Penerapan Teknologi Kecerdasan Buatan untuk Startup Fintech

Fintech (financial technology) pada dasarnya merupakan layanan finansial yang mencoba memberikan nilai lebih dalam penyampaian layanannya melalui pendekatan berbasis teknologi. Dari perkembangan yang ada saat ini di Indonesia, hampir semua jenis layanan finansial telah coba didigitalkan oleh para inovator. Salah satu yang paling populer adalah layanan pinjaman, atau kini dikemas dalam bentuk peer-to-peer lending.

Di balik operasional layanan berbasis fintech, berbagai varian teknologi masa kini diterapkan, untuk menghadirkan otomatisasi layanan. Kami mencoba berbincang dengan CTO KoinWorks Willy Wirawan untuk mengetahui gambaran bagaimana teknologi berperan dalam sebuah bisnis keuangan. Mengawali perbincangan, Willy memaparkan bahwa di balik platform aplikasi KoinWorks ada algoritma kecerdasan buatan yang telah diterapkan saat ini, mengusung konsep Computer Vision, Natural Language Processing, dan Modelling.

Ketika pendekatan teknologi tersebut sebenarnya sudah diinisiasi di kancah ilmuwan sejak lama, namun penerapannya dalam algoritma yang dimanfaatkan di sektor riil baru mulai terasa akhir-akhir ini. Pada dasarnya Computer Vision mencoba mengoptimalkan kinerja mesin (dalam hal ini sistem aplikasi) untuk mampu mengekstraksi informasi sehingga dapat menyelesaikan tugas tertentu secara mandiri. Sedangkan Natural Language Processing merupakan sebuah ilmu komputer untuk mengondisikan mesin dapat berinteraksi secara alamiah dengan bahasa manusia.

Melihat perkembangannya, pemanfaatannya harus segera digulirkan, karena bisa jadi ditemukan mekanisme optimasi kecerdasan buatan untuk ekonomi Indonesia.

KoinWorks sendiri memanfaatkan konsep kecerdasan buatan untuk dua skenario, yakni Automation dan Prediction. Willy menceritakan, skenario Automation diterapkan untuk mengurangi proses bisnis manual sehingga bisa semi-otomatis menangani operasional khususnya yang berulang. Sedangkan skenario Prediction digunakan untuk menebak informasi dengan memahami pola perilaku data yang terekam sistem.

“Salah satu contoh pemanfaatannya, kami menggunakan teknologi tersebut untuk memprediksi nasabah yang baik berdasarkan psikometri dari digital footprint yang dimiliki,” ujar Willy.

Ia turut menjelaskan, bahwa industri finansial seperti payment, lending dan sebagainya merupakan bagian dari risk mitigation, sehingga dibutuhkan sentuhan teknologi untuk dapat mendeteksi dan memprediksi kemungkinan terjadinya risiko tadi secara lebih cepat dan akurat. Proses ini mutlak dibutuhkan oleh perusahaan seperti KoinWorks, karena turut membantu pemangku kepentingan membuat keputusan secara lebih cepat dan baik.

“Cukup optimis dengan efektivitas penerapan kecerdasan buatan. Optimisme ini berbanding lurus dengan growth company in terms of user dan transaction karena teknologi kecerdasan buatan is all about data points yang digunakan untuk melatih teknologi yang diterapkan itu sendiri,” terang Willy.

Fitur terbaru dari KoinWorks menerapkan algoritma Machine Learning untuk layanan RoboLending, yakni untuk memudahkan pelanggannya (kini sudah mencapai lebih dari 34 ribu) untuk menambah pilihan lender dalam berinvestasi melalui peer to peer lending. Hadirnya fitur RoboLending ini diharapkan mempermudah dan memaksimalkan return investasi sesuai jangka waktu yang dikehendaki. Tidak hanya itu, RoboLending pun memberikan potensi keuntungan yang sudah diestimasi lengkap dengan jangka waktunya sehingga lender dapat dengan mudah memilih untuk menginvestasikan dana hingga potensi keuntungan tersebut tercapai.

“Untuk ke depannya, kami tetap berinovasi dengan landasan teknologi yang disertai pengembangan financial inclusion sebagai tujuannya. Tidak hanya itu, kami akan mencoba menciptakan lebih banyak awereness dan meningkatkan produk kami untuk lebih baik bagi para user KoinWorks,” pungkas Willy.

Application Information Will Show Up Here

Kata.ai Hadirkan Produk Baru “Kata Bot Platform”, Bantu Startup Miliki Chatbot Sendiri

Kata.ai, startup yang bergerak di bidang kecerdasan buatan (AI), meresmikan produk baru Kata Bot Platform untuk membantu developer startup miliki chatbot sendiri. Tidak hanya untuk startup, platform ini juga disasar untuk developer dari perusahaan skala besar.

“Bila diibaratkan kami membuat rel yang bisa dipakai untuk bangun chatbot sendiri oleh para developer, bisa berkreasi semau mereka. Platform ini memenuhi standar industri, aman, serta dapat menangani perkembangan skala setinggi apapun,” terang CEO Kata.ai Irzan Raditya, Selasa (12/12).

Menurut Irzan, chatbot itu sendiri sebenarnya bisa dibuat oleh siapapun, hanya saja ada tantangan tersendiri saat hendak membawanya ke tingkat lebih lanjut. Apalagi saat harus menciptakan percakapan yang menarik dengan pelanggan. Antara lain, manajemen konteks, manajemen saluran, dan pengolahan bahasa secara alami.

Kata Bot Platform diklaim menangani seluruh tantangan tersebut dan menyajikannya dalam platform yang rapi. Sehingga memungkinkan developer untuk berkonsentrasi dan memastikan pengguna chatbot bisa menikmati pengalaman yang mulus.

Di dalam Kata Bot Platform, Kata.ai menyediakan kerangka kerja yang mengintegrasikan pengelolaan infrastruktur dan machine learning untuk proses pengembangan chatbot dari awal hingga akhir.

Developer pun juga dibebaskan untuk mengembangkan kemampuan chatbot hingga level tiga. Pengembangan chatbot, menurut Irzan, memiliki tiga level tingkatan. Pada level pertama, chatbot bottom based, kemudian disusul chatbot dengan Natural Language Processing (NLP) yang dapat memahami percakapan sehari-hari.

Terakhir, di level tertinggi chatbot dengan kemampuan personalisasi atas big data konsumen yang dikumpulkan brand.

“Developer startup dapat mengembangkan platform chatbot yang sudah mereka buat, tidak hanya dari level pertama saja tapi sampai ke level ketiga. Inilah yang membedakan kami dengan produk lainnya yang sudah beredar di pasaran.”

Kehadiran platform ini, diharapkan dapat membantu pelaku bisnis lebih cepat dalam meluncurkan chatbot mereka sendiri. Di saat yang bersamaan, mereka dapat menurunkan biaya investasi untuk penelitian dan pengembangan teknologi dari nol.

Kata Bot Platform sendiri baru resmi dihadirkan untuk publik pada hari ini, (12/12). Sejauh ini produk tersebut sudah diuji coba 20 perusahaan startup.

Sebelumnya, startup pengembang kecerdasan buatan lainnya BangJoni juga membuka mesinnya BJtech ke publik. Hal ini membuka kesempatan kepada pelaku bisnis atau individu mengembangkan chatbot sendiri dalam aplikasi, situs, atau platform lainnya.

Pencapaian dan rencana Kata.ai

Selain mengumumkan produk baru, Kata.ai juga mengungkapkan kinerjanya setahun setelah pivot dari YesBoss yang lebih menyasar pengguna dari kalangan B2C. Kata.ai diklaim mengalami pertumbuhan revenue hingga 34 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, tanpa menyebutkan nominal.

Dilihat dari jumlah klien, Kata.ai telah bermitra dengan 10 perusahaan. Mulai dari Telkomsel (Veronika), Unilever (Jemma), Microsoft Indonesia (Rinna), Infomedia, Qiscus, Skyshi, Prism, Codigo, dan lainnya. Dilihat dari total pengguna dari seluruh platform, pengguna yang memakai Kata.ai mencapai 26 juta pengguna dengan 200 juta perputaran pesan.

Tahun depan Kata.ai akan tetap fokus pada pengembangan chatbot berbasis pesan teks, sambil mempersiapkan chatbot berteknologi baru lainnya. Salah satu teknologi yang kemungkinan akan dikembangkan adalah chatbot berbasis suara.

Menurut CMO Kata.ai Reynir Fauzan, tahun depan Kata.ai akan mengumumkan berbagai inisiasi baru dengan berbagai perusahaan untuk terus membawa teknologinya agar dapat diimplementasikan ke berbagai sektor bisnis. Salah satunya, mengumumkan kemitraan dengan BRI.

Microsoft Akuisisi Wand Labs untuk Genjot Perkembangan Teknologi Chatbot

Baru beberapa hari setelah mengakuisisi LinkedIn senilai $26,2 miliar, Microsoft sudah melirik perusahaan lain untuk dipinang seluruh asetnya, yaitu Wand Labs. Meski skalanya tidak sebesar LinkedIn, akuisisi Wand Labs memegang peran penting dalam realisasi visi Microsoft ke depannya.

Visi tersebut adalah seputar chatbot atau bot, dimana Microsoft sempat menyinggungnya dalam event tahunan Build beberapa bulan yang lalu. Di mata Microsoft, bot nantinya berpotensi menjadi platform percakapan yang dapat diintegrasikan ke berbagai layanan maupun aplikasi, mewujudkan berbagai fitur otomatisasi yang efektif.

Kembali ke kabar soal akuisisi ini, Wand Labs sendiri merupakan pengembang aplikasi pesan instan yang cukup unik. Unik karena aplikasi tersebut menerapkan integrasi berbagai layanan dengan bantuan bot sebagai perantaranya. Dari sini saja sebenarnya sudah menjelaskan mengapa Microsoft tertarik mengakuisisi Wand Labs.

Didirikan pada tahun 2013, Wand Labs telah mematangkan teknologi di bidang natural language processing maupun integrasi mulus dengan developer pihak ketiga. Konsep yang ditawarkan aplikasi Wand, dimana pengguna bisa mengakses berbagai layanan hanya dengan memakai keyboard dan tanpa berpindah aplikasi, juga sejalan dengan fitur Skype Bots yang dicanangkan Microsoft.

Singkat cerita, kehadiran tim Wand Labs akan semakin mendorong komitmen sekaligus progress Microsoft dalam mengembangkan bot sebagai platform di masa yang akan datang. Tidak cuma itu, Microsoft juga optimis bahwa Wand Labs dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap entitas pintar di balik Bing.

Sumber: Microsoft dan Wand Labs.

Tingkatkan Kinerja Siri, Apple Akuisisi VocalIQ

Seperti yang kita tahu, Siri di iOS 9 kini jauh lebih cerdas daripada sebelum-sebelumnya. Akan tetapi hal itu tidak dianggap Apple sebagai titik untuk berhenti dan berfokus pada hal lain. Malahan, Tim Cook dkk baru saja mengakuisisi sebuah startup yang bisa kian menyempurnakan kinerja Siri. Continue reading Tingkatkan Kinerja Siri, Apple Akuisisi VocalIQ