Fasilitas Supercharger Tak Lagi Bisa Dinikmati Pemilik Baru Mobil Tesla Secara Cuma-Cuma

Menjadi pemilik Tesla Model S atau Model X berarti Anda sudah move on dari SPBU. Sebagai gantinya, mobil Anda cas semalaman di garasi rumah, atau berkunjung ke fasilitas Tesla Supercharger ketika sedang dalam perjalanan jauh.

Selama empat tahun terakhir, Tesla sudah menyediakan lebih dari 4.600 Supercharger yang tersebar di Amerika Serikat, Eropa sampai ke Tiongkok maupun Jepang – Indonesia belum kebagian jatah. Konsumen pun selama ini sama sekali tidak dipungut biaya, akan tetapi situasinya akan berubah mulai tahun depan.

Demi terus memperbanyak jumlah fasilitas Supercharger, Tesla menetapkan kebijakan baru: bagi konsumen yang memesan mobil Tesla setelah 1 Januari 2017, Supercharger tak lagi bisa dinikmati secara cuma-cuma. Mereka hanya akan mendapat jatah gratis sebanyak 400 kWh (setara sekitar 1.600 kilometer) selama setahun.

Lebih dari itu, konsumen akan ditarik biaya kecil secara berkala. Pun demikian, Tesla menegaskan bahwa fasilitas Supercharger tidak akan mereka jadikan sarana mengambil untung; harga yang harus ditebus konsumen dipastikan lebih murah ketimbang biaya yang diperlukan untuk mengisi bahan bakar mobil tradisional dengan jarak tempuh yang sama.

Pemilik lawas atau yang sedang menunggu pesanan mobilnya tidak perlu khawatir, dengan catatan mobil akan dikirim sebelum tanggal 1 April 2017. Ini berarti semua pemilik Model 3 nantinya juga terkena imbas dari kebijakan baru Tesla, mengingat mobil tersebut baru akan diproduksi di pertengahan 2017.

Sejatinya kebijakan ini Tesla ambil juga untuk mengantisipasi banjir konsumen Model 3. Banderol harga $35.000 menjadikan mobil tersebut terjangkau banyak kalangan. Alhasil, Tesla harus gerak cepat menambah fasilitas Supercharger di berbagai titik supaya mereka tidak kewalahan.

Rincian biayanya baru akan diumumkan setidaknya sebelum pergantian tahun. Untuk sekarang, Tesla hanya bisa bilang bahwa tarifnya akan naik-turun dari waktu ke waktu, dan berbeda-beda di tiap lokasi berdasarkan tarif listrik di kawasan tersebut.

Sumber: Tesla.

Tempuh 640km Sekali Charge, Mobil Elektrik Futuristis Fisker EMotion Siap Jegal Tesla

Hampir 10 tahun silam Henrik Fisker menggandeng Quantum Technologies untuk meluncurkan Fisker Automotive. Visi sang desainer Aston Martin DB9 itu sederhana: menciptakan mobil elektrik yang anggun serta menyenangkan dikendarai. Sayang kiprah mereka harus terhenti prematur. Perusahaan itu bangkrut di 2013, dan asetnya dibeli Wanxiang. Di September 2015, Fisker Automotive berubah jadi Karma Automotive.

Beralihnya kepemilikan aset tentu memengaruhi produk mereka, termasuk Fisker Karma. Mobil sedan sport premium range-extended elektrik pertama itu harus berganti nama jadi Karma Rovero. Tapi Henrik Fisker tidak mau menyerahkan mimpinya begitu saja. Di bulan Oktober 2016 ia kembali mendirikan perusahaan mobil elektrik, bernama Fisker Inc, dan segera menyingkap ‘penerus spiritual’ Fisker Karma: Fisker EMotion.

EMotion 1

Sebelum sejumlah gambar EMotion diunggah lewat Twitter milik Fisker, Business Insider sempat menyebut mobil baru itu sebagai ‘jagal bagi Tesla’. Kabarnya, EMotion tidak lagi ditenagai baterai lithium-ion biasa, ia memanfaatkan supercapacitor graphene. Graphene ialah material tertipis dan terkuat di Bumi, lalu selain mampu menyimpan energi, supercapacitor membutuhkan waktu pengisian yang jauh lebih singkat dibanding li-ion. Berbekal teknologi ini, EMotion diklaim mampu membawa penumpangnya berkendara sejauh 640km sekali charge.

