Tesla Luncurkan Arcade, Koleksi Game yang Dapat Dimainkan Lewat Sistem Infotainment dalam Mobil

Tesla tidak henti-hentinya membuat kejutan di industri otomotif. Bulan April lalu, mereka merilis update untuk fitur TeslAtari, yang pada dasarnya merupakan koleksi mini game dari era kebesaran console Atari yang dapat dimainkan lewat layar sentuh masif yang terpasang di dashboard setiap mobil bikinan Tesla.

Kemudian di event E3 baru-baru ini – ya, E3 yang serba tentang game itu – Elon Musk selaku pendiri Tesla sempat berbicara tentang rencananya untuk menambahkan lebih banyak game pada sistem infotainment bawaan tiap unit Tesla. Elon bahkan sempat memutarkan video yang menunjukkan seseorang memainkan Cuphead di layar dashboard Model 3 menggunakan controller Xbox, serta sebuah game balap menggunakan setir Model 3.

Semua itu bukan sebatas wacana, sebab Tesla baru saja merilis update yang mendatangkan fitur bernama Arcade pada sistem infotainment-nya. Sebelum ini, TeslAtari hanya bisa diakses lewat menu easter egg, sedangkan sekarang Arcade dapat diakses semudah menu-menu yang lainnya.

Saat dibuka, Arcade bakal langsung menyajikan daftar judul game yang tersedia. Yang paling baru adalah Beach Buggy Racing 2 garapan developer Vector Unit. Di Tesla Arcade, Beach Buggy Racing 2 dapat dimainkan menggunakan lingkar kemudi beserta pedal rem sang mobil itu sendiri – pedal gas tak dibutuhkan atas alasan keselamatan – di samping langsung lewat layar sentuhnya.

Beach Buggy Racing 2 tentunya baru permulaan, sebab di event E3 kemarin Elon Musk juga sempat menyinggung rencana Bethesda untuk mengintegrasikan game Fallout Shelter pada Tesla Arcade. Sejauh ini game yang didukung adalah yang menggunakan engine Unity atau Unreal kalau berdasarkan penjelasan Elon Musk sebelumnya.

Satu hal penting yang harus diperhatikan: tentu saja Arcade tidak dimaksudkan untuk diakses selagi mobil melaju. Fitur ini dimaksudkan sebagai pengisi waktu di kala pengguna sedang menunggu mobil di-charge, atau ketika sedang menunggu seseorang di parkiran.

Sumber: Electrek.

Truk Otomatis Volvo, Vera, Siap Bertugas Mengangkut Kontainer dengan Sendirinya

Secara umum, tujuan utama dari pengembangan teknologi robotik dan autonomous adalah untuk menyediakan bantuan terhadap pekerjaan-pekerjaan repetitif. Kalau perlu contoh, pencapaian terbaru Volvo Trucks belum lama ini bisa menjadi contoh yang tepat.

Mereka baru saja mengumumkan bahwa truk otomatisnya yang diperkenalkan tahun lalu, Vera, siap menjalankan tugas perdananya tidak lama lagi. Bekerja sama dengan perusahaan logistik asal Swedia, DFDS, Volvo bakal menugaskan Vera untuk mengangkut kontainer dari area gudang di kota Gothenburg menuju ke pelabuhan.

Volvo Trucks Vera

Melihat wujud Vera, tampak jelas bahwa truk ini sengaja dirancang untuk tidak dikemudikan oleh seseorang. Mesinnya pun murni mengandalkan tenaga listrik, dengan kecepatan maksimum 40 km/jam. Selama bertugas, Vera akan terus dipantau oleh operator dari sebuah menara kontrol.

Koneksi antara Vera dan menara kontrol ini merupakan komponen yang esensial, sebab yang dimonitor secara akurat bukan cuma posisi tiap-tiap unit Vera saja, tapi juga parameter-parameter penting lain, macam sisa baterai misalnya. Kecepatan setiap unitnya juga bakal diatur dari pusat kontrol yang sama, menyesuaikan dengan kondisi yang ada.

Volvo Trucks Vera

Rute yang akan diambil Vera memang sudah paten, akan tetapi rupanya masih mencakup sejumlah jalan umum di kawasan industri. Jaraknya pun tidak begitu jauh, tapi kembali lagi, tujuan yang hendak dicapai adalah menyediakan solusi yang lebih efisien dan presisi terhadap pekerjaan repetitif.

Terakhir, program ini juga disiapkan sebagai salah satu langkah awal untuk mengadaptasikan infrastruktur. Tanpa dukungan infrastruktur yang tepat, semisal gerbang otomatis di area pelabuhan, teknologi canggih yang diusung Vera juga tidak akan bisa bekerja secara maksimal, dan ini sangat berpengaruh terhadap implementasi teknologi autonomous dalam skala yang lebih besar.

Sumber: Volvo.

Rivian Pamerkan Konsep Aksesori Menarik untuk Pickup Elektriknya

Saya yakin belum banyak dari kita yang mengenal Rivian Automotive. Perusahaan asal Amerika Serikat itu baru mengungkap produk perdananya menjelang akhir tahun lalu: Rivian R1T, sebuah pickup gagah nan canggih yang murni mengandalkan energi listrik.

Rivian sebenarnya sudah berdiri sejak satu dekade lalu, akan tetapi selama bertahun-tahun mereka bekerja tanpa terekspos sorotan media. Bersamaan dengan keputusan mereka membuka diri sekaligus memperkenalkan produk pertamanya, Rivian juga sedang berupaya membangun brand image yang kuat, dan sejauh ini tema yang mereka angkat tidak jauh-jauh dari seputar petualangan (adventure).

Video promosi Rivian R1T cukup efektif menunjukkan brand image yang sedang mereka bangun. Di saat orang-orang banyak mengasosiasikan pickup dengan mobil bekerja atau keluarga, Rivian menggambarkannya sebagai teman berpetualang, pelengkap acara berkemah di lokasi-lokasi remote yang menentramkan hati.

Rivian R1T slide-out kitchen

Sejalan dengan visinya itu, Rivian baru-baru ini mengumumkan konsep aksesori yang cukup menarik untuk pickup elektriknya, yaitu sebuah unit dapur untuk acara berkemah yang bisa disimpan di dalam kolong rahasia R1T yang terletak persis di depan roda belakangnya.

Gambar di atas dapat mengilustrasikan faedahnya secara jelas. Setibanya di lokasi berkemah, kita bisa menarik keluar unit dapur tersebut dan mulai menyiapkan berbagai macam santapan untuk menemani sesi api unggun. Dari mana sumber panasnya? Dari mana lagi kalau bukan baterai 180 kWh milik Rivian R1T itu sendiri.

Rivian R1T slide-out kitchen

Sejauh ini aksesori slide-out kitchen tersebut memang masih berstatus konsep, akan tetapi Rivian sudah punya niatan untuk merealisasikannya. Ini berarti tidak menutup kemungkinan Rivian juga sudah menyiapkan ide-ide lain demi semakin meningkatkan nilai utilitas yang ditawarkan pickup elektriknya.

Sumber: TechCrunch.

Menilik Upaya Blue Bird Mengurangi Polusi Dengan Menyediakan Taksi Listrik Tesla dan BYD

Menggunakan transportasi umum adalah cara paling efektif untuk mengurangi kemacetan, dan dalam jangka panjang, metode tersebut juga pelan-pelan membantu mengurangi polusi udara. MRT dan LRT memanfaatkan listrik, lalu TransJakarta menggunakan bahan bakar bakar gas. Namun tentu saja kebutuhan kendaraan buat mencapai satu lokasi spesifik masih terbilang tinggi, itulah alasan mengapa metode-metode tradisional tetap diperlukan.

Tepat di awal minggu ini, Blue Bird meluncurkan inisitif pengadaan taksi elektrik pertama di Indonesia sebagai realisasi kampanye ‘birukan langit jakarta’. Perusahaan menyediakan pilihan taksi ramah lingkungan di dua layanan mereka, Blue Bird reguler dan Silver Bird. Opsi taksi reguler memanfaatkan model BYD e6, sedangkan Silver Bird menggunakan Tesla Model X 75D. Keduanya mengusung transmisi otomatis.

BB 2

Presiden direktur Blue Bird Holding Group Noni Purnomo menjelaskan bagaimana langkah mereka ini merupakan bagian dari komitmen dalam mendukung pelestarian lingkukan, sembari terus meningkatkan kualitas layanan serta keyamanan. Di momen awal penyediaan taksi listrik, Blue Bird menyiapkan 25 unit BYD e6 dengan 25 pengemudi serta menurunkan empat unit Tesla Model X yang akan ditangani enam pengemudi. Mereka semua difokuskan untuk beroperasi di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

BB 1

 

Tesla Model X dan BYD e6

Demi mendukung pengoperasian taksi listrik, Blue Bird memfasilitasi teknologi quick charge di kantor pusatnya serta telmenentukan titik-titik pengisian baterai kendaraan milik pihak ketiga. Untuk Tesla Model X, pengisian baterai via quick charge (dari kondisi kosong) memakan waktu 40 menit. BYD e6 juga pada dasarnya sudah dibekali sistem fast charge hampir serupa, kabarnya dapat mencapai 80 persen (dari nol) selama 15 menit.

BB 13

BB 8

Di atas kertas, Tesla Model X varian 75D mempunyai jarak maksimal 416-kilometer, dengan pengujian di dunia nyata menghasilkan angka 333-kilometer. Secara teori, kapabilitas ini memungkinkannya menempuh perjalanan bolak-balik Jakarta-Bandung, tetapi untuk sekarang layanan baru diprioritaskan buat pelanggan di ibu kota. Para pengemudi juga diminta cermat memerhatikan daya baterai: jika tersisa kisaran 25 persen, mereka disarankan untuk kembali ke charging station di kantor.

BB 15

Berbicara soal pengemudi, 31 individu itu adalah mereka yang dipilih langsung Blue Bird buat menangani taksi-taksi elektrik pertama di Indonesia. Para driver telah mendapatkan pelatihan khusus – misalnya apa yang perlu dilakukan jika muncul masalah, dari mobil atau faktor eksternal. Kita tahu, salah satu penyakit terburuk Jakarta adalah banjir dan air bukanlah sahabat baik bagi baterai. Seandainya menghadapi genangan, para pengemudi harus dapat memperkirakan, kapan bisa diterobos atau kapan mereka harus mencari rute lain (ketika air melewati batas 30cm).

BB 17

BB 10

Seluruh infrastruktur teknis, penopang servis dan teknisi ahli kendaraan listrik tak lupa Blue Bird siapkan. Kabarnya, pemerintah juga mempermudah proses pengadaan taksi-taksi listrik ini, sebagai bentuk dukungan terhadap program pengurangan penggunaan bahan bakar minyak dan bauran energi nasional. Perusahaan memesan BYD e6 dari Tiongkok dan membeli Tesla Model X dari Inggris (Tesla berbasis di Palo Alto) karena versi ini menyajikan setir di sebelah kanan.

BB 6

Blue Bird memilih kedua nama ini karena baik Tesla maupun BYD telah teruji secara kualitas, lalu skalabilitasnya sesuai dengan pasar Indonesia. Efeknya, konsumen tidak perlu membayar biaya lebih tinggi dari semestinya. Meski demikian, Blue Bird menekankan bahwa mereka tidak menutup pintu kolaborasi bersama brand-brand otomotif penyedia kendaraan listrik lain.

 

Program R&D

Dalam sesi tanya jawab, direktur PT Blue Bird Andrianto Djokosoetono menyampaikan bahwa mereka menggelontorkan dana hampir Rp 40 miliar demi menginisiasi program taksi elektrik. Menariknya, ini semua merupakan bagian dari program divisi riset dan pengembangan. Pemaparan Andrianto mengindikasikan perusahaan tidak mengharapkan adanya balik modal di waktu dekat.

BB 11

Menurut sang direktur, agar kampanye mobil listrik bisa sukses, sesorang harus berani memulai. Dengan melakukannya lebih dulu dari yang lain, Blue Bird berharap dapat menemukan kendala dan tantangan secara dini dalam pengoperasian taksi listrik untuk segara dicarikan solusinya. Dan berbekal pengalaman dan data-data itu, perusahaan nantinya bisa memberikan masukan pada pemerintah mengenai bagaimana idealnya mendorong adopsi kendaraan elektrik.

BB 16

Blue Bird juga akan terus bekerja sama dengan dua produsen mobil untuk mengolah data-data terkait layanan. Setelah dikumpulkan, rencananya segala informasi rinci tersebut akan di-share dalam waktu tiga sampai enam bulan ke depan.

BB 9

 

Tarif

Ongkos adalah aspek paling menarik di pengadaan taksi elektrik ini. Blue Bird memutuskan untuk menyamakannya dengan layanan mereka yang sudah ada. Ongkos buka pintu dan per kilometer BYD e6 tak berbeda dari opsi Blue Bird standar, lalu biaya Tesla Model X setara Silver Bird Alphard: buka pintu Rp 17 ribu dan Rp 9 ribu per kilometer.

Layanan taksi elektrik Blue Bird bisa Anda nikmati mulai bulan Mei 2019.

BB 3

 

Ke depannya

Blue Bird punya agenda untuk terus menambah jumlah taksi listrik mereka hingga 200 unit di 2020. Jika target ini tercapai, perusahaan memperkirakan bisa memangkas emisi karbondioksida sebanyak 434.095-kilogram atau pemakaian BBM sebesar nyaris 1,9 juta liter. Selanjutnya, Blue Bird menetapkan peningkatan sampai 2000 kendaraan dari tahun 2020 sampai 2025. Dan di tahun 2035, perusahaan berhadap taksi-taksi elektrik memperkuat 30 persen dari total armadanya.

BB 14

Upaya lain yang Blue Bird lakukan agar polusi di ibu kota lebih cepat berkurang adalah dengan menjalankan program One Ride One Seed bersama WWF dan Jagha Bumi. Prosedurnya cukup simpel: Untuk setiap satu penumpang layanan taksi elektrik – apapun modelnya – Blue Bird akan menanam satu pohon di area aliran sungai Ciliwung dan wilayah tengah Jakarta. Perusahaan menargetkan 2000 pohon.

BB 12

Tesla Resmi Ungkap Chip AI Bikinannya Sendiri

Sekitar setahun lalu, Tesla mengumumkan niatnya untuk merancang chip AI sendiri, menghapuskan ketergantungannya terhadap Nvidia. Rencananya tersebut akhirnya terwujud. Bukan cuma menyingkapnya ke publik, Tesla bahkan sudah menyematkan chip bikinannya itu ke Model S, Model X dan Model 3 yang diproduksi belum lama ini.

Paket lengkapnya Tesla sebut dengan istilah “full self-driving computer” atau FSDC. Pada papan sirkuit tersebut, bernaung dua chip yang identik. Mengapa harus dua dan tidak disatukan saja supaya daya komputasinya lebih hebat lagi? Karena bukan itu prioritas utama yang diincar.

Eksistensi dua chip itu didasari oleh prinsip redundancy. Sederhananya, ketika satu chip mengalami malfungsi, chip lainnya bisa mengambil alih semua kendali, mengingat masing-masing chip dilengkapi dengan manajemen daya dan storage-nya sendiri. Ini sangat krusial demi tidak membahayakan penumpang mobil.

Yang menarik, Tesla mengaku desain chip ini sudah selesai mereka buat sejak sekitar dua tahun lalu, dimotori oleh sosok bernama Pete Bannon yang merupakan mantan chip engineer Apple. Proses produksinya sendiri mengandalkan bantuan Samsung melalui salah satu pabriknya di Texas, Amerika Serikat.

Pekerjaan tim desainer chip Tesla pun kini telah dialihkan ke chip generasi yang lebih baru lagi, yang diklaim tiga kali lebih baik daripada yang mereka gunakan sekarang, dan diperkirakan bakal siap diproduksi dan digunakan paling tidak dua tahun lagi.

Juga sesuai dengan yang dijanjikan sebelumnya, chip ini tak hanya bisa dinikmati oleh konsumen Tesla baru. Mereka yang sudah terlanjur meminang Model S, Model X maupun Model 3 sebelum ini juga bisa ikut menikmatinya dengan membayar ongkos upgrade. Ya, Tesla dengan sengaja merancang chip ini agar backwards-compatible dengan sistem lama yang masih mengandalkan chip bikinan Nvidia.

Tesla cukup percaya diri dengan pencapaian mereka di bidang pengembangan chip sekaligus sistem kemudi otomatis secara menyeluruh. Begitu optimisnya Tesla, mereka juga berencana meluncurkan armada taksi robot dengan prinsip ride-sharing di tahun 2020. Kita tunggu saja kehadiran taksi online tanpa sopir dan tanpa bensin ini.

Sumber: TechCrunch.

VW ID. Roomzz Adalah SUV Elektrik Tujuh Penumpang Sekaligus Lounge Berjalan

Kalau semuanya berjalan sesuai rencana, VW bakal memasarkan SUV elektriknya, ID. Crozz mulai tahun depan. Meski dikategorikan SUV, Crozz sebenarnya lebih pantas digolongkan sebagai crossover (seperti tersirat dari namanya) mengingat kabinnya hanya mampu menampung lima penumpang saja.

Itulah mengapa VW memutuskan untuk menyingkap mobil konsep yang lain lagi. Namanya ID. Roomzz, dan ia merupakan SUV tujuh penumpang dengan panjang bodi yang mencapai angka lima meter. Terkait desain, VW sengaja membuatnya agar tampil senada dengan adiknya yang berdimensi lebih kecil.

VW ID. Roomzz

VW terkesan tak mau menyia-nyiakan keunggulan Roomzz perihal space atau ruang. Dipadukan dengan sistem kemudi otomatis (Level 4), Roomzz dapat beralih fungsi menjadi lounge berjalan. Jadi ketika sistem kemudi otomatisnya aktif, penumpang dapat memutar posisi joknya menjadi berhadap-hadapan seperti di sebuah lounge.

Inilah yang menjadi kelebihan utama Roomzz dibandingkan Crozz. Interiornya boleh kelihatan minimalis, tapi fungsionalitasnya superior berkat kemampuannya beradaptasi dengan keinginan penumpang sekaligus mode berkendara yang sedang aktif.

VW ID. Roomzz

Selebihnya, Roomzz cukup identik dengan Crozz, terutama di sektor performa. Dua motor elektrik yang terpasang siap menghasilkan output daya sebesar 302 hp. Meski bongsor, Roomzz masih bisa mencatatkan waktu 6,6 detik untuk urusan akselerasi 0 – 100 km/jam.

Dipadukan dengan baterai berkapasitas 82 kWh, Roomzz dapat menempuh jarak sekitar 450 km dalam satu kali pengisian, selisih sedikit dibandingkan Crozz mengingat ada perbedaan dimensi. Baterainya pun juga telah mendukung teknologi fast charging, di mana 80% kapasitasnya dapat terisi dalam waktu sekitar setengah jam saja.

Rencananya, VW berniat merealisasikan Roomzz dan memasarkannya pada tahun 2021, dimulai di pasar Tiongkok terlebih dulu. VW boleh terlambat mencicipi segmen mobil elektrik, namun mereka sepertinya lebih memilih menyiapkan portofolio yang komplet terlebih dulu.

Sumber: VW.

Tesla Model Y Resmi Diungkap: Model 3 Rasa SUV

Sesuai janji, Tesla akhirnya resmi memperkenalkan mobil elektrik terbarunya, Model Y. Mobil ini merupakan versi SUV dari Model 3, dan Tesla merancangnya menggunakan basis platform yang sama seperti sedan termurahnya itu.

Kemiripan antara Model Y dan Model 3 memang langsung terlihat dari luar, terutama pada bagian moncong depannya. Sebagai sebuah SUV/crossover, tentu saja bodinya sedikit lebih tinggi, akan tetapi tidak kelewat tinggi sehingga Tesla berani mengklaim karakter pengendaliannya mirip seperti mobil sport.

Tesla Model Y

Yang cukup mengejutkan, konsumen Model Y nantinya bisa memilih fitur opsional berupa tambahan sepasang kursi di baris ketiga, sehingga Model Y pun sanggup mengangkut tujuh penumpang. Utilitas memang merupakan nilai plus dari sebuah SUV, dan Tesla rupanya tak mau mengorbankan aspek tersebut meski yang digunakan adalah platform sebuah sedan.

Tesla Model Y

Lalu bagaimana dengan performanya? Tipikal Tesla, sama sekali tidak mengecewakan. Varian termahalnya (Performance) dilengkapi sepasang motor elektrik, sanggup membawa Model Y melesat dari 0 – 100 km/jam dalam waktu 3,5 detik saja, dengan top speed 240 km/jam.

Varian ini juga telah dibekali fitur Track Mode seperti yang ada pada Model 3. Urusan efisiensi, yang paling irit adalah varian Long Range, dengan baterai yang bisa tahan sampai 480 km dalam sekali pengisian.

Tesla Model Y

Seperti Model 3, Model Y juga bakal ditawarkan dalam varian termurah (Standard Range), dengan jarak tempuh 370 km per charge, dan banderol harga mulai $39.000. Akselerasi dan top speed-nya jelas tak sekencang varian Performance, tapi kita juga tak boleh lupa bahwa varian Performance dibanderol mulai $60.000.

Wujudnya mirip, spesifikasinya mirip, interiornya pun juga mirip seperti Model 3, dengan dashboard super minimalis yang hanya mengandalkan satu layar sentuh berukuran 15 inci saja. Selagi berada di dalam, kesan lapang juga bakal semakin terasa berkat kehadiran atap kaca panoramik.

Tesla Model Y

Semua ini terdengar mengesankan, dan Tesla terbukti sudah beberapa kali memenuhi seluruh klaimnya. Yang hampir selalu meleset adalah produksi dan pemasarannya. Semoga saja itu tidak terulangi pada Model Y, yang dijadwalkan mengaspal paling cepat pada musim gugur 2020, sedangkan varian termurahnya baru akan menyusul pada musim semi 2021.

Sumber: Electrek.

Bugatti Baby II Adalah Replika Mobil Balap Legendaris Bermesin Elektrik

Sebagian besar orang mengenal Bugatti sebagai pabrikan yang memproduksi supercar berharga jutaan dolar dan bermesin ekstra besar (16 silinder dengan kapasitas 8 liter), macam Chiron ataupun Divo, sehingga pada akhirnya sulit memprediksi kapan Bugatti bakal menyentuh ranah mobil elektrik.

Namun di ajang Geneva Motor Show tahun ini, mereka resmi menyingkap mobil elektrik perdananya. Sayang mungkin tidak seperti yang Anda bayangkan: bukannya Chiron atau Divo versi elektrik, mobil ini merupakan reinkarnasi Bugatti Baby yang sudah menempuh jalur modernisasi.

Bugatti Baby II

Dalam sejarahnya, Bugatti Baby sendiri merupakan replika fungsional dari Bugatti Type 35, mobil balap paling legendaris yang pernah diciptakan sang pabrikan asal Perancis tersebut. Kala itu, Baby yang hanya berukuran setengah dari Type 35 dibuat oleh Ettore Bugatti sebagai hadiah ulang tahun untuk anak bungsunya, sebelum akhirnya diproduksi secara terbatas (500 unit) mulai tahun 1927 sampai 1936.

Bugatti Baby II yang muncul di Geneva Motor Show 2019 ini juga merupakan edisi terbatas, dan hanya akan diproduksi sebanyak 500 unit saja. Bugatti sengaja mempertahankan hampir seluruh aspek yang membuat Baby orisinal begitu unik, tapi di saat yang sama tak lupa menyematkan sentuhan-sentuhan modern.

Bugatti Baby II

Pembeda yang paling utama adalah mesinnya. Baby II murni menggunakan energi listrik, dengan baterai lithium-ion yang rechargeable. Performanya bisa disesuaikan dengan pengemudinya: kalau anak-anak yang mengendarainya, pilih saja “Child Mode”, yang akan menghasilkan output tenaga sebesar 1 kW serta kecepatan maksimum 20 km/jam.

Selanjutnya, masih ada “Adult Mode” yang akan mendongkrak tenaganya menjadi 4 kW, dengan top speed 45 km/jam. Yang menarik, ini bukanlah kapasitas asli dari Baby II, sebab Bugatti juga menyediakan paket upgrade opsional berupa sebuah “Speed Key” untuk membuka potensi sebenarnya (sama seperti Chiron): output daya 10 kW, tanpa batasan top speed.

Bugatti Baby II

Adult Mode? Ya, tidak seperti Baby orisinal, Baby II masih bisa dikendarai oleh orang dewasa, sebab ukurannya sedikit membesar menjadi tiga perempat dari Type 35. Rencananya, Bugatti bakal memproduksinya mulai musim semi mendatang, dan memasarkannya seharga mulai 30.000 euro.

Sumber: Bugatti.

Aston Martin Ungkap SUV Elektrik Super-Mewah, Lagonda All-Terrain

Aston Martin membuat kejutan di ajang Geneva Motor Show tahun lalu dengan menyingkap rencananya untuk menghidupkan kembali sub-brand Lagonda kepunyaannya. Wacana tersebut turut dibarengi oleh sebuah mobil konsep yang mungkin terkesan terlalu canggih untuk standar sekarang.

Reinkarnasi Lagonda ini pada dasarnya akan berfokus pada segmen mobil elektrik, dan di ajang Geneva Motor Show tahun ini, mereka sudah menyiapkan mobil konsep lain bernama Lagonda All-Terrain. Tidak seperti sebelumnya, konsep ini terkesan lebih masuk akal untuk direalisasikan dalam waktu dekat.

Aston Martin Lagonda All-Terrain

Dari namanya sudah kelihatan bahwa Lagonda All-Terrain merupakan sebuah SUV segala medan, akan tetapi penampilannya sangat menipu. Buat saya, ia kelewat mewah untuk melahap medan berlumpur, tapi toh Rolls-Royce Cullinan juga demikian. Bedanya, tentu saja, Lagonda All-Terrain murni mengandalkan energi listrik.

Bentuknya juga mengingatkan saya pada Jaguar I-Pace, namun dengan sasis yang lebih panjang hingga nyaris menyerupai sebuah limusin. Aston Martin pada dasarnya banyak menerapkan prinsip desain Lagonda Vision Concept dalam merancang Lagonda All-Terrain, dan sebagai sebuah Lagonda, nuansa mewahnya sudah tercium bahkan dari luar.

Aston Martin Lagonda All-Terrain

Masuk ke dalam, aura mewahnya semakin pekat. Lantainya benar-benar rata dan berlapis karpet, sedangkan sasis yang begitu panjang membuat kabinnya terkesan begitu lapang. Kendati demikian, yang bakal menjadi pusat perhatian justru adalah kunci dari mobil ini.

Teknologi keyless entry sudah pasti ada di mobil ini, akan tetapi usai pemilik mobil masuk ke dalam, ia dipersilakan menempatkan kuncinya itu ke wadah membulat dengan desain bersirip di bagian tengah. Dari situ kuncinya akan melayang memanfaatkan teknologi levitasi, dan di titik itu kuncinya beralih fungsi menjadi kenop putar untuk mengoperasikan sistem infotainment.

Aston Martin Lagonda All-Terrain

Sungguh itu merupakan sebuah inovasi yang tidak perlu, akan tetapi kemewahan tidak pernah mengenal kata perlu atau tidak perlu. Beralih ke spesifikasi dan performa, sayangnya sampai sejauh ini Aston Martin masih enggan merincikannya.

Kita juga tidak boleh lupa bahwa Lagonda All-Terrain masih berstatus konsep. Meski begitu, Aston Martin sudah punya niatan untuk mulai memproduksinya pada tahun 2022.

Sumber: Aston Martin.

Audi Ungkap Q4 e-tron, Lebih Ringkas, Lebih Efisien, tapi Tetap Bertenaga

Pertengahan tahun ini, Audi akan mulai memasarkan mobil elektrik perdananya, e-tron. Kiprah mereka di segmen elektrik memang tergolong terlambat, akan tetapi Audi tidak segan memasang target yang cukup ambisius: pada tahun 2025 nanti, Audi bakal memiliki 12 model yang bermesin elektrik sepenuhnya.

Jelas sekali e-tron baru permulaan alias menu pembuka. Tidak lama setelah peluncuran e-tron, Audi langsung menyingkap sedan elektrik e-tron GT yang masih berstatus konsep, dengan rencana realisasi pada akhir 2020. Di ajang Geneva Motor Show tahun ini, Audi pun tidak lupa memperkenalkan konsep lainnya untuk segmen elektrik.

Audi Q4 e-tron

Mobil tersebut adalah Q4 e-tron, bisa dianggap sebagai adik kecil e-tron jika melihat fisiknya yang lebih ringkas. Secara estetika, kedua mobil ini tampak cukup mirip, akan tetapi di mata saya, e-tron kelihatan sedikit lebih kaku dibandingkan Q4 e-tron.

Meski lebih kecil, dapur pacu Q4 e-tron tetap saja mumpuni, dengan bekal sepasang motor elektrik yang sanggup menghasilkan output daya sebesar 225 kW (± 300 hp). Dipadukan dengan torsi sebesar 460 Nm, 0 – 100 km/jam dapat ia lahap dalam waktu 6,3 detik saja, sedangkan kecepatan maksimumnya dibatasi secara elektronis di angka 180 km/jam.

Kapasitas baterainya lebih kecil daripada e-tron orisinal di angka 82 kWh, akan tetapi berhubung bobotnya lebih ringan, Q4 e-tron sanggup menempuh jarak sejauh 450 km dalam satu kali pengisian. Pengisiannya juga sudah mendukung teknologi fast charging, dengan kemampuan mengisi 80 persen kapasitas dalam waktu sekitar 30 menit saja.

Audi Q4 e-tron

Masuk ke bagian kabin, Q4 e-tron tidak kalah canggih dan mewah ketimbang kakaknya. Sistem infotainment-nya mengandalkan layar sentuh 12,3 inci di bagian tengah, yang sengaja sedikit dimiringkan ke arah pengemudi demi kenyamanan ekstra.

Yang saya suka, Audi masih menyematkan deretan tombol untuk mengatur sistem pendingin di bawah layar tersebut. Ini jauh lebih nyaman ketimbang harus menggunakan touchscreen seperti pada Tesla Model 3. Lebih lanjut, konsol tengah yang semestinya dihuni oleh tuas transmisi dan rem tangan telah beralih fungsi menjadi kompartemen penyimpanan yang lega pada Q4 e-tron.

Audi Q4 e-tron

Audi berencana untuk memproduksi Q4 e-tron pada akhir tahun 2020, sama seperti e-tron GT. Harganya masih belum diketahui, tapi sudah pasti di bawah $74.800 yang merupakan banderol e-tron orisinal.

Sumber: Audi.