SiCepat Akselerasi Pertumbuhan Bisnis di 2021, Perkuat Ekosistem di Bisnis “Food Delivery”

Di sepanjang 2020, SiCepat Ekspres membukukan transaksi sebesar Rp3,5 triliun atau naik 194% dibandingkan 2019 dengan total pengiriman sebanyak 180 juta paket ke seluruh Indonesia. Startup logistik ini juga mencatat sebanyak lebih dari 1.655 titik cakupan layanan untuk wilayah Jabodetabek-Bandung.

Pada tahun ini, SiCepat akan mengakselerasi pertumbuhannya hampir dua kali lipat dengan total target pengiriman sebesar 336 juta paket dan rencana ekspansi jangkauan layanan yang lebih luas ke seluruh Indonesia. SiCepat juga akan masuk ke bisnis baru di segmen food delivery.

Rencana ekspansi tersebut tampaknya akan diperkuat oleh pendanaan yang baru diperolehnya. Pada Desember 2020, SiCepat dilaporkan telah menerima pendanaan seri B-II sebesar $50 juta atau sekitar Rp712 miliar dari Praus Company, perusahaan berbasis di Hong Kong.

Berdasarkan data Akuntansi dan Otoritas Regulasi Perusahaan yang dikumpulkan VentureCap Insights, sebagaimana diberitakan oleh Tech In Asia, total valuasi SiCepat mencapai $736 juta atau sebesar Rp10,4 triliun. Disebutkan juga, Praus Company membeli 8,3% saham SiCepat sebagai bagian dari investasi.

Bagaimana SiCepat melihat peluang pertumbuhan logistik di 2021? Berikut ini wawancara DailySocial dengan Chief Marketing Officer (CMO) SiCepat Wiwin Dewi Herawati dan Chief Commercial Officer (CCO) Imam Sedayu.

Peta bisnis di 2021

Sebagai salah satu pemain logistik last mile, SiCepat turut menikmati akselerasi yang terjadi akibat pandemi Covid-19. Mengacu laporan The 2nd Series Industry Roundtable: Logistics Industry Perspective oleh MarkPlus Inc pada Oktober 2020, frekuensi jasa kurir meningkat pesat selama pandemi yang dipicu oleh sejumlah faktor utama, seperti belanja online, harga, dan waktu pengiriman.

Dengan melihat perkembangan situasi saat ini di Indonesia, Imam Sedayu mengaku optimistis industri logistik akan semakin bagus dari tahun sebelumnya. Hal ini didasari oleh sejumlah faktor, mulai dari perbaikan daya beli masyarakat pasca-pandemi, perubahan perilaku pembelian, dan percepatan digitalisasi.

“Hal-hal tersebut akan menciptakan peluang secara vertikal, yakni berbagai jenis layanan untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat, seperti groceries, food, dan medicine. Dari sisi horizontal, ada peluang pertumbuhan kebutuhan logistik yang tidak hanya terkonsentrasi di pulau Jawa, tetapi di luar Jawa,” paparnya.

Untuk mengantisipasi kebutuhan di atas, ujar Imam, SiCepat akan fokus terhadap sejumlah layanan. Pertama, SiCepat akan mengembangkan same day service dan instant food delivery. Untuk same day service, layanan tersebut sudah bisa digunakan pada customer B2B dan e-commerce lewat integrasi API.

Kedua, SiCepat akan memperkuat basis layanan last mile dengan harga terjangkau, seperti Gokil dan Halu. Gokil merupakan layanan pengiriman barang dengan berat minimum 10 kg. Sementara, Halu adalah layanan pengiriman dengan biaya Rp5.000 dan tersedia di e-commerce.

SiCepat juga akan memperluas titik jaringan drop off agar lebih mudah diakses konsumen di seluruh Indonesia. Beberapa waktu lalu, SiCepat telah menggaet PT Logitek Digital Nusantara untuk memperluas jaringan first mile, mid mile, hingga last mile. Saat ini, SiCepat telah tersedia di 1.600 jaringan Alfamart di Jabodetabek Bandung dan lebih dari 1.000 jaringan Fastpay.

Rencananya, perusahaan akan membuka jaringan [drop off] Alfamart ke seluruh Indonesia pada April ini. Pihaknya menargetkan lebih dari 15.000 jaringan bisa terintegrasi lewat strategi ini.

“Kami terus berinovasi dari sisi teknologi dan working process dengan melakukan banyak automation di segala sektor. Pada pelayanan customer, kami sudah mengembangkan layanan order pick up lewat WhatsApp Business SiCepatKlik dan SiCepat Ekspres Apps,” tutur Imam.

Ekspansi ke food delivery

Upaya SiCepat masuk ke segmen food delivery menjadi salah satu rencana yang cukup diantisipasi di tahun ini. Pasalnya, SiCepat mulai bergerak cepat dengan mengakuisisi 51% saham DigiResto lewat pembelian saham atau penandatanganan conditional share subscription agreement (CSSA) di awal 2021.

Sebelumnya, SiCepat masuk terlebih dahulu ke DigiResto lewat kerja sama solusi logistik dan penyedia layanan pengiriman last mile pada Desember 2020. DigiResto merupakan platform food delivery di bawah naungan PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) yang juga anak usaha PT Digital Maxima Kharisma (DMK).

Wiwin mengakui bahwa akuisisi DigiResto merupakan langkah strategis perusahaan untuk mengembangkan lini bisnis food delivery SiCepat. Terlebih, DigiResto dinilai memenuhi kriteria SiCepat secara teknologi, yakni memiliki aplikasi sendiri dan didukung dengan channel WhatsApp Business.

Selain itu, DigiResto juga sudah terintegrasi dengan tiga ekosistem utama, yaitu multi delivery third party logistics atau 3PL (SiCepat, Gojek, Grab, dan Gowes), multi merchant (segmen restoran dan UKM) dan multi payment (ShopeePay, OVO, Bank Mandiri, dan metode perbankan lainnya).

“Kami harap DigiResto dapat memberikan peluang baru inovasi layanan yang dapat mendekatkan kami kepada konsumen, UKM, dan merchant, khususnya yang bergerak di bidang F&B,” ungkap Wiwin.

Dengan keterlibatan penuh SiCepat terhadap pengembangan DigiResto ke depan, pihaknya dapat memberikan lebih banyak masukan untuk layanan logistik, food merchant, hingga user experience.

SiCepat akan bersaing dengan platform digital lain yang mulai merangsek masuk ke bisnis food delivery sejak beberapa tahun terakhir. Mengutip hasil riset Momentum Works, GMV layanan food delivery mengalami percepatan pertumbuhan selama pandemi.

Laporan ini mencatat GMV layanan pengiriman makanan di enam negara di Asia Tenggara mencapai $11,9 miliar di 2020. Untuk pasar Indonesia saja, angkanya mencapai $3,7 miliar atau setara Rp52 triliun yang didominasi dua pemain besar, yakni Grab dan Gojek dengan porsi masing-masing sebesar 53% dan 47% dari total pangsa pasar.

Peluang kolaborasi dari upaya merger Gojek-Tokopedia

Lebih lanjut, Wiwin juga menyoroti arti dari rencana merger Gojek dan Tokopedia terhadap industri logistik Indonesia. Wiwin mengungkap bahwa aksi konsolidasi ini dapat membuka peluang kolaborasi lebih besar di sektor logistik yang dapat memperkuat ekosistem digital.

Apalagi, Gojek memiliki posisi yang kuat di mata konsumen pada layanan pengiriman instan yang juga sudah terintegrasi di sejumlah marketplace besar, seperti Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee. Gojek juga memperluas cakupannya dengan startup logistik lain, seperti Paxel.

“Gojek punya strong proposition pada instant intracity delivery dan SiCepat pada express delivery. Saya rasa, jika rencana tersebut terwujud, peluang kolaborasi logistik antar 3PL akan semakin besar, khususnya marketplace, baik di first mile, mid mile, dan last mile,” jelas Wiwin.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita memprediksi rencana merger Gojek dan Tokopedia dapat berdampak luar biasa terhadap industri logistik Indonesia. Salah satu yang bakal terdampak signifikan adalah perusahaan logistik konvensional yang belum mau mengubah model bisnis.

Di samping itu, Zaldy juga memperkirakan pertumbuhan bisnis logistik di 2021 akan banyak didongkrak oleh layanan same day delivery. Model bisnis baru juga diprediksi semakin banyak bermunculan karena banyak pasar baru yang belum terbuka, misalnya jasa pengiriman makanan.

Masuk ke Indonesia, Startup Logistik Janio Buka Peluang Pengiriman Produk E-commerce Lintas Negara

Digitalisasi logistik yang menyeluruh tidak hanya dari first atau last mile saja, tapi juga menyangkut bagaimana transaksi lintas batas negara bisa dipenuhi. Solusi ini belum menjadi perhatian para pemain startup karena banyak regulasi yang harus dipenuhi.

Ranah tersebut biasanya dimainkan oleh pemain incumbent seperti DHL dan FedEx. Kedua perusahaan ini lebih mengandalkan pada kekuatan aset berat dan sumber daya manusia yang berjumlah besar. Alhasil mengakibatkan harga pengiriman yang mahal, sementara konsumen tidak punya alternatif pilihan.

Peluang tersebut ingin digarap oleh startup logistik asal Singapura Janio. Startup ini mengadopsi pendekatan aset ringan dengan teknologi untuk mengintegrasikan ekosistem dengan para pemain logistik dalam berbagai rantai pasok, ketimbang menambah lebih banyak aset berat.

Kepada DailySocial, Co-Founder & COO Janio Syed Ali Ridha Madihid menjelaskan, bisnisnya mengoptimalkan kapasitas yang ada di pasar daripada bersaing secara langsung dengan pemain lama. Pihaknya bekerja sama dengan banyak perusahaan logistik yang ahli di berbagai proses pengiriman internasional, sehingga beroperasi sebagai jaringan lintas batas regional.

“Kami percaya bahwa kolaborasi teknologi sentris adalah kunci untuk menciptakan situasi dan nilai yang saling menguntungkan,” ujarnya.

Janio menggabungkan pelacakan real time, analisis terstruktur, dan komunikasi khusus pengiriman untuk membantu pengiriman paket lebih sederhana, namun akurat dalam sebuah platform terpusat.

Di dalam platform tersebut, berisi informasi saat barang masuk gudang, pengiriman first mile, proses bea cukai di bandara udara asal dan tujuan, distribusi, hingga pengiriman last mile. Layanan ini bisa dipakai untuk bisnis UKM maupun korporasi yang memulai ekspansi bisnis secara internasional.

Mitra perdana Janio untuk korporasi lokal adalah Bukalapak dalam layanan BukaGlobal. Janio menyediakan solusi pengiriman dan edukasi bagi para merchant Bukalapak yang ingin perdalam pemahaman mereka tentang pasar internasional.

“Saat ini kami mendukung BukaGlobal dengan pengiriman ekspor di lima jalur, yaitu dari Indonesia ke Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Hong Kong, dan Taiwan.”

Adapun, Janio sendiri menyediakan pengiriman hingga 12 negara, dari Asia Tenggara, hingga Korea Selatan, Jepang, Australia, dan Tiongkok.

Bermitra dengan idEA

Pada awal Desember 2019, Janio melakukan kemitraan dengan Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) untuk bantu pelaku lokal masuk ke pasar internasional. Ali menjelaskan, dalam kemitraan ini Janio menjadi expertise dalam bidangnya mengadakan berbagai lokakarya dan acara gabungan untuk memberikan wawasan agar mereka berhasil mengembangkan bisnisnya.

Pihaknya menyadari bahwa pengiriman e-commerce lintas negara lebih kompleks daripada di dalam negeri, oleh karenanya perlu bantuan dari kepentingan ekosistem utama seperti idEA dan keahlian dari pihak swasta untuk mengatasi isu tersebut.

“Kami berharap dapat lebih membantu pelaku usaha e-commerce Indonesia dengan mengatasi semua masalah yang mungkin mereka hadapi dalam ekspansi ke luar negeri.”

Di luar itu, komitmen Janio untuk pengembangan ekosistemnya adalah menyediakan volume impor internasional untuk pemain logistik Indonesia. Mitra dapat memanfaatkan jaringan regional Janio untuk memberikan jangkauan layanan yang lebih besar kepada klien mereka sendiri.

Dia mencontohkan, operator armada lokal Indonesia yang spesialisasi dalam pengiriman di Tangerang saja, sekarang tidak hanya dapat menerima lebih banyak bisnis melalui pengiriman yang datang dari luar Indonesia lewat jaringan Janio. Juga, memanfaatkan jaringan Janio dan menyediakan pengiriman internasional kepada pelanggan mereka di Tangerang.

“Ini memungkinkan mereka untuk memberi nilai tambah [kepada pengguna] dengan lebih banyak cara.”

Menurutnya, Indonesia punya peluang ekspor yang besar, tapi tantangannya dalam membangun ekosistem secara lokal juga tak kalah besar. Pasalnya, untuk menguatkan rantai pasok internasional, ekosistem di dalam negeri harus kuat dan dapat diandalkan.

“Fokus kami adalah memastikan aksesibilitas yang lebih baik dan kualitas solusi kami untuk memenuhi pertumbuhan ini,” pungkas Ali.

Di sini, Janio sudah memiliki tim lokal dan berkantor di Jakarta dibentuk pada pertengahan tahun 2019. Janio sendiri sudah membuka kantor di Hong Kong dan Malaysia.

Perusahaan masuk dalam salah satu portofolio Insignia Ventures, bersama startup logistik lainnya, seperti Shipper dan Logivan dari Vietnam.

Survei Paxel: Media Sosial Masih Lebih Banyak Digunakan UKM Berjualan Online

Paxel baru saja merilis laporan pertamanya bertajuk Buy & Send Insights. Laporan ini menyoroti perilaku UKM penjual online di industri e-commerce dan persepsinya terhadap industri logistik di Indonesia.

Paxel bekerja sama dengan perusahaan analisis data Provetic dalam penggarapan laporan ini. Terdapat 535 responden yang berpartisipasi dalam survei ini yang terbagi dalam tiga kategori maturitas bisnis.

Rinciannya, 33 persen responden dikategorikan sebagai beginner seller atau baru berjualan kurang dari 1 tahun. Lalu 33 persen dikategorikan sebagai experienced seller atau berjualan 1-2 tahun. Terakhir, sebanyak 34 persen veteran seller yang berjualan lebih dari 2 tahun.

Hasil survei ini menunjukkan bahwa hingga saat ini media sosial lebih banyak dimanfaatkan para UKM sebagai medium untuk berjualan dibandingkan platform e-commerce atau marketplace. Sebanyak 87 persen responden tercatat memakai lebih dari satu platform media sosial.

Adapun, WhatsApp (84%) dan Instagram (81%) adalah aplikasi yang paling mendominasi pemakaian media sosial untuk berjualan online. Sisanya diikuti oleh Shopee (53%), Facebook (36%), Tokopedia (29%), dan Bukalapak (18%).

Dari kategori penjual, laporan ini membagi tiga kategori penjual yang membuka bisnisnya lewat di media sosial dan e-commerce. Untuk yang berjualan hanya lewat media sosial terbagi dari beginner seller (44%), experienced seller (32%), dan veteran seller (24%)

Sementara UKM yang memasarkan produk dagangannya melalui media sosial dan platform e-commerce didominasi oleh veteran seller (42%), experienced seller (34%), dan beginner seller (24%).

Data lainnya juga mengungkap bahwa kepemilikan toko fisik di era digital kini tidak lagi relevan bagi UKM. Hal ini demikian karena sebanyak 66 persen responden menganggap pendapatan dari toko online telah melampaui pendapatan dari toko fisik.

“Jika kita lihat, sebanyak 83 persen responden kami tidak memiliki toko fisik, 17 persen masih mempertahankan toko fisik, dan 14 persen memiliki toko fisik sebelum berjualan online,” ungkap COO Paxel Zaldy Ilham Masita di Konferensi Pers Paxel Buy and Send Insights, Rabu (2/10).

Beralih ke sisi logistik, Zaldy menyebutkan bahwa penjual online ini semakin mengandalkan jasa logistik di hari yang sama alias same day delivery. Hal ini tergambar dari 36 persen responden yang menginginkan kecepatan pengiriman daripada ongkos yang lebih murah (29%), pengiriman mudah (26%), dan sistem live tracking (8%).

Layanan same day delivery saat ini didominasi oleh Paxel (75%) yang mengunggulkan konsep pengiriman ini di wilayah Jawa dan Bali. Sisanya, sebanyak 24 persen responden menganggap same day delivery diakomodasi oleh ojek online.

“Sebagai gambaran, model bisnis online di Indonesia dan Amerika Serikat sangat berbeda. Di sini [pengiriman] terdesentralisasi atau tersebar, sedangkan di AS terpusat di warehouse. Ini yang membuat jangkauan logistik menjadi penting,” kata Zaldy.

Maka itu, lewat riset ini, Zaldy berupaya untuk lebih memahami UKM yang menjalankan bisnis online, termasuk bagaimana mereka memasarkan dan mengirim barang dagangan. Karena menurutnya perilaku UKM di Indonesia terus berubah.

Pada kesempatan sama, Senior Analyst Provetic Smita Sjahputri menilai ada sejumlah faktor yang membuat UKM lebih memilih menggunakan media sosial untuk berjualan online.

Pertama, rata-rata volume pengiriman penjual online masih kecil sehingga fitur media sosial lebih memudahkan komunikasi dan transaksi dengan pembeli. Kedua, media sosial lebih mudah digunakan karena tidak memiliki fitur yang kompleks seperti e-commerce atau marketplace.

“Kalau volume transaksi naik dan siap untuk scale up, mereka baru pindah ke e-commerce atau marketplace. Lagipula, pelaku bisnis kecil tidak bisa langsung mencairkan uang hasil penjualan jika menggunakan di platform e-commerce,” tuturnya.

Sepanjang awal 2018 hingga September 2019, Paxel telah mengantongi satu juta pengiriman paket dari 519 ribu pengguna. Pengiriman ini telah didukung oleh 1.200 kurir yang tersebar di Jawa dan Bali.

Saat ini, loker penyimpanan Paxel telah tersedia di 110 lokasi dan ditargetkan mencapai 300 lokasi pada akhir tahun ini.

Waresix Secures Seed Funding from East Ventures

On-demand warehouse service Waresix announces seed funding from East Ventures. The service, with a solution to connect businessman and professional warehouse operator, is planned to use the investment in accelerating Waresix’s mission to develop their warehouse network, infrastructure, and cloud-based platforms.

E-commerce marketplace in Indonesia is projected to affect the development of warehouse market industry. The need for on-demand warehouse brings a number of opportunities for Waresix.

“Distribution and logistics have always been a challenge in Indonesia due to its island structure. Waresix provides a solution for dynamic warehouse strategy that allows its customers (retailers, distributors, and manufactures) to adjust quickly with variable demands. Our dynamic warehouse offers flexibility so that customers only need to pay per unit for services they can use, without extra funding,” Andree, Waresix’s CEO, said.

Poor logistics system can affect business operation such as product consolidation in different places, documentation management, and billing for the parties. It makes the business run slower due to the splitting focus. The service is trying to solve this kind of condition.

“Waresix technology is using algorithms that can help users find the best warehouse to store their products. The cloud-based software provides access for clients to manage their bookings, for operation visibility such as inventory & shipping management, as well as warehouse bills and contract management,” Waresix’s CTO Filbert Hansel explained.

Waresix is currently available in some big cities such as Jabodetabek, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Lampung, Pekanbaru, Makassar, and Balikpapan.

For Waresix’s CFO Edwin, the company is expected to help customers having difficulty with overflow inventory, product distribution, temporary storage, and cross-docking solutions.

Waresix’s total funding for the initial round is still undisclosed, but the company will use the investment to achieve its mission to develop and expand the existing warehouse network.

“Waresix combines sharing economy and SaaS system to serve modern logistics industry. They help business players to connect with warehouse providers efficiently and help them to maximize the use of their assets. The solution will only work for the marketplace with significant players in digital commerce. We expect that Waresix can dominate Indonesian market real quick,” Willson Cuaca, East Ventures’ Managing Partner, said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Waresix Amankan Pendanaan Tahap Awal dari East Ventures

Perusahaan jasa gudang on-demand Waresix mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal dari East Ventures. Layanan yang memiliki solusi untuk menghubungkan pemilik usaha dengan operator gudang profesional tersebut rencananya akan menggunakan investasi tersebut untuk mempercepat misi Waresix dalam mengembangkan jaringan gudang, infrastruktur dan platform berbasis cloud yang mereka miliki.

Perkembangan pasar e-commerce di Indonesia disinyalir menjadi salah satu yang mempengaruhi perkembangan pasar industri pergudangan. Kebutuhan akan pergudangan on-demand membawa sejumlah peluang yang coba ditangkap Waresix.

“Distribusi dan logistik selalu menjadi tantangan di Indonesia dikarenakan struktur kepulauannya. Waresix menyediakan solusi untuk strategi pergudangan dinamis yang memungkinkan pelanggannya (pengecer, distribusi dan manufaktur) untuk segera menyesuaikan diri dengan permintaan variabel. Pergudangan kami yang dinamis menawarkan fleksibilitas, sehingga pelanggan hanya perlu membayar biaya per unit untuk layanan yang mereka gunakan dan dapat, tidak perlu mengeluarkan modal tambahan,” terang CEO Waresix Andree.

Sistem logistik yang buruk bisa berakibat buruk pula pada operasional bisnis seperti konsolidasi persediaan barang di berbagai tempat berbeda, pengelolaan dokumentasi, dan penagihan untuk berbagai pihak. Hal itu kemudian berimbas pada melambatnya bisnis karena fokus akan terpecah. Kondisi semacam ini yang coba diselesaikan layanan ini.

“Teknologi Waresix menggunakan algoritma yang mampu membantu pengguna menemukan gudang terbaik untuk menyimpan produk mereka. Perangkat lunak berbasis cloud tersebut menyediakan akses bagi klien untuk mengelola pemesanan mereka, akses ke visibilitas operasional seperti manajemen persediaan & pengiriman, serta pengelolaan kontrak dan tagihan berbagai gudang,” terang CTO Waresix Filbert Hansel.

Saat ini Waresix sudah beroperasi di area kota besar seperti Jabodetabek, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Lampung, Pekanbaru, Makassar dan Balikpapan.

Kehadiran Waresix, menurut penuturan CFO-nya Edwin, diharapkan bisa membantu pelanggan yang mengalami masalah persediaan overflow, distribusi produk, penyimpanan sementara dan solusi untuk cross-docking.

Tidak disebutkan dengan pasti jumlah pendanaan yang diterima Waresix untuk putaran awal ini, namun perusahaan akan memanfaatkan investasi ini untuk mencapai misi mereka mengembangkan dan memperluas jaringan pergudangan yang dimiliki.

“Waresix menggabungkan sistem sharing economy dan SaaS untuk melayani industri logistik modern. Mereka membantu pebisnis untuk terhubung dengan penyedia gudang secara efisien dan membantu pemilik gudang atau properti untuk memaksimalkan penggunaan asset mereka. Solusi ini hanya akan bekerja di pasar dengan pemain yang signifikan di perdagangan digital. Kami berharap Waresix mampu menguasai pasar Indonesia dengan cepat,” ujar Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.