Ketika Fisker Karma mengusung penampilan ala mobil sport mewah – kesan ini diperkuat oleh grille depan serta garis-garis mirip Aston Martin – Fisker EMotion terlihat lebih futuristis. Ia tidak lagi mempunyai grille, lalu lekukan-lekukan, spoiler terintegrasi dan hoodline rendah membuatnya seperti anggota Decepticon. Tentu saja rancangan tersebut bukan sekedar diusung agar mobil tampil menarik, tapi juga membantu performa dari sisi aerodinamika.

EMotion 2

EMotion akan memanfaatkan kombinasi struktur bingkat dari serat karbon dengan tubuh aluminium sehingga bobotnya minimal. Dari gambar, kendaraan ini memiliki cermin spion yang hampir pipih dan tidak membutuhkan handle untuk membuka pintu butterfly-nya. Buat pencahayaan, EMotion menggunakan jenis lampu LED adaptive.

Henrik Fisker memang belum mengungkap spesifikasi resminya, namun di atas kertas, mesin elektrik EMotion kabarnya sanggup melesat hingga kecepatan maksimal 260-kilometer per jam berkat dukungan baterai graphene, diproduksi oleh Fisker Nanotech, sebuah joint venture antara Fisker dan Nanotech Energy. Jika menghitung dari angka, jarak tempuh serta kecepatan tertinggi EMotion memang berada di atas Tesla Model S – yaitu 506km dengan top speed 250km/j.

Rencananya, tim Fisker Inc. akan segera mengumumkan info mengenai kapan distribusi dilakukan setelah EMotion dipamerkan secara resmi ke publik pada pertengahan tahun 2017.

Via Engadget & Jalopnik.

Didirikan Mantan Karyawan Tesla, Lucid Motors Siapkan Penantang Model S di Tahun 2018

Seperti Apple, Tesla juga punya banyak ‘musuh’; mulai dari yang sekelas Mercedes-Benz atau Porsche, sampai yang masih seumur jagung seperti Faraday Future. Ini memang resiko menjadi pionir industri, dan seiring berjalannya waktu, persiapan yang dimiliki para penantangnya akan semakin matang.

Kalau tidak percaya, coba tengok Lucid Motors. Pabrikan mobil anyar yang sebelumnya bernama Atieva ini didirikan oleh sejumlah mantan karyawan Tesla, dan misinya tidak lain dari bersaing dengan Elon Musk dkk. Setidaknya itulah yang sedang mereka persiapkan melalui sedan elektrik perdananya.

Sepasang motor elektrik milik mobil ini diklaim dapat menyemburkan daya hingga sebesar 900 hp / Lucid Motors
Sepasang motor elektrik milik mobil ini diklaim dapat menyemburkan daya hingga sebesar 900 hp / Lucid Motors

Sama seperti Porsche Mission E, mobil yang sejauh ini belum bernama tersebut dirancang untuk menjadi ‘pembunuh’ Tesla Model S. Lucid Motors sendiri belum mau mengungkap wujudnya secara menyeluruh, namun dari bagian moncongnya yang mirip Chevrolet Camaro saja sudah bisa menjadi indikasi bahwa desainnya cukup sporty.

Performa menjadi salah satu fokus utama Lucid Motors dalam mengembangkan sedan perdananya ini. Salah satu petingginya, Peter Rawlinson yang menjabat sebagai CTO sempat menyebutkan bahwa daya yang dihasilkan sepasang motor elektrik milik mobil ini bisa mencapai kisaran 900 hp, dengan kecepatan maksimum setidaknya 320 km/jam.

User interface intuitif dan navigasi berbasis perintah suara yang alami juga merupakan fitur andalan Lucid Motors / Lucid Motors
User interface intuitif dan navigasi berbasis perintah suara yang alami juga merupakan fitur andalan Lucid Motors / Lucid Motors

Soal jarak tempuh, versi produksinya nanti akan mengusung baterai berkapasitas 87 kWh, sanggup melaju sejauh 480 kilometer sebelum perlu mampir ke titik charging terdekat. Rawlinson bahkan tidak segan menyebutkan rencananya untuk mengembangkan versi yang sanggup menempuh jarak 640 km – rasa percaya dirinya didasari oleh riset baterai yang dilakukan selama perusahaan masih bernama Atieva.

Lucid Motors berharap bisa membawa mobil ini ke pasaran pada tahun 2018. Meski tidak ada detail yang lebih merinci, dipastikan mobil ini juga akan dilengkapi sejumlah elemen kemudi otomatis dan navigasi berbasis perintah suara yang alami.

Sumber: The Drive dan Lucid Motors.

Tesla Lengkapi Semua Mobil yang Sedang Diproduksi dengan Hardware Autopilot Baru

Di saat pabrikan mobil lain sedang sibuk menyiapkan mobil elektrik perdananya, Tesla yang sudah mencuri start bisa berfokus ke bidang lain yang tidak kalah penting perannya terhadap industri otomotif. Yup, apalagi kalau bukan teknologi kemudi otomatis?

Tesla sadar betapa pentingnya teknologi ini, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk membekali semua mobil yang tengah diproduksi – termasuk Model S, Model X dan Model 3 – dengan hardware yang diperlukan untuk menyanggupi eksekusi kemudi otomatis secara penuh, atau dengan kata lain, lebih komprehensif dari yang ditawarkan fitur Autopilot saat ini.

Perlengkapan tersebut mencakup 8 kamera 360 derajat dengan jangkauan pandang sejauh 250 meter, 12 sensor ultrasonik dengan kemampuan mendeteksi objek dua kali lebih baik dari sebelumnya, serta radar dengan kinerja yang lebih maksimal. Semuanya demi menyajikan ‘penglihatan’ di luar batas indera manusia sebagai pengemudi.

Tesla tidak lupa menyematkan sistem komputer baru yang memiliki performa 40 kali lebih cepat ketimbang sebelumnya. Bersamaan dengan itu, Tesla juga mengembangkan sistem neural network sendiri untuk mengolah semua data dari computer vision, sonar dan radar.

Perlu dicatat, semua fitur yang ditawarkan hardware baru ini tidak bisa langsung dinikmati begitu saja dalam waktu dekat. Tesla akan lebih dulu melakukan kalibrasi sistem melalui data-data yang dikumpulkan oleh mobil-mobil buatannya yang sudah ada dijalanan sekarang.

Hal ini dilakukan semata untuk alasan keselamatan pengemudi dan guna memastikan sistem bisa berjalan secara optimal. Saat semuanya sudah siap, lagi-lagi Tesla akan mendistribusikannya lewat software update. Di saat yang sama, Tesla juga berjanji untuk tidak melupakan konsumen loyalnya dan berkomitmen untuk terus menyempurnakan mobil-mobil lawas buatannya melalui software update.

Sumber: Tesla.

Versi Mendatang Mercedes-Benz S550e Plug-in Hybrid Akan Dilengkapi Teknologi Wireless Charging

Masih ingat dengan teknologi wireless charging untuk mobil elektrik yang Qualcomm umumkan tahun lalu? Sekarang sepertinya sudah ada tanda-tanda kalau teknologi ini bakal segera diaplikasikan ke mobil komersial. Mengingat Qualcomm menggandeng Daimler dalam mengembangkan teknologi ini, wajar apabila yang mendapat jatah pertama adalah sebuah Mercedes-Benz.

Ya, teknologi bertajuk Qualcomm Halo Wireless Electric Vehicle Charging (WEVC) ini akan segera tersedia pada Mercedes-Benz S550e plug-in hybrid versi mendatang. Pemilik sedan mewah tersebut nantinya sudah tidak perlu lagi dipusingkan oleh kabel yang menjuntai di dalam garasi demi mengisi ulang baterainya.

Kenyamanan adalah kata kunci utama yang bisa diasosiasikan dengan teknologi ini. Setidaknya untuk sekarang, jangan bayangkan proses charging-nya bisa berlangsung cepat; untuk mengisi baterai berkapasitas 13,5 kWh milik S550e, paling tidak dibutuhkan waktu semalaman. Itulah mengapa teknologi ini belum cukup matang untuk diterapkan pada mobil elektrik murni.

Kendati demikian, pemilik S550e nantinya hanya perlu memarkir mobilnya di atas charging pad – tidak harus benar-benar presisi, agak meleset sampai 15 cm pun charging tetap bisa berlangsung – lalu mendapati mobilnya dalam kondisi baterai terisi penuh di pagi hari untuk dipakai ke tempat kerja.

Qualcomm dan Daimler tidak lupa memperhatikan aspek keamanan, mengingat anak-anak atau hewan peliharaan bisa terekspos oleh medan magnet berdaya tinggi dari charging pad tersebut. Untuk itu, sistemnya telah dirancang agar dapat mendeteksi objek tak dikenal (selain mobil itu sendiri), lalu seketika juga mati sendiri dan mengirimkan notifikasi ke pemilik mobil.

Satu hal yang bisa dipastikan, biaya instalasi sistem wireless charger semacam ini sepertinya berada di kisaran yang cukup mahal. Namun kalau sang konsumen sanggup membeli salah satu sedan termahal Mercy, tentunya ia tidak keberatan merogoh kocek lebih lagi demi mendapatkan kenyamanan yang ditawarkan teknologi wireless charging ini.

Sumber: Car & Driver.

DHL Ciptakan Mobil Elektrik Sendiri Sebagai Bentuk ‘Tamparan’ Bagi Pabrikan Otomotif

Belum lama ini, Mercedes-Benz sempat menunjukkan secanggih apa mobil pengiriman di masa yang akan datang lewat konsep bernama Vision Van. Namun bagi perusahaan logistik sekelas DHL, konsep saja tidak cukup, mereka membutuhkan mobil elektrik yang praktis dan efisien untuk dipakai sekarang juga.

Untuk itu, mereka pun memutuskan untuk langsung turun tangan dan mengembangkan mobil elektriknya sendiri. Tentu saja tidak sendirian, melainkan dibantu oleh RWTH Aachen University asal jerman, supplier otomotif Bosch dan Hella, serta ahli software asal AS bernama PTC.

Dijuluki StreetScooter, jangan bayangkan mobil ini secanggih buatan Tesla Motors maupun pabrikan yang lain. DHL sengaja merancangnya sebagai sebuah alat untuk membantu para karyawannya di lapangan, jadi tidak banyak standar yang harus dipenuhi oleh mobil ini.

Memang benar, baterai berkapasitas 20,6 kWh-nya hanya mampu membawa mobil melaju hingga sejauh 80 kilometer saja. Akan tetapi ini saja sebenarnya sudah cukup untuk kebutuhan DHL dalam melakukan pengiriman di kawasan urban di negara-negara Eropa tanpa mencemarkan udara di daerah tersebut.

Kecepatan maksimumnya berkisar 80 km/jam, sedangkan muatan maksimumnya sekitar 650 kilogram. Pun demikian, DHL juga tengah menyiapkan versi yang lebih besar dengan muatan maksimum sekitar 1 ton dan volume ruang kargo 7.900 liter.

StreetScooter jauh dari kata cantik, tapi fungsional, praktis serta tahan lama / DHL
StreetScooter jauh dari kata cantik, tapi fungsional, praktis serta tahan lama / DHL

Akan tetapi yang lebih penting bagi DHL adalah sisi praktis dari mobil ini. DHL dan mitranya mengembangkan mobil-mobil ini agar bisa dipakai enam hari setiap minggu selama 16 tahun. Pintu-pintunya didesain agar bisa dibuka-tutup sebanyak 200 kali setiap hari, dan motor elektriknya sendiri tidak membutuhkan perawatan intensif.

Inisiatif DHL ini juga bisa dilihat sebagai ‘tamparan’ bagi industri otomotif bahwa perusahaan logistik bukan cuma membutuhkan mobil elektrik yang canggih saja, tetapi mereka juga butuh cepat mengingat zona rendah emisi mulai banyak diberlakukan di berbagai kawasan.

Sumber: Road & Track.

Mobil Elektrik Maserati Bukan Sekedar ‘Ikut-Ikutan’ Tesla

Walau konsepnya sudah lama ada, kesuksesan Tesla Motors memasarkan mobil elektrik yang betul-betul bisa diandalkan membuat perusahaan otomotif Amerika itu dianggap sebagai pionir sekaligus standar electric vehicle modern. Hampir semua nama di industri mencoba menggarap EV kreasi mereka, besar maupun kecil, dan Maserati termasuk salah satu di antaranya.

Rencana sang produsen kendaraan mewah asal Itali untuk mencoba menyaingi Tesla terdengar sejak bulan Juni silam. Waktu itu, CEO Fiat Chrysler Automobiles Sergio Marchionne mengungkap bahwa timnya sedang berdiskusi buat menghadirkan beberapa versi elektrik produk Fiat; mengikuti langkah Porsche, Jaguar, Mercedes-Benz, serta Audi. Belum lama kepala engineering Roberto Fedeli mengonfirmasi info tersebut dan menegaskan, upaya mereka bukan sekedar meniru kesuksesan Tesla.

Via blog Car and Driver, Fedeli menjelaskan bahwa menciptakan kompetitor Tesla bukanlah ide bagus. Menurutnya, Tesla bukanlah produk otomotif terbaik di pasar meskipun mereka sukses menjual 50.000 unit kendaraan tiap tahun. Perwakilan Fiat Chrysler itu menuturkan alasannya, dari sisi kualitas engineering sampai dinamika mengemudi, “Eksekusi dan mutu mobil Tesla setara kendaraan OEM Jerman di tahun 1970-an. Mereka tidak menawarkan solusi yang terbaik.”

Fedeli mengutarakan kendala lain yang sering ditemui di kendaraan elektrik saat ini: mereka terasa berat sehingga kurang nikmat dikendarai. Pertama-tama, akselerasi maksimal membutuhkan waktu tiga detik, dan di sanalah pencinta kendaraan dapat merasakan ’emosi’. Baterai juga menjadi faktor penyumbang masalah. Komponen ini berat, dan walaupun torsi dan tenaga bisa membuat Anda melupakannya sejenak, bobot menyebabkan mobil tidak enak dikendarai di jalanan normal.

Problem selanjutnya adalah, EV tidak mengeluarkan suara ala mobil berbahan bakar bensin, dan Fedeli mengakui inilah tantangan terbesar bagi Fiat. Mobil-mobil Maserati sendiri telah dikonfigurasi agar mesin V-6 dan V-8 di dalam mengeluarkan suara yang mereka inginkan, bahkan mempekerjakan seorang komposer opera La Scala di Milan untuk memastikan kendaraan menghasilkan nada yang tepat.

Roberto Fedeli belum memberi tahu apa nama kendaraan elektrik Maserati itu. Kemungkinan, ia dirancang dengan tubuh anggun aerodiamis bervolume kecil ala coupe grand-touring, boleh jadi mirip mobil konsep Maserati Alfieri.

Kabar kurang gembiranya, mereka yang sudah tidak sabar buat meminang mobil elektrik Maserati harus menunggu hingga pihak Fiat Chrysler Automobiles meluncurkan kendaraan tersebut di tahun 2020, atau paling cepat 2019.

Porsche Kembangkan Sistem Charger Mobil Elektrik yang Lebih Cepat 2x Lipat dari Tesla Supercharger

Pengembangan mobil elektrik harus dibarengi oleh infrastruktur yang lengkap. Contoh yang paling gampang adalah bagaimana mobil-mobil buatan Tesla sejauh ini baru tersedia di beberapa negara saja. Hal ini dikarenakan Tesla baru memiliki jaringan Supercharger di negara-negara tersebut, dan Supercharger ini juga yang menjadi salah satu nilai jual utama Tesla.

Tesla menamainya Supercharger karena memang sistem tersebut dapat mengisi ulang baterai mobil-mobil elektriknya lebih cepat dari biasanya. Secara teknis, Tesla Supercharger memiliki kapasitas 145 kW – 450 volt pada 335 A – sedangkan mobil-mobil buatan Tesla sendiri bisa menerima output daya hingga 120 kW.

Sederhananya, selain irit, mobil elektrik Tesla juga bisa di-charge dengan cepat. Faktor ini sepertinya menjadi perhatian khusus buat Porsche. Selagi menggarap mobil sport elektrik Mission E, Porsche juga sedang sibuk mengembangkan sistem charger mobil elektrik yang lebih cepat hampir 2x lipat dari Tesla Supercharger.

Menurut Porsche, sistem charger 800 volt buatannya tersebut sanggup mengisi 80 persen kapasitas baterai Mission E dalam waktu 15 menit saja. Hal ini berarti dalam kurun waktu sesingkat itu, Mission E sudah siap diajak menempuh jarak sekitar 400 km sebelum akhirnya perlu di-charge lagi. 15 menit charging untuk jarak tempuh 400 km? Fenomenal.

Lebih menarik lagi adalah bagaimana Porsche mendesain infrastrukturnya supaya juga bisa digunakan oleh mobil elektrik merek lain, bahkan oleh para pemilik Tesla dengan bantuan sebuah adapter. Secara default, sistem charging ini dipersiapkan untuk lini mobil elektrik dari brandbrand yang tergabung dalam grup Volkswagen, termasuk halnya mobil konsep VW I.D. yang baru saja menjalani debutnya.

Di luar itu, brand seperti Mercedes-Benz juga telah mengonfirmasi bahwa mereka telah berdiskusi dengan perwakilan Porsche mengenai teknologi charging ini. Seandainya mayoritas produsen mobil asal Eropa mau ikut berpartisipasi, sistem ini bisa menjadi standar untuk industri otomotif ke depannya.

Sumber: Electrek.

Mercedes-Benz Tunjukkan Kesiapannya Bersaing di Industri Mobil Elektrik Lewat Konsep Bernama Generation EQ

Elon Musk patut berbangga. Pasalnya, Tesla Motors berhasil memepolori tren mobil elektrik, dan kini hampir semua pabrikan mengikuti jejaknya. Bahkan pabrikan mobil Jerman yang notabene merupakan pionir industri otomotif, mulai dari Volkswagen sampai Mercedes-Benz, benar-benar serius menyikapi tren ini.

Di ajang Paris Motor Show 2016, Mercedes-Benz memamerkan prototipe mobil konsep bernama Generation EQ. Menurut CEO Daimler yang merupakan induk perusahaan Mercy, Generation EQ lebih dari sekadar mobil elektrik. Mobil ini sekaligus menandai kesiapan Daimler beserta anak-anak perusahaannya untuk meluncurkan deretan mobil elektrik dari segala segmen.

Mercedes-Benz Generation EQ sendiri merupakan sebuah SUV dengan penampilan futuristis. Wujudnya sepintas tampak seperti Porsche Cayenne, tapi dengan lekukan dan garis-garis yang lebih berani. Melihat bagian sampingnya, EQ tampak begitu bersih; spionnya digantikan oleh kamera, dan handle pintunya juga tidak ada, mengindikasikan kalau pintunya akan terbuka secara otomatis ketika pemilik mobil mendekatinya.

Mercedes-Benz Generation EQ sanggup menempuh jarak 500 km dalam satu kali charge / Daimler
Mercedes-Benz Generation EQ sanggup menempuh jarak 500 km dalam satu kali charge / Daimler

Mercedes-Benz membekali Generation EQ dengan sepasang motor elektrik yang sanggup menyemburkan tenaga sebesar 402 hp. Akselerasinya termasuk gahar untuk ukuran SUV; 0 – 100 km/jam di bawah lima detik, meski masih belum sekelas Tesla Model X. Suplai energi datang dari baterai berkapasitas 70 kWh yang sanggup membawa mobil menempuh jarak sejauh 500 km dalam satu kali charge.

Charging juga berlangsung sangat cepat, selama regulasi membolehkan. Untuk sekarang, daya charging berada di kisaran 50 kW sampai 150 kW, menyesuaikan dengan standar yang ada. Namun Mercy telah merancangnya agar mampu mengatasi daya charging sebesar 300 kW, yang secara teori sanggup memberikan jarak tempuh sejauh 100 km dalam waktu lima menit saja.

Sistem peta digital dalam Mercedes-Benz Generation EQ akan ditampilkan dalam wujud 3D / Daimler
Sistem peta digital dalam Mercedes-Benz Generation EQ akan ditampilkan dalam wujud 3D / Daimler

Masuk ke dalam, pengemudi akan disambut oleh layar super-lebar berukuran 24 inci yang menjadi pusat dari segala informasi maupun navigasi. Bicara soal navigasi, Generation EQ ditenagai oleh sistem besutan HERE yang kini berada di bawah naungan Daimler, Audi dan BMW.

Peta digital besutan HERE di sini punya cara kerja yang cukup unik. Peta akan disajikan dalam wujud 3D, tapi ketimbang menampilkan semua bangunan yang ada, sistem hanya akan memilih bangunan yang relevan terhadap proses navigasi untuk meminimalkan kebingungan. Lebih lanjut, EQ dilengkapi sistem untuk menerima data dari mobil lain, bangunan maupun infrastruktur yang sudah ada.

Meski baru sebatas konsep, Mercy dengan tegas menyatakan niatnya untuk memproduksi mobil ini secara massal, paling lambat mulai tahun 2019. Mercy tidak lupa menjanjikan kalau versi produksinya nanti tidak akan jauh-jauh dari prototipe konsepnya yang ada sekarang.

Sumber: Autoblog.

Volkswagen Resmi Singkap I.D., Mobil Driverless Futuristis Bertenaga Mesin Elektrik

Di September 2015, Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh Volkswagen. Perusahaan otomotif Jerman itu kedapatan dengan sengaja memprogram TDI di kendaraan diesel mereka agar aktif di uji emisi. Skandal tersebut mencoreng reputasi VW dan mereka berjanji untuk berubah. Salah satu upaya Volkswagen mungkin sudah Anda ketahui sejak Agustus silam.

Saat itu, Volkswagen diketahui mempunyai niatan untuk membuat penantang produk-produk Tesla Motors. Mereka mengungkap kendaraan konsep baru: bermesin elektrik dan mampu menempuh jarak kurang lebih 500-kilometer dalam satu kali proses charge. Sesuai janji, VW menyingkap hasil gagasan mereka itu di acara Paris Motor Show 2016, memperkenalkan Volkswagen I.D. Dan ternyata, tema ramah lingkungan bukan cuma satu-satunya keunikan dari mobil tersebut.

Volkswagen I.D. 2

Via Autoblog, Volkswagen menjelaskan bahwa I.D. mengusung ‘DNA desain baru mobil elektrik’. Dari sisi penampilan, ia punya benang merah dengan kendaraan-kendaraan sejenis – mirip BMW i3 namun lebih futuristis. Hal ini mungkin dimaksudkan untuk merepresentasikan kapabilitas-kapabilitas canggih I.D.; Volkswagen menjanjikan jarak tempuh lebih jauh, dan di waktu ke depan, ia tidak membutuhkan pengemudi.

Volkswagen I.D. 3

Berdasarkan gambar yang telah dipublikasi, I.D. menghidangkan interior yang lapang, Volkswagen namai desain Open Space. Hal ini bisa tercapai karena mesin listrik mempunyai ukuran yang lebih kecil dan diposisikan di area belakang, lalu baterai lithium-ion-nya dirancang agar berbentuk kotak pipih, diletakkan di bagian lantai. Kemudian I.D. juga menggunakan kombinasi pintu normal di depan dan pintu sliding tanpa ada pilar B, sehingga akses keluar-masuk jadi lebih mudah.

Volkswagen I.D. 4

Untuk mengakses fungsi-fungsi mobil, Anda disuguhkan rangkaian layar; kemudian cermin spion digantikan oleh kamera. Volkswagen juga berencana mengimplementasikan sistem ‘ID’; berisi informasi pribadi serta setting terpersonalisasi, misalnya posisi duduk, stasiun radio favorit, hingga data kontak – semuanya disimpan di cloud. Selanjutnya, Volkswagen berniat membubuhkan HUD berbasis augmented reality.

Volkswagen I.D. menyimpan mesin elektrik bertenaga 168-horsepower, di atas kertas sanggup membawa Anda melesat dari nol ke 100-kilometer per jam dalam kurang dari delapan detik, dengan kecepatan maksimal di 160km per jam. Baterainya diklaim sanggup mengangkut penumpang menjelajahi jarak 400- sampai 600-kilometer.

Volkswagen kabarnya mempunyai agenda buat menghadirkan I.D. di tahun 2020, lalu versi self-driving-nya akan siap dipasarkan di 2025. Harganya dijajakan ‘setara VW Golf high-end berspesifikasi lengkap’.

Via Mashable. Gambar: SlashGear.