Kemenkominfo Dukung Inisiasi Dana Ventura yang Didanai Konglomerat Nasional

Menkominfo Rudiantara menyampaikan dalam waktu enam bulan ke depan akan diluncurkan sebuah badan permodalan yang menghimpun dana dari konglomerat di Indonesia untuk berinvestasi di startup teknologi.

Rudiantara memaparkan, saat ini model pelayanan dan strukturnya tengah dibahas kementeriannya dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kendati demikian belum diungkapkan berapa target besaran dana yang akan dihimpun.

Di Indonesia sendiri sudah berdiri beberapa modal ventura yang didukung oleh korporasi, misalnya Sinar Mas Digital Ventures (SMDV didukung Sinar Mas), GDP Venture (didukung Djarum Group), hingga Venturra Capital (didukung Lippo Group).

Modal ventura korporasi yang berjalan sendiri-sendiri dirasa masih tidak cukup. Dengan mengumpulkan investor konglomerat tersebut di satu wadah, diharapkan dapat menyatukan visi untuk menyuntik startup untuk pendanaan Seri A, B, C hingga “unicorn”.

Berbeda dengan Singapura dan Malaysia yang memiliki pendanaan modal ventura yang berasal dan dikelola negara, pemerintah melihat penghimpunan dana grup konglomerasi sebagai cara untuk mendukung pertumbuhan industri startup teknologi nasional.

Sinar Mas Group, sebagai salah satu raksasa konglomerasi Indonesia, menyatakan siap berkontribusi menyuntikkan pendanaan melalui perusahaan modal ventura tersebut.

Saat ini Indonesia telah memiliki empat startup teknologi yang dikategorikan “unicorn” atau memiliki nilai valuasi di atas $1 miliar. Mereka adalah Go-Jek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak.

Sun SEA Capital Siap Berinvestasi di Startup Asia Tenggara

Perusahaan konglomerasi Malaysia Sunway Berhad mengumumkan kolaborasinya dengan pendiri KK Fund untuk mendirikan Sun SEA Capital. Diharapkan bisa mengumpulkan dana kelolaan $50 juta (lebih dari 700 miliar Rupiah), dana yang tersedia akan dialokasikan untuk berinvestasi tahap Seri A untuk startup-startup Asia Tenggara dan Hong Kong. Sunway sendiri menanamkan modal awal $5 juta.

Startup yang disasar khususnya yang berkecimpung di bidang online-to-offline convergence, enterprise solutions, logistics, digital media/entertainment, financial technology (fintech), dan digital health (healthtech). Investasi yang diberikan per startup berkisar di nominal $1-2 juta.

Pembentukan modal ventura ini akan memungkinkan Sunway Group untuk mempercepat transformasi digital melalui investasi ke dalam sinergi startup digital.

“Penandatanganan ini merupakan pembuktian bagi Sunway Group untuk mengakselerasi langkah digital kami sebagai bagian dari perluasan regional. Selanjutnya diharapkan Sun SEA Capital bisa menarik talenta baru di seluruh kawasan, agar bisa tumbuh bersama kami,” kata President of Sunway Group Dato’ Chew Chee Kin.

Didukung investor berpengalaman

Sebagai salah satu inisiator yang bertanggung jawab memimpin Sun SEA Capital, Koichi Saito (pernah bergabung dengan IMJ Investment, kini dikenal dengan Spiral Ventures) dan Kuan Hsu (pernah bersama GREE Ventures), mendirikan VC berbasis di Singapura yang bernama KK Fund pada tahun 2015. Di Indonesia KK Fund berinvestasi ke layanan furnitur online Fabelio.

“Sun SEA Capital akan membantu Sunway Group untuk menciptakan inovasi baru dengan berinvestasi k teknologi, seperti IoT, AI dan blockchain agar bisa membangun bisnis yang stabil,” kata Koichi.

Sun SEA Capital juga akan menyediakan skenario plug-and-play kepada startup terpilih dengan memasukan startup tersebut dalam ekosistem yang telah dimiliki Sunway Group.

“Kami telah memiliki pengalaman cukup lama di Asia Tenggara. Kami akan menggabungkan sumber daya yang dimiliki Sunway Group dengan pengalaman kami selama bekerja sebagai investor di Asia Tenggara,” tutup Koichi.

Tahun Ini Stellar Kapital Siapkan Dana 300 Miliar untuk Investasi

Industri startup Indonesia tengah melaju kencang. Beberapa sektor seperti e-commerce dan teknologi finansial bahkan sudah banyak masuk ke dalam kehidupan masyarakat. Stellar Kapital sebagai salah satu perusahaan modal ventura telah menyiapkan dana Rp300 miliar untuk diinvestasikan ke startup.

Stellar Kapital disebut sudah memiliki 12 portofolio startup berbasis teknologi dan tahun ini mereka berencana untuk aktif menjaring startup untuk bermitra dan berinvestasi di startup untuk pendanaan awal dan Seri A.

Perusahaan modal ventura ini disebut meletakkan fokus mereka pada perusahaan startup yang masih pada tahap awal, baik online maupun offline. Dengan memanfaatkan jaringan dan keahlian yang mereka miliki, Stellar Kapital berusaha membawa startup untuk bertumbuh.

Beberapa startup yang berada di daftar startup mereka adalah UangTeman, Sepulsa, Dananikah, Rajamobil, Tado, Travelio, Freeware, dan Divestekno. Di tahun 2018 ini mereka bersiap menambah portofolio dengan menaruh minat pada startup lokal yang berada di tahap awal dan Seri A.

“Stellar Kapital memiliki fleksibilitas yang unik dalam menjalankan mandatnya. Stellar dapat berinvestasi pada startup-startup dengan pemasukan yang kuat dan stabil, namun dengan fase pertumbuhan yang lambat, atau startup-startup dengan pemasukan awal yang rendah namun dengan potensi pertumbuhan yang tinggi. Stellar juga dapat menyusun investasi pada startup-startup ini dan menyesuaikannya dengan kebutuhan pendirinya,” terang Co-Founder dan Chairman Stellar Kapital Aditya Keo Santoso.

Aditya Keo memiliki pengalaman berbisnis di Silicon Valley sejak tahun 2005 hingga tahun 2013. Ia kembali ke Jakarta pada tahun 2011 dan mulai berbisnis di beberapa sektor dan kemudian membangun Stellar Kapital pada tahun 2014 dengan bentuk pendanaan dengan lingkup investasi yang berbeda-beda.

Kepada DailySocial, Aditya Keo menjelaskan bahwa mereka tidak hanya fokus pada satu sektor untuk bisa saling membantu dalam sebuah ekosistem yang sedang dibangun. Hal ini bisa ditemui di portofolio Stellar Kapital saat ini yang terdiri dari beragam industri, mulai dari teknologi finansial, e-commerce hingga co-working space.

“Industri startup adalah industri yang sangat seru dan menarik di Indonesia. Banyak calon [pendiri] startup yang clueless tapi pengen sekali bikin startup. Banyak juga calon investor yang pesimis tapi penasaran sekali untuk masuk. Jadi kalau mereka ketemu, jadilah startup coba-coba berhadiah yang di-invest oleh investor iseng-iseng gamau ketinggalan,” terang Aditya Keo.

Stellar Kapital tidak hanya memberikan kesempatan kepada startup digital. Mereka juga membuka kesempatan untuk berinvestasi di layanan offline, seperti Stellar Live yang merupakan perusahaan event organizer untuk acara musik lokal dan internasional.

Perusahaan Modal Ventura Amerika Serikat Parkpine Capital Siap Gelontorkan 200 Miliar Rupiah untuk Startup Indonesia

Perusahaan modal ventura asal Amerika Serikat Parkpine Capital mengungkapkan siap menggelontorkan dana sebesar US$15 juta (lebih dari 200 miliar Rupiah) untuk investasi perdana ke startup Indonesia.

“Kami sudah memberikan komitmen untuk penggalang dana putaran pertama [secara total] sebesar $150 juta. Sekitar $15 juta bakal ke Indonesia dan akan kami lakukan lewat co-investing. Ini investasi pertama kami ke Indonesia,” ucap Managing Partner Parkpine Capital Ahmed Shabana di sela-sela acara Global Venture Summit 2018, Kamis (26/4).

Shabana menerangkan, investasi tersebut diambil dari penggalangan dana putaran pertama yang dimulai perusahaan sejak akhir tahun lalu. Pihaknya menargetkan sebesar $150 juta dapat terkumpul dari berbagai Limited Partner (LP). Proses tersebut awalnya ditargetkan rampung pada April 2018, namun mundur jadi Oktober 2018.

Rencananya tahapannya akan dibagi menjadi dua bagian. Sebanyak US$75 juta untuk investasi awal, dan sisanya untuk investasi lanjutan. Untuk investasi awal, sebanyak US$15 juta akan dikhususkan untuk Indonesia.

Menurutnya, Indonesia dianggap sebagai pasar yang menjanjikan dari segi populasi yang didominasi kalangan millennial, penetrasi internet dan smartphone yang tinggi, dan tingginya ketertarikan untuk mencoba teknologi baru. Oleh karenanya, Indonesia dianggap sebagai negara tepat untuk dimasuki Parkpine Capital.

Untuk kriteria startup yang bakal dibidik, sambung Shabana, tidak ada yang spesifik harus bergerak di bidang tertentu dan produknya tidak rumit. Perusahaan juga diharuskan sudah memiliki penghasilan sendiri dan mau berekspansi ke pasar global.

Besaran dana yang dikucurkan untuk pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia, adalah investasi Seri A. Hal ini cukup berbeda dengan besaran investasi untuk pasar Amerika Serikat yang kebanyakan adalah tahap awal (seed).

“Kami terbuka dengan startup segmen apapun dari Indonesia, asalkan mereka sudah memiliki penghasilan dan mau ekspansi ke pasar global seperti Meksiko dan lainnya.”

Sebelumnya perusahaan sudah mempelajari pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia, lewat ajang tahunan Global Venture Summit (GVS) yang sudah digelar di Indonesia sejak tahun lalu. Pertama kali ajang ini diadakan di Bali, kemudian untuk tahun ini di Jakarta.

GVS adalah salah satu portofolio Parkpine Capital yang dikhususkan untuk mempelajari ekosistem di suatu negara sekaligus mencari mitra bisnis dan calon startup yang akan disasar. Selain di Indonesia, GVS juga diadakan di Meksiko, Los Angeles, dan Dubai.

“Rencananya tahun depan kami akan adakan kembali GVS di Bali, pada Maret sebelum pemilihan umum dilakukan. Nanti skalanya akan lebih besar dari sebelumnya dengan target pengunjung yang lebih banyak,” tutupnya.

East Ventures, Yahoo Japan Capital, dan SMDV Dirikan EV Growth

Masih rendahnya jumlah startup lokal yang masuk dalam tahapan pendanaan Seri B ke atas menjadi salah satu alasan mengapa East Ventures, SMDV dan Yahoo Japan Capital melakukan kolaborasi dengan mendirikan venture capital bernama EV Growth.

Kepada media hari ini, Managing Partner dan Pendiri East Ventures Willson Cuaca mengungkapkan, dengan hadirnya EV Growth diharapkan startup lokal tidak harus keluar negeri saat melakukan fundraising tahapan B ke atas.

“Saya masih melihat adanya gap untuk startup lokal yang ingin masuk ke tahap pendanaan Seri B dan selanjutnya. Meskipun EV Growth terbuka untuk pasar di Asia Tenggara, namun fokus kami masih di Indonesia.”

Sebelum meluncurkan EV Growth, perwakilan East Ventures, Yahoo Japan Capital dan SMDV sudah melakukan pertemuan sejak bulan September 2017 lalu. Karena adanya kesamaan visi dan misi tersebut, akhirnya pendirian EV Growth diresmikan.

“Yahoo Japan Capital sendiri selama ini kesulitan untuk menemukan startup yang tepat untuk didanai. Sesuai dengan tujuan kami untuk menjalin kemitraan dengan partner lokal, kami memutuskan untuk melakukan kolaborasi dengan East Ventures dan SMDV sesuai dengan track record yang baik selama ini,” kata CEO Yahoo Japan Capital Shinichiro Hori.

Salah satu fokus EV Growth adalah startup yang sudah masuk dalam growth stage dan post-revenue. Pendanaan, networking, dan pengalaman yang telah dimiliki East Ventures, SMDV dan Yahoo Japan, bisa dimanfaatkan startup melalui EV Growth.

“Kami dari Yahoo Japan memiliki pengalaman di bidang layanan internet, C2C marketplace, bank online, layanan kartu kredit hingga mobile payment services. Bukan hanya memberikan pendanaan diharapkan pengalaman tersebut bisa dimanfaatkan oleh startup,” kata Shinichiro.

Implementasi pemberian dana untuk startup

EV Growth akan aktif beroperasi di kuartal kedua tahun 2018 dan menargetkan pengumpulan pendanaan sebesar $150 juta. Saat ini disebut sudah ada komitmen sebesar $100 juta oleh ketiga perusahaan modal ventura.

“Nantinya kita akan melakukan pendekatan yang berbeda dari East Ventures terkait dengan pemilihan hingga pemberian investasi kepada startup. Bukan hanya portofolio dari East Ventures, EV Growth membuka kesempatan untuk semua startup di Indonesia,” kata Wilson.

Di pendanaan tahap pertama, EV Growth diharapkan dapat berinvestasi di startup dengan nilai investasi awal di tiap perusahaan dimulai dari $5 juta. Target yang ingin dicapai adalah pendanaan untuk 20-30 startup.

“Perjanjian dengan pendiri startup nantinya berupa 10 tahun, yaitu 5 tahun pertama pemberian investasi dan 5 tahun terakhir fokus kepada return, menyesuaikan kondisi pasar,” kata Shinichiro.

Fokus EV Growth saat ini adalah mencari startup yang masuk dalam kategori incaran. Disinggung apakah sudah ada bocoran nama-nama startup yang bakal mendapatkan pendanaan, Managing Partner SMDV Roderick Purwana mengungkapkan sudah ada beberapa yang dalam proses eksekusi, namun enggan menyebutkan siapa saja.

“Baik East Ventures, SMDV, dan Yahoo Japan Capital masing-masing memiliki pengalaman dan investasi untuk menambahkan modal startup di Indonesia agar bisa mengembangkan bisnisnya, sesuai dengan tujuan EV Growth,” kata Penasihat Senior SMDV Franky O. Widjaja.

Pemerintah Beri Insentif Pajak untuk Modal Ventura

Pemerintah Indonesia akan memberikan insentif bebas pajak penghasilan kepada perusahan modal ventura yang berinvestasi ke perusahaan rintisan atau startup. Dikutip dari CNN Indonesia, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, paket insentif ini merupakan yang pertama yang diberikan ke modal ventura. Langkah ini ditempuh untuk meningkatkan investasi bidang ekonomi digital dan e-commerce, khususnya yang masuk kategori UKM.

“Penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura, yang merupakan laba badan usaha tersebut, tidak diperlakukan sebagai objek PPh agar minat investasi di sektor UKM dan membiayai startup bisa ditingkatkan,” terang Sri Mulyani.

Insentif bebas pajak untuk modal ventura ini akan berlaku bagi para investor yang terdaftar di dalam Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurut data OJK per Desember 2017, ada 67 perusahaan modal ventura di Indonesia dengan total aset mencapai Rp11 triliun. Investor yang menyuntikkan modal Rp500 miliar hingga Rp1 triliun akan mendapatkan pengurangan PPh sebesar 10-100 persen selama 5-10 tahun.

Pemerintah disebut membuka kemungkinan memperpanjang jangka waktu insentif ini berkaca pada langkah serupa yang diterapkan di Thailand.

Dikutip dari KataData, dari sisi UMKM, terutama untuk modal ventura dan startup, insentif akan diberikan dengan menjadikan penerimaan modal ventura sebagai bagian laba yang tidak diperlakukan sebagai PPh. Untuk mewujudkannya pemerintah akan merevisi Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No 250 tahun 1995.

“Kami akan melaksanakan revisi KMK tahun 1995 dalam rangka agar memenuhi kebutuhan dari munculnya banyaknya perusahaan startup yang memobilisasi modal yang berasal dari modal ventura agar bisa berkembang lebih cepat,” terang Sri Mulyani.

Rencana pemerintah ini mendapat sambutan baik dari Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (AMVESINDO). Bagi AMVESINDO langkah pemerintah ini merupakan langkah yang maju.

Himawan Yasin, Wakil Sekretaris Jenderal AMVESINDO, juga mengingatkan bahwa aturan baru nantinya juga harus sejalan dengan POJK 35 tahun 2015 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan modal ventura untuk lebih mendorong industri VC di Indonesia.

BRI Segera Akuisisi Perusahaan Venture Capital Lokal “Bahana Artha Ventura”

Bank Rakyat Indonesia (BRI) mengungkapkan rencananya untuk mengakuisisi sebuah perusahaan venture capital, ditargetkan akan selesai paling lambat November 2017. Perusahaan yang dibidik adalah modal ventura lokal Bahana Artha Ventura.

“Proses Bahana Ventura sudah diujung, paling lambat selesai bulan depan. Sehingga bisa kita segera aktifkan sebagai modal venturanya BRI. Ada beberapa program fintech yang akan dikembangkan di sana. Harapannya, ini bisa mendorong bisnis BRI ke depannya,” terang Direktur Utama BRI Suprajarto dalam RUPSLB, Rabu (18/10).

Akuisisi ini sebelumnya sudah masuk dalam rencana bisnis bank tahun ini. BRI menyiapkan dana sebesar Rp4 triliun untuk menyuntik seluruh anak usaha dan mengakuisisi anak usaha baru.

Adapun dalam rencana BRI, perseroan berencana untuk mengakuisisi dua anak usaha baru yakni Bahana Sekuritas dan Bahana Artha Ventura dengan menyiapkan budget sebesar Rp700 miliar.

Adapun porsi saham yang dibeli BRI di Bahana Ventura sekitar 35% dari nilai likuiditas, sementara untuk Bahana Sekuritas sekitar 60%. Hanya saja, BRI memutuskan untuk menuntaskan akuisisi Bahana Ventura lebih dulu, sementara Bahana Sekuritas akan diundur sampai tahun depan.

“700 miliar itu cadangan anggaran yang kami siapkan, batasnya segitu. Deal-nya belum selesai, sehingga angkanya belum dapat pasti. Untuk Bahana Sekuritas masih di proses di Kementerian BUMN,” tambah Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo.

Saat ini BRI memiliki lima anak usaha yang bergerak di jasa keuangan, di antaranya BRI Syariah, BRI Agro, BRI Remittance, BRI Life, dan BRI Finance.

Laporan OJK: Modal Ventura Konvensional Realisasikan Kucuran Investasi Sebesar Rp6,75 Triliun Hingga April 2017

Laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan hingga April 2017, perusahaan modal ventura konvensional telah merealisasikan investasi sebesar Rp6,75 triliun. Namun, angka tersebut turun dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar 11,51% atau senilai Rp7,52 triliun.

Dari total investasi, pemain modal ventura kebanyakan memberikan investasi berbentuk pembiayaan bagi hasil senilai Rp5,06 triliun, menempati porsi sebanyak 75,07%. Kemudian, berbentuk penyertaan saham sebanyak Rp1,12 trilun dan obligasi konversi Rp563 miliar.

Adapun sektor pembiayaan yang banyak menerima investasi adalah perdagangan, restoran, dan hotel dengan total Rp2,95 triliun. Lalu, diikuti oleh sektor pertambangan Rp955 miliar, dan pertanian, perikanan dan kehutanan Rp739 miliar.

Total aset yang dihimpun oleh 62 perusahaan modal ventura lokal yang tercatat oleh OJK sebesar Rp9,99 triliun, dengan liabilitas Rp5,51 triliun, dan ekuitas Rp4,48 triliun.

Dorong keterbukaan

Bila mengacu pada total keanggotaan yang tercatat di Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) sebanyak 85 perusahaan. Sekitar 61 anggota diidentifikasikan sebagai PMV konvensional, sementara sisanya memilih untuk merahasiakan investasinya.

Dikutip dari DealStreetAsia, Ketua Amvesindo Jefri Sirait mengatakan dalam jangka pendek asosiasi memiliki misi untuk membuat perusahaan modal ventura untuk lebih terbuka satu sama lain, terutama berkaitan investasi. Menurutnya, hal ini penting agar setiap orang bisa mendapatkan gambaran realistis tentang apa yang terjadi di lapangan, namun menjadi sulit.

Beda definisi

Khitah modal ventura adalah adalah perusahaan investasi dalam bentuk pembiayaan berbentuk penyertaan modal untuk perusahaan swasta sebagai investee untuk jangka waktu tertentu. Namun, di Indonesia, konsep bisnis ini lambat laun bergeser karena berbagai alasan.

Misalnya, sumber dana yang mismatch, menyebabkan bunga pinjaman jadi lebih tinggi dari perbankan, dan alasan lainnya. Sehingga, bagi pemain startup digital hal ini menjadi masalah ketika mereka mencari pinjaman dana.

Hal inilah yang melatarbelakangi mulai hadirnya berbagai modal ventura yang datang dari luar negeri untuk membiayai startup. Dengan kematangan edukasi dan sumber dana yang mumpuni, PMV asing jadi lebih berani.

Kemudian, hadirlah dua jenis PMV di Indonesia. Pertama, PMV konvensional yang berinvestasi untuk sektor tradisional seperti manufaktur, CPO, otomotif, jasa, dan lainnya. Kedua, PMV yang lebih berorientasi pada teknologi dan startup digital atau lebih kenal dengan venture capital (VC).

Meski terjadi perbedaan definisi, pelaku PMV konvensional meyakini lambat laun ke depannya para pemain akan mulai melirik startup digital. Hal ini mulai dilakukan oleh Astra Mitra Ventura (AMV), Jefri yang juga merupakan CEO AMV mengatakan kini perusahaannya mulai menargetkan 70% investasinya akan diarahkan untuk startup digital.

“Kebanyakan dari pelaku usaha menggunakan teknologi digital sebagai bagian dari kegiatan penyaluran dan pemasarannya. Digital akan memberi mereka akses pasar yang lebih luas. Kami telah berinvestasi di bidang otomasi dan teknologi robotik,” tutup Jefri.

BRI Segera Akuisisi Perusahaan Modal Ventura, Siapkan Dana Rp500 Miliar

Bank Rakyat Indonesia (BRI) segera merampungkan niatannya untuk menambah anak usaha baru yang bergerak di bisnis modal ventura dan sekuritas. Ditargetkan rencana tersebut kelar pada tahun ini.

“Kami berharap masa due diligence dapat segera rampung dan proses akuisisi bisa dituntaskan pada tahun ini. Mengingat hingga saat ini, BRI belum memiliki anak usaha yang bergerak di bidang perusahaan ventura dan sekuritas,” ucap Direktur Utama BRI Suprajarto, dikutip dari Indotelko.

Secara terpisah, kepada DailySocial Direktur Operasional BRI Indra Utoyo menambahkan untuk merealisasikan impiannya tersebut menyiapkan modal belanja sekitar Rp500 miliar, di antaranya dialokasikan untuk mengakuisisi perusahaan modal ventura. Adapun identitas perusahaan yang akan dibidik masih dirahasiakan.

“Untuk perusahaan modal venturanya belum ditentukan,” kata Indra.

Seperti diketahui, BRI saat ini memiliki lima anak usaha, yaitu BRI Syariah, BRI Agro, BRI Remittance, BRI Life, dan BRI Finance.

Langkah BRI untuk mengakuisisi modal ventura bisa dikatakan sebagai langkah cepat perseroan dalam mengantisipasi gejolak perkembangan fintech yang cukup masif, dibandingkan membangun dari awal. Hal ini sekaligus jawaban perseroan membuka kesempatan kolaborasi antara fintech dengan perbankan di masa depannya.

Sebelumnya, Wakil Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan perseroan memahami betul urgensi untuk masuk ke ranah fintech, termasuk melakukan transformasi digital demi menyesuaikan dengan laju kebutuhan konsumen modern.

Rencana BRI sedikit berbeda dengan BNI yang kini masih menimbang-nimbang kajian untuk memiliki anak usaha modal ventura, apakah akan lewat akuisisi atau membangun sendiri.

Berdasarkan aturan OJK, modal minimal yang dibutuhkan untuk mendirikan modal ventura sebesar Rp50 miliar bila berbadan hukum perseroan terbatas dan sebesar Rp25 miliar untuk yang berbadan hukum koperasi dan komanditer.

Kian marak

Nantinya, apabila BRI dan BNI benar-benar merealisasikan targetnya tersebut, akan melengkapi daftar bank BUKU IV (bank umum kegiatan usaha) bermodal inti di atas Rp30 triliun yang memiliki anak usaha di modal ventura. Iklim persaingan bank untuk menggaet startup fintech pun diprediksi bakal kian marak.

Saat ini, hanya ada lima bank besar yang masuk dalam kategori bermodal inti di atas Rp30 triliun, yaitu Bank Mandiri, BCA, BNI, BRI, dan CIMB Niaga.

Inisiatif Bank Mandiri sebagai bank pionir yang memiliki anak usaha modal ventura Mandiri Capital Indonesia (MCI), terlihat saat ini cukup aktif menambah sejumlah portofolio startup baru.

Diklaim sejak awal 2017 hingga Mei 2017, telah menggelontorkan investasi sekitar Rp300 miliar untuk tujuh startup fintech. Tiga di antaranya sudah diumumkan, seperti Moka, Amartha, dan Privy.

BCA pun juga telah mendirikan Capital Central Ventura (CCV) setelah menyuntikkan modal sebesar Rp200 miliar. Sejauh ini gerak gerik CCV belum terdengar mulai dari tanggal pendiriannya pada awal Januari 2017.

CCV diharapkan menjadi senjata BCA untuk berkolaborasi dengan startup fintech. Di situsnya, CCV menyatakan fokusnya untuk berinvestasi untuk tahap Pra-Seri A dan Seri A. Selain membidik fintech, perusahaan juga tertarik untuk membidik startup SaaS, hardware, dan big data.

Patamar Capital Bidik Investasi Startup Berunsur Sosial di Asia Tenggara

Patamar Capital, perusahaan modal ventura berbasis di San Francisco, menyegarkan diri dengan perubahan nama dari sebelumnya Unitus Impact. Nama tersebut dipilih untuk mendukung komitmen perusahaan dalam mendukung pengembangan startup di kawasan Asia, khususnya Asia Tenggara.

“Kami sangat percaya dengan potensi pasar Indonesia dan Asia Tenggara, terutama fokus kami di segmen “emerging middle class”. Segmen tersebut masih membutuhkan barang dan jasa yang betul-betul didesain untuk kebutuhan mereka, dengan konteks yang mungkin berbeda dengan kelas menengah atau atas. Kami percaya teknologi akan jadi salah satu faktor penting untuk mengaksesnya,” ucap Partner Patamar Capital Dondi Hananto kepada DailySocial.

Dia melanjutkan, jika dilihat faktanya kebanyakan masyarakat Indonesia terhubung dengan teknologi mobile tanpa pernah merasakan telepon landline. Menurut dia, hal ini mungkin saja akan terjadi “technological lap” yang berdampak positif pada tersedianya jasa keuangan tanpa pernah memiliki rekening bank, akses pendidikan di luar sistem sekolah resmi, layanan kesehatan tanpa keharusan bertemu muka dengan dokter, dan lainnya.

“Masalah-masalah ini sangat spesifik untuk pasar mayoritas Asia Tenggara dan tidak bisa dipecahkan hanya dengan membawa solusi yang ada dari negara maju saja.”

Rencana investasi

Terkait rencana investasi Patamar Capital berikutnya di Indonesia, Dondi hanya menerangkan bahwa pihaknya tidak memiliki target khusus untuk jumlah dana atau startup yang akan diinvestasikan. Dia bilang pihaknya hanya akan berinvestasi apabila sudah yakin bahwa perusahaan tersebut memiliki potensi dan dijalankan oleh tim dengan kemampuan eksekusi yang baik.

“Kami tidak akan berinvestasi hanya untuk mengejar kuota saja. Secara sektor, kami selalu tertarik pada bisnis agrikultur, pendidikan, kesehatan, finansial, dan hal lain yang dapat memberikan dampak positif (tentunya juga memiliki potensi bisnis dan bisa mendatangkan keuntungan). Investasi kami juga tidak harus memiliki konten teknologi, walau kami yakin semakin banyak potensi menggunakannya.”

Untuk kriteria startup bidikannya, mereka harus memiliki potensi bisnis dan skalabilitas. Tujuannya ingin membuktikan bahwa berinvestasi di bisnis yang berdampak sosial juga bisa menghasilkan keuntungan (market rate returns).

Selain itu, pihaknya biasa berinvestasi untuk pendanaan Seri A dengan kisaran jumlah US$1 juta sampai US$2 juta per perusahaan. Dengan jumlah dana tersebut di Asia Tenggara, biasanya Patamar mencari perusahaan yang sudah bisa membuktikan product-market fit dan sudah bisa membuktikan adanya pendapatan (revenue generating).

“Kami juga sangat terbuka untuk berinvestasi bersama investor lain (co-investing) karena kami percaya masing-masing investor membawa benefit sendiri selain sekadar uang,” tutup Dondi.

Selama enam tahun berdiri, Patamar Capital telah menginvestasikan dananya sebanyak US$45 juta untuk 15 startup berlokasi di enam negara, di antaranya India dan Asia Tenggara (Indonesia, Vietnam, dan Filipina). Beberapa startup Indonesia yang masuk dalam portofolio adalah Ruma, Big Tree Farms, dan Vasham.

Kucuran terbaru yang dilakukan Patamar adalah investasi Seri A sebesar US$3,6 juta untuk mClinica, startup kesehatan berbasis di Singapura.