metode baru seperti konstruksi volumetrik prafabrikasi (PPVC). Tahun lalu, kompleks kondominium Clement Canopy diselesaikan di Singapura, menjadi menara modular beton tertinggi di dunia yang menggunakan PPVC.

Sementara itu, di Filipina, sebuah perusahaan bernama Revolution Precrafted, yang memproduksi rumah prefabrikasi mewah, mencapai status unicorn pada 2017, menjadi perusahaan pertama yang berasal dari sektor startup teknologi negara.

Co-founder & CEO Stilt Studios , Florian Holm. Dokumentasi Stilt Studios

KrASIA belum lama ini berdiskusi dengan Florian Holm tentang ambisi barunya dengan Stilt Studios.

KrASIA (Kr): Mengapa Anda memilih rumah prefab (pre-fabricated), yang tergolong segmen niche di sektor properti? Apakah Anda memiliki pengalaman khusus di pasar properti?

Florian Holm (FH): Saya tidak pernah berpikir bahwa saya akan masuk ke bisnis properti. Namun, begitu saya menyelam jauh ke dalam, saya merasa sangat tertarik. Ini adalah sektor yang besar dan masih punya banyak inovasi. Konstruksi dan arsitektur memiliki dampak signifikan pada kehidupan masyarakat. Ini adalah tempat tinggal Anda, dan juga membentuk tata kota Anda.

Rumah prefab lebih terjangkau dibandingkan dengan rumah konvensional, dan ramah lingkungan. Karena konstruksi dibangun di luar lokasi pabrik dengan pengukuran khusus, limbah dari bahan berlebih akan lebih sedikit. Dan bahkan jika ada pemborosan, Anda dapat menggunakannya kembali untuk proyek lain.

Misalnya, kami memiliki prototipe vila di Bali yang kami sebut “tiny tetra houses”, yang dibangun dengan menggunakan bahan limbah daur ulang seperti karton minuman Tetra Pak. Beberapa fitur berkelanjutan dari struktur kami termasuk atap besar untuk pendinginan hemat energi untuk mengurangi panas matahari, panen air hujan, ventilasi silang, dan panel surya penghasil energi.

Kr: Layanan seperti apa yang Anda tawarkan melalui Stilt Studios?

FH: Layanan inti kami adalah desain dan konstruksi bangunan prefab untuk keperluan perumahan, pariwisata, dan komersial. Kami menggunakan subkontraktor untuk bagian konstruksi.

Kami telah menyelesaikan tiga proyek pertama kami di Bali, yang tersedia untuk masa inap jangka pendek di pulau tersebut, dan kami ingin memiliki etalase yang bagus untuk produk kami, sehingga calon pembeli yang ingin tahu tentang rumah prefab dapat mengalaminya secara langsung.

Kami tidak melihat persewaan properti sebagai bisnis utama di masa depan, tetapi yang kami lakukan saat ini adalah agar orang-orang benar-benar memahami Stilt Studios.

Selain menjual desain dan unit Stilt Studios, kami juga menyediakan layanan “nilai tambah” seperti pengelolaan dan pengembangan properti untuk bangunan non-hunian, serta bantuan hukum untuk membantu pembeli dan investor dari luar negeri menjelajahi real estate dan properti khas Indonesia.

Gambaran rice field home oleh Stilt Studios di Ubud, Bali. Dokumentasi oleh Stilt Studios

Kr: Seperti apa potensi pasar untuk rumah prefab di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia?

FH: Kami sudah menerima pesanan untuk pembangunan cottage di Bali, Lombok, dan Sumba. Namun, kami juga melihat potensi perumahan residensial di sini, di Indonesia, serta di banyak pasar berkembang lainnya di Asia Tenggara, seperti Thailand dan Malaysia. Ada kebutuhan besar akan rumah baru, terutama untuk kelas menengah yang sedang tumbuh. Saya pikir ada sekitar satu juta rumah baru yang dibutuhkan per tahun di Indonesia, dan pembangunan rumah pabrikan dapat menjadi solusi bagi mereka yang mencari rumah yang lebih terjangkau.

Kr: Apa yang menjadi tantangan terbesar anda dalam membangun startup yang fokus pada rumah prefab?

FH: Tantangan terbesar tidak diragukan lagi adalah modal. Saat Anda membangun startup perangkat lunak, Anda hanya perlu mempekerjakan beberapa orang di awal untuk merancang kode dan segalanya. Namun saat Anda membuat produk fisik seperti ini, Anda membutuhkan lebih banyak modal untuk membeli aset. Jika produk gagal, Anda hanya akan membuang-buang uang, sehingga risikonya tinggi.

Untungnya bagi kami, prototipe kami sudah terdaftar di Kickstarter, dan kami mendapat respon yang positif. Kami sudah menerima cukup banyak pesanan dari pelanggan besar, dan kami juga menerima pertanyaan dan permintaan dari pelanggan potensial di lebih dari 20 negara di seluruh dunia.

Kr: Mengapa Anda memilih Kickstarter? Mengapa tidak langsung saja menggalang dana?

FH: Kami menggunakan Kickstarter karena sangat penting untuk mendapatkan respon sebanyak mungkin di awal pengembangan produk, sehingga kami dapat terus memperbaikinya. Jika Anda membuat perangkat lunak, mungkin akan lebih mudah. Cukup merilis versi beta lalu melihat bagaimana pengguna berperilaku, dan Anda dapat memperbaruinya berdasarkan tanggapan.

Inilah mengapa kami juga menggunakan Kickstarter sebagai jembatan untuk menghubungkan ide-ide kami dengan publik. Kami telah menerima banyak masukan yang sangat membantu. Pendanaan tersebut hanya sebagian kecil dan tidak menggantikan investor. Faktanya, kami sedang dalam proses finalisasi dengan investor. Saya rasa sulit bagi investor untuk benar-benar memahami bisnis dan nilai kami karena tidak banyak contoh di pasar yang niche ini.

Interior vila Canggu Garden oleh Stilt Studios. Dokumentasi oleh Stilt Studios

Kr: Bagaimana implementasi teknologi pada startup baru ini, serta bagaimana cara kerja platformnya?

FH: Saat ini, kami menggunakan teknologi untuk menemukan pelanggan, pada dasarnya seperti konsep direct-to-consumer (D2C). Klien dapat mengirimkan pertanyaan dan melihat beberapa desain di situs web kami. Mereka juga dapat memesan kamar di salah satu rumah kami di Bali melalui web atau mitra agen perjalanan online (OTA) seperti Traveloka atau Airbnb.

Kami mengoperasikan sejenis model hybrid: kami adalah merek D2C di segmen ceruk tertentu, tetapi semua penjualan dan pemasaran kami dilakukan secara online.

Kr: Apakah pengalaman Anda di Lazada berperan signifikan dalam perjalanan bisnis hingga saat ini?

FH: Saya beruntung menjadi bagian dari tim Lazada. Kami memulainya saat e-commerce masih kecil, dan banyak orang tidak percaya bahwa platform tersebut bisa sebesar sekarang. Sangat menarik melihat apa yang dapat Anda capai dengan teknologi dan edukasi pasar. Saya juga memperoleh keterampilan tentang cara berkembang dari perusahaan kecil menjadi perusahaan besar — sistem apa yang perlu Anda terapkan, dan cara menavigasi tim. Ini adalah beberapa pelajaran yang saya implementasikan di perusahaan baru ini.

Kr: Bagaimana Anda melihat masa depan bisnis ini? Boleh ceritakan rencana Anda di sisa tahun ini menuju tahun 2021.

FH: Kami memiliki tiga proyek yang sedang berlangsung selama sisa tahun ini, dan kami sudah memiliki empat proyek besar lainnya yang sedang dikerjakan. Kami menargetkan untuk menyelesaikan sekitar 70 rumah pada akhir tahun 2021.

Saat ini kami telah merancang empat model rumah, dan berencana untuk menambahkan enam model lagi. Kami juga melakukan kerja sama desain dengan pihak lain. Sebagai platform, kami ingin memungkinkan orang lain untuk berbagi ide dalam membangun rumah yang tahan lama.

Visi jangka panjang perusahaan kami adalah menjadi platform desain untuk rumah prefab di mana kami melayani pelanggan di seluruh dunia, tidak hanya di Indonesia atau Asia Tenggara. Misalnya, kami memiliki banyak pertanyaan dari calon pelanggan di AS, tetapi kami tidak bisa mengirimkan struktur prefab kami secara internasional.

Di masa mendatang, kami bertujuan untuk terhubung dengan kontraktor lokal di pasar yang berbeda sehingga kami dapat berbagi desain dan rencana konstruksi kami dan berkolaborasi dengan mereka untuk membangun rumah prefab bagi pelanggan di seluruh dunia.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

TokoCabang to Disrupt Tokopedia’s Business Model

It’s been over a year that Tokopedia’s fulfillment service, TokoCabang, launched to the public. This is part of Tokopedia’s ambition to become an IaaS (infrastructure-as-a-service) platform.

TokoCabang started to disrupt Tokopedia’s core business model, which was originally a pure C2C marketplace, to becoming semi B2C.

TokoCabang is operated by a partner appointed by Tokopedia, namely PT Bintang Digital Internasional under the brand Haistar. It is an e-logistics company founded in 2018. Another partner is Titipaja, the latest business unit of Anteraja‘s last-mile logistics service.

Haistar has warehouses around Jakarta, Bandung, and Surabaya. They were also chosen as Pos Indonesia’s partners for “Haipos” in optimizing the company’s assets in Medan, Palembang, and Makassar.

According to a TokoCabang seller kit, Tokopedia merchants with a minimum reputation of Gold 1 or Official Store can utilize partner warehouses to deposit their goods so they can reach consumers faster.

Moreover, some warehouses that can be used by merchants are Haistar Gading, Haistar Kamal, Haistar Bandung, Haistar Surabaya, and Haistar Makassar. Titipaja is currently available in Cililitan, Jakarta because it was just launched earlier this year. However, the company plans to expand to Bandung, Medan, Denpasar, and Pontianak.

TokoCabang practices semi B2C concept where the warehouse partners, in this case Haistar and Titipaja, will receive the fees from merchants calculated based on monthly volume. For example, if it’s over 1000 units, a fulfillment fee of IDR 2,400 per unit is charged for each item sold and a storage fee of IDR 2,000 per unit per month.

The cost is considered more efficient than merchants having to open branches with their own warehouses, also to think of labor costs, packaging costs, and warehouse expenses. This is a win-win solution created by Tokopedia for all stakeholders.

This pandemic limits mobility, including in meeting daily needs. As result shopping patterns tend to shift from offline to online. The number of online sellers has increased.

According to the company’s internal records, there were one million new sellers to 8.3 million in May 2020 within three months.

A game-changer in the e-commerce sector

Tokopedia’s solution can be said to be different from what other B2C e-commerce platforms offer, for example, Blibli, Lazada, and JD.id.

All B2C players multiply physical assets, in the form of warehouses, to store items for sale. Having a warehouse that is spread out at several points in each city means a shorter delivery distance. Delivery time will be much shorter and shipping costs paid by consumers will be even cheaper.

Earlier this year, Blibli plans to add warehouses to 21 units, as well as hubs and mobile hubs, to 43 units to accelerate delivery. JD.id currently has 11 warehouses around Medan, Jakarta, Semarang, Pontianak, Surabaya, and Makassar. Whereas Lazada has 12 warehouses and 75 hubs. The largest ones are in Cilodong, Makassar, Surabaya, and Balikpapan.

This month, Tokopedia is to expand TokoCabang in Makassar, Medan, and Palembang. Since it was launched in Jakarta, Bandung, and Surabaya, sellers who take advantage of this do not need to consider operational issues – both when receiving orders, packing, and even delivering to couriers, especially when facing surging demand.

Tokopedia’s Head of Fulfillment Erwin Dwi Saputra explained, during the pandemic, there was a significant jump in the number of orders handled by TokoCabang by 2.5 times in the second quarter compared to the first quarter of this year.

One of TokoCabang consumers is Big Bad Wolf event, which holds an online book bazaar on May 27-May 3 and June 24-30. Hundreds of thousands of books are sold, packaged, and distributed to various regions faster through the TokoCabang.

Consumers who choose services through Tokopedia can utilize the “Dilayani Tokopedia (Fulfillment by Tokopedia)” filter on the search page.


The original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bagaimana TokoCabang Ubah Lanskap Model Bisnis Tokopedia

Sudah setahun lebih TokoCabang, layanan pemenuhan pesanan (fulfillment service) dari Tokopedia, diperkenalkan ke publik. Ini adalah bagian ambisi Tokopedia menjadi platform IaaS (infrastructure-as-a-service).

TokoCabang mulai mengaburkan lanskap model bisnis inti Tokopedia yang awalnya adalah marketplace murni C2C, menjadi semi B2C.

TokoCabang dioperasikan mitra yang ditunjuk Tokopedia, yakni PT Bintang Digital Internasional dengan nama brand Haistar. Mereka adalah perusahaan e-logistic yang berdiri pada 2018. Mitra lain yang ditunjuk adalah Titipaja, unit bisnis terbaru layanan logistik last mile Anteraja.

Haistar memiliki gudang yang tersebar di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Mereka juga terpilih sebagai mitra Pos Indonesia untuk “Haipos” dalam rangka optimalisasi aset perseroan yang berada di Medan, Palembang, dan Makassar.

Menurut keterangan seller kit TokoCabang, merchant Tokopedia dengan minimal reputasi Gold 1 atau Official Store dapat memanfaatkan gudang mitra untuk menitipkan barang-barangnya agar lebih cepat sampai ke konsumen.

Adapun lokasi gudang yang dapat dimanfaatkan merchant sejauh ini ada di Haistar Gading, Haistar Kamal, Haistar Bandung, Haistar Surabaya, dan Haistar Makassar. Sementara Titipaja baru tersedia di Cililitan, Jakarta, karena layanan baru beroperasi pada awal tahun ini. Kendati begitu, perusahaan berencana untuk ekspansi ke Bandung, Medan, Denpasar, dan Pontianak.

TokoCabang menggunakan konsep semi B2C karena mitra gudang dalam hal ini Haistar dan Titipaja akan menerima ongkos yang dibayarkan merchant dan dihitung berdasarkan volume bulanan. Misalnya, untuk volume lebih dari 1000 unit dikenakan biaya fulfillment Rp2.400 per unit untuk setiap barang yang terjual dan biaya penyimpanan Rp2.000 per unit tiap bulan.

Biaya tersebut terhitung lebih efisien ketimbang merchant harus buka cabang dan buka gudang sendiri karena harus memperhatikan biaya pekerja, biaya pengemasan, dan beban gudang. Ini adalah solusi win-win yang diciptakan Tokopedia untuk semua stakeholder.

Pandemi membuat mobilitas menjadi sangat terbatas, termasuk dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Alhasil pola belanja cenderung bergeser dari offline ke online. Jumlah penjual online pun meningkat.

Menurut catatan internal perusahaan, ada penambahan satu juta penjual baru menjadi 8,3 juta penjual pada Mei 2020 dalam kurun waktu tiga bulan.

Game changer untuk dunia e-commerce

Solusi Tokopedia bisa dikatakan berbeda dengan apa yang ditawarkan platform e-commerce B2C lain, misalnya Blibli, Lazada, dan JD.id.

Semua pemain B2C memperbanyak aset fisik, berupa gudang, untuk menyimpan barang-barang yang dijual. Memiliki gudang yang tersebar di beberapa titik di tiap kota berarti semakin pendek jarak pengiriman. Waktu pengiriman akan jauh lebih singkat dan ongkos kirim yang dibayarkan konsumen akan semakin murah.

Pada awal tahun ini, Blibli berencana menambah gudang menjadi 21 unit, serta hub dan mobile hub, menjadi 43 unit untuk percepat pengiriman. JD.id saat ini memiliki 11 gudang yang tersebar di Medan, Jakarta, Semarang, Pontianak, Surabaya, dan Makassar. Sedangkan Lazada memiliki 12 gudang dan 75 hub. Gudang terbesarnya ada di Cilodong, Makassar, Surabaya, dan Balikpapan.

Tokopedia sendiri pada bulan ini akan menambah kehadiran TokoCabang di Makassar, Medan, dan Palembang. Dalam keterangan resmi, sejak diluncurkan di Jakarta, Bandung, dan Surabaya, penjual yang memanfaatkan ini tidak perlu mempertimbangkan isu operasional — baik ketika menerima pesanan, mengemas, hingga mengantar ke kurir, terutama ketika menghadapi lonjakan permintaan.

Head of Fulfillment Tokopedia Erwin Dwi Saputra menjelaskan, selama pandemi terjadi lonjakan signifikan dalam jumlah pesanan yang ditangani TokoCabang hingga 2,5 kali lipat pada kuartal kedua dibandingkan kuartal pertama tahun ini.

Pengguna TokoCabang salah satunya adalah Big Bad Wolf yang menggelar bazar buku online pada 27 Mei-3 Mei dan 24-30 Juni lalu. Ratusan ribu buku terjual, dikemas, dan didistribusikan ke berbagai wilayah dengan lebih cepat lewat TokoCabang.

Konsumen yang memilih pelayanan melalui Tokopedia bisa memanfaatkan filter “Dilayani Tokopedia” di halaman pencarian.

Application Information Will Show Up Here

Pandemi Sukses Mendorong Industri “Online Grocery”

Di balik kisah tragis yang menerpa berbagai sektor industri, ada sisi positif yang juga dirasakan oleh para penyedia jasa online. Salah satunya adalah pelaku bisnis online grocery. Di tengah kekhawatiran di luar sana akibat pandemi, ada kebutuhan pokok yang tetap harus dipenuhi. Hal ini mendorong masyarakat untuk lebih memilih belanja kebutuhan sehari-hari secara online, daripada mengambil risiko keluar rumah.

Dengan jumlah permintaan yang semakin tinggi, sektor lain pun melihat hal ini sebagai sebuah kesempatan. Salah satu pemain e-commerce ikut menaruh perhatian lebih terhadap layanan kebutuhan pokok adalah Lazada. Bekerja sama dengan Rumah Sayur, mereka berhasil membantu lebih dari 2500 petani lokal mendistribusikan hasil panennya.

Bobby Gandakusuma, EVP Commercial Lazada Indonesia, mengungkapkan, “Kita melihat perubahan pola berbelanja konsumen mulai berubah dari sebelum Covid-19. Dengan adanya pandemi dan situasi physical distancing ini semakin mengakselerasi kebutuhan konsumen akan inisiatif belanja kebutuhan secara online.”

Ada juga Ubiklan, yang dikenal dengan solusi iklan berjalan, mencoba menjajal peruntungan di industri online grocery dengan UbiFresh. Di sektor properti, Travelio kini juga muncul dengan TravelioMart sebagai complementary service dari core business mereka.

Diversifikasi bisnis

Setiap orang punya cara masing-masing dalam merespon perubahan yang terjadi. Begitu pula di dalam berbisnis di masa krisis. Kemampuan berinovasi sangat dibutuhkan agar bisa melahirkan ide bisnis yang sesuai dengan kondisi terkini. Selain itu juga sebagai usaha menciptakan pasar baru yang kelak bisa diintegrasikan dengan bisnis inti perusahaan.

Saat ini, perubahan terjadi pada pola berbelanja sebagian besar masyarakat Indonesia yang lebih memilih jalur belanja online. Momentum ini yang coba dimanfaatkan Travelio dengan meluncurkan layanan e-groceries sebagai bentuk difersifikasi bisnis juga nilai tambah bagi pengguna demi meningkatkan app stickiness, yang kemudian akan berdampak pada penambahan sumber pendapatan.

Meski diposisikan sebagai layanan pelengkap bisnis inti mereka (Travelio Property Management), pihaknya mengungkapkan respon positif pasar terhadap layanan baru ini. Mengingat layanan short term stays yang menyokong revenue perusahaan sedang mengalami penurunan, diversifikasi bisnis ini menjadi sebuah harapan.

Di sisi lain, penurunan omset pada pasar tradisional mendorong Ubiklan untuk mencari alternatif demi membantu kesejahteraan ekosistem pasar tradisional. Menjembatani pembeli dan pedagang pasar menggunakan layanan terbaru mereka, Ubifresh.

Founder & CEO Ubiklan Glorio Yulianto mengatakan, “Dari Ubiklan sendiri, kami selalu berupaya untuk membantu menyejahterakan masyarakat dalam inovasi kami. UbiFresh itu menjembatani antara pembeli dengan pedagang pasar, dimana kami juga bisa membantu pedagang pasar ini. Jadi, UbiFresh sendiri sebenarnya sangat sesuai dengan value yang kami tanam sejak awal. Selain itu, sebenarnya kami sendiri sudah punya rencana di mana UbiFresh nanti bisa mendukung bisnis Ubiklan di periklanan.”

Tantangan dan Persaingan

Perubahan akan selalu diikuti dengan tantangan baru. Sebagai bagian dari ekosistem online grocery, menjaga kualitas produk akan selalu jadi perhatian utama. Namun, seperti halnya sebuah ekosistem yang memiliki hubungan timbal balik yang tak terpisahkan, kolaborasi bisnis yang baik juga akan menentukan keberhasilan suatu inovasi.

Industri online grocery di Indonesia bukanlah hal baru. Sudah ada beberapa pemain terdahulu, seperti HappyFresh, Sayurbox, dan banyak lagi. Hal ini menimbulkan tantangan baru untuk berinovasi dan memberi nilai tambah terhadap produk yang ditawarkan oleh pemain baru ini. UbiFresh melengkapi produknya dengan beberapa fitur yang bisa memberikan experience belanja langsung di pasar untuk para penggunanya.

“UbiFresh masih akan terus dikembangkan dari segi pilihan pasar, layanan, harga, kualitas produk, kecepatan dan akurasi pengantaran. Selain itu, kami juga sudah mulai melakukan persiapan untuk ekspansi ke area Bodetabek. Walaupun UbiFresh dilahirkan di tengah pandemi corona, tapi [bisnis ini] dibuat untuk menjadi suatu lini bisnis yang berkepanjangan [sustainable].” lanjut Glorio.

Terkait persaingan, semua bisnis online grocery menitikberatkan monetisasi pada margin dari setiap transaksi yang didapat. Kehadiran pemain baru yang semakin meramaikan persaingan otomatis akan menghadirkan perang harga yang juga semakin ketat. Sebuah tantangan bagi TravelioMart untuk menjaga keseimbangan antara affordability & quality.

“Dengan margin yang sangat kecil, karena keinginan untuk menjaga affordability & quality—sehingga kami hanya memiliki allowance yang sangat kecil untuk melakukan refund (jika terjadi kerusakan di tahap pengantaran). Maka toleransi kesalahan / margin of error kami sangatlah rendah.” ujar salah satu perwakilan Travelio.

Pada akhirnya, hal ini bukanlah masalah bisnis lama atau baru yang jadi juara, melainkan keberhasilan inovasi untuk menjangkau masyarakat luas.

Jajaki Esports, Lazada Gandeng EVOS Esports

Secara global, industri esports diperkirakan akan bernilai US$1 miliar pada tahun 2020. Sementara di Indonesia, pemasukan dari industri mobile game diperkirakan mencapai US$624 juta. Menurut data Newzoo, dari 82 juta pengguna smartphone di Tanah Air, sekitar 52 juta merupakan mobile gamer. Ini menunjukkan besarnya potensi esports dan tingginya minat masyarakat Indonesia akan mobile game. Jadi, tidak heran jika Lazada tertarik untuk mendukung ekosistem mobile game dan esports. Untuk melakukan itu, mereka memutuskan untuk bekerja sama dengan EVOS Esports.

Lazada mengumumkan kerja samanya dengan EVOS Esports pada hari ini, Rabu, 15 April 2020. Melalui kerja sama ini, EVOS akan membuka official store di Lazada. Selain itu, EVOS juga akan mengisi program livestreaming Lazada Cyber Combat. Di sini, para penggemar esports akan bisa bertanding melawan tim EVOS. Pertandingan tersebut akan disiarkan di channel LazLive setiap hari Selasa. Program Cyber Combat akan dijalankan mulai 12 Mei 2020 sampai 28 Juli 2020.

Tak hanya itu, Lazada dan EVOS juga akan melakukan pencarian bakat. Dalam pencarian bakat ini, pertama-tama, EVOS dan Lazada akan memilih 250 orang yang tertarik menjadi pemain profesional Mobile Legends dan 250 orang lain di Free Fire. Dari 250 orang tersebut, akan dipilih satu pemenang. Masing-masing pemenang berhak untuk masuk ke divisi Mobile Legends Academy dan divisi Free Fire dari EVOS setelah melalui masa tryout selama satu bulan.

Sawitri Hertoto, VP Marketing of Lazada Indonesia menjelaskan, Lazada ingin mendukung esports karena memang sesuai dengan misi mereka. Selain itu, esports juga mulai dipertandingkan dalam acara olahraga bergengsi, seperti SEA Games 2019. “Kalau dilihat, peminat esports, baik pengamat, pemain profesional dan amatir, kebanyakan itu dari kalangan generasi muda, milenial dan gen Z. Ini sesuai dengan target market Lazada,” ujar perempuan yang akrab dengan panggilan Pipi ini dalam konferensi pers online.

lazada evos esports
Sawitri Hertoto – VP Marketing of Lazada Indonesia.

Sementara itu, Hartman Haris, EVOS Esports Co-Founder and Chief Business Officer menjelaskan, industri esports di Indonesia memang sudah semakin maju. Salah satu tolok ukurnya adalah jumlah penonton. Dia bercerita, sekitar tiga tahun lalu, pada saat EVOS baru dibentuk, jumlah penonton pertandingan esports biasanya tidak mencapai 1.000 orang. Sebagai perbandingan, pada babak final MPL Season 5 — yang mempertemukan EVOS dan RRQ — peak viewer mencapai 1 juta orang.

Menurut Hartman, salah satu alasan mengapa ekosistem esports berkembang di Indonesia adalah karena jumlah pengguna smartphone yang terus bertambah. Namun, ekosistem esports di Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara maju. “Salah satunya adalah dalam jaringan telekomunikasi atau internet. Sekarang memang sudah jauh lebih baik, tapi masih kalah jauh dari negara berkembang. Kedua, masalah payment. Ketiga, ecommerce,” ujarnya. “Yang dua hal pertama, itu di luar kendali saya. Tapi, yang ketiga, inilah alasan kami bekerja sama dengan Lazada.”

Bagi Lazada, melalui kerja sama dengan EVOS yang berlangsung selama satu tahun, mereka berharap akan bisa menambah konsumen mereka. “Kita memang selalu mau menambah pelanggan kami. Dan kalau soal pelanggan kan tidak cuma melihat dari umur. Kami juga ingin mendekatkan diri dengan komunitas gaming yang selalu mengikuti tren industri, seperti esports,” ujar Sawitri.

Di tengah pandemik virus corona, EVOS masih bisa menjalankan bisnisnya. Terkait hal ini, Hartman menjelaskan, “Kita beruntung karena pola bisnis kita memang kebanyakan online, menggunakan internet.” Namun, dia mengaku, EVOS terpaksa harus menunda berbagai kegiatan offline yang hendak mereka jalankan. “Kita juga mengalami banyak kendala. Tapi, setidaknya kita bisa melakukan kegiatan online.”

After the Positive Trend, Shopee Managed to Outrun Tokopedia’s Active Users in Indonesia

Shopee’s wild growth in the local and regional e-commerce competition map is still ongoing. One of the indicators displayed at the iPrice report for the Q3 2019 that shows Shopee’s monthly active user (MAU) has outrun Tokopedia’s number.

The map of Southeast Asia’s e-commerce of Q3 2019 published by iPrice with App Annie and SimilarWeb examines the latest trend of the e-commerce industry in six Southeast Asia’s countries, namely Indonesia, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapore, and the Philippines.

The report highlighted some main issues. First, Shopee and Lazada still compete for the #1 platform in Southeast Asia. Next, local players are still top of mind in Indonesia. Then, Shopee’s big energy has resulted in taking Tokopedia’s throne in Indonesia in terms of the monthly active user (MAU).

Shopee vs Tokopedia

An epic battle of Shopee and Tokopedia as the number one e-commerce platform in Indonesia is clearly visible in the recent periods. However, Shopee managed this time to outrun Tokopedia’s monthly active users for a mobile app. This is a first for Shopee because Tokopedia has won the matrix in the last two quarters.

The report revealed some programs, such as cashback, free delivery, brand ambassador, and special date discount for the last three months has proven Shopee’s market acquisition strategy works well.

Tokopedia, not only outrun by Shopee but also Lazada comes first for the most downloaded application. However, Tokopedia still listed on top of the most accessed app on mobile web or desktop.

Powerful in regional

Shopee’s positive trend in Indonesia runs identically in the regional market. The only thing blocking Shopee is its closest rival, Lazada.

The iPrice report stated Shopee as the leading platform in two countries, Indonesia and Vietnam, while Lazada is stronger in four other countries. Even so, iPrice found out Shopee’s regional MAU number is bigger than Lazada. This is not surprising since Indonesia and Vietnam are projected as the biggest e-commerce market in Southeast Asia.

Local player stays the sweetheart

Shopee’s fast move might be unstoppable as number one in Indonesia, but local consumers still prefer local e-commerce.

Based on the website traffic, iPrice noted 61% of Indonesia’s e-commerce market is still for local players, with the leading platforms, such as Tokopedia and Bukalapak.

Specifically to Bukalapak, the disappearance of its application in Google Play some times ago is merely has an impact. The iPrice report found Bukalapak is still in the third position in the MAU category and the most accessed application.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Tren Positif Shopee Berlanjut, Kini Salip Jumlah Pengguna Aktif Tokopedia di Indonesia

Tren perkasa Shopee dalam peta persaingan e-commerce di ranah lokal maupun regional masih berlangsung. Salah satu indikatornya tampak dari laporan iPrice periode Q3 2019 yang menunjukkan jumlah pengguna aktif bulanan Shopee berhasil menyalip Tokopedia.

Peta e-commerce Asia Tenggara Q3 2019 yang dirilis iPrice bersama App Annie dan SimilarWeb mengulas kondisi terkini industri e-commerce di enam negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Vietnam, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Singapura.

Laporan ini menggarisbawahi sejumlah temuan utama. Pertama adalah Shopee dan Lazada masih berkompetisi untuk menjadi nomor wahid di Asia Tenggara. Berikutnya pemain lokal masih menjadi raja di Indonesia. Terakhir adalah keperkasaan Shopee yang berhasil menyingkirkan Tokopedia di Indonesia dalam hal pengunjung aktif bulanan terbanyak.

Shopee vs Tokopedia

Persaingan keras antara Shopee dan Tokopedia sebagai platform e-commerce nomor satu di Indonesia terus terlihat dalam beberapa periode terakhir. Bedanya, kali ini Shopee berhasil melampaui pencapaian jumlah pengguna aktif bulanan Tokopedia untuk aplikasi mobile. Ini adalah yang kali pertama bagi Shopee, karena di dua kuartal sebelumnya metrik ini selalu “dimenangkan” Tokopedia.

Laporan tersebut menyebut program cashback, gratis ongkos kirim, pemilihan brand ambassador, dan diskon tanggal unik selama periode tiga bulan ke belakang membuktikan strategi Shopee mengakuisisi pasar mereka berjalan baik.

Selain ditikung Shopee, Tokopedia juga disalip Lazada di metrik aplikasi yang paling banyak diunduh. Meski begitu, Tokopedia masih tercatat sebagai yang nomor satu ketika diakses melalui mobile web atau desktop.

Digdaya di regional

Tren positif Shopee di Indonesia juga berjalan identik di pasar regional. Satu-satunya yang menyaingi laju Shopee di kawasan adalah rival terdekatnya, Lazada.

Laporan iPrice mencatat Shopee unggul di dua negara yakni Indonesia dan Vietnam, sedangkan Lazada lebih kuat di empat negara lainnya. Kendati begitu, iPrice mendapati pengguna aktif bulanan Shopee secara regional masih lebih besar dari Lazada. Hal ini tak mengherankan karena Indonesia dan Vietnam diproyeksikan sebagai pasar e-commerce terbesar di Asia Tenggara.

Pemain lokal masih favorit

Laju Shopee memang hampir tak terbendung sebagai yang nomor satu di Indonesia, namun platform e-commerce lokal masih jadi pilihan utama konsumen dalam negeri.

Berdasarkan trafik situs web, iPrice mencatat 61 persen pasar e-commerce Indonesia masih dipegang oleh pemain lokal, dengan pemain utama seperti Tokopedia dan Bukalapak.

Khusus untuk Bukalapak, hilangnya aplikasi mereka di Google Play beberapa waktu lalu disebut tak berpengaruh banyak. Laporan iPrice mendapati Bukalapak masih menempati peringkat ketiga untuk pengguna aktif terbanyak dan peringkat ketiga untuk situs web paling sering dikunjungi.