Penjualan Mass Effect Legendary Edition Ternyata Melebihi Ekspektasi EA

Banyak gamer yang mengatakan bahwa remaster dari sebuah game hanyalah cara malas dari para pengembang dan penerbit untuk menjual ulang game-game lawas mereka. Namun kenyataannya game-game lama yang diimprovisasi ini tetap disukai oleh para fans.

Sebut saja versi remaster dari trilogi Mass Effect yang baru saja dirilis oleh EA. Game yang berjudul lengkap Mass Effect Legendary Edition ini ternyata mampu laris terjual dan bahkan melebihi ekspektasi dari EA pada awalnya.

Hal ini diungkap oleh EA lewat laporan finansial terbaru mereka lewat sang CEO, Andrew Wilson. Sayangnya tidak disebutkan berapa angka pasti dari total penjualannya. Namun klaim tersebut dapat dibuktikan lewat game-nya yang populer di Steam.

Image Credit: EA

Dari data yang dicatat Steam, Mass Effect Legendary Edition berhasil mencapai pemain terbanyaknya dengan hampir 60.000 pemain. Angka tersebut menjadikan game buatan BioWare ini sebagai game EA terlaris kedua di Steam setelah Apex Legends.

Sebelum Mass Effect, EA memang telah merilis beberapa remaster dari game lain mereka seperti Command & Conquer, Burnout Paradise, dan juga Need For Speed Hot Pursuit. Namun memang remaster yang paling serius baru diterapkan pada Mass Effect yang berbuah manis dengan penjualannya yang tinggi.

Meskipun dengan penjualan yang melebihi ekspektasi, namun keuntungan terbesar dari EA tetap berada pada game-game multiplayer live-service mereka, game olahraga, dan juga game mobile. Dalam laporannya, EA mengatakan bahwa pendapatan mereka dari game-game tersebut mencapai $1,5 miliar atau meningkat sebanyak 6% dari tahun lalu.

Image Credit: EA

Ke depannya, EA juga telah memiliki proyek remaster lain yang telah diumumkan yaitu Dead Space remake. Dan bila nantinya game tersebut mendulang kesuksesan tentu hal tersebut akan membuat EA semakin percaya diri untuk membawa lebih banyak judul-judul lama mereka yang mungkin sudah dianggap tidak laku.

EA memang berada di titik seimbangnya karena mereka berhasil menghadirkan game-game multiplayer seperti Apex Legends dan Knockout City. Battlefield 2042 juga kemungkinan besar akan menjadi hits terbaru mereka selanjutnya. Namun EA juga sukses menghadirkan game-game single player berbasis narasi berkualitas seperti Star Wars: Jedi Fallen Order, Mass Effect Legendary Edition, dan nantinya Dead Space Remake.

Square Enix Bakal Rilis Mobile Game FF7, BioWare Hentikan Pengembangan Anthem Next

Minggu lalu, ada beberapa pengumuman menarik di dunia game. Square Enix mengungkap bahwa mereka akan meluncurkan mobile game dari Final Fantasy 7 ber-genre battle royale. Sementara BioWare memutuskan untuk berhenti mengembangkan Anthem Next agar mereka bisa fokus pada pengembangan game terbaru dari Mass Effect dan Dragon Age.

Square Enix Bakal Rilis Game Battle Royale Final Fantasy 7 di Mobile

Minggu lalu, Square Enix mengumumkan bahwa mereka akan meluncurkan game battle royale dari Final Fantasy 7 di Android dan iOS pada 2021. Game yang berjudul Final Fantasy 7: The First Soldier ini memiliki gameplay serupa dengan game multiplayer shooter lainnya. Hanya saja, di sini, Anda juga akan bisa menggunakan magic spells, summons, serta mengendarai Chocobo, lapor Polygon.

Trailer dari Final Fantasy 7: The First Soldier menunjukkan sedikit cerita dari game itu. Di video itu, diketahui bahwa Shinra Electric Company ingin memperkuat divisi militer mereka. Karena itu, mereka mengadakan program Soldier. Mereka lalu menguji para kandidat melalui First Soldier. Game battle royale ini mengambil setting waktu sebelum Final Fantasy 7.

Gaming dan AI Dorong Pemasukan NVIDIA Jadi US$5 Miliar

NVIDIA mengungkap, pemasukan mereka pada Q4 2020 — yang berakhir pada 31 Januari 2021 — mencapai US$5 miliar, naik 61% dari tahun lalu. Pemasukan NVIDIA ini melebihi perkiraan para analis. Alasan pemasukan NVIDIA tumbuh pesat adalah karena tingginya permintaan akan hardware gaming dan produk AI.

Colette Kress, Chief Financial Officer, NVIDIA menyebutkan, pemasukan NVIDIA dari divisi gaming dan datacenter naik karena masih banyak orang yang harus bekerja dan bersekolah dari rumah. Dia juga mengatakan, GeForce RTX 3600 laku keras di kalangan cryptocurrency miners, lapor VentureBeat.

Fokus ke Dragon Age dan Mass Effect, BioWare Hentikan Pengembangan Anthem Next

BioWare memutuskan untuk menghentikan pengembangan Anthem Next — versi reboot dari Anthem — agar bisa fokus pada Dragon Age dan Mass Effect. Anthem pertama kali dirilis pada Februari 2019. Game multiplayer shooter buatan BioWare itu mendapatkan banyak kritik karena ia memiliki banyak bug. Konten dari game itu juga dianggap kurang. BioWare lalu memberikan beberapa update untuk Anthem dan mengungkap bahwa mereka berencana merombak ulang game itu menjadi Anthem Next.

Anthem diluncurkan pada 2019.
Anthem diluncurkan pada 2019.

“Membuat game bukan hal mudah,” kata Executive Producer, BioWare, Christian Dailey, seperti dikutip dari VentureBeat. “Kami mengambil keputusan ini dengan berat hati. Ke depan, kami harus fokus untuk membuat game terbaru dari Dragon Age dan Mass Effect dan terus memberikan update yang berkualitsa untuk Star Wars: The Old Republic.”

Pemasukan MiHoYo Pada 2020 Hampir Mencapai US$800 Juta

Pemasukan MiHoYo pada 2020 hampir mencapai US$800 juta. Hal ini diungkapkan oleh Co-founder MiHoYo, Cai Haoyu di hadapan alumni Shanghai Jaotong University. Cai mengungkap, pemasukan MiHoYo naik dua kali lipat dari tahun 2019 berkat Genshin Impact. Padahal, game itu baru dirilis pada September 2020, lapor GamesIndustry. Setelah melihat kesuksesan Genshin Impact, MiHoYo juga memutuskan untuk menambah pegawainya. Pada akhir 2020, jumlah pegawai mereka naik 70% menjadi 2.400 orang.

Pemasukan Unity di Q4 2020 Naik 39% dari Tahun 2019

Unity baru saja mengumumkan laporan keuangan untuk Q4 2020 mereka. Selain itu, mereka juga membahas tentang keadaan keuangan mereka selama 2020. Kim Jabal, Chief Financial Officer, Unity mengungkap, pemasukan Unity pada Q4 2020 mencapai US$220,3 juta, naik 39% dari tahun lalu. Sementara pemasukan mereka selama 2020 mencapai sekitar US$950-970 juta, lapor Yahoo.

Unity juga mengungkap, pemasukan dari iklan di mobile game naik 8% pada tahun lalu. Genre game yang pemasukan iklannya naik pesat adalah card game dan trivia game. Genre olahraga menjadi satu-satunya genre game yang pemasukan dari iklannya tidak naik pada 2020. Sementara itu, jumlah game HD — yang Unity definisikan sebagai game untuk PC, macOS, dan platform desktop lainnya — naik 38% pada 2020, menurut laporan GamesIndustry.

Semua yang Perlu Diketahui tentang Mass Effect Legendary Edition

November tahun lalu, EA dan BioWare memberikan kejutan dengan mengumumkan Mass Effect Legendary Edition, kompilasi lengkap sekaligus versi remastered dari Mass Effect, Mass Effect 2, dan Mass Effect 3. Game baru tapi lawas ini rencananya akan dirilis di musim semi tahun ini, dan EA rupanya tidak berbohong.

Lewat sebuah trailer, EA mengumumkan jadwal perilisan resmi Mass Effect Legendary Edition, yakni 14 Mei 2021. Di video tersebut kita bisa melihat sejauh apa penyempurnaan visual yang dihadirkan. Namun grafik yang lebih bagus rupanya hanya sebagian dari cerita lengkapnya.

Meski hanya sebatas remaster, Mass Effect Legendary Edition rupanya juga membawa sederet pembaruan teknis yang sangat krusial. Revisi yang paling banyak tentu diterapkan pada Mass Effect orisinal. Di versi remastered ini, kontrol dalam game tersebut sudah jauh lebih sempurna. BioWare bahkan tidak segan untuk melakukan perbaikan-perbaikan yang sangat spesifik, seperti misalnya membenahi kontrol atas mobil Mako.

Sejumlah elemen UI-nya juga sudah diubah menjadi jauh lebih modern. Secara keseluruhan, combat-nya akan terasa jauh lebih balanced daripada di game aslinya. Untuk Mass Effect 2 dan Mass Effect 3, BioWare sejatinya tidak perlu menerapkan terlalu banyak pembaruan di luar sisi visual.

Bicara soal visual, BioWare juga tidak sekadar meningkatkan resolusi aset teksturnya begitu saja. Beberapa aset bahkan ada yang harus diperbarui satu per satu, seperti misalnya detail wajah karakter-karakter dalam game. Teknik seperti ambient occlusion juga sudah diterapkan ke ketiga game, bukan cuma diterapkan setengah-setengah di Mass Effect 3 saja.

Namun penyempurnaan visual yang menurut saya paling menarik adalah adanya real-time reflection pada Mass Effect Legendary Edition. Berhubung ketiga game aslinya dibuat menggunakan Unreal Engine 3, otomatis BioWare tidak bisa menerapkan real-time raytracing pada versi remastered-nya ini, dan di situlah real-time reflection mencoba menawarkan alternatif.

Di PC, BioWare memastikan bahwa Mass Effect Legendary Edition bisa dijalankan tanpa batasan frame rate sedikit pun. Kalau Anda mampu menjalankannya di resolusi 4K dengan efek HDR, silakan. Kalau Anda ingin menikmati pemandangan planet demi planet yang fantastis di monitor ultra-wide (21:9), silakan.

Juga penting adalah optimalisasi waktu loading, yang pada game pertamanya disamarkan sebagai adegan di dalam elevator. Sebagai perbandingan, kalau di game aslinya kita perlu menghabiskan waktu sekitar 52 detik di dalam elevator, di Legendary Edition kita hanya butuh sekitar 14 detik.

Beralih ke soal kustomisasi karakter, Mass Effect Legendary Edition juga menawarkan opsi kustomisasi yang seragam antara game pertama, kedua, dan ketiganya – opsi yang dulunya cuma tersedia di Mass Effect 3 sekarang juga ada di Mass Effect maupun Mass Effect 2. Tidak seperti dulu, Legendary Edition juga memungkinkan pemain untuk menggunakan preset default Female Shepard (yang baru ada di Mass Effect 3) di game pertama maupun keduanya jika mau.

Ada lebih dari 40 konten DLC yang tersedia di Legendary Edition, namun tidak ada satu pun konten yang benar-benar baru – yang ada justru mode multiplayer Mass Effect 3 yang dipangkas. BioWare pun sama sekali tidak menyentuh jalan cerita dari trilogi game kebanggaannya tersebut. Untuk ending-nya, BioWare memilih ending yang terdapat di Mass Effect 3: Extended Cut sebagai opsi kanon di Legendary Edition.

Sejauh ini, Mass Effect Legendary Edition terdengar cukup menjanjikan, baik untuk penggemar trilogi aslinya, maupun yang hingga kini belum sempat memainkannya sama sekali. Narasi yang kaya, karakter-karakter yang tidak terlupakan, serta dunia dan lore yang ekspansif; tiga hal tersebut adalah yang BioWare banggakan dari karya-karyanya, dan trilogi Mass Effect memang punya itu semua. Legendary Edition hanya menyajikannya dalam kemasan baru yang lebih modern.

Sumber: PC Gamer.

Cristiano Ronaldo Jadi Karakter di Free Fire, Microsoft Akuisisi Smash.gg

Dalam satu minggu terakhir, ada beberapa kabar menarik di dunia game dan esports. Misalnya, Microsoft yang memutuskan untuk membeli platform turnamen esports, Smash.gg atau keputusan Cristiano Ronaldo untuk bekerja sama dengan Garena sebagai Global Brand Ambassador dari Free Fire.

CR7 Jadi Global Brand Ambassador Free Fire

Cristiano Ronaldo menjadi Global Brand Ambassador dari Free Fire, game buatan Garena. Sebagai bagian dari kerja sama ini, Garena akan membuat karakter baru yang didasarkan pada Ronaldo, bernama Chrono. Karakter itu berasal dari universe baru dengan tema metropolis futuristik. Walau dunia itu penuh dengan teknologi canggih, tatanan masyarakat di sana kacau balau. Chrono hadir sebagai seorang pahlawan dan juga inspirasi bagi masyarakat untuk tetap hidup.

Microsoft Akuisisi Smash.gg

Microsoft mengakuisisi platform turnamen esports, Smash.gg minggu lalu. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai akuisisi tersebut. Smash.gg didirikan pada lima tahun lalu. Pada awalnya, platform tersebut fokus pada turnamen esports dari Smash Bros. Namun, sekarang, mereka juga bisa digunakan untuk mengadakan turnamen esports dari game-game lain.

Melalui Twitter, Smash.gg menjelaskan, saat ini, mereka akan beroperasi seperti biasa. Ke depan, mereka berharap akan bisa menggunakan sumber daya dari tim Microsoft Content Services untuk mengembangkan platform turnamen esports mereka, lapor Reuters.

Dalam 2 Bulan, Pemasukan Genshin Impact dari Pemain Mobile Hampir Capai US$400 Juta

Berdasarkan data dari perusahaan analitik mobile, Sensor Tower, dalam waktu dua bulan sejak peluncuran, Genshin Impact telah mendapatkan pemasukan sekitar US$393 juta dari para pemain mobile. Hal itu berarti, sejak diluncurkan pada 28 September 2020, game buatan MiHoYo ini menghasilkan US$6 juta per hari, menurut laporan GamesIndustry.

Pemasukan Genshin Impact dari mobile hampir mencapai US$400 juta dalam 2 bulan. | Sumber One Esports
Pemasukan Genshin Impact dari mobile hampir mencapai US$400 juta dalam 2 bulan. | Sumber One Esports

Berdasarkan data Sensor Tower, satu-satunya game yang memiliki pemasukan lebih besar dari Genshin Impact pada awal peluncurannya adalah Honor of Kings dari Tencent, yang mendapatkan US$467 juta. Namun, Sensor Data juga menyebutkan, pemasukan Genshin Impact pada bulan kedua lebih kecil daripada pemasukan mereka pada bulan pertama, yang mencapai US$245 juta.

Sepanjang 2020, Pemasukan Franchise Call of Duty Tembus US$3 Miliar

Setelah peluncuran Call of Duty: Black Ops Cold War, Activision mengungkap bahwa total net bookings dari franchise Call of Duty telah menembus US$3 miliar dalam 12 bulan belakangan. Menurut Activision, net bookings merupakan total penjualan secara fisik dan digital, termasuk biaya lisensi, merchandise, dan insenstif untuk publisher game dalam periode tertentu.

Pada 2020, nilai net bookings dari franchise Call of Duty naik 80% dari tahun lalu. Sementara jumlah unit game yang terjual naik 40%. Activision menyebutkan, ada 200 juta orang yang memainkan game Call of Duty pada tahun ini, menurut laporan IGN.

Dua Eksekutif BioWare Keluar, Pengembangan Mass Effect dan Dragon Age Tetap Berjalan

Dua eksekutif BioWare, Casey Hudson dan Mark Darrah memutuskan untuk keluar dari studio game tersebut. Di BioWare, Hudson menjabat sebagai General Manager, sementara Darrah adalah Executive Producer untuk Dragon Age.

BioWare akan tetap mengembangkan Dragon Age 4.
BioWare akan tetap mengembangkan Dragon Age 4.

Namun, BioWare dan publisher Electronic Arts meyakinkan para fans bahwa keputusan Hudson dan Darrah untuk mengundurkan diri tidak akan mengganggu proses pengembangan game-game baru BioWare, seperti Mass Effect: Legendary Edition, Dragon Age 4, dan Anthem Next, menurut laporan VentureBeat.

BioWare Umumkan Mass Effect Legendary Edition, Versi Remastered dari Trilogi Mass Effect

Tren remake dan remaster di industri video game terus bertambah populer dalam beberapa tahun terakhir, dan publisher besar seperti EA tentu tidak mau melewatkan kesempatan emas semacam ini. Sejauh ini, mereka telah meluncurkan versi remastered dari tiga game legendarisnya: Command & Conquer Remastered, Need for Speed Hot Pursuit Remastered, dan Burnout Paradise Remastered.

Namun yang paling legendaris baru saja diumumkan, yakni trilogi Mass Effect. Lewat sebuah blog post, BioWare menyingkap Mass Effect Legendary Edition, kompilasi sekaligus versi remastered dari Mass Effect, Mass Effect 2, dan Mass Effect 3.

Kata “remastered” di sini harus ditekankan, sebab BioWare sendiri mengakui bahwa mereka sama sekali tidak punya keinginan untuk menggarap ulang (remake) ketiga game tersebut, melainkan sebatas memodernisasi pengalaman yang bisa dinikmati oleh para pemain, baik para penggemar setia seri Mass Effect maupun mereka yang belum pernah memainkannya sama sekali, yang dulu mungkin masih terlalu muda untuk mengikuti petulangan epik Commander Shepard.

Sesuai tebakan, versi remastered ini menghadirkan sederet penyempurnaan terhadap tekstur, shader, efek visual, serta sejumlah aspek teknis. BioWare memastikan bahwa semuanya bakal berjalan optimal di resolusi 4K serta frame rate yang tinggi. Mass Effect sendiri bukanlah game dengan grafik yang buruk, akan tetapi kualitasnya jelas terkesan berumur mengingat game itu dirilis 13 tahun lalu.

Mengemas versi remastered-nya menjadi satu bundel lengkap yang juga mencakup seluruh DLC merupakan keputusan yang tepat menurut saya, sebab jalan ceritanya memang menyambung dari yang game yang pertama sampai ketiga, dan cerita sendiri adalah kekuatan utama dari seri Mass Effect.

Kedatangan versi remastered-nya ini tidak terlalu mengejutkan karena rumornya sudah tersebar sejak bulan Mei lalu. Kendati demikian, EA baru akan merilisnya pada musim semi tahun depan (antara Maret sampai Juni 2021). Selain di PC, PS4, dan Xbox One, Mass Effect Legendary Edition juga bakal bisa dimainkan di PS5 maupun Xbox Series X.

Mass Effect baru sedang dikerjakan

New Mass Effect

Dalam kesempatan yang sama, game director trilogi Mass Effect, Casey Hudson, juga sempat menyinggung soal masa depan franchise yang diciptakannya ini. Disebutkan bahwa sebuah tim veteran BioWare sedang sibuk menggodok chapter baru di dunia Mass Effect. Pengembangannya masih dalam tahap awal, dan sejauh ini BioWare baru bisa menampilkan satu artwork di atas.

Meski belum ada detail apa-apa soal game Mass Effect baru ini, setidaknya cukup melegakan mengetahui bahwa franchise ini tidak akan tamat riwayatnya begitu saja setelah segala respon buruk yang diterima oleh Mass Effect Andromeda.

Pengumuman ini pun sekaligus mengonfirmasi pernyataan BioWare sebelumnya bahwa mereka sama sekali belum menyerah dengan seri Mass Effect. Kendati demikian, realisasinya mungkin masih agak lama mengingat BioWare juga sedang sibuk mengerjakan Dragon Age 4.

Sumber: BioWare via Polygon.

Haruskah Game Memiliki dan Menyusupkan Idealisme?

Pekerjaan sebagai seniman, seperti dari penulis, komikus, desainer, dan pekerjaan lain yang berhubungan dengan seni, sering dianggap sebelah mata. Padahal, selama pandemi, kita sadar betapa pentingnya karya seni, mulai dari film, buku sampai game. Bayangkan jika Anda tidak boleh keluar dari rumah selama berminggu-minggu tanpa hiburan apapun, tanpa buku untuk dibaca, tanpa film untuk ditonton, dan tanpa game untuk dimainkan.

Namun, buku dan film tak melulu digunakan sebagai hiburan, tapi juga sebagai media edukasi. Buku dan film juga bisa digunakan sebagai cara bagi seseorang untuk membahas isu sosiopolitik atau menunjukkan idealisme mereka. Misalnya, dalam seri Percy Jackson and The Olympians, Rick Riodan membuat sang tokoh utama dan banyak tokoh penting lainnya mengidap ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan disleksia dengan tujuan untuk menunjukkan pada anak-anak yang memang mengidap ADHD atau disleksia di dunia nyata bahwa mereka juga memiliki potensi.

Sama seperti buku dan film, game juga bisa menjadi media bagi sang kreator untuk menyampaikan idealismenya atau untuk mengangkat isu sosiopolitik yang mereka anggap penting.

Perlukah Memasukkan Idealisme Dalam Game?

Jika ditanya apa alasan saya bermain game, saya akan menjawab sebagai hiburan. Bermain game menjadi salah satu bentuk escapism, cara bagi saya, dan gamer-gamer lainnya, untuk sejenak mengalihkan perhatian dari kenyataan. Dan tidak ada yang salah dengan itu. Karena manusia tidak didesain untuk bekerja tanpa henti 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 365 hari setahun.

“Kita harus meluangkan waktu untuk istirahat, tidak peduli apakah bentuk kegiatan untuk mengisi waktu luang tersebut,” tulis Barton Goldsmith, Ph.D., LMFT dalam Psychology Today. “Waktu luang berfungsi untuk memberikan kesempatan pada tubuh, pikiran, dan hati Anda untuk bersantai dan mengisi energi kembali.”

Bermain game merupakan kegiatan yang banyak orang lakukan untuk mengisi waktu luang mereka. Pada awalnya, video game hadir dalam format yang sangat sederhana. Namun, seiring dengan berkembangnya industri game, game yang muncul pun menjadi semakin kompleks. Di permukaan, Anda bisa melihat bagaimana grafik dalam sebuah game menjadi semakin realistis dengan gameplay yang semakin beragam. Lebih dari itu, tema yang diangkat dalam sebuah game juga menjadi semakin beragam. Developer juga semakin berani untuk mengangkat topik berat, seperti demokrasi, terorisme, perang, atau rasisme.

Lalu, apa bedanya game dengan buku atau film? Buku dan film adalah media yang baik untuk menyampaikan cerita. Namun, pembaca dan penonton merupakan peran pasif. Sebagai pembaca atau penonton, Anda tidak akan bisa mengubah alur cerita. Lain halnya dengan game. Saat bermain game, Anda menjadi pelaku aktif. Anda bisa memilih untuk mengambil tindakan sesuai dengan moral Anda. Tidak berhenti sampai di situ, Anda juga akan menghadapi konsekuensi dari pilihan yang Anda ambil. Misalnya, dalam trilogi Mass Effect, keputusan Anda untuk membunuh atau melepaskan Rachni Queen — satu-satunya penyintas dari spesies Rachni — pada game pertama akan memiliki dampak pada jalan cerita di game ketiga.

Rachni Queen di Mass Effect 3. | Sumber: Flickr/Ryan Somma
Rachni Queen di Mass Effect 3. | Sumber: Flickr/Ryan Somma

Saya tidak mengatakan bahwa game lebih superior dari buku atau film. Hanya saja, game bisa memberikan pengalaman yang berbeda pada Anda jika dibandingkan dengan buku atau film.

Bagaimana Cara Mengangkat Topik Politik Dalam Game?

Game adalah media hiburan. Jadi, ketika muncul isu sosiopolitik di dalamnya, sebagian orang mungkin akan protes, “Jangan bawa-bawa politik ke game!” Sayangnya, tampaknya hal itu tak lagi bisa dihindari. Ketika game hendak menyajikan dunia yang realistis — terlepas dari setting waktu dalam game — mau tidak mau, ia pasti akan memiliki konsep dan masalah yang merefleksikan dunia nyata. Yang penting adalah bagaimana sang kreator menampilkan isu atau menyisipkan idealisme mereka dalam game sehingga para pemain tetap bisa menikmati game itu.

Ketika game mengangkat isu politik, mudah saja bagi developer untuk memasukkan tokoh politik populer, seperti Barack Obama atau Donald Trump. Sayangnya, jika developer melakukan ini, game mereka justru bisa menjadi tak lagi relevan dalam beberapa waktu ke depan. Isu sosiopolitik sebaiknya disampaikan sebagai ide atau konsep yang membuat para pemainnya menjadi penasaran dan tertarik untuk berdiskusi lebih banyak tentang sebuah isu.

Misalnya, isu diskriminasi dan rasisme. Untuk mengangkat topik diskriminasi ke dalam game, Anda tidak perlu harus membuat game tentang Indonesia di zaman Orde Baru (sebentar, jadi ada yang jualan nasi goreng di depan…) atau menjadikan Martin Luther King Jr. sebagai karakter. Anda tetap bisa menemukan masalah diskriminasi dan rasisme bahkan saat Anda memainkan Dragon Age, yang mengambil setting dunia dark fantasy.

Di Thedas (seri Dragon Age), Elf sempat menjadi budak selama beberapa generasi. Dan setelah itu, meski sebagian Elf berusaha untuk hidup berdampingan dengan manusia, mengadopsi budaya manusia, toh perlakuan yang diterima oleh Elf tetap berbeda dari manusia. Bukankah apa yang terjadi pada Elf di Thedas sama seperti warga Indonesia keturunan Tionghoa yang lahir dan besar di Indonesia, memiliki KTP Indonesia, tapi masih sering didiskriminasi hanya karena memiliki mata sipit?

Pemukiman Elf di kota. | Sumber: Wikia
Pemukiman Elf di kota. | Sumber: Wikia

Oke, mari jadikan Detroit: Become Human sebagai contoh lain. Dalam game ini, daripada isu sosiopolitik, Anda akan dihadapkan pada pertanyaan filosofis: apa yang membuat manusia, manusia? Ketika sebuah android, yang merupakan ciptaan manusia, memiliki kesadaran, apakah ia pantas untuk disejajarkan dengan manusia? Namun, game ini juga menunjukkan masalah yang muncul ketika peran manusia sebagai pekerja bisa digantikan oleh android.

Memang, sekarang, kita belum bisa membuat artificial intelligence yang bisa berpikir layaknya manusia, tapi, kita telah memasuki era Revolusi Industri 4.0. Era ketika mesin mulai bisa menggantikan tugas manusia. Dalam Detroit: Become Human, kita melihat bagaimana jumlah pengangguran terus naik karena keberadaan android. Selain itu, tingkat kelahiran juga mengalami penurunan karena manusia lebih memilih untuk menjadikan android sebagai kekasih.

Dan jangan salah, isu-isu berat tidak melulu tampil di game RPG. Game action stealth seperti Metal Gear Solid pun bisa digunakan sebagai media untuk menyampaikan idealisme seseorang. Faktanya, setelah diluncurkan, Metal Gear Solid 2 sempat diprotes karena dianggap terlalu “preachy” dengan mengangkat tema soal konspirasi, politik, dan perang. Pada 2003, saat mengembangkan Metal Gear Solid 3, Hideo Kojima menjelaskan alasan mengapa MGS 2 mengangkat tema-tema tersebut.

MGS 2 mengangkat tema tentang konspirasi dan politik. |Sumber: Vice
MGS 2 mengangkat tema tentang konspirasi dan politik. |Sumber: Vice

“Ketika kami masih kecil, ada gerakan anti-nuklir di seluruh dunia. Namun, pada abad ke-21, tidak ada gerakan serupa, padahal ancaman penggunaan senjata nuklir di era ini justru semakin nyata… Banyak pemain MGS 2 yang merasa bahwa game ini terlalu memaksakan pesan moral. Tapi, kita tidak bisa berharap bahwa Hollywood akan membuat film seperti Planet of the Apse atau muncul manga seperti Barefoot Gen (yang bercerita tentang tragedi bom atom yang dijatukan di Hiroshima). Karena itulah, saya ingin memasukkan pesan anti-perang dan anti-nuklir sebanyak mungkin. Setidaknya dalam MGS,” kata Kojima, dikutip dari PC Gamer.

Kojima menjelaskan, ketika itu, dia merasa bahwa industri hiburan terlalu fokus pada merchandise dan pada cara untuk memaksimalkan keuntungan. “Hal ini berlaku di industri film, buku, dan musik. Mereka fokus untuk membuat produk yang bisa dijual,” katanya. “Tidak ada pesan yang disampaikan oleh sang kreator. Bisnis dan penjualan menjadi Prioritas Nomor Satu. Bagaimana nasib anak-anak di generasi berikutnya yang belajar menggunakan produk-produk tersebut?”

Kesimpulan

Sejatinya, game adalah media hiburan. Kreator game tidak memiliki kewajiban untuk memasukkan elemen edukasi atau pesan moral dalam game yang mereka buat. Jika mereka ingin membuat game yang menjadikan tokoh sejarah sebagai makhluk supernatural yang bisa menjadi love interest sang pemain, kenapa tidak? Namun, jika developer ingin membahas isu sosiopolitik dalam game mereka, selama mereka bisa menyajikannya dengan baik, hal itu juga bukanlah masalah.

10+ Rekomendasi Game Untuk Para Pecinta Teknologi

Perkembangan teknologi gaming membuat medium ini jadi semakin interaktif dan immersive. Selain jadi sarana hiburan dan rekreasi digital, fungsi permainan video kian meluas. Game telah lama dimanfaatkan di ranah edukasi, pelatihan, olahraga hingga medis – dibantu oleh perangkat-perangkat seperti headset virtual reality serta mesin simulator. Dan kita juga tahu, permainan video tak bisa dipisahkan dari dunia teknologi secara umum.

Lewat desain berbeda dan beragam genre, game ialah gerbang masuk ke jagat yang mungkin tak pernah kita bayangkan, memberikan pemain kesempatan untuk melupakan (sejenak) rutinitas sehari-hari. Permainan video juga dapat berperan jadi instrumen belajar dan menikmati hobi, salah satunya bagi kita semua yang punya minat tinggi terhadap teknologi. Banyak game mengangkat tema ini, dan saya bersama Glenn telah memilih 10 judul yang sangat direkomendasikan bagi para pecinta teknologi.

Memilih permainan-permainan di bawah tidaklah sederhana karena kami menyadari, teknologi adalah bidang yang begitu luas. Banyak orang melihat perkembangannya dari perspektif ide dan konsep, mengestimasi dampaknya terhadap kehidupan manusia (saat ini dan di masa depan), tapi tak sedikit pula yang lebih tertarik pada produk dan gadget sebagai solusi praktis.

 

PC Building Simulator

Meng-upgrade dan bermain hardware PC bukanlah hobi yang murah, apalagi jika Anda ingin selalu memastikan komponen di dalamnya tidak tertinggal. PC Building Simulator siap menjadi alternatif terjangkau sekaligus medium belajar bagi mereka yang terpesona dengan dunia hardware komputer, namun bingung untuk memulainya. Game menyajikan begitu banyak pilihan komponen serta kebebasan mengutak-atik berkat kolaborasi antara tim developer bersama puluhan vendor dan perusahaan teknologi.

 

Deus Ex: Human Revolution & Mankind Divided

Selalu ada dampak negatif di tengah beragam kemudahan yang dibawa oleh teknologi, dan dua game Deus Ex ini menggali aspek sosialnya. Human Revolution mempersoalkan etika dari praktek modifikasi tubuh dengan organ sintetis, sedangkan Mankind Divided membahas efek negatif gerakan transhumanism ini di masyarakat (misalnya perpecahan dan konflik sipil). Berupaya untuk tampil muda dan berumur panjang merupakan sifat dasar manusia, tapi dalam mencapainya, apakah kita rela kehilangan kemanusiaan? Itulah pertanyaan berat yang diajukan Deus Ex.

 

Game Dev Tycoon

Bertolak belakang dari bayangan banyak orang, mengembangkan permainan video ialah pekerjaan berat yang menuntut komitmen tinggi. Anda mungkin menyaksikan sendiri bagaimana kesuksesan game tidak menjamin keberlangsungan hidup sebuah studio. Tak sedikit tim developer ditutup/dibubarkan setelah permainan mereka dirilis (bahkan tanpa sepengetahuan pihak publisher). Game Dev Tycoon ialah sebuah jendela kecil untuk mengintip kondisi sesungguhnya di industri pengembangan permainan, sebelum Anda membulatkan tekad buat terjun ke sana.

 

Trilogi Mass Effect

Di belakang pemakaian tema sci-fi populer ala Star Trek dan Stargate, Mass Effect menyimpan banyak sekali gagasan menarik. Game mendemonstrasikan penggunaan sistem penerjemah real-time, gaya gravitasi buatan, serta pemanfaatan material teoretis element zero yang memungkinkan kita menambah atau mengurangi masa suatu objek. Permainan ini sempurna bagi penggenar cerita fiksi ilmiah secara umum, dan pemerhati konsep-konsep unik serta filosofi di dalam teknologi. Tak banyak gamer tahu, kisah Mass Effect dibangun atas dasar ide cosmicism yang dicetus oleh penulis H.P. Lovecraft.

 

Seri Watch Dogs

Watch Dogs memang punya banyak kesamaan dengan Grand Theft Auto, namun permainan Ubisoft ini fokus pada dampak negatif yang mungkin akan terjadi jika layanan internet dan gadget sudah terlalu terintegrasi. Bertambah kompleksnya teknologi berpeluang memperlebar celah keamanan. Akibatnya, privasi tiap individu jadi terancam dan kita lebih rentan terhadap serangan digital dan rekayasa. Di permainan, konektivitas juga dieksploitasi oknum swasta demi mencapai tujuan mereka. Watch Dogs mengingatkan kita bahwa ada baiknya untuk tak selalu mengandalkan teknologi.

 

Portal 1 dan 2

Walaupun di-setting di dunia Half-Life, Portal mengusung tema dan gameplay yang betul-betul berbeda. Tak ada alien yang perlu ditumpas, tugas Anda hanyalah menyelesaikan puzzle – berbekal alat unik pencipta portal teleportasi – sembari menguak misteri mengenai mengapa sang tokoh utama terjebak di laboratorium Aperture Science. Hal terbaik di Portal adalah, game membuat pemain merasa jenius begitu mereka berhasil memecahkan teka-teki. Briliannya desain Portal memicu penggarapan permainan puzzle first-person sejenis seperti The Talos Principle dan The Turing Test.

 

Kerbal Space Program

Manusia sudah lama berhasrat untuk mengeksplorasi bintang dan galaksi, namun realitanya tidak sesederhana Star Wars. Bahkan sebelum bersinggah di planet tetangga, kita perlu memikirkan cara yang dibutuhkan buat keluar dari atmosfer dan mencapai orbit stabil. Kerbal Space Program menantang pemain merancang pesawat ulang-alik serta kendaraan penjelajah planet. Selanjutnya, kita bisa menangkap asteroid, serta membangun stasiun luar angkasa dan spaceport. Gameplay-nya cukup kompleks, tapi KSP disuguhkan secara jenaka dan ada banyak hal mengenai ilmu fisika (terutama Hukum Newton) yang dapat kita pelajari.

 

Nier: Automata

Saya akui memang sulit untuk memisahkan tema sci-fi dengan teknologi, dan Nier: Automata membawa kita jauh ke masa depan ketika Bumi tak lagi ditinggali manusia, di tengah-tengah konflik antara android dan mesin. Sutradara Yoko Taro gemar menggunakan arahan unik saat mendesain game. Ia menulis cerita secara terbalik dari belakang ke depan dan memasukkan banyak hal tak terduga dalam permainan. Efeknya, narasi game jadi sulit ditebak dan ada banyak sekali kejutan menanti pemain. Sedikit spoiler buat Anda, Nier: Automata punya 26 ending.

 

Lone Echo

Seperti Nier: Automata, Lone Echo menempatkan pemain sebagai android dan menugaskan kita untuk membantu Kapten Olivia Rhodes dalam misi di stasiun penambangan Kronos II yang mengorbit planet Saturnus. Lone Echo merupakan salah satu permainan kelas blockbuster pertama yang dirancang khusus buat dimainkan dengan perangkat virtual reality. Game membutuhkan  headset dan sistem kendali motion. Mendapatkan respons positif dari gamer dan media, Lone Echo memperlihatkan pada kita potensi besar yang menanti di ranah VR gaming.

 

Sid Meier’s Civilization VI, plus Beyond Earth

Seri Civilization menyodorkan kita kesempatan untuk membangun peradaban sebagai pemimpin ikonis dunia dan mengubah sejarah. Namun di balik gameplay 4X turn-based berskala raksasanya, rekan saya Glenn berargumen bahwa ada banyak sekali opsi pengembangan teknologi yang bisa kita pilih buat memenangkan permainan. Civilization VI menghidangkan konten yang jauh lebih lengkap dari pendahulunya, dan sejauh ini Firaxis sudah melepas dua expansion pack: Rise and Fall serta Gathering Storm. Dan jika menguasai Bumi masih belum terasa memuaskan, Anda dapat meneruskan petualangan di planet lain dalam Beyond Earth.

Bonus

(Karena saat artikel ditulis, permainan-permainan di bawah ini belum dirilis. Tapi berdasarkan trailer dan info yang sudah beredar, mereka memperlihatkan potensi yang begitu besar.)

 

Cyberpunk 2077

Tema cyberpunk sudah sering kita temukan di video game, dan karya terbaru CD Projekt Red ini memang punya banyak kemiripan dengan Deus Ex. Bedanya, ia menyajikan lebih banyak pilihan – baik di aspek modifikasi, keleluasaan menjelajahi Night City (tempat game ini di-setting), serta menyelesaikan misi – tanpa membebani pemain dengan dilema moral. Developer sengaja meleburkan batasan baik dan buruk. Mereka bermaksud membebaskan pemain dalam membangun sang tokoh utama, V. Di dunia permainan, yang ada hanyalah pilihan dan konsekuensi.

 

Half-Life: Alyx

Merupakan satu lagi game yang digarap dari awal untuk dimainkan menggunakan perangkat VR. Elemen paling krusial di sini adalah dukungan sistem input motion buat mengendalikan gravity gloves (sarung tangan berkemampuan manipulasi gravitasi). Game sudah melewati masa pengembangan serta uji coba yang cukup lama dan saya tidak ragu pada kemampuan Valve meramu konten, namun saya penasaran dengan bagaimana developer mengeksekusi jalan ceritanya karena kita tahu Alyx ialah prekuel dari Half-Life 2. Mampukah Valve memberi kita kejutan?

Beberapa permainan yang saya cantumkan di atas rencananya juga akan kedatangan sekuel, misalnya Kerbal Space Program 2, Lone Echo 2 dan Watch Dogs Legion. Premis judul-judul ini sama seperti pendahulunya, tapi tentu saja mereka dibekali sejumlah penyempurnaan pada gameplay serta fitur-fitur baru.

[Game Playlist] Impresi Awal Bermain Mass Effect: Andromeda

Bahkan sebelum diluncurkan, para pelanggan EA Access sudah menemukan masalah di Mass Effect Andromeda: karakter manusia kurang sempurna, dan ada banyak bug pada animasi. BioWare berusaha menambal kekurangan di permainan lewat patch, namun gamer telah terlanjur kecewa terhadap kendala teknis dan kurang optimalnya kualitas gameplay.

Salah satu realisasi dari janji perbaikan BioWare ialah melalui update ke versi 1.05 di minggu lalu. Melalui patch tersebut, developer membenahi sejumlah elemen di tutorial dan single-player, menyeimbangkan multi-player, menumpas beragam glitch terkait animasi serta menyempurnakan lip-sync. Pembaruan tersebut juga membuat bola mata karakter lebih hidup, tak lagi terlihat seperti boneka plastik.

MEA 29

Seperti game Mass Effect terdahulu, Anda harus menginvestasikan waktu puluhan jam buat menamatkan atau menguak seluruh rahasia yang BioWare sembunyikan di dalam Andromeda. Dan di artikel Game Playlist kali ini, saya bermaksud mengungkapkan impresi setelah memainkannya selama beberapa jam. Sebagai informasi, mayoritas waktu saya habiskan untuk mengedit wajah karakter, dan saat ini Ryder masih berada di Habitat 7.

MEA 10

Dengan mengambil latar belakang galaksi Andromeda, BioWare mencoba memberikan lembaran baru, namun beberapa elemen tetap berkaitan dengan trilogi Mass Effect – contohnya Anda bisa menentukan jenis kelamin Commander Shepard. Hal paling unik di Andromeda dapat ditemukan di awal. Game akan memberi pilihan: bermain dengan karakter yang sudah disediakan atau mengustomisasi sendiri, dan keputusan Anda akan memengaruhi anggota keluarga Ryder.

MEA 6

MEA 7

Pertama-tama, Anda diminta memilih satu dari dua saudara kembar Scott atau Sara Ryder untuk dijadikan tokoh protagonis. Menggunakan opsi custom, Anda dapat mengganti spesialisasi serta penampilan Ryder. BioWare menyediakan 10 opsi, 9 di antaranya bisa dikonfigurasi. Dan dengan menunjuk satu dari sembilan preset, wajah ayah Ryder juga berubah, dan pemain dipersilakan meng-edit wajah saudara/saudarinya. Lalu jika Anda tidak mengubah nama depan karakter, NPC kadang menyapa Anda dengan panggilan Sara atau Scott.

MEA 5

MEA 3

Elemen visual permainan terasa bertentangan. Di satu sisi, Andromeda menghidangkan grafis mencengangkan. Warna atmosfer dan batu-batu terbang di Habitat 7 mengingatkan saya pada Pandora di film Avatar. Planet ini dihuni oleh flora-flora unik, jamur raksasa, dan makhluk seperti ikan terbang. Lalu efek letupan senapan laser, ledakan, dan petir yang menyambar secara acak terlihat sangat detail. Semuanya tersaji apik dan mulus (lebih dari 100fps) di setting ultra 1080p di atas notebook gaming MSI GT72VR Dominator Tobii.

MEA 30

Namun di sisi lain, model karakternya sangat mengecewakan. Mutunya jauh di bawah The Witcher 3, bahkan saya rasa Dragon Age: Inquisition tampil lebih baik. Tool edit juga terbatas. Setelah menghabiskan waktu hampir satu jam, saya masih belum dapat menciptakan wajah yang memuaskan – sejumlah lekukan tidak bisa dihilangkan, lalu bentuk hidung terlihat aneh. Padahal, character creation merupakan elemen paling krusial dalam permainan role-playing.

MEA 1

MEA 2

Lalu apakah Mass Effect: Andromeda layak dimainkan, khususnya untuk fans Mass Effect dan penggemar cerita sci-fi? Tentu saja, namun tidak di harga Rp 660 ribu dan dengan kondisi seperti ini. Saran saya adalah, tunggu hingga ada lebih banyak update konten dan perbaikan, serta bersabar hingga harganya turun lebih jauh.

Seperti biasa, galeri screenshot dapat dinikmati di bawah:

MEA 32

MEA 31

MEA 24

MEA 25

MEA 11

MEA 12

MEA 13

MEA 16

MEA 14

MEA 19

MEA 20

MEA 27

MEA 21

MEA 23

MEA 18

MEA 17

MEA 16

MEA 28

Game Playlist adalah artikel gaming kolaborasi MSI dengan DailySocial.

Game dimainkan dari unit notebook MSI GT72VR 6RE Dominator Tobii, ditenagai prosesor Intel Core i7-6700HQ 2,6GHz, kartu grafis Nvidia GeForce GTX 1070, RAM 16GB, penyimpanan berbasis SSD 256GB dan HDD 1TB, serta dilengkapi teknologi eye-tracking Tobii Technology.

Mass Effect: Andromeda Tidak Sebaik yang Banyak Orang Harapkan

Mass Effect: Andromeda boleh dikatakan sebagai game terbesar BioWare. Buat menggarapnya, tim developer asal Kanada itu mengerahkan tenaga dari tiga studio miliknya, dan rumor mengatakan mereka telah mengeluarkan modal US$ 40 juta. Tapi dari sejak permainan itu tersedia di EA Access, Anda mungkin sudah mendengar kabar kurang baik mengenainya.

Saat itu, mayoritas mereka yang sudah mencoba Andromeda mengeluhkan buruknya animasi dan adanya glitch di sana-sini – menyebabkan game diolok-olok penghuni internet. Dan setelah dirilis, ternyata kualitas Mass Effect: Andromeda tidak sebaik yang selama ini BioWare janjikan. Silakan simak rangkuman dari para reviewer di bawah.

Menurut Polygon, sensasi bermain Mass Effect: Andromeda terasa bercampur aduk. Di satu sisi, banyaknya kendala teknis – walaupun tidak merusak gameplay – ternyata cukup mengganggu. Namun di sisi lain, sang pengulas penasaran pada misteri dunia fiksi yang BioWare bangun, dan setelah menyelesaikan game tersebut, ia tak sabar ingin berpetualang di galaksi baru itu dalam permainan selanjutnya. Polygon memberi game ini skor 7,5.

PC Gamer memberi respons hampir senada, dengan nilai yang sedikit lebih tinggi: 80. Menurut Chris Thursten, Mass Effect: Andromeda dinodai ketidak-konsistensian dan tampak tidak dipoles optimal, tetapi game masih mampu menyajikan sensasi bereksplorasi. PC Gamer mengapresiasi dunia petualangannya luas, spektakuler dan menyegarkan; juga memuji BioWare karena mereka tidak lupa menyempurnakan sistem pertempuran.

Bagi Destructoid, Mass Effect: Andromeda bukanlah permainan Mass Effect sejati – malah terkesan seperti spin-off. Game seolah-olah dibuat oleh studio berbeda yang tidak yakin terhadap arahan baru yang ingin diambil. Dunia baru di sana memang menarik, tapi sayang kontennya tidak banyak. Selanjutnya, masalah-masalah teknis juga sulit untuk diabaikan. Destructoid hanya menyodorkan skor 6,5 buat permainan ini.

Dan Stapleton dari IGN berpendapat, jalan cerita bermutu dan karakter menarik di Mass Effect: Andromeda mampu mengurangi kekecewaan gamer terhadap ketiadaan ras alien yang betul-betul baru, sistem kustomisasi companion, dan problem di sisi teknis. Di beberapa skenario, game ini mampu menyuguhkan elemen-elemen terbaik trilogi Mass Effect terdahulu, dipadu pertempuran seru dan efek suara fantastis. Andromeda memperoleh nilai 7,7 dari IGN.

Dari pengamatan GameSpot, visi di belakang penciptaan Andromeda hanya terpenuhi separuhnya. Kontennya memang banyak, tetapi kualitasnya tidak konsekuen. Pertempuran dan dunia permainan merupakan bagian terkuat dari permainan, namun mereka tidak bisa menutupi kekurangannya di segi narasi, serta rendahnya mutu penyampaian ‘politik dan moral’ – yang sebelumnya merupakan faktor unggulan seri Mass Effect.

Via situs agregat review  OpenCritic, Mass Effect: Andromeda memperoleh skor rata-rata sementara 75. Angka ini fluktuatif, bisa berubah tipis seiring munculnya lebih banyak ulasan.

Eksplorasi Luar Angkasa Adalah Jantung Dari Mass Effect: Andromeda

Ada sedikit kebingungan mengenai struktur game role-playing sci-fi baru buatan BioWare. Awalnya, developer mendeskripsikan Mass Effect: Andromeda sebagai permainan open-world sembari memamerkan video-video yang mendukung konsep itu. Tapi tak lama, produser Michael Gamble mengklarifikasi dan menjelaskan bahwa Andromeda ialah game berbasis eksplorasi.

Istilah open-world biasanya memang membuat para gamer membayangkan gameplay sebebas Skyrim ataupun Grand Theft Auto, dan Mass Effect: Andromeda ternyata bukanlah permainan berjenis ‘sandbox tradisional’. Meski demikian, BioWare kembali menekankan bahwa aspek penjelajahan tetap menjadi pilar utama di permainan space opera tersebut. Lewat blog dan video gameplay episode ketiga, developer membahas elemen eksplorasi secara lebih rinci.

Petualangan luar angkasa merupakan jantung dari Mass Effect: Andromeda. Permainan ini membawa Anda ke satu wilayah bernama Heleus Cluster di galaksi Andromeda. Area ini berisi lusinan sistem tata surya, dan Anda dapat mengunjungi tempat-tempat itu menggunan pesawat Tempest. Kita tak perlu mengendalikannya secara manual, cukup dengan memandu Tempest lewat Galaxy Map. Yang membuat bagian ini menarik adalah pemain bisa melihat pemandangan lokasi tersebut secara real-time melalui jendela pesawat.

BioWare belum lama ini juga memiblikasikan video ‘briefing‘ bertajuk Golden World. Di sana, developer membahas tujuh lokasi yang berpotensi untuk jadi rumah baru bagi makhluk-makhluk dari Bima Sakti, termasuk manusia. Mereka dipilih karena tak hanya bisa menopang kehidupan, tapi juga kaya akan mineral. Tiap-tiap tempat memiliki keadaan beberbeda: ada planet kering dengan sungai bawah tanah hingga bulan subur yang mengelilingi planet gas raksasa. Lewat video tersebut, BioWare juta memberikan pentunjuk tentang kehadiran Quarian di Mass Effect: Andromeda – spesies alien misterius pencipta ras mesin Geth.

Dalam petualangan, Anda bisa menemukan lokasi-lokasi untuk menempatkan Forward Station, berperan sebagai titik fast travel serta sarana untuk mengisi ulang perbekalan. Forward Station sangat penting karena beberapa tempat berbahaya menguras energi sistem life support di baju ruang angkasa Anda. Masing-masing daerah menyuguhkan area menarik buat dieksplorasi, cerita serta karakter baru, dan di sana Anda juga dapat mendirikan outpost serta meng-upgrade Nexus – stasiun ruang angkasa yang dibangun peserta program Andromeda Initiative.

Tidak terasa, Mass Effect: Andromeda akan dilepas sebentar lagi. Game bertenaga engine Frostbite 3 ini dijadwalkan untuk meluncur di PC (via Origin), PlayStation 4 dan Xbox One tanggal 21 Maret 2017. Satu hal lagi: terkait kontennya, Andromeda hanya cocok dimainkan oleh gamer berusia 18 tahun ke atas.

Sumber: MassEffect.com.