EVOS Esports Resmi Jalin Kerja Sama NFT P2E dengan Game Avarik Saga

EVOS Esports merupakan salah satu tim esports paling populer di Asia Tenggara. Memulai langkahnya dengan merekrut roster Dota 2 dari Indonesia, kini EVOS sudah melebarkan sayap di berbagai divisi.

Selain dari tim esports, EVOS melakukan banyak ekspansi salah satunya ke NFT. Benar, EVOS Esports terjun langsung di pasar NFT dengan kerja sama eksklusif yang baru diresmikan Avarik Saga di akun Twitter miliknya.

Avarik Saga merupakan salah satu game buatan Indonesia yang mendukung ekosistem NFT. Namun tidak semua orang paham apa itu NFT dan cara kerja P2E yang dimaksud oleh Avarik Saga.

NFT atau Non-Fungible Token merupakan unit data dalam bentuk token yang tidak dapat ditukarkan pada platform buku digital besar atau bisa disebut blockchain.

Perjalanan EVOS Esports di Dunia NFT

Sumber: Avarik Saga

Sebelum menjalin kerja sama eksklusif dengan Avarik Saga, sebenarnya EVOS Esports sudah bekerja sama dengan NFT Uniterested Unicron.

Bahkan pada kampanye digital perdananya, EVOS dan Uniterested Unicorn memberikan giveaway cuma-cuma untuk sebuah NFT eksklusif. Bentuk dari NFT yang diberikan oleh EVOS dan Uniterested adalah koleksi Mythical Unicorn.

Dan pada kerja sama kali ini, EVOS Esports dan Avarik Saga menghadirkan NFT eksklusif yang bisa didapatkan. Ada sekitar 8.888 karakter NFT yang dibuat seperti Knights, Archers, Wizards, dan lain sebagainya.

EVOS Esports sendiri bergabung pada 1 dari 4 fraksi di game Avarik Saga yaitu keluarga Glacia yang terdiri dari Ignis, Terra, Tenebris, dan tentunya Glacia.

Anda bisa bermain Avarik Saga untuk mendapatkan koleksi NFT yang berharga. Gaya permainan yang unik ini tercatat menjadi NFT P2E (Play-to-Earn) perdana dari pengembang Indonesia.

Sejauh ini EVOS Esports juga menjadi tim esports pertama di Indonesia dan Asia Tenggara yang menjalin kerja sama di dunia NFT. Para kompetitor EVOS di Indonesia seperti Bigetron, RRQ, maupun BOOM Esports sejauh ini belum mengambil langkah serupa.

Kolektibel Gaet Musikus Lokal Masuk ke NFT, Segera Rilis Maret 2022

Platform marketplace NFT Kolektibel mengumumkan kreator berikutnya, kali ini datang dari industri musik, yang digandeng untuk terjun ke NFT, bernama Laleilmanino. Saat ini waitlist sudah dibuka dan rencananya akan meluncur pada Maret 2022 mendatang.

Laleilmanino merupakan trio produser rekaman yang beranggotakan Nino RAN, serta gitaris dan kibordis Maliq & D’Essentials, Lale dan Ilman. Pada awal kemunculan Kolektibel bersama mitra pertamanya, berhasil menjual lebih dari 525 NFT yang dibuat bersama Liga Basket Indonesia (IBL).

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, CEO Kolektibel Pungkas Riandika menceritakan anggota Laleilmanino memiliki passion sebagai pencipta lagu (composer) yang ingin aktif berkarya menciptakan lagu. Sebelumnya, passion tersebut belum bisa terakomodasi dengan maksimal ketika mereka berkarir di grup musik masing-masing.

“Di Laleilmanino mereka enggak perform, tapi sebagai penulis lagu. Artinya, IP-nya mereka yang pegang. Semangat itu pas dengan Kolektibel dan akhirnya sepakat untuk kerja sama,” kata Pungkas.

Dalam keterangan resmi, Nino RAN menyampaikan antusiasmenya terhadap kerja sama ini. Ia percaya bahwa NFT adalah bentuk pengembangan paling mutakhir di industri hiburan saat ini. “Kami menyadari bahwa dunia musik terus berinovasi. Kami melihat NFT bukanlah sebuah tren sesaat, melainkan era baru bagi industri musik masa depan,” ujarnya.

Sebagai pemilik IP, Laleilamino akan mengutilisasi aset-asetnya, mulai dari dokumentasi penciptaan lagu, mulai dari penggalan lirik, voice note, foto, workshop, dan lain-lainnya untuk dijadikan sebagai NFT. Untuk menciptakan unsur rarity (kelangkaan), sebagai komponen penting di fundamental NFT, Laleilmanino akan memberikan penawaran eksklusif kepada para kolektornya dengan berbagai macam bentuk engagement, hingga berkesempatan mendapat royalti.

“Laleilmanino ini ingin bentuk komunitas karena mereka tahu pendengarnya itu cukup die hard [terhadap karya-karyanya]. Untuk itu, mereka mau lebih dekat dengan komunitasnya dengan memberikan penawaran eksklusif,” tambah Pungkas.

Saat ini, Laleilmanino telah membuka daftar tunggu (waitlist) untuk para penggemarnya melalui laman ini. Rencananya akan dirilis dalam dua bulan mendatang, sekitar Maret 2022.

Sedikit berbeda dengan NFT marketplace lain di Indonesia, Kolektibel tidak menggunakan mata uang kripto sebagai metode pembayaran NFT. Untuk membeli, orang-orang bisa menggunakan fiat alias mata uang yang berlaku di Indonesia, yakni Rupiah di berbagai instrumen pembayaran digital yang populer, seperti GoPay, OVO, dan Virtual Account.

Model bisnis Kolektibel

Sebagai catatan, Kolektibel menerapkan dua skema model bisnis dalam menjalankan kemitraannya dengan brand pemilik IP, yakni B2B dan B2C. Untuk B2B, Kolektibel menyediakan domain khusus untuk brand dalam mengakomodasi transaksi jual-beli NFT dan domain utama Kolektibel di kolom kategori. Sementara B2C, disediakan domain (contoh: kolektibel.com/customername) untuk para kolektor dengan kategori top spender dan VIP.

Setiap NFT yang terjual, baik itu di primary market atau pun di secondary market, para pemilik IP akan tetap mendapat revenue sharing dengan persentase yang sudah disepakati bersama.

Model bisnis seperti ini, menurut Pungkas, merupakan rangkaian untuk menciptakan efek Trifecta Synergy, yang melibatkan IP, Kolektibel, dan kolektor. Tujuan dari Trifecta Synergy tersebut adalah mendapatkan perluasan pasar dan memperkuat loyalitas merek dengan membidik transformasi dari pelanggan menjadi kolektor, menciptakan sebuah bisnis yang digerakkan oleh komunitas (community driven business).

Setelah industri musik, salah satu IP berikutnya yang akan digandeng Kolektibel datang dari stasiun televisi lokal. Karya seni digital, yang menjadi salah satu karya yang paling banyak di NFT-kan di pasar global, justru belum menjadi incaran Kolektibel berikutnya.

“Kami enggak akan buru-buru masuk ke sana [karya seni]. Kami ini unik dari yang lain [marketplace NFT] karena bisa dibeli pakai Rupiah dan setiap NFT selalu punya utilitasnya,” tutup dia.

Analisis Pendanaan, Merger GoTo, Bank Digital, NFT, dan Artikel Populer Lain Sepanjang 2021

Salah satu tujuan DailySocial.id adalah menghadirkan wawasan mendalam seputar industri kepada ekosistem kewirausahaan digital di Indonesia. Sepanjang tahun 2021 –masih di tengah suasana pandemi Covid-19—ekosistem startup masih memperlihatkan dinamika yang menarik untuk diikuti. Unicorn baru, konsep bisnis baru yang menjadi populer, hingga aksi-aksi penting perusahaan turut andil di dalamnya.

Berikut ini kami rangkum sejumlah artikel populer di DailySocial.id sepanjang 2021. Daftar ini merupakan sajikan spesial, karena berisi ulasan/analisis mendalam seputar topik tertentu yang tengah banyak diperbincangkan oleh pemain industri.

Analisis Pendanaan

Data pendanaan selalu menjadi komoditas berita menarik dalam media bisnis dan startup teknologi. Kami memberikan rangkuman tren pendanaan setiap kuartal untuk melihat bagaimana sektor-sektor tertentu dalam industri mendapatkan perhatian dari para investor.

Banyak temuan menarik yang diungkapkan, sepanjang Q3 2021 ini pendanaan lanjutan (seri A dan di atasnya) mulai banyak mendominasi di ekosistem startup Indonesia, baik dari sisi nominal yang dibukukan ataupun jumlah transaksi.

Selengkapnya simak artikel-artikel berikut ini:

Bank digital mulai bersinar

Bisnis bank digital juga menjadi topik yang sangat hangat diperbincangkan sepanjang tahun 2021. Kehadiran model bisnis baru dalam perbankan tersebut digadang-gadang akan menjadi masa depan yang tengah dibentuk oleh pemain industri. Yang tak kalah menarik, banyak perusahaan digital turut andil di dalamnya, baik secara aktif dalam proses pengembangan maupun menjadi penyokong dana.

Untuk memahami perspektif industri bank digital, tahun lalu kami melakukan wawancara dengan sejumlah pemain bank digital yang sudah meramaikan industri. Konteksnya untuk mendalami, visi seperti apa yang akan mereka realisasikan dengan model bisnis tersebut. Berikut ini daftar artikelnya:

Selain itu, terdapat ulasan yang menyoroti tentang bagaimana sinergi mutualisme antara startup dan bank digital dapat berdampak pada peningkatan indeks inklusi keuangan di Indonesia. Di sini pembaca dibawa untuk memahami beberapa startup digital yang berinvestasi ke bank digital, seperti Gojek berinvestasi ke Bank Jago, Akulaku ke Bank Neo Commerce, dan Sea Group ke BKE. Selengkapnya di artikel berikut ini: Kolaborasi Startup dan Bank Digital untuk Memperkuat Inovasi dan Inklusi Keuangan.

Dengan sudut pandang berbeda, editor DailySocial.id juga menyelami hiruk-pikuk kehadiran bank digital, mencoba satu per satu layanan yang sudah meluncur dan memberikan opini terkait impresi awal terhadap aplikasi tersebut. Hingga pada akhirnya disimpulkan bahwa bank digital itu saat ini baru sekadar nice to have, belum benar-benar menyajikan gebrakan yang signifikan hingga menjadi sesuatu yang mendesak untuk dimiliki. Simak cerita pengalaman tersebut melalui artikel ini: Bank Digital Masih Sekadar “Nice to Have”.

Merger GoTo

Dua startup lokal paling fenomenal (dibaca: terbesar dari sisi valuasi) memutuskan untuk merger. Gabungan antara unit bisnis Gojek dan Tokopedia digadang-gadang akan mampu menghasilkan nilai ekonomi yang sangat besar, mengingat keduanya memiliki basis pelanggan dan mitra yang sangat luas. Dalam artikel berjudul “Mendalami Potensi Integrasi Goto, Hasil Merger Gojek dan Tokopedia”, kami mencoba melihat dari sudut pandang lain, yakni potensi kolaborasi antarfitur yang mungkin saling melengkapi – atau saling bertabrakan karena keduanya memiliki unit yang sama.

Secara khusus kami membedah ekosistem layanan di masing-masing platform untuk mengetahui sejauh mana inovasi produk yang telah berhasil mereka telurkan. Di dalamnya termasuk integrasi-integrasi yang telah dilakukan bersama mitra strategisnya. Contohnya untuk studi kasus Gojek digambarkan dalam bagan berikut ini.

Di artikel tersebut di atas, kami juga mengulas dari sudut Tokopedia. Dengan memahami unit-unit produk dan bisnis yang dimiliki, beserta afiliasinya, diharapkan pembaca bisa mendapatkan gambaran tentang bagaimana roadmap produk GoTo ke depannya. Termasuk mendalami aspek-aspek apa saja yang akan menjadi kekuatan utama mereka atas gabungan dua kekuatan yang berbeda tersebut.

Model bisnis baru

Ekosistem startup syarat dengan inovasi layanan yang terus berkembang. Setiap tahun selalu ada model-model baru yang coba ditawarkan oleh para pemain. Salah satu yang cukup mendapatkan perhatian adalah Open Finance, konsep tersebut memungkinkan sebuah layanan fintech disematkan ke dalam berbagai jenis aplikasi digital. Tidak hanya itu, Open Finance dianggap menghilangkan berbagai friksi yang masih menjadi halangan dalam pengembangan ekosistem keuangan digital, misalnya dengan menghadirkan mekanisme skoring kredit yang lebih komprehensif. Ulasan tentang Open Finance kami tulis di sini: Mengenal Ragam Konsep “Open Finance” di Dunia Digital.

Selain Open Finance, NFT juga menjadi satu hal yang cukup menghebohkan menjelang akhir tahun. Selain kreator lokal yang mulai meramaikan ekosistemnya, mulai ada beberapa startup yang coba mengakomodasi kebutuhan di sisi bisnis. Pemahaman tentang NFT dan bagaimana cara konsep tersebut bekerja menjadi banyak dicari. Kami pun secara khusus berbincang dengan beberapa pakar untuk menyimpulkan tentang konsep NFT dan bagaimana potensi yang dapat diberikan untuk ekosistem lokal dalam artikel: Memahami Non-Fungible Token (NFT), Mempercepat Adopsi di Indonesia.

Wawancara eksklusif

Tahun 2021, DailySocial.id juga melakukan wawancara eksklusif dengan banyak pelaku industri. Beberapa di antaranya berhasil mendapatkan perhatian dari pembaca. Berikut ini daftar artikel wawancara paling populer sepanjang tahun lalu:

Kami terus berkomitmen untuk terus menghadirkan artikel-artikel berkualitas yang bermanfaat untuk pelaku industri. Untuk berbagai artikel pilihan lain yang sudah terbit dan yang akan datang dapat Anda nikmati melalui kanal DS Premium: https://dailysocial.id/premium-content.

Bos Square Enix Beri Sinyal Perusahaannya Bakal Seriusi Tren NFT dan Blockchain Gaming

Desember kemarin, Ubisoft meluncurkan platform NFT bernama Quartz sekaligus koleksi aset NFT untuk game Ghost Recon Breakpoint. Langkah tersebut menuai cukup banyak kritik, akan tetapi itu rupanya tidak mencegah nama besar lain di industri video game untuk menunjukkan ketertarikannya terhadap tren NFT dan metaverse.

Adalah Square Enix yang baru-baru ini memberi sinyal bahwa mereka bakal mendalami tren blockchain gaming. Lewat sebuah surat terbuka untuk karyawan, Yosuke Matsuda selaku bos besar Square Enix mengatakan bahwa salah satu langkah strategis yang bakal mereka jalankan mulai tahun ini adalah “menambahkan decentralized game ke portofolionya.”

Menurutnya, fondasi teknologi yang memungkinkan game blockchain sudah eksis, dan aset crypto juga semakin dikenal dan semakin diterima dalam beberapa tahun terakhir. Tidak menutup kemungkinan ke depannya Square Enix bakal memiliki mata uang crypto-nya sendiri, sebab menurut Yosuke ini punya potensi untuk mewujudkan pertumbuhan game yang bisa berjalan dengan sendirinya (self-sustaining).

Square Enix sejauh ini memang belum punya rencana yang betul-betul spesifik, dan Yosuke pun sama sekali belum bicara soal bagaimana mereka bakal mengimplementasikan teknologi blockchain ke portofolionya. Mereka mungkin tidak akan merilis aset NFT buat Final Fantasy XIV dalam waktu dekat, tapi kita juga tidak bisa bilang itu mustahil bakal terjadi.

Yosuke pun menyadari bahwa tidak semua gamer setuju dengan pergeseran tren ini, khususnya mereka yang “bermain game untuk bersenang-senang”. Kendati demikian, ia percaya ke depannya bakal ada banyak orang yang motivasi bermainnya adalah untuk berkontribusi dan membuat game yang dimainkannya jadi lebih menyenangkan lagi, dengan NFT dan cryptocurrency sebagai insentifnya.

Pasar NFT dan game blockchain memang terlalu besar untuk diabaikan, terutama oleh perusahaan sebesar Square Enix. Namun seperti halnya banyak tren baru lain, NFT dan game blockchain juga punya tantangan-tantangannya sendiri, dan Square Enix pun akan terus memantau perkembangan di ranah ini sebelum mengambil langkah konkret.

Via: Video Games Chronicle.

Free Fire Punya Peta Baru: Alpine, Nintendo Ungkap Daftar Game Indie Terpopuler di Switch

Pada akhir 2021, menjelang tahun baru 2022, ada beberapa kabar menarik dari industri game. Salah satunya, Garena meluncurkan peta baru untuk Free Fire. Peta yang dinamai Alpine itu diluncurkan tepat pada 1 Januari 2022. Selain itu, Krafton juga mengungkap bahwa mereka akan merilis peta baru untuk PUBG: New State pada pertengahan 2022. Sementara Nintendo baru saja merilis daftar game-game indie paling populer sepanjang 2021. Dan President Square Enix menyambut tahun baru dengan mengungkap minatnya akan berbagai teknologi baru di dunia game, khususnya NFT.

1 Januari 2022, Garena Luncurkan Peta Baru untuk Free Fire

Free Fire kini punya peta baru, yang dinamai Alpine. Pada awalnya, Alpine merupakan desa nelayan. Desa itu lalu diubah menjadi pos militer pada Winter War. Alpine resmi dirilis pada 1 Januari 2022, menurut laporan Dot Esports.

Tampilan peta baru Free Fire, Alpine.

Bersamaan dengan peluncuran peta baru, Garena juga mengadakan berbagai events di Free Fire. Dalam salah satu event, pemain akan bisa mendapatkan Magic Cube Fragments jika mereka bermain di peta baru. Kepingan tersebut dapat ditukar dengan “item eksklusif” di Magic Cube exchange store. Di toko itu pula, pemain juga akan menemukan beberapa bundles yang bisa didapatkan dalam waktu terbatas, seperti Winter Icerunner Costume Bundle.

Nintendo Ungkap Game-Game Indie Terbaik di Switch

Sejak Nintendo Switch diluncurkan pada 2017, ada banyak game indie yang dirilis untuk konsol tersebut. Pada 2021, berbagai game indie yang unik dan kreatif juga diluncurkan untuk Switch. Untuk menunjukkan apreasiasi mereka pada developer indie, Nintendo merilis daftar game-game indie dengan penjualan terbaik sepanjang 2021. Daftar itu ditampilkan dalam video Indie World terbaru mereka.

Berikut daftar game-game indie dengan penjualan terbaik sepanjang 2021 di Nintendo Switch:

Axiom Verge 2
Curse of the Dead Gods
Cyber Shadow
Doki Doki Literature Club
Eastward
Ender Lilies: Quietus of the Knights
Islanders: Console Edition
Littlewood
Road 96
Slime Rancher: Plortable Edition
Spelunky 2
Stick Fight: The Game
Subnautica + Subnautica: Below Zero
Tetris Effect: Connected
Unpacking

PUBG: New State Bakal Punya Peta Baru di Pertengahan 2022

Minggu lalu, Krafton memamerkan tampilan peta baru untuk PUBG: New State. Melalui Twitter, developer asal Korea Selatan itu mengatakan, mereka sedang mengembangkan battleground baru yang akan diluncurkan pada pertengahan 2022. Sayangnya, saat ini, belum ada banyak informasi yang ada tentang peta baru tersebut. Selain peta baru untuk New State, Krafton mengatakan bahwa mereka juga akan meluncurkan dua peta baru — Kiki dan Tiger — di PUBG: Battlegrounds dalam waktu dekat, lapor Dot Esports.

Saat ini, PUBG: New State hanya punya dua peta. Pertama adalah Troi, yang merupakan peta eksklusif untuk game tersebut. Kedua adalah peta yang didasarkan pada Erangel. Kedua peta tersebut memiliki ukuran 8×8 kilometer. Sejauh ini, Krafton juga belum mengungkap ukuran dari peta baru untuk New State. Tampaknya, peta baru itu akan berupa medan berat yang dipenuhi dengan pepohonan.

Presiden Square Enix Tunjukkan Minat akan NFT dan Blockchain

Dalam sebuah surat terbuka, President Square Enix, Yosuke Matsuda membahas tentang berbagai teknologi baru di industri game, mulai dari metaverse, cloud gaming, sampai AI. Dan blockchain token menjadi salah satu fokus pembahasan dalam surat tersebut. Matsuda memang tidak mengatakan bahwa Square Enix akan memasukkan NFT ke game-game mereka, tapi dia mengaku, perusahaan akan terus memantau perkembangan teknologi NFT. Tak hanya itu, dia juga mengatakan, tak tertutup kemungkinan, Square Enix akan membuat token mereka sendiri, seperti disebutkan oleh PC Gamer.

President Square Enix, Yosuke Matsuda. | Sumber: Square Enix

Menariknya, dalam surat terbuka yang dia buat, Matsuda mengaku sadar bahwa ada banyak gamers yang tidak suka jika NFT menjadi bagian tak terpisahkan dari game. Pada saat yang sama, dia juga percaya, keberadaan NFT akan memberikan alasan baru bagi orang-orang untuk bermain game. Walau dia menunjukkan ketertarikan pada NFT dan blockchain, Matsuda tidak memberikan penjelasan lebih lanjut tentang bagaimana kedua teknologi itu akan bisa membuat industri game terus tumbuh.

Riot Games Bayar US$100 Juta untuk Selesaikan Kasus Diskriminasi Gender

Minggu lalu, Riot Games mengumumkan bahwa mereka akan membayar US$100 juta demi menyelesaikan kasus diskriminasi gender yang terjadi dalam perusahaan. Kasus ini diawali oleh laporan dari Kotaku pada November 2018. Ketika itu, Riot dituduh telah tidak mengacuhkan akan budaya kantor yang tidak sehat. Dari US$100 juta yang Riot bayarkan, US$80 juta merupakan kompensasi untuk semua karyawan dan mantan karyawan yang bekerja dengan mereka sejak November 2014 sampai saat ini. Sementara US$20 juta sisanya digunakan untuk membayar biaya pengadilan.

Sebelum ini, Riot sempat menawarkan untuk memberikan kompensasi sebesar US$10 juta pada para pekerjanya. Namun, California Department of Fair Employment and Housing mengatakan, para pekerja Riot seharusnya bisa menerima kompensasi hingga lebih dari US$400 juta, lapor GamesIndustry. Setelah menyelesaikan kasus diskriminasi ini dengan membayar kompensasi, Riot mengatakan, ke depan, mereka akan berusaha untuk membuat budaya kantor yang lebih transparan dan akuntabel.

Menyambut Metaverse: Peluang Inovasi dan Kekhawatiran yang Membuntuti

Secara sederhana, metaverse didefinisikan sebagai sebuah dunia baru yang sepenuhnya virtual. Berbagai hal yang ada dalam dunia nyata akan ada versi virtualnya, termasuk barang-barang fisik seperti bangunan, karya seni, televisi dll; maupun yang bersifat sistem, seperti pembayaran, telekomunikasi, asuransi, dan mungkin regulasi. Representasinya juga mungkin akan lebih bagus dibandingkan konten digital yang sudah kita nikmati sejauh ini, karena mengandalkan teknologi Virtual Reality (VR).

Realisasinya bisa saja lebih cepat dari yang kita bayangkan. Perusahaan teknologi seperti Facebook, Microsoft, dan yang lain telah berinvestasi besar-besaran dengan harapan bisa menjadi penyedia dari platform yang melandasi metaverse tersebut – untuk tidak menyebutnya sebagai penguasa dunia virtual tersebut nantinya. Banyak yang sudah bersiap-siap untuk turut andil dalam dunia baru tersebut, namun tidak sedikit yang belum paham, bahkan belum tahu sama sekali tentang metaverse ini.

Gambaran aktivitas di metaverse

Sama seperti di kehidupan yang kita jalani sekarang, di metaverse semua aset virtual di dalamnya dapat dimiliki seseorang. Jika di dunia nyata orang membeli tanah untuk ditempati sebagai rumah, di metaverse orang juga akan bisa membeli lahan virtual untuk dijadikan tempat singgahnya. Pun demikian lukisan yang dipajang di rumah kita, di metaverse kita bisa membeli lukisan virtual yang dapat kita pajang di aset yang kita miliki.

Infrastruktur proses ekonomi tersebut dilandasi teknologi blockchain, dengan salah satu sistem yang sudah mulai tenar akhir-akhir ini, yakni Non-Fungible Token (NFT). NFT memungkinkan sebuah aset virtual untuk diikat kepemilikannya oleh seseorang – yang sebenarnya konsepnya sama dengan sertifikat tanah. Tanah itu mungkin bisa ditempati siapa saja, tapi pemiliknya adalah orang yang ada di sertifikat tersebut. Pun gambar-gambar virtual yang mungkin bisa disimpan dan digunakan banyak orang. Pemiliknya adalah yang tercatat di sistem kontrak NFT.

Kegiatan lainnya pun bisa saja terjadi, seperti bisnis, hiburan, dan sebagainya. Digadang-gadang metaverse akan menawarkan berjuta kesempatan aktivitas baru [termasuk ekonomi] yang mungkin sebelumnya tidak pernah ada. Contoh sederhananya, ketika ada yang membangun rumah di metaverse, tentu ada yang butuh jasa orang lain untuk mempercantik rumah tersebut – mungkin nanti akan ada desainer interior khusus mendesain rumah virtual di metaverse.

Diyakini banyak orang akan bergabung di metaverse, layaknya orang yang kini berbondong-bondong memasuki “kehidupan di media sosial”. Populasi yang besar, akan menciptakan cara-cara baru dalam berkehidupan. Mirip dengan yang disajikan ekosistem digital sekarang ini, misalnya sistem pendidikan berubah menjadi e-learning, jual-beli menjadi e-commerce, kesehatan jadi e-health, dan sebagainya. Nantinya akan ada versi metaverse untuk kegiatan-kegiatan seperti itu.

Pada intinya, metaverse akan menawarkan cara-cara baru bagi seseorang untuk melakoni kehidupannya. Bukan tidak mungkin hal yang ada di film “Ready Player One” akan kita rasakan, saat orang-orang lebih banyak menghabiskan waktu di dunia virtualnya. Apa yang ada sekarang ini memang masih sebatas konsep belaka, karena memang metaverse tersebut belum benar-benar ada. Meskipun demikian, beberapa infrastruktur penyangganya mulai bisa diakses pengembang dan semua orang.

Siapa cepat, dia dapat

Yang diupayakan para inovator teknologi saat ini adalah berlomba-lomba untuk terlebih dulu menghadirkan “planet baru” tersebut. Dengan harapan tempat itu yang akan dihuni oleh orang-orang, bersama dengan ekosistem aset metaverse yang ada. Tentu, dengan menyediakan platform, perusahaan tersebut menjadi yang paling diuntungkan. Untuk itu tidak heran jika puluhan triliun Rupiah dana digelontorkan untuk melakukan R&D tentang metaverse.

Kita, sebagai konsumen, mungkin juga termotivasi untuk menjadi early adopter NFT. Mereka berinvestasi untuk menyiapkan kehidupan barunya di metaverse, yang diyakini aset-aset tersebut akan lebih bernilai di sana. Mereka belajar dari harga Bitcoin, yang sangat rendah di fase awal kemunculannya sampai bertahun-tahun, namun melambung sangat tinggi di beberapa tahun terakhir seiring dengan fungsinya sebagai alat transaksi yang mulai diakui. Namun apa daya, tidak semua orang telah memiliki pemahaman, akses, kemampuan untuk turut andil di fase awal metaverse ini.

Sayangnya, belum ada satu negara pun yang memiliki regulasi tentang metaverse. Hal ini sebenarnya juga sudah terjadi sejak awal media sosial muncul. Kala itu semua yang ada di sana bebas, tidak ada regulasi secara khusus yang mengatur. Seiring berjalannya waktu, baru ada regulasi yang mengatur, misalnya terkait batasan ketika berpendapat. Yang lebih menyeramkan, dunia baru ini seperti tidak akan memiliki batasan, karena pada dasarnya metaverse memiliki banyak universe.

Kekhawatiran terbesar

Mungkin akan ada yang bilang, “dengan kondisi tersebut, metaverse tidak untuk semua orang”. Pernyataan tersebut mungkin juga relevan pada awal tahun 2010-an, ketika saat itu penetrasi ponsel pintar dan internet belum sebesar sekarang, media sosial dikatakan bukan untuk semua orang. Berbeda dengan saat ini, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, orang tua semua berbaur dalam media sosial untuk saling berinteraksi, berbagi, dan berkomunikasi.

Jika hambatan penetrasi metaverse adalah perangkat VR, tidak menutup kemungkinan akan ada inovasi produk yang memungkinkan perangkat tersebut menjadi sangat terjangkau dan menjadi kebutuhan yang lebih mendesak, seperti ponsel pintar.

Jika metaverse datang lebih cepat, ia akan hadir di tengah proses edukasi literasi digital yang belum tuntas, di tengah literasi finansial yang belum menyeluruh. Bukan tidak mungkin jika gap yang ada saat ini justru menjadi lebih lebar, memberikan peluang kepada orang-orang yang sudah berkecukupan, namun melahirkan tantangan baru bagi mereka-mereka yang seharusnya membutuhkan bantuan. Toh keberhasilan di dalam dunia teknologi selalu didasari dengan kesigapan dalam mengadopsi.

Saya pribadi jadi merasa khawatir. Di sisi lain, belum rampung dengan urusan kehidupan nyata yang sedang dijalani saat ini. Lantas, apakah sudah harus memaksakan diri masuk ke hiruk-pikuk adopsi metaverse, bahkan saat saya sendiri belum memahami manfaatnya. Sebuah kegamangan untuk menyambut masa depan. Memang, investasi selalu punya risiko, pun investasi untuk masuk ke metaverse lebih awal. Perasaan takut tertinggal [dalam artian tidak bisa beradaptasi secara cepat] di dunia baru tersebut kini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi orang-orang yang memikirkan, memikirkan bagaimana cara hidup di metaverse.

Peluang inovasi

Teknologi selalu menghadirkan sebuah disrupsi, dari skala yang sangat kecil sampai ke sesuatu yang mempengaruhi masyarakat luas. Disrupsi sendiri erat kaitannya dengan inovasi, yakni proses melahirkan cara-cara baru yang jauh lebih efisien dari mekanisme yang ada sebelumnya. Tentu kita ingat mengapa produk payment gateway dilahirkan; karena ada kebutuhan akses ke sistem pembayaran yang ringkas untuk memfasilitasi transaksi di sistem e-commerce.

Menawarkan dunia baru, cara-cara baru, metaverse diyakini akan melahirkan peluang baru untuk berinovasi. Para pengembang akan ditantang, bagaimana melahirkan pengalaman berbisnis yang baik di dunia virtual 3D, bagaimana membangun sistem pengajaran dan pendidikan yang nyaman dengan keterbatasan aktivitas fisik, bagaimana sistem perdagangan dikonsep ulang dengan pengalaman pelanggan yang baru, dan lain-lain. Istilah “startup digital” yang trendi saat ini bisa jadi menjadi “startup metaverse” di kemudian hari.

Epilog

Sebagai orang yang mengikuti perkembangan teknologi, saya pribadi selalu tertarik untuk melihat kejutan-kejutan inovasi berikutnya. Setiap tahun saya menyimak konferensi yang diadakan raksasa teknologi, seperti Google, Apple, atau Microsoft; mengagumi produk-produk teknologi yang akan makan digandrungi masyarakat. Karena saya sendiri merasakan betul manfaat dari alat-alat teknologi tersebut.

Entah mengapa metaverse ini memberikan kesan yang beda. Sebuah perasaan yang menyiratkan ketidaksiapan menyambut era baru teknologi tersebut. Bisa jadi saya yang terlalu berburuk sangka dengan kompleksitas yang ditimbulkan oleh dunia virtual tersebut; atau saya yang terlalu mencari-cari tahu sesuatu yang sebenarnya belum memiliki bentuk pasti lalu “overthinking”. Namun layaknya inovasi teknologi yang bisa mengubah kehidupan banyak orang menjadi lebih baik, saya punya pengharapan besar metaverse tidak membuat kekhawatiran –mungkin dirasakan banyak orang juga di luar sana—tersebut terjadi.

Tantangan dan Potensi Game Blockchain Menurut Blockchain Game Alliance

Sama seperti teknologi, dari tahun ke tahun, game juga terus berubah. Tahun ini, muncul tren baru dalam industri game, yaitu blockchain game dan game Nonfungible Token (NFT). Menurut laporan dari Blockchain Game Alliance (BGA), total pemasukan dari game-game NFT pada Q3 2021 mencapai US$2,32 miliar. Hal itu berarti, game NFT memberikan kontribusi sebesar 22% pada total volum transaksi NFT di industri.

Didirikan pada 2018, BGA merupakan grup advokasi untuk game NFT. Ketika didirikan, grup itu hanya memiliki delapan anggota. Sekarang, jumlah anggota mereka telah menjadi 300 perusahaan. Sebanyak 198 perusahaan baru mendaftar sebagai anggota BGA pada 2021. Laporan yang BGA dibuat didasarkan pada survei yang mereka adakan pada ratusan perusahaan yang menjadi anggota mereka tersebut.

Dalam laporan tersebut, BGA membahas tentang tantangan yang dihadapi dalam industri blockchain game serta masa depan blockchain game.

Industri Blockchain Game Dipenuhi dengan Pekerja Muda

Sepanjang 2021, blockchain game menjadi salah satu topik yang disorot oleh media. Tak hanya itu, ada banyak perusahaan blockchain game yang mendapatkan kucuran dana. Salah satunya adalah Animoca Brands. Mereka mendapatkan pendanaan sebesar US$88 juta di bulan Mei 2021. Pada Juli 2021, mereka kembali mendapatkan investasi sebesar US$65 juta dan terakhir, mereka mendapatkan modal sebesar US$65 juta pada Oktober 2021. Sekarang, perusahaan itu telah berstatus sebagai unicorn, startup yang valuasinya telah menembus US$1 miliar.

Blockchain gaming adalah industri yang masih sangat muda. Karena itu, mungkin tidak aneh jika industri tersebut juga diisi oleh orang-orang yang masih muda. Sebanyak 48,6% pekerja di industri blockchain game ada di rentang umur 25-34 tahun dan 30,7% lainnya di rentang umur 35-44 tahun. Dari segi lama bekerja, sebanyak 42,5% pekerja mengatakan, mereka baru bekerja di industri blockchain gaming selama kurang dari 1 tahun dan sebanyak 38,2% pekerja lainnya telah bekerja selama 1-3 tahun.

Industri blockchain game adalah industri yang masih sangat muda. | Sumber: VentureBeat

Sementara itu, kebanyakan perusahaan yang bergerak di bidang blockchain gaming bukanlah perusahaan besar. Sekitar 60% perusahaan blockchain gaming mempekerjakan kurang dari 50 karyawan dan 25% lainnya memiliki pegawai kurang dari 10 orang.

Selama periode Januari sampai November 2021, lima blockchain game dengan jumlah Unique Active Wallets harian paling banyak adalah Alien Worlds, Axie Infinity, Splinterlands, CryptoMines, dan Bomb Crypto. Per September 2021, jumlah Unique Active Wallets harian di Splinterlands mencapai 245 ribu dompet, naik 3.267% jika dibandingkan dengan pada akhir Q2 2021.

Masa Depan dari Industri Blockchain Game

Dari survei yang diadakan oleh BGA, sebanyak 86% responden percaya, teknologi blockchain akan diadopsi oleh industri game tradisional dalam waktu dua tahun. Dan memang, sepanjang 2021, ketertarikan masyarakat akan blockchain gaming terus naik. Hal ini bisa terlihat meningkatnya pencarian akan blockchain gaming, menurut data Google Trends. Seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di bawah, pencarian dengan kata kunci blockchain gaming, game NFT, dan play-to-earn mengalami kenaikan yang signifikan pada bulan Juli 2021.

Pencarian dengan kata kunci blockchain game menunjukkan kenaikan. | Sumber: VentureBeat

“Satu hal yang sangat menarik pada 2021 adalah betapa cepatnya topik rumit seperti NFT atau mekanisme play-to-earn menarik perhatian komunitas gaming di seluruh dunia,” kata Jon Jordan, Editor-At-Large, BlockchainGamer.biz. “Jelas, salah satu faktor yang mendorong hal itu adalah adanya game-game blockchain-first seperti NBA Top Shot dan Axie Infinity. Di awal 2022, saya ingin melihat bagaimana perusahaan game tradisional akan mulai membuat game-game NFT atau blockchain.”

Blockchain gaming kini menjadi segmen favorit di industri,” kata Dragos Dunica, Co-founder dari DappRadar. Dia mengatakan, meningkatnya jumlah pemain blockchain game, digabung dengan keberadaan decentralized app dan tren gaming saat ini, maka semua itu akan menciptakan metaverse. “Di masa depan, cara kita berkomunikasi, bermain, berdagang, dan bersosialisasi akan berubah sama sekali. Blockchain gaming adalah katalis yang mendorong terciptanya pusat dari dunia virtual yang akan kita tinggali.”

Tantangan di Industri Blockchain Game

Survei dari BGA memang disambut dengan baik. Meskipun begitu, masih ada banyak tantangan yang pelaku industri blockchain game harus hadapi. Buktinya, ketika Ubisoft menggunakan NFT di game Ghost Recon Breakpoint, banyak gamers yang protes.

Berdasarkan survei BGA, beberapa tantangan yang ada di industri blockchain gaming antara lain ketidakpastian regulasi, kebutuhan edukasi, keterbatasan teknologi, pengalaman penggunaan yang buruk, kualitas gameplay, ketiadaan pekerja ahli, ketiadaan standar industri, implementasi yang sulit, dan lain sebagainya. Sebanyak 52% responden mengatakan, regulasi merupakan masalah terbesar yang dihadapi oleh indusri blockchain game.

“Teknologi bergerak dengan cepat dan para regulator kesulitan untuk bisa mengikuti laju perkembangan teknologi,” kata Gianluigi Guida, rekan di Guida & Associates. “Meskipun begitu, regulasi dasar diperlukan untuk membantu developer memahami batasan yang tidak boleh mereka lewati.” Lebih lanjut dia menjelaskan, dengan adanya peraturan yang jelas, pelaku industri blockchain gaming akan bisa membuat produk sesuai dengan peraturan tersebut. Menurutnya, hal ini bisa membantu pelaku industri blockchain gaming untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat.

Edukasi menjadi masalah lain di industri blockchain gaming. Sebanyak 43% responden menganggap, edukasi tentang konsep dasar blockchain game merupakan masalah terbesar kedua di industri. Memang, 59% responden menjelaskan, orang-orang yang tidak memahami blockchain gaming akan berasumsi bahwa game itu merupakan penipuan.

Tantangan yang dihadapi pelaku industri blockchain gaming. | Sumber: VentureBeat

“Sejak saya memasuki dunia blockchain gaming pada enam tahun lalu, sekarang adalah periode yang paling menarik. Karena, dana investasi yang masuk ke blockchain gaming mengalir deras, jumlah pengguna meroket, dan media-media besar dunia membahas tentang blockchain gaming,” kata Sebastien Borget, Presiden dari BGA, seperti dikutip dari VentureBeat. “Karena perhatian banyak orang tertuju ke blockchain gaming, kami juga menerima banyak kritik terkait berbagai isu, seperti ketidaktahuan masyarakat akan blockchain gaming, manfaat blockchain gaming untuk developer dan gamers, dampak NFT ke lingkungan, serta regulasi tentang aset digital yang belum jelas.”

Borget mengatakan, sebagian kritik yang ditujukan ke pelaku blockchain gaming memang bersifat konstruktif dan membuka diskusi tentang masalah yang mungkin muncul di masa depan. Namun, sebagian kritik lainnya justru menakut-nakuti masyarakat. Menurut Borget, hal itulah yang membuat sejumlah kejadian yang disesalkan terjadi, seperti keputusan Valve untuk memblokir blockchain game dari Steam.

Faktor Pendorong Pertumbuhan Industri Blockchain Game

Walau ada banyak tantangan yang harus dihadapi di industri blockchain game, responden survei dari BGA tetap optimistis bahwa industri blockchain game masih akan tumbuh di masa depan. Sebanyak 68% responden memperkirakan, mekanisme play-to-earn akan menjadi faktor kunci dalam mendorong pertumbuhan industri blockchain game.

Play-to-earn adalah mekanisme game baru, memungkinkan pemain untuk mendapatkan cryptocurrency ketika mereka bermain game. Cryptocurrency yang didapat oleh pemain lalu bisa ditukar dengan uang di dunia nyata. Berkat adanya mekanisme play-to-earn, ada banyak studio muda yang berhasil tumbuh. Tak hanya itu, game-game play-to-earn juga memberikan dampak besar di negara-negara berkembang, seperti Filipina atau kawasan Amerika Latin. Di kedua kawasan itu, game play-to-earn seperti Axie Infinity bisa menjadi sumber pemasukan bagi para pemainnya, apalagi karena banyak orang yang kehilangan pekerjaan mereka akibat pandemi COVID-19.

Memang, mekanisme play-to-earn diperkirakan akan menjadi faktor utama yang mendorong pertumbuhan industri blockchain gaming. Namun, para responden survei BGA juga mengatakan, gameplay yang menarik tidak kalah penting untuk menumbuhkan industri blockchain gaming. Sebanyak 83% responden mengatakan, elemen paling penting dari blockchain game adalah kualitas gameplay.

“Sekarang, memang sudah ada game-game blockchain sukses yang menyenangkan untuk dimainkan,” kata Lenny Peterson, Acting Managing Director, Antler Interactive. “Tapi, agar blockchain game bisa diadopsi secara massal, maka kualitas dan aksesibilitas dari blockchain game tetap harus ditingkatkan.”

Jika pelaku industri blockchain gaming ingin agar industri itu terus tumbuh, hal lain yang harus mereka lakukan adalah terus memperbaiki kualitas grafik dan gameplay dari blockchain game. Sebanyak 56% responden mempercayai hal tersebut. Sementara itu, 51% responden mengatakan, membuat blockchain game yang didasarkan pada franchise yang sudah terkenal juga punya potensi untuk mendorong pertumbuhan industri blockchain game.

[Seri NFT] Memahami Alasan NFT Lahir dan Kenapa Ia Dibutuhkan

Memahami suatu teknologi baru tidak selalu membutuhkan penjelasan yang rumit, termasuk saat ingin mengerti apa itu NFT (non-fungible token). Dari sekian banyak literatur yang mencoba untuk menjelaskan NFT, mungkin pendekatan secara filsafat ini bisa dimengerti: NFT punya korelasi kuat dengan sifat alamiah seorang manusia, yaitu keinginan untuk memiliki sesuatu.

Kelahiran NFT awal mulanya karena pengembangan dari inovasi teknologi blockchain. Namun, bila ditarik mundur jauh sebelum itu, bahkan saat manusia purba, cara untuk bertahan selain mencari makan ada prioritas lainnya, yakni memiliki teritori dengan melabelinya sebagai tanda bahwa itu adalah miliknya.

Dalam evolusi manusia berikutnya, di masa modern, banyak inovasi yang bisa menemukan mana sesuatu yang dimiliki oleh tiap manusia. Sampai-sampai muncul kepemerintahan di suatu teritori yang menciptakan mata uang untuk bertransaksi, demi menentukan barang apa milik siapa.

“Kenapa NFT exist karena manusia pada dasarnya ingin memiliki sesuatu. Ini memang sifat dasar manusia yang ingin memiliki, itu paling fundamental. Jadi ini bukan soal teknologi, tapi lebih ke sosial. Sehingga sudah sewajarnya NFT itu exist dan jauh ke depannya akan jadi bagian dari setiap lini kehidupan manusia,” terang CEO Kolektibel Pungkas Riandika.

Dengan pemahaman mendasar seperti ini, artinya tidak perlu repot mendalami teknologi blockchain dan turunannya. Bila dicontohkan lagi, di kelas ekonomi ke atas misalnya, mayoritas orang-orangnya memiliki sesuatu yang bersifat non-fungible, alias berharga yang memiliki nilai emosi yang tidak bisa dihargai dengan uang. Itu adalah NFT.

Berikutnya, untuk strategi pemasaran yang ingin melekatkan unsur non-fungible juga bisa diterapkan. Seperti yang dilakukan oleh IKEA saat menjual perabotan rumah tangga yang sebenarnya itu adalah barang fungible. Mereka memanfaatkan kursi yang dibuat oleh desainer dari Swedia sebagai strategi branding untuk membuatnya lebih berharga dan langka daripada kursi yang dibuat oleh orang lain.

“Strategi branding mereka sukses membuat para pembeli harus segera memilikinya. Jadi strategi [dengan konsep NFT] itu sudah ada sejak dulu. Sampai akhirnya, muncul dalam teknologi blockchain, melahirkan OpenSea dan sebagainya. Kami percaya dan memfokuskan diri mengembangkan Kolektibel sebagai e-commerce NFT untuk kehidupan sehari-hari.”

Oleh karena itu, dalam praktek Kolektibel yang ingin meramahkan NFT, perusahaan menganut konsep decentralized finance (DeFi) yang menggunakan mata uang fiat untuk bertransaksi NFT. Dengan kata lain, dengan mata uang yang berlaku di negara tersebut, para pengguna dapat bertransaksi NFT. Bahkan, perusahaan terintegrasi dengan instrumen pembayaran digital yang populer, sebut saja Gopay, OVO, Virtual Account, kartu debit/kredit, hingga dapat bayar melalui Alfamart, dan Indomaret.

NFT sebagai status diri

Perlahan tapi pasti NFT akan dibuat menjadi lebih mainstream, ditandai dengan beragamnya perusahaan dari berbagai vertikal, termasuk ritel barang mewah, terjun ke sana. Tujuannya bukan untuk memperkenalkan NFT, tapi karena sudah menganggap NFT sebagai status diri, sebuah identitas diri digital.

NFT-NFT yang dibeli, lalu dikumpulkan, itulah yang membuatnya menjadi status diri siapa pemiliknya. Orang-orang bisa mengidentifikasi seseorang saat melihat koleksi NFT, hal ini sebenarnya sudah terjadi di dunia fisik. Menilai pribadi orang dari koleksi dan kesukaannya terhadap sesuatu karena unik dan punya memori yang tidak bisa dinilai dengan uang.

“NFT itu bukan mata uang. Sama seperti di dunia sebenarnya. Orang yang punya uang apa iya dipamerkan uangnya? Pasti yang diperlihatkan adalah tasnya merek apa, sepatunya merek apa, itulah fungsi NFT nantinya. Bisakah hidup tanpa brand? Sepertinya susah karena manusia itu butuh pamer. Itu sudah jadi sifat dasar.”

Maka dari itu, NFT berkaitan erat dengan metaverse. Di dalam dunia metaverse akan menjadi dunia tersendiri yang memiliki koleksi digital sendiri, dari ujung kaki hingga rambut yang melekat di avatar tersebut. Di dalam dunia tersebut, avatar dapat memiliki dunia bertemu dengan orang dari belahan manapun dan melakukan berbagai aktivitas.

Bahkan dalam pemahaman yang lebih futuristik, mengutip dari Dr. Michio Kaku, seorang fisikawan teoritis dan penulis buku, dia mencoba berspekulasi tentang apa yang akan terjadi di 2050. Dalam salah satu kutipannya, ia mengatakan bahwa pada masa depan setiap manusia akan memiliki digital immortality. Artinya, manusia dapat tetap hidup selamanya dengan adanya identitas digitalnya, meski jiwa dan raganya sudah tiada.

Dia menjelaskan, meskipun seseorang sudah meninggal secara fisik, tapi orang tetap bisa merasakan kehadirannya secara digital, yang didukung oleh melesatnya inovasi di bidang neuroscience dan kecerdasan buatan. Bahkan dalam pandangan ia untuk jangka waktu yang lebih jauh lagi, 10 ribu tahun lagi warga bumi akan pindah ke planet lain.

“Itulah mengapa Jeff Bezos, Elon Musk berlomba-lomba ke luar negeri dalam rangka menyiapkan sekoci penyelamat pada saat perubahan iklim tidak bisa dibendung lagi. Jawabannya dengan memindahkan ke planet terdekat, ini ada hubungannya dengan digital immortality,” tutup Pungkas.

Disclosure: Rubrik “Seri NFT” ini adalah hasil kerja sama DailySocial dan Kolektibel

Masuk ke NFT Jadi Langkah Bumilangit Utilisasi 1.200 IP

Antusiasme kreator terhadap potensi NFT semakin mengguliat. Kini giliran Bumilangit, melalui PT Bumilangit Digital Mediatama, perusahaan patungan antara PT Digital Mediatama Maxima dan PT Bumilangit Entertainment, terjun ke segmen ini dalam rangka meningkatkan utilitas aset-aset digitalnya ke tahap lanjutan. Perusahaan menjual secara terbatas video/gif/image dari karakter-karakter pahlawan seperti Gundala dan Sri Asih melalui OpenSea.

Saat peresmiannya, Founder & CEO Bumilangit Bismarka Kurniawan menuturkan, NFT Bumilangit akan menjadi kiprah awal Bumilangit dalam memberikan kesempatan para penggemarnya untuk mengoleksi karya seni digital berbasis karakter-karakter kesayangan.

“Pada tahap awal, karakter Gundala dan Sri Asih dipilih karena merekalah yang membuka Bumilangit Cinematic Universe dengan filmnya beberapa tahun lalu dan Sri Asih dipilih karena inilah karakter berikutnya yang akan hadir di filmnya tahun depan,” ujar dia.

Bumilangit merilis 346 unit NFT untuk Gundala dan 381 unit NFT untuk Sri Asih. NFT yang ditawarkan berupa limited short animation berdurasi dua detik. Masing-masing NFT dijual mulai dari 0.02 ETH hingga 1 ETH. Bila di-Rupiahkan dengan kurs ETH terkini (23/12), berada di kisaran Rp1,1 juta sampai Rp56 juta.

Secara terpisah saat dihubungi DailySocial.id, CEO Bumilangit Digital Mediatama Budiasto Kusuma mengatakan pipeline-nya aktivitas NFT di BLDX akan kembali menyesuaikan dengan jadwal kegiatan dan aktivasi masing-masing karakter, yang tentunya berkaitan juga dengan ekosistem digital yang dibangun. Total karakter di Bumilangit sendiri mencapai 1.200 yang siap di-NFT-kan.

“NFT akan menjadi pilar aset digital untuk aset-aset intelektual Bumilangit yang akan dikolaborasikan pada ekosistem Bumilangit ke depannya, seperti games, digital comic, dan berbagai aktivitas berkaitan dengan film dan konten, baik untuk layar lebar dan platform digital lainnya,” ujar Budiasto.

Tidak sekadar mengajak kolektor untuk membeli karakter Bumilangit, perusahaan juga sudah menyiapkan berbagai benefit. Di antaranya, setiap kolektor NFT image Gundala dan Sri Asih akan mendapat kesempatan untuk bidding NFT edisi terbatas yang akan dimulai pada tanggal 5 Maret 2022, untuk kolektor limited short NFT (2-detik) akan mendapat bidding edisi langka, yaitu “Rare Long Animation NFT (15-detik) yang dimulai pada 6 April 2022.

“Para kolektor NFT juga akan dilibatkan untuk penggunaan NFT Bumilangit dalam platform ekosistem Bumilangit mendatang, seperti games, digital comic, film, dan event terkait karakter-karakter Bumilangit.”

Terkait alasannya memilih OpenSea, Budiasto bilang, platform tersebut dipilih karena dinilai memiliki captive market yang besar dan secara ekosistem dianggap paling siap. Ia sendiri tidak menutup kemungkinan untuk menerbitkan NFT dengan jaringan blockchain lainnya, menyesuaikan dengan target kolektor NFT yang akan dibidik. “Apabila sesuai dengan target audiens BLDX, tidak menutup kemungkinan akan dikembangkan juga.”

Ke depannya ia berharap, adaptasi aset intelektual Bumilangit ke NFT akan memberikan pengalaman baru bagi penggemar Rakyat Bumilangit menuju beragam aktivitas dan utilisasi digital mendatang bersama Bumilangit Universe untuk menuju ekosistem digital Bumilangit. Bahkan dalam jangka panjang, pemilik NFT akan memiliki privilese khusus, beberapa di antaranya undangan premiere film layar lebar Bumilangit dan pertemuan dengan pemain Bumilangit.

Kreator lainnya yang terjun ke NFT

Sebelum Bumilangit masuk ke ranah NFT, beberapa kreator dari kalangan selebritas juga memanfaatkan teknologi tersebut untuk berkarya. Pada pekan lalu, Syahrini meluncurkan NFT berbentuk virtual tour. Ia berhasil menjual 17.800 NFT seharga 20 BUSD atau sekitar Rp287 ribu per NFT di bursa kripto Binance. Lalu, ada Luna Maya menjual NFT dalam jumlah sangat terbatas, yakni 10 unit melalui Bakery Swap pada Juni.

Berikutnya, grup band Souljah dan Whisnu Santika yang menjual lagu berjudul Keep Moving On dalam bentuk NFT pada September 2021. Mereka memanfaatkan jaringan Tezos di platform Hicetnunc.

“Sebagai produser musik dan musisi di industri musik Indonesia, kami berpikir keras untuk dapat terus step-up the game, khususnya dengan senantiasa menyesuaikan keadaan saat ini. Bahkan karya kami yang baru saja dirilis berjudul Keep Moving On ini dapat turut memberikan nilai kripto para pemain dan juga memberikan warna baru terhadap pembuatan karya musik di tanah air,” ucap Whisnu dalam keterangan resmi.

Mengingat industri ini masih baru, inisiatif untuk menggalakkan lebih banyak karya yang dapat di-NFT-kan perlu dilakukan oleh banyak pihak. Tokocrypto dengan TokoMall-nya semakin giat dalam menarik lebih banyak kreator dari berbagai vertikal untuk terjun ke dalam NFT. Di dalam platform-nya, TokoMall membagi kemitraan eksklusif bersama para kreatornya dalam tiga sub kategori, yakni TKO Kreatif, TKO Gaya Hidup, dan TKO Bintang. Beberapa nama yang sudah bergabung di antaranya, NFTL, Damn! I Love Indonesia, Pedro Oscar, Banyan Core, MrKinur, Si Juki, dan masih banyak lagi.

[Tekno] Instagram Sedang Aktif Mencari Cara untuk Mengintegrasikan NFT ke Platformnya

Pembahasan mengenai NFT hampir selalu dikaitkan dengan metaverse. Pasalnya, tidak sedikit yang percaya bahwa NFT merupakan salah satu komponen kunci untuk merealisasikan konsep metaverse secara matang. Bagi Facebook Meta yang tengah berfokus mewujudkan konsep metaverse, ini berarti mereka juga perlu mengekspos NFT kepada publik.

Sejauh ini Meta memang belum menjabarkan rencana-rencananya secara spesifik, namun ada kemungkinan Instagram bakal jadi senjata utamanya dalam memperkenalkan NFT ke hadapan publik. Lewat sebuah story yang diunggah pekan lalu, bos besar Instagram, Adam Mosseri, mengonfirmasi bahwa timnya tengah aktif mendalami soal NFT.

“Belum ada yang bisa diumumkan, tapi pastinya kami secara aktif mengeksplorasi NFT dan bagaimana kami bisa menjadikannya lebih mudah diakses oleh audiens yang lebih luas,” jawab Adam terhadap seseorang yang menanyakan seputar integrasi NFT di Instagram. Menurutnya, keterlibatan Instagram dalam tren NFT juga bisa menjadi alternatif lain untuk membantu kalangan kreator.

Komentar yang terakhir ini pada dasarnya merupakan indikasi kuat bahwa Instagram nantinya juga bakal menghadirkan sejumlah tool yang dapat membantu kreator NFT memamerkan karya-karyanya. Namun seperti yang Adam bilang, sejauh ini mereka belum berani mengumumkan apa-apa, menandakan bahwa semuanya masih eksperimental.

Kabar mengenai ketertarikan Instagram terhadap NFT ini sebenarnya sudah bisa diendus sejak bulan Juni lalu, tepatnya ketika seorang developer bernama Alessando Paluzzi menemukan bahwa Instagram tengah menguji fitur bernama Collectibles secara tertutup. Belum lama ini, Alessandro juga memamerkan sejumlah tangkapan layar yang menunjukkan integrasi beberapa crypto wallet populer seperti MetaMask dan Coinbase di Instagram.

Seperti apa jelasnya integrasi NFT di Instagram ini masih tanda tanya besar. Apakah nantinya Instagram bakal mengakomodasi prosesnya dari awal sampai akhir? Apakah pengguna bisa dengan mudah minting koleksi foto dan videonya di Instagram menjadi aset NFT yang siap dijual? Bagaimana dengan filter AR, apakah ini juga dapat dijadikan NFT untuk digunakan di metaverse ke depannya? Semuanya masih spekulatif dan perlu konfirmasi lebih lanjut.

Sumber: Markets Insider. Gambar header: Brett Jordan via Unsplash.