Microsoft Berencana Perluas Fitur Cross-Platform Xbox Live ke Nintendo Switch dan Mobile

Sejak tersedia untuk Xbox generasi pertama di 2002, fitur Xbox Live pelan-pelan bertambah kaya dan canggih. Melalui layanan ini, produsen membawa dukungan cross-play di sejumlah permainan (Minecraft, Fortnite, Rocket League) serta Xbox Play Anywhere yang memungkinkan transaksi pembelian game membuatnya tersedia baik di Xbox One maupun PC ber-Windows 10.

Microsoft sendiri sudah lama berkeinginan untuk memperluas Xbox Live ke platform lain, misalnya ke Windows Phone atau lewat Games for Windows Live. Meski dua inisiatif tersebut gagal, Microsoft tak mau menyerah. Via situs Game Developer Conference 2019, terungkaplah rencana Microsoft buat mengekspansi program cross-platform Xbox Live ke console Switch, serta perangkat Android dan iOS.

Agenda itu tersingkap lewat tajuk presentasi serta penjabaran singkat mengenai apa saja yang ingin Microsoft sampaikan. Dalam presentasi berjudul ‘Growing & Engaging Your Gaming Community Across iOS, Android, Switch, Xbox and PC’, Microsoft berupaya memperluas jangkauan Xbox Live dari 400 device menjadi dua miliar perangkat melalui pemanfaatan software development kit cross-platform baru.

SDK tersebut memperkenankan developer game menyambungkan para pemain di perangkat berbeda, terutama buat judul-judul multi-platform yang dirilis di console Xbox One atau di Windows 10. Ketika jangkauan Xbox Live diperluas nanti, pemilik perangkat bergerak ataupun Switch dapat mengakses akun, achievement, daftar teman, klub serta fitur-fitur lain di sana.

Saat ini, fitur cross-platform Xbox Live telah tersedia di sejumlah permainan, terutama game-game yang dipublikasikan oleh Microsoft. Satu contohnya adalah Minecraft. Tersedia di Android, iOS dan Nintendo Switch, kita tetap harus log-in ke Xbox Live agar bisa memainkannya.

Sejauh ini, Microsoft juga sama sekali belum menyinggung dukungan Xbox Live di PlayStation 4. Hal tersebut dapat dimaklumi karena Sony Interactive Entertainment sendiri baru membuka gerbang cross-platform play di bulan September 2018 lalu, sebagai respons terhadap desakan pemain dan kepopuleran Fortnite Battle Royale yang tak lagi bisa dibendung.

Tentu saja di sisi konsumen, fitur cross-platform buat Switch dan perangkat bergerak belum akan hadir dalam waktu dekat. Perlu diketahui bahwa langkah ini merupakan bentuk dari realisasi strategi Microsoft dalam menawarkan ‘game sebagai layanan’. Satu inisiatif lagi adalah pengembangan Project xCloud, yaitu layanan on demand yang bisa diibaratkan seperti Netflix-nya permainan video, sebagai sebuah cara untuk menggapai jutaan gamer yang sampai sekarang belum mempunyai console game atau PC.

Sumber: Windows Central.

Akan Ada Versi Baru Nintendo Switch yang Lebih Mungil dan Ekonomis?

Hampir menginjak usia dua tahun, Nintendo Switch saat ini sedang menikmati masa kejayaannya. Terhitung hingga bulan Desember kemarin, sang produsen berhasil memasarkan lebih dari 32 juta console hybrid tersebut. Penjualannya kuat berkat kombinasi dari konten-konten first-party eksklusif berkualitas serta melimpahnya permainan-permainan kreasi developer third-party.

Karena muncul lebih lambat dari platform game generasi kedelapan lain, siklus hidup Switch boleh dikatakan masih cukup panjang. Meski demikian, Nintendo tidak berdiam diri ketika kompetitornya sibuk dengan pengembangan produk next-gen. Di bulan Oktober kemarin, mungkin Anda sudah mendengar kabar dari The Wall Street Journal mengenai niatan Nintendo meluncurkan versi anyar dari Switch di paruh kedua 2019.

Kali ini muncul update informasi dari situs Nikkei (Nihon Keizai Shimbun) tentang bagaimana produsen akan menyajikannya. Diterjemahkan oleh Nintendo Everything, produsen dikabarkan tengah menggarap versi ‘mungil’ dan terjangkau dari console Switch. Dan sesuai seperti berita sebelumnya, mereka berencana untuk menyediakan perangkat di tahun ini juga. Tentu saja sejauh ini, belum ada detail mengenai produk tersebut selain dari yang telah terungkap.

The Wall Street Journal sempat mengabarkan bahwa Nintendo mempertimbangkan buat memperbaiki bagian layar Switch. Komponen itu menyimpan sejumlah kelemahan, lalu kualitasnya juga boleh dikatakan masih berada di bawah display smartphone kelas menengah. Mempunyai luas 6,2-inci, panel LCD tersebut cuma menyuguhkan resolusi 720p dengan kepadatan 237ppi.

The Verge sendiri berpