Digital Strategy to Optimizing Culinary Business

The public appeal to stay at home and reduce the spread of Corona virus resulting impact on some sectors, including culinary business. From the top-tier to the small stalls are struggling to have visitors due to the lockdown season. For some business players, for example, with the cloud-kitchen concept, they actually gain benefit by accommodating food ordering through digital applications.

Meanwhile, the digitization concept is quite easy to duplicate by other business players. Here are some recommended apps for business players to digitize their business followed by simple guidance.

Food delivery service

Currently, GoFood and GrabFood are the two most popular platforms with broad coverage in Indonesia. Business players can register their restaurants here for free as the following steps:

 

GoFood

1. Download the GoBiz app in App Store or Play Store

2. Next, there are two kinds of businesses, individual with homemade scale and company with legal entity.

3. Fill up the business detail and owner profile. User is required to upload the ID or Tax ID (company).

4. Moreover, you have to complete the payment data. It is recommended to use a bank account with the same name as the business owner. If it’s not, there must be power of attorney.

5. Last, read and agree on the terms and conditions. The verification process will be held within 7-14 working days.

GrabFood

1. Complete your profile through this page. Then, confirm your email – Grab recommends to use Gmail based one.

2. Complete your detail information of the business place, including to upload outside figure according to the registered name.

3. Enter the owner’s identity attached to the photo. Make a selfie with your ID in the app for verification. NPWP should be attached also (if there is any).

4. Next, the user will be requested to upload the bank account photo. It is recommended to use a bank account with the same name as a business owner. If it’s not, there must be power of attorney.

5. Last, complete the menu information.

6. Wait for the verification process within 72 hours.

7. Moreover, the next process can be managed through the GrabFood Merchant app available on App Store or Play Store.

By becoming part of the messaging service ecosystem between Gojek and Grab, business owners are automatically asked to activate a digital wallet for transaction management. For GoFood merchants, transactions will be made using GoPay, while for GrabFood using Ovo. Therefore, it is also recommended to have downloaded and registered for both services before registration. Worry not, because the digital wallet balance can easily be transferred to a bank account.

There are some tips to follow:

  • In terms of food photos, make sure it’s in good resolution. Give a good and clean impression on the menu.
  • Because it’s a delivery service, a business should come with good packaging. Don’t make it too simple that the customer feel like it’s not enough.
  • Routinely updating information on availability and schedule.
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Online business profile

Business information should also be easy to find, one way is by setting up an online profile. Includes business identity, address, menu, opening hours, and channels for consumers to provide reviews. One application that is highly recommended to help businesses make an online presence is Google My Business. This application can be downloaded for free, allowing people to find comprehensive information about the business they work at.

Example of culinary business information displayed on Google search engine
Example of culinary business information displayed on Google search engine

Here are few tips to manage culinary business information on Google My Business:

  1. Download the Google My Business app on App Store or Google Play.
  2. Register with your Gmail account.
  3. Submit the business name – it can be already registered, just select. It can happen when someone has been checked-in at the location via Google Maps.
  4. Enter the business category, in this case, you can choose as a restaurant or cafe. Next, add further information related to the location.
  5. Also, don’t forget to display the contact number and website if there’s any: it’s optional.

Furthermore, the business will be displayed on Google pages if there are users entering keywords related to the registered business mark. Users can also provide comments in the form of comments or upload photos from their visit. Ideally, there will always be users who will provide reviews, because for users there are points that can also be obtained from Google.

Application Information Will Show Up Here

Need a further promotion?

Already registered with the online delivery service and directory does not mean that businesses will immediately get a lot of visits. It should be noted, that online there are millions of businesses that are also competing to maximize their presence. So the promotion process must still be carried out by the business owner. Promotional approach can be done for free or paid.

A free example, a business owner can use social media or send messages to surrounding colleagues related to the business. Online presence makes it easy for potential customers to follow up on business information, for example when they want to find out the location or menu available – or want to try but with a delivery service.

How to pay, users can promote business with digital advertising, both through social media or Google Ads. Delivery services also usually promote potential businesses in their applications. The aim is to open up opportunities to reach new consumers.

Supporting business process

In addition, there are also tools that can help entrepreneurs to manage their business. For example online cashier services or financial records. It is important for businesses to keep books, in addition to records, the data obtained can also be studied and analyzed to accelerate business. A full list of applications can be seen in the following article: List of Supporting Services for SME Business Development.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Strategi Digital yang Bisa Dipakai Pengusaha Kuliner Optimalkan Bisnis

Anjuran bagi masyarakat untuk tetap tinggal di rumah demi mengurangi dampak virus Corona memberikan banyak pelajaran, termasuk bagi pebisnis kuliner. Dari restoran besar sampai kedai kecil merasakan betul dampaknya dalam penurunan kunjungan, karena orang-orang urung untuk bepergian. Bagi beberapa pelaku usaha, misalnya kedai kuliner berkonsep cloud kitchen, justru mendulang untung karena mengakomodasi pemesanan makanan via aplikasi digital.

Sementara itu, konsep digitalisasi tersebut sebenarnya bisa dengan mudah ditiru oleh pengusaha kuliner lainnya. Berikut ini beberapa jenis aplikasi yang bisa dicoba pebisnis dan cara singkat penggunaannya.

Layanan pesan antar

Saat ini ada dua platform yang paling populer dan cakupannya luas, yakni GoFood dan GrabFood. Pemilik usaha bisa mendaftarkan bisnisnya gratis dengan cara berikut ini:

GoFood

1. Unduh aplikasi GoBiz di App Store atau Play Store.

2. Selanjutnya ada dua tipe usaha yang dimiliki, yakni perorangan untuk bisnis skala rumahan dan perusahaan untuk bisnis yang sudah memiliki entitas legal.

3. Isikan detail usaha dan data diri pengelolanya. Pengguna juga akan diminta mengunggah identitas seperti KTP atau NPWP (jika berbentuk perusahaan).

4. Kemudian juga akan diminta untuk mengisikan data pembayaran. Disarankan menggunakan rekening bank dengan nama yang sama dengan pemilik usaha. Jika tidak, harus pakai surat kuasa.

5. Terakhir, tinggal membaca dan menyetujui syarat dan ketentuan yang berlaku. Selanjutnya proses verifikasi akan dilakukan 7-14 hari kerja.

GrabFood

1. Isikan data diri awal melalui laman ini. Lalu konfirmasi email yang digunakan – Grab menyarankan menggunakan email berbasis Gmail.

2. Isikan informasi detail tempat usaha, termasuk mengunggah foto tampak luar yang ada tulisan sesuai nama kedai yang didaftarkan.

3. Masukkan identitas pemilik dengan menyertakan foto KTP. Juga melakukan foto selfie di aplikasi untuk verifikasi. Jika punya, pengusaha juga diminta mengunggah NPWP.

4. Kemudian pengguna diminta untuk mengunggah foto rekening bank. Disarankan menggunakan rekening bank dengan nama yang sama dengan pemilik usaha. Jika tidak, harus pakai surat kuasa.

5. Terakhir masukkan informasi mengenai menu.

6. Tinggal tunggu proses verifikasi dalam 72 jam.

7. Setelah diterima, proses selanjutnya dapat dikelola melalui aplikasi GrabFood Merchant yang dapat diunduh di App Store atau Play Store.

Dengan menjadi bagian ke ekosistem layanan pesan antar Gojek maupun Grab, pemilik usaha secara otomatis diminta untuk mengaktifkan dompet digital untuk pengelolaan transaksi. Untuk merchant GoFood transaksi akan dilakukan menggunakan GoPay, sementara untuk GrabFood menggunakan Ovo. Sehingga sebelum pendaftaran juga disarankan telah mengunduh dan mendaftar ke kedua layanan tersebut. Jangan khawatir, kini saldo dompet digital tersebut bisa dengan mudah dan kapan saja ditransfer ke rekening bank.

Beberapa tips yang bisa diikuti:

  • Untuk foto makanan, gunakan versi sebaik mungkin. Berikan kesan nikmat dan bersih pada sajian yang ditawarkan.
  • Karena untuk pesan antar, ada baiknya bisnis juga menyiapkan kemasan yang sesuai. Jangan sampai karena pengemasan ala kadarnya membuat makanan kurang maksimal ketika diterima konsumen.
  • Rutin memperbarui informasi ketersediaan dan buka/tutupnya kedai.
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Profil bisnis online

Informasi bisnis juga harus mudah ditemukan, salah satu caranya dengan menyiapkan profil secara online. Meliputi identitas bisnis, alamat, menu, jam buka, hingga kanal bagi konsumen untuk memberikan ulasan. Salah satu aplikasi yang sangat disarankan untuk membantu bisnis membuat kehadiran online adalah Google Bisnisku. Aplikasi ini dapat diunduh gratis, memungkinkan orang dapat menemukan informasi yang komprehensif mengenai usaha yang digeluti.

Contoh informasi bisnis kunliner yang tertera dalam laman pencarian Google
Contoh informasi bisnis kunliner yang tertera dalam laman pencarian Google

Berikut ini cara mengelola informasi usaha kuliner melalui aplikasi Google Bisnisku:

  1. Unduh aplikasi Google Bisnisku atau Google My Business di App Store atau Google Play.
  2. Masuk menggunakan akun Gmail yang dimiliki.
  3. Masukan nama usaha yang dimiliki – bisa jadi nama usaha tersebut sudah terdaftar, jika iya tinggal pilih. Biasanya terdaftar lantaran pernah ada orang yang melakukan check-in di lokasi tempat usaha berada melalui Google Maps.
  4. Masukan kategori bisnis, dalam hal ini bisa memilih restoran atau cafe. Kemudian tambahkan informasi mengenai lokasi bisnis.
  5. Masukkan mengenai informasi nomor ponsel dan situs web jika punya; tapi ini langkah opsional.

Selanjutnya bisnis akan terpampang di laman Google jika ada pengguna memasukkan kata kunci berkaitan dengan merek usaha yang didaftarkan. Pengguna juga bisa memberikan ulasan berupa komentar atau mengunggah foto hasil kunjungannya. Idealnya akan selalu ada pengguna yang akan memberikan ulasan, karena bagi pengguna ada poin yang juga bisa didapat dari Google.

Application Information Will Show Up Here

Masihkah perlu promosi?

Sudah terdaftar di layanan pesan antar dan direktori online bukan berarti serta-merta bisnis akan langsung mendapatkan banyak kunjungan. Perlu jadi catatan, bahwa di online ada jutaan bisnis yang juga berlomba memaksimalkan kehadirannya. Sehingga proses promosi tetap harus dilakukan oleh pemilik usaha. Pendekatan promosi bisa saja dilakukan secara gratis ataupun berbayar.

Contoh yang gratis, pemilik usaha dapat menggunakan media sosial atau mengirimkan pesan ke rekan-rekan di sekitarnya terkait bisnis tersebut. Kehadiran online memudahkan calon konsumen untuk melakukan follow up mengenai informasi usaha, misalnya saat mereka ingin mengetahui lokasi atau menu yang tersedia – atau ingin mencoba tapi dengan layanan pesan antar.

Cara berbayar, pengguna bisa mempromosikan bisnis dengan iklan digital, baik melalui media sosial ataupun Google Ads. Layanan pesan antar juga biasanya mempromosikan bisnis-bisnis potensial di aplikasinya. Tujuannya untuk membuka peluang menjangkau kalangan konsumen baru.

Penunjang proses bisnis

Selain di atas, ada juga alat-alat yang bisa membantu pengusaha untuk mengelola bisnis mereka. Misalnya layanan kasir online atau pencatatan keuangan. Penting bagi bisnis untuk melakukan pembukuan, selain untuk arsip, data-data yang didapat juga bisa dipelajari dan dianalisis untuk mengakselerasi bisnis. Daftar selengkapnya mengenai aplikasinya dapat dilihat melalui artikel berikut ini: Daftar Layanan-Layanan Pendukung Pengembangan Bisnis UKM.

The Impact of Covid-19 Pandemic, Digital Transformation Becoming More Real

On Wednesday (3/18), Head of Shopping Center Tenant Association (Hippindo), Budihardjo Iduansjah said to the media that the shopping center’s daily revenue has been declined as the #DiRumahSaja or #SocialDistancing movement was announced to avoid the outbreak of Covid-19. One of the initiatives of brand owners is to rely on transactions outside Jabodetabek – considering some areas are yet to run the appeal.

However, based on the latest news (3/23) at 12 pm WIB, there are 514 positive cases throughout Indonesia. Some regional governments have released an appeal for its citizens to lessen the outside activities. In Central Java, schools have been closed since the past week. Some government offices, such as the Dukcapil, close down some types of crowded services, such as KTP-el matters.

It’s possible that shopping centers in some areas will experience visitor reduction. The thing is, the solution offered related to business scalability may not work as expected – relying on the regional stores.

The map of Covid-19 outbreak per March 23rd, 2020 at 12 pm / Kemenkes
The map of Covid-19 outbreak per March 23rd, 2020 at 12 pm / Kemenkes

It happens not only to the giant retail business, but some SMEs in Blitar have also been complaining about this matter. Most entrepreneurs produce snacks as souvenirs to be distributed to tourist-attraction areas such as Yogyakarta. Usually, their production is to be added to welcome the ‘mudik’ season before Lebaran. However, they have been forced to hold their production since February. Chairman of the Indonesian Tourism Industry Association (GIPI) Yogyakarta, Bobby Ardyanto on Wednesday (11/3) said the impact of Covid-19 resulted in a decrease in the number of tourists 30% -50%.

Transformation is a must

Solution is needed because the trade sector is the second biggest contributor to the Indonesian economy. Until the first quarter of 2019, BPS still recorded 5.26% (YoY) growth. This industry involves various parties, ranging from big players to micro-level companies. When a pandemic occurs, there are several aspects that can be considered to ensure that economic processes continue to run well.

First, sales, related to how retail owners support their consumers with channels to facilitate purchasing. Second, logistics, not only related to the delivery of goods to consumers, but also in the supply chain of raw materials. As PT Sarimelati Kencana Tbk experienced as Pizza Hut franchise brand holder in Indonesia. Director Jeo Sasanto said, there is currently a price increase in raw and supplies with decreasing stock in the market.

A digital approach can certainly provide solutions to these problems, but there must be a business will to do the transformation. As mentioned, many perceive digital transformation as the jargon of mere technology brand campaigns. Moreover, transformation can be interpreted as an effort to accelerate business by involving technological tools. The process is not by replacing all manual business models to digital, but trying to see opportunities that can help certain business processes with digital.

For example, the commercial business case study. Transformation does not mean to close the current traditional retail units to be replaced with e-commerce based business. Instead, technology can enable businesses to embrace a broader target market. One strategy is to take advantage of online-to-offline, for example, brands still have a physical store to enhance their “presence” and shopping experience while providing access to online purchases for convenience.

These efforts will be very beneficial when businesses are forced to “shift” due to emergencies. Instead of being abandoned, the restaurant business, at the time of “lockdown” due to pandemic could intensify the promotion through online applications – in order to solve two problems at once as presented above, on the sales channel and logistics. The supply chain can start relying on online platforms that can connect business people with raw supply producers – for example, the TaniHub application to get fresh vegetable products.

Various snacks produced by SMEs / Unsplash
Various snacks produced by SMEs / Unsplash

In terms of SMEs with limited capital, how to do it? The thing is, to carry out transformation is not merely spending expensive costs for infrastructure and/or application services. Start with the most impactful part of the business. Take a food stall, for example, it can be started by registering the business and the menus into applications such as GrabFood, GoFood or Traveloka Eats. For other businesses, as for SMEs in Blitar case, start utilizing social media and online marketplaces to put product catalogs.

Therefore, is it enough? Certainly not. Digital transformation requires commitment and tenacity. Simply put, online is a market, there are many other traders who sell similar product variants. Just like in traditional markets, what traders need to do is offer their products to passersby. Online, people can offer through social media, use discount promos, take advantage of paid advertising and so on.

The most challenging part

In fact, there are four things that business would ideally get, at least as a general measure of the transformation results. From ensuring the business to remain competitive, presenting efficiency in business processes, increasing customer satisfaction and making it easier for business people to take various strategic decisions.

According to KPMG Singapore’s Head of Enterprise Market Jonathan Ho, there are three challenges most often complained by SMEs in digital adoption. First, it is related to understanding the urgency of digital transformation itself. Digital transformation at one side is not just about technology, but more about how businesses can compete more intensively in current developments. Business people often make the perception that digitalization is a matter of increased operational costs, whereas if applied is just the opposite, technology reduces costs in many aspects.

Second, it is the lack of knowledge about digital skills that are relevant to the business. The fact is that not all businesses need a website, some just need to do promotion through the appropriate channel. A lack of understanding often makes digital transformation decisions taken that are less appropriate to the needs of the business itself. Jam wasting time, maybe a lot of investment disbursed will eventually be in vain. Sometimes what is needed is just to start selling for free through the marketplace platform.

And third, business people sometimes feel “insecure” with the digital world. For example, they are afraid of whether payments will be paid off smoothly – for example, some marketplaces hold payments until the product is really in hand or force businesses to use integrated e-wallet services. Or other concerns, such as fear of being replicated by other people’s product ideas because it is widely publicized on social media. Indeed, all the bad possibilities can happen, but excessive skepticism sometimes makes the business go nowhere, unwilling to transform.

Thus, the most essential part of the transformation effort is to correct the mindset of the businessman himself. In addition, the “catastrophic” moment of the Covid-19 pandemic has now become an important lesson. That digital transformation today is becoming a necessity.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kampung Course Digitalkan Lembaga Kursus Bahasa Inggris

Berdiri sejak tahun 2017, Kampung Course dikembangkan untuk membantu pengelola bimbingan kursus Bahasa Inggris mempromosikan layanan dan memperoleh peserta didik. Tidak hanya kegiatan pemasarannya saja, namun proses pembelajarannya juga secara online-offline, atau dikenal dengan istilah blended learning.

“Platform kami adalah marketplace yang menghubungkan pencari lembaga kursus (bahasa Inggris) dengan pengguna. Layanannya meliputi pemasaran digital, sistem pemesanan dan pendaftaran, konsultasi online untuk personal atau institusi, dan konten premium,” terang Co-Founder & COO Jimy Candra Gunawan kepada DailySocial.

Latar belakang dimulainya bisnis, kala itu founder menemui permasalahan di Kampung Inggris, lembaga kursus yang memberikan pelatihan secara intensif dipadukan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari. Di sana ada gap yang cukup tinggi antara lembaga berukuran besar dengan lembaga kecil. Padahal dari sisi kualitas pengajaran kadang tidak begitu berbeda. Lantas mereka mencoba manfaatkan media sosial untuk bantu lembaga kecil tersebut promosi, sebelum benar-benar mengembangkan situs web sendiri.

“Pertama kali kami mencoba mengakomodasi promosi dengan media sosial LINE, berlanjut ke Facebook dengan total 19 ribu pengikut. Hingga kami memutuskan untuk memperbesar platform dan layanan ini menjadi lebih sistematis dan terintegrasi melalui situs web Kampung Course,” lanjut Jimy.

Tengah tingkatkan kapabilitas teknologi

Untuk meningkatkan pelayanan, pihaknya tengah mengembangkan beberapa modul teknologi, di antaranya asisten virtual untuk membantu pengguna mendapatkan rekomendasi kursus yang tepat, sistem e-learning yang lebih intuitif, dan platform analisis. Sejauh ini rata-rata mereka mendapatkan 30 ribu trafik kunjungan bulanan. Biasanya melonjak di bulan April hingga September. Lembaga Kampung Inggris yang ada di pasar masih musiman, ramai ketika liburan pelajar dan mahasiswa.

“Sejauh ini kami masih berfokus di niche market yang ada di Kampung Inggris seputaran Kediri, sudah ada 35 lembaga kursus yang bergabung bersama, termasuk adanya kerja sama dengan perusahaan digital asal USA bernama APTO yang membantu kami dalam mendigitalkan pembelajaran secara online di tiap-tiap lembaga kursus yang ada,” ujar Jimy.

Untuk memenuhi kebutuhan pasar, mereka juga merangkul penyedia kursus online seperti Victory Sriwijaya Education (Palembang – kursus TOEFL online), Glolingo (Malang – kursus IELTS online), serta PUI-PT DLI Universitas Negeri Malang.

Kampung Course bermarkas di Kediri, Jawa Timur. Selain Jimy, startup tersebut turut didirikan oleh Danang Pamungkas (CEO & Founder) dan Indre Wanof (CMO & Co-founder). Kendati belum memperoleh investasi dari pemodal ventura, Jimy mengaku saat ini tengah dalam penjajakan dengan investor lokal dan luar.

Founder Kampung Course: Danang Pamungkas, Jimy Candra, dan Indre Wanof
Founder Kampung Course: Danang Pamungkas, Jimy Candra, dan Indre Wanof

Potensi bisnis yang ditargetkan

Tahun ini, Kampung Course punya ambisi untuk merangkul 100 lembaga kursus yang tersebar di berbagai kota. Tidak menutup kemungkinan juga ke depan akan merangkul lembaga kursus di bidang lain, seperti musik, teknologi, dan sebagainya.

“Kami melihat adanya potensi besar yang ada di Kampung Inggris untuk direplikasi ke berbagai wilayah di Indonesia. Terlebih jika melihat urgensi dari bonus demografi yang ada, bisa dikatakan peluang untuk memadukan istilah localization with digital penetration itu sangatlah berpotensi,” kata Jimy.

Menurut data internal mereka, untuk kursus ada sekitar 3 ribu potensi peserta didik setiap bulannya yang kini diakomodasi 150 lembaga. Sebagian besar sudah terbukti dalam memberikan pengayaan ketrampilan mulai 2 minggu hingga 6 bulan melalui pembelajaran intensif.

Di sektor edtech, saat ini mulai berdatangan pemain yang memfokuskan pada pengajaran keterampilan profesional di luar materi sekolah/kuliah. Kebanyakan memang sepenuhnya online pengajarannya, seperti yang dihadirkan Ruangguru melalui Skill Academy. Spesifik di pengajaran Bahasa Inggris, di pasar Indonesia sudah ada beberapa pemain seperti Bahaso, ELSA Speak, hingga Cakap.

Kendati juga sepenuhnya online, aplikasi belajar bahasa tersebut tawarkan pengalaman pengguna yang unik. Misalnya yang dilakukan ELSA Speak, mereka gunakan kemampuan pengenalan suara untuk membantu pengguna belajar berbicara dalam Bahasa Inggris. Sistem kecerdasan buatan yang diterapkan mampu mendeteksi letak kesalahan dalam pelafalan dan tata bahasa.

Nusantics Biotech Startup Secures Seed Funding from East Ventures

A startup in the genomic tech sector, Nusantics, announced seed funding from East Ventures at undisclosed value. The fresh money is to be channeled to accelerate the company’s mission in leading the genome industry in Indonesia.

The startup was founded last year by Sharlini Eriza Putri (CEO), Vincent Kurniawan (COO), and Revata Utama (CTO). The three hold various backgrounds in academics, in the manufacture, FMCG, clean energy, aerospace, and biotechnology.

They believe in the science of biology, especially the microbiome, as one of the most essential parts of working a sustainable solution to human problems.

As a tech-based startup, Nusantics focused on the development of the implementation of various genome and microbiome research to fulfill a sustainable and healthy lifestyle demand.

Microbiomes are complex ecosystems consisting of microorganisms such as bacteria, viruses, to fungi that live on the surface and in the bodies of all living things, including humans. Every person has a unique microbiome profile that plays an important role in their immune system.

“Consumers can avoid mistakes in using skincare products if they understand the profile of their respective skin microbiomes. This is the solution provided by Nusantics,” Nusantics’ Co-Founder and CEO Sharlini Eriza Putri said in an official statement, Friday (3/20).

With a specialization in microbiomes, Nusantics conducts skin analysis to help industry and consumers consider the impact of each of their decisions on the health and sustainability of nature. This is claimed to be a new approach that was previously carried out for consumers in the lifestyle industry.

Sharlini explained, in various studies in the field of genomics showing healthy skin is skin that has diverse and balanced microbiomes. However, limited knowledge about the role of microbiome balance makes it difficult for consumers to find skincare products that are suitable for their individual needs.

Nusantics alone has released skincare products with the concept of clean beauty without adding dangerous products. The product range starts with facial cleanser, essence, face oil, serum, and balm. These products are sold online through various e-commerce platforms.

As estimated, according to the Nielsen and Euromonitor report titled Beauty Market Survey, the market value of the beauty industry in Indonesia reached Rp36 trillion in 2018. About 31.7% of that value came from skincare products.

Nusantics’ Co-Founder and CTO, Revata Utama ensures that skin problems are only a part of life aspects, the solution of which can be found by genomics and microbiome technology.

“I witnessed myself how this technology can help solve the various problems we face in the world. We work closely with the best scientists from within and outside the country, and ensure that the most sophisticated genomics research tools are available and can be implemented immediately,” Revata added.

East Ventures’ partner Melisa Irene added, more and more people are increasingly aware of the importance of well-being and holistic health. She said the quality of the Indonesian nation will develop with the availability of health inspection facilities that are affordable, accurate, and easily accessible.

“The Nusantics team has a mindset, character, and capability to introduce the positive impact of technology around the microbiome to the wider community. We are very enthusiastic about working with them,” she continued.

This is not East Ventures’ first portfolio in wellness concept company, they previously invest in Base offering beauty and wellness products. In addition, there is also Newman’s digital health clinic specifically targeting hair care products for men. This startup enters the W20 batch in Y Combinator.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Dampak Pandemi Covid-19, Transformasi Digital Tak Sekadar Jargon

Rabu (18/3), Ketum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan (Hippindo) Budihardjo Iduansjah menyampaikan ke media, omzet harian toko di mall turun mencapai 50%-80% seiring gerakan #DiRumahSaja yang diinisiasi untuk meminimalkan penularan Covid-19. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemilik merek, imbuhnya, mereka mengandalkan transaksi dari cabang toko yang ada di daerah (luar Jabodetabek) – mengingat banyak wilayah yang belum ketat memberlakukan anjuran untuk tidak ke luar rumah.

Sayangnya, menurut data terkini (23/3) pukul 12.00 WIB, sudah ada 514 kasus yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Beberapa pemerintah daerah pun juga sudah menganjurkan warganya untuk mengurangi aktivitas di luar rumah. Di Jawa Tengah misalnya, sekolah sudah mulai diliburkan sejak satu minggu terakhir. Beberapa kantor pemerintahan, seperti Dinas Dukcapil, menutup beberapa jenis layanan yang biasanya ramai diserbu, seperti perekaman data KTP-el.

Bukan tidak mungkin jika pusat perbelanjaan di daerah juga akan mengalami penurunan jumlah kunjungan. Poinnya, solusi yang coba diandalkan terkait skalabilitas bisnis bisa saja tidak akan bekerja seperti yang diharapkan – mengandalkan cabang toko di daerah.

Data Corona
Data sebaran virus Corona per 23 Maret 2020 pukul 12.00 WIB / Kemenkes

Tidak hanya dirasakan pebisnis ritel besar, di Blitar banyak UKM yang sudah mulai mengeluh. Kebanyakan pengusaha memproduksi jajanan untuk oleh-oleh di tempat wisata seperti untuk dipasarkan di Yogyakarta. Padahal menjelang lebaran, biasanya produksi mereka justru ditambah untuk menyambut arus mudik. Tapi sejak Februari, mereka terpaksa mengerem bisnisnya. Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Yogyakarta Bobby Ardyanto pada Rabu (11/3) mengatakan, dampak Covid-19 mengakibatkan penurunan jumlah wisatawan 30%-50%.

Harus mau bertransformasi

Perlu solusi, pasalnya sektor perdagangan menjadi yang kedua paling berkontribusi dalam perekonomian Indonesia. Hingga kuartal pertama 2019, BPS masih mencatatkan pertumbuhan 5,26% (yoy). Bisnis ini melibatkan banyak pihak, mulai dari pemain besar hingga mikro di level rumahan. Ketika terjadi pandemi, ada beberapa aspek yang bisa diperhatikan untuk memastikan proses ekonomi tetap berjalan dengan baik.

Pertama penjualan, terkait bagaimana pemilik ritel memfasilitasi konsumennya dengan kanal-kanal yang memudahkan proses pembelian. Kedua adalah logistik, tidak hanya terkait penyampaian barang ke konsumen, namun juga pada rantai pasokan bahan baku. Seperti dirasakan PT Sarimelati Kencana Tbk sebagai pemegang merek waralaba Pizza Hut di Indonesia. Direktur Jeo Sasanto menyampaikan, kini terjadi kenaikan harga baku dan pasokan yang mulai menipis.

Pendekatan digital tentu bisa memberikan solusi atas masalah tersebut, namun harus ada kemauan bisnis untuk melakukan transformasi. Saking seringnya diserukan, banyak yang menanggap transformasi digital sebagai jargon-jargon kampanye merek teknologi belaka. Padahal lebih dari itu, transformasi dapat dimaknai tentang upaya melakukan akselerasi bisnis dengan melibatkan alat-alat teknologi. Prosesnya tidak dengan menggantikan semua model bisnis manual ke digital, namun dengan mencoba melihat peluang yang dapat membantu proses bisnis tertentu dengan digital.

Misalnya dengan studi kasus bisnis niaga di atas. Transformasi bukan dengan dimaknai bahwa bisnis harus menutup unit ritel tradisional yang telah dimiliki, lalu menggantinya dengan pendekatan berbasis e-commerce. Sebaliknya, teknologi dapat dijadikan komplementer untuk memungkinkan bisnis merangkul target pasar yang lebih luas. Salah satu strateginya dengan memanfaatkan online-to-offline, misalnya merek tetap memiliki toko fisik untuk meningkatkan “presence” dan pengalaman belanja, sembari memberikan akses pembelian secara online untuk kemudahan.

Upaya tersebut akan sangat bermanfaat saat bisnis dipaksa untuk melakukan “shifting” dikarenakan keadaan darurat. Alih-alih menjadi sepi, sebagai contoh bisnis restoran, di saat “lockdown” karena pandemi bisnis bisa menggencarkan promosi layanan pesan antar melalui aplikasi online – yang menyelesaikan sekaligus dua permasalahan yang disampaikan di atas, soal kanal penjualan dan logistik. Rantai pasokan pun dapat mulai mengandalkan platform online yang bahkan bisa menghubungkan pebisnis dengan produsen bahan baku – sebut saja dengan aplikasi TaniHub untuk mendapatkan produk sayuran segar.

Beragam jajanan yang biasa dijual kalangan UKM / Unsplash
Beragam jajanan yang biasa dijual kalangan UKM / Unsplash

Untuk UKM dengan modal pas-pasan, lantas bagaimana melakukannya? Yang patut dicatat, untuk melakukan transformasi tidak melulu harus mengeluarkan biaya mahal untuk belanja infrastruktur dan/atau layanan aplikasi. Mulailah dari yang paling berdampak bagi bisnis. Ambil contoh untuk warung makan, bisa dimulai dengan mendaftarkan bisnisnya dan menu-menunya ke aplikasi seperti GrabFood, GoFood atau Traveloka Eats. Untuk bisnis lain, misalnya yang diproduksi UKM di Blitar di atas, mulai manfaatkan media sosial dan online marketplace untuk menaruh katalog produk.

Lantas apakah cukup sampai di situ? Tentu tidak. Transformasi digital membutuhkan komitmen dan keuletan. Sederhananya, online adalah sebuah pasar, di sana banyak pedagang lain yang menjajakan varian produk serupa. Sama seperti di pasar tradisional, yang perlu dilakukan pedagang adalah menawarkan produknya kepada orang yang lewat. Di online, orang bisa menawarkan melalui media sosial, menggunakan promo diskon, manfaatkan iklan berbayar dan lain sebagainya.

Yang paling menantang dari transformasi

Dengan demikian, ada empat hal yang idealnya akan didapatkan bisnis, setidaknya sebagai ukuran umum dari hasil transformasi. Yakni memastikan bisnis tetap kompetitif, menghadirkan efisiensi dalam proses bisnis, meningkatkan kepuasan pelanggan dan memudahkan pebisnis untuk mengambil  berbagai keputusan strategis.

Menurut Head of Enterprise Market KPMG Singapura Jonathan Ho, ada tiga tantangan yang paling sering dikeluhkan pelaku UKM dalam mengadopsi digital. Pertama terkait pemahaman urgensi transformasi digital itu sendiri. Transformasi digital di satu sisi bukan hanya tentang teknologi, tapi lebih tentang bagaimana bisnis bisa bersaing secara lebih intensif dalam perkembangan yang ada saat ini. Pebisnis sering membuat persepsi bahwa digitalisasi adalah soal biaya operasional yang bertambah, padahal jika diaplikasikan justru sebaliknya, teknologi menekan biaya di banyak aspek.

Kedua adalah minimnya pengetahuan mengenai keterampilan digital yang relevan dengan bisnis. Faktanya tidak semua bisnis membutuhkan situs web, beberapa hanya perlu melakukan promosi melalui kanal yang sesuai. Pemahaman yang kurang sering kali membuat keputusan transformasi digital yang diambil kurang sesuai dengan kebutuhan bisnis itu sendiri. Selai membuang-buang waktu, mungkin banyak investasi yang dikucurkan pada akhirnya akan menjadi sia-sia. Kadang yang dibutuhkan hanya mulai menjual secara gratis melalui platform marketplace saja.

Dan yang ketiga, pebisnis kadang merasa “insecure” dengan dunia digital. Misalnya mereka takut apakah nantinya pembayaran akan ditunaikan dengan mulus – misalnya beberapa marketplace menahan pembayaran sampai produk benar-benar di tangan atau memaksa pebisnis menggunakan layanan e-wallet yang terintegrasi. Atau kekhawatiran lain, misalnya takut ide produknya direplikasi orang lain karena banyak dipublikasikan di media sosial. Memang, seluruh kemungkinan buruk itu bisa saja terjadi, namun skeptisme berlebih kadang justru membuat bisnis tidak ke mana-mana, tidak mau bertransformasi.

Sehingga poin penting yang tak boleh luput dari upaya melakukan transformasi, membetulkan pola pikir pebisnisnya itu sendiri. Selain itu, momen “musibah” pandemi Covid-19 kini menjadi pelajaran penting. Bahwa transformasi digital di masa sekarang adalah kebutuhan.

Startup Biotech Nusantics Terima Pendanaan Tahap Awal dari East Ventures

Startup yang bergerak di bidang teknologi genomika, Nusantics, mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal dari East Ventures dengan nilai yang tidak diungkapkan. Suntikan dana akan digunakan untuk mengakselerasi misi perusahaan dalam mempelopori industri biogenome di Indonesia.

Startup ini didirikan tahun lalu oleh Sharlini Eriza Putri (CEO), Vincent Kurniawan (COO), dan Revata Utama (CTO). Ketiganya memiliki beragam latar belakang akademis dan profesional, di bidang manufaktur, FMCG, energi bersih, dirgantara, dan bioteknologi.

Mereka percaya pemahaman atas ilmu hayati, khususnya tentang mikrobioma, adalah salah satu faktor terpenting dalam memberikan solusi berkelanjutan atas beragam permasalahan manusia.

Sebagai startup berbasis teknologi, Nusantics fokus pada pengembangan hingga penerapan berbagai riset genomika dan mikrobioma untuk memenuhi gaya hidup sehat dan berkelanjutan.

Mikrobioma adalah ekosistem kompleks yang terdiri dari mikroorganisme seperti bakteri, virus, hingga jamur yang hidup di permukaan dan di dalam tubuh semua makhluk hidup, termasuk manusia. Setiap orang memiliki profil mikrobioma unik yang berperan penting dalam sistem imunitas mereka.

“Konsumen dapat menghindari kesalahan dalam menggunakan produk perawatan kulit bila memahami profil mikrobioma kulitnya masing-masing. Inilah solusi yang disediakan oleh Nusantics,” terang Co-Founder dan CEO Nusantics Sharlini Eriza Putri dalam keterangan resmi, Jumat (20/3).

Dengan spesialisasi di mikrobioma, Nusantics melakukan analisis kulit untuk membantu industri dan konsumen dalam mempertimbangkan dampak setiap keputusan mereka bagi kesehatan dan keberlangsungan alam. Hal ini diklaim sebagai pendekatan baru yang sebelumnya pernah dilakukan untuk konsumen di industri gaya hidup.

Sharlini menjelaskan, dalam berbagai riset di bidang genomika menunjukkan kulit sehat adalah kulit yang memiliki mikrobioma yang beragam dan seimbang. Namun, keterbatasan pengetahuan tentang peran keseimbangan mikrobioma ini membuat konsumen kesulitan mencari produk perawatan kulit yang sesuai bagi kebutuhan masing-masing.

Nusantics sendiri telah merilis produk perawatan kulit dengan konsep clean beauty tanpa menambahkan produk berbahaya. Rangkaian produknya mulai dari pembersih wajah, essence, face oil, serum, dan balm. Produk tersebut dijual secara online melalui berbagai platform e-commerce.

Diestimasi, menurut laporan Nielsen dan EuroMonitor bertajuk Beauty Market Survey, nilai pasar industri kecantikan di Indonesia mencapai Rp36 triliun pada 2018. Sekitar 31,7% dari nilai tersebut berasal dari produk perawatan kulit.

Co-Founder dan CTO Nusantics Revata Utama memastikan permasalah kulit hanya sebagian dari aspek kehidupan yang solusinya dapat ditemukan oleh teknologi genomika dan mikrobioma.

“Saya menyaksikan sendiri bagaimana teknologi ini bisa membantu menyelesaikan berbagai masalah yang kita hadapi di dunia. Kami bekerja sama dengan ilmuwan terbaik dari dalam dan luar negeri, serta memastikan bahwa perangkat penelitian genomics tercanggih tersedia dan dapat langsung diimplementasikan,” ucap Revata.

Partner East Ventures Melisa Irene menambahkan, semakin hari semua orang semakin menyadari pentingnya kesejahteraan dan kesehatan yang holistik. Menurutnya, kualitas bangsa Indonnesia akan berkembang dengan tersedianya fasilitas pemeriksaan kesehatan yang terjangkau, akurat, dan mudah di akses.

“Tim Nusantics mempunya cari pikir, karakter, dan kapabilitas untuk memperkenalkan dampak positif dari teknologi seputar microbiome ke masyarakat luas. Kami sangat antusias bekerja bersama mereka,” tandasnya.

East Ventures bukan pertama kalinya berinvestasi ke perusahaan dengan konsep wellness seperti ini, sebelumnya ada Base yang menawarkan produk kecantikan dan wellness. Di luar itu, ada Newman’s khusus menyasar produk perawatan rambut untuk pria. Startup ini masuk ke dalam batch W20 di Y Combinator.

Hangry Kembangkan Restoran “Multi-Brand” dengan Pendekatan Digital

Di tengah bisnis kuliner yang menggeliat kencang, ditambah dengan tren layanan on-demand seperti aplikasi pesan antar yang makin diminati, melahirkan ragam inovasi baru di bisnis terkait. Salah satunya ditawarkan oleh Hangry, sebuah bisnis multi-brand restaurant yang fokus melayani konsumen melalui kanal pesan antar (delivery).

Brand kami saat ini adalah San Gyu (japanese beef bowl), Ayam Koplo (ayam geprek), Bude Sari (nasi ayam, kulit dan paru tradisional) dan Kopi Dari Pada (aneka ragam minuman). Semua brand ini kami mulai dari nol dan semuanya tersedia di food delivery seperti Gofood, Grabfood dan Traveloka Eats,” terang Co-Founder & CEO Hangry Abraham Viktor, yang sebelumnya juga dikenal sebagai Co-Founder Taralite.

Disampaikan juga, saat ini tim Hangry tengah merampungkan pengembangan aplikasi mobile guna menunjang bisnis – termasuk nantinya untuk sistem pemesanan dan program loyalitas. Rencananya akhir bulan Maret 2020 aplikasi tersebut akan diluncurkan ke publik.

Selain Viktor, ada dua co-founder lainnya yakni Andreas Resha dan Robin Tan. Kendati tidak menyebutkan detailnya, ia juga mengatakan bisnis yang dimulai sejak September 2019 ini telah mendapatkan pendanaan awal. Hangry juga mengikuti program akselerasi Surge yang diinisiasi Sequoia India.

Hangry sudah tersedia di seluruh Jakarta, Bintaro, Bekasi, Karawaci dan BSD. Perluasan kawasan pun terus dilakukan demi memaksimalkan bisnis.

Perekrutan talenta di bidang teknologi juga sedang jadi fokus perusahaan. Selain mengembangkan aplikasi, mereka akan berfokus mengembangkan sistem yang terintegrasi dengan aplikasi point-of-sales dan membangun supply chain internal perusahaan.

Ayam Koplo juga merupakan produk makanan yang dikelola Hangry / Hangry
Ayam Koplo juga merupakan produk makanan yang dikelola Hangry / Hangry

Unsur teknologi dalam bisnis kuliner

Hadirnya super app memberikan babak baru bagi banyak industri. Jika sebelumnya transportasi jadi yang paling merasakan dampaknya, kini bisnis ritel dan kuliner menyusul di belakangnya. Dengan puluhan juta pengguna aplikasi super app banyak model bisnis baru yang dapat diaplikasikan. Misalnya dalam kuliner ada konsep “cloud kitchen”, memungkinkan pebisnis kuliner meminimalkan investasi di awal untuk infrastruktur berlebih untuk pembuatan gerai, pembelian furnitur dll; karena hanya melayani pemesanan secara online.

Di sisi platform, beberapa startup mengembangkan aplikasi khusus untuk mengakomodasi kebutuhan tersebut. Sebut saja nama-nama seperti Yummy Corp, Kulina, bahkan decacorn ala Grab juga tengah menyiapkan platform cloud kitchen. Sebagian menjembatani pebisnis makanan dengan pelanggan; sebagian lagi seperti Hangry, memproduksi dan mengantarkan makanan untuk para konsumennya.

Laporan ING Economics Department tentang “Technology in the Food Industry” mengemukakan data-data penting terkait bagaimana demokratisasi teknologi dalam menunjang bisnis kuliner. Salah satu yang menjadi sorotan adalah soal digitalisasi. Pemanfaatan data hingga kecerdasan buatan dinilai akan memberikan banyak manfaat untuk bisnis. Terlebih di tahun 2030 diproyeksikan peran serta sistem berbasis robotika akan mulai kentara di industri kuliner.

Salah satu manfaat penggunaan aplikasi memungkinkan pebisnis mendapatkan data yang lebih komprehensif yang dapat membantu meningkatkan proses analisis bisnis. Contohnya, pebisnis bisa mengetahui tren peningkatan produk sehingga dapat melakukan proyeksi pembelian bahan baku. Atau bisa juga mempelajari kebiasaan konsumen untuk meningkatkan keterikatan brand secara lebih personal.

Lewat Teknologi, Newman’s Jajakan Layanan Perawatan Rambut Pria

Didirikan pada akhir tahun 2019 lalu, Newman’s fokus menghadirkan produk healthcare perawatan kulit kepala dan rambut khusus untuk pria. Selain itu mereka juga menawarkan layanan konsultasi hingga perawatan oleh dokter.

Kepada DailySocial, Co-Founder Newman’s Anthony Suryaputra mengungkapkan, permasalahan rambut banyak ditemui pria, tidak hanya pada pria lanjut usia, tetapi juga di usia yang masih memasuki 20-an. Dalam mengembangkan bisnis ini, Anthony dibantu dua co-founder lainnya, yaitu Alfred Ali dan Elsen Wiraatmadja.

“Sejak kami luncurkan platform Newman’s, respons yang kami terima cukup antusias dari target pasar. Dalam beberapa minggu kami melihat pertumbuhan positif dalam penjualan. Di saat yang sama kami juga terus memberikan edukasi kepada pelanggan tentang brand kami dan produk yang kami tawarkan.”

Berbeda dengan produk dan layanan serupa yang kebanyakan masih dijalankan secara konvensional, Newman’s mengklaim telah menerapkan teknologi di semua aspek yang mereka tawarkan. Mulai dari pilihan pembayaran hingga pengiriman–diantar langsung dengan tim internal atau logistik pihak ketiga.

“Kami hanya mengambil komisi ketika produk sudah berhasil dibeli, atau jika terjadinya transaksi dalam platform,” kata Anthony.

Layanan bisa diakses melalui situs web. Newman’s juga memiliki mitra dokter berjumlah 15 orang di seluruh Indonesia, yang siap melayani konsultasi pengguna. Saat ini perusahaan juga sedang melakukan perekrutan lebih banyak dokter. Newman’s menargetkan bisa melayani 10-15 pelanggan melalui platform setiap harinya.

Fokus kepada perawatan kulit kepala

Produk perawatan rambut Newman's
Produk perawatan rambut Newman’s

Meskipun di situs disebutkan Newman’s memiliki tiga produk untuk pria seperti Hair Loss, Erectile Dysfunction dan Smoking Cessation; untuk saat ini Newman’s masih fokus kepada perawatan rambut saja atau Hair Loss. Untuk dua produk lainnya baru akan diluncurkan ke publik dalam waktu dekat.

“Newman’s telah hadir di seluruh Indonesia dan siap untuk menawarkan produk kepada target pelanggan yang membutuhkan layanan dengan transaksi secara online,” kata Anthony.

Masih mahalnya produk perawatan rambut di Indonesia diharapkan bisa menjadi pilihan bagi pelanggan untuk memanfaatkan produk yang dimiliki oleh Newman’s. Untuk produk yang dijual Newman’s menawarkan harga mulai dari Rp54 ribu hingga Rp500 ribu. Newman’s juga memangkas biaya konsultasi dokter yang biasanya menghabiskan biaya yang besar. Hanya melalui platform semua pertanyaan tersebut bisa dinikmati secara gratis untuk semua pelanggan.

Dalam rangka mengakselerasi bisnis, perusahaan juga baru tergabung dalam program Y Combinator sesi Winter 2020. Startup yang kini ada di daftar porotoflio EverHause tersebut juga sudah mendapatkan pre-seed senilai US$150.000 atau setara 2,1 miliar Rupiah.

Disinggung apa rencana Newman’s selanjutnya usai mendapatkan dana segar tersebut, Anthony menyebutkan dana investasi akan digunakan untuk mengakuisisi lebih banyak pelanggan, menambah jumlah tim dan menambah pilihan kategori layanan.

“Sebagai platform pertama yang menyediakan klinik untuk pria, kami memanfaatkan teknologi untuk membantu pelanggan kami mendapatkan akses dana layanan dokter hingga perawatan yang lebih baik. Tidak lagi mereka menghabiskan waktu melakukan konsultasi langsung ke dokter, kini pelanggan kami bisa menikmati akses hanya dalam ponsel mereka untuk semua perawatan hingga produk yang diantar ke rumah mereka,” kata Anthony.

Bubays Baby Food Producers Optimizing Technology for Delivery Service

Bubays is an online channel that sells complementary foods for babies (MPASI). The idea appears when the founder participated in Antler‘s startup generator program in Singapore.

“We’re looking for relevant issues with parents on a daily basis. The fact is there are many Indonesian people, especially young moms, having difficulty in finding MPASI. The success of MPASI is due to some factors; from parents knowledge, types and quality of the food; and eating culture,” Bubays’ Co-Founder & CEO, Muhammad Faiz Ghifari

Bubays is currently focused on food types and quality, because there are many kinds of baby food in the market contain a preservative, high added sugar, even the worse is baby food on the shelves has been existing longer than the baby.

“In addition, we’ve seen a high stunting rate in Indonesia, almost at 30%. This can happen because of low nutrition in the Children’s 1000 first days,” he added.

One of the baby food products by Bubays / Bubays
One of the baby food products by Bubays / Bubays

One of the Bubays products is baby porridge with various basic ingredients, made with texture variants according to the age of the child. They also assured each production process is closely monitored by nutritionists. The procedure is also ensured to be safe and hygienic.

“We deliver fresh and ready to eat MPASI. Our experts also ensure that the product received is suitable for the baby’s needs,” Faiz continued.

Faiz is not alone, he has a co-founder named Ifatul Khasanah. Faiz has an educational and career background in engineering and marketing. While Ifatul is a food scientist who focuses on nutrition and child development. To accelerate the business, Bubays has also secured pre-seed funding from Antler worth 1.5 billion Rupiah.

Muhammad Faiz Ghifari and Ifatul Khasanah as Bubays founders / Bubays
Muhammad Faiz Ghifari and Ifatul Khasanah as Bubays founders / Bubays

Currently, Bubays only available around Jabodetabek. There are at least 100 customers are using the service. Nevertheless, they are quite optimistic that consumers will continue to grow. According to BKKBN data, there are at least 4.8 million babies born in Indonesia every year. Millennial trends that associates with busyness and high mobility also become an important point that is considered by the Bubays team to market their products – they need instant nutritious food solutions for their babies.

In Indonesia, it is quite easy to find SMEs who make food products for babies, from the small seller level to the producers with certain brands. Some of them also sell their merchandise through online channels, such as social media and online marketplaces. The easy ordering is kind of an added value that Bubays offer.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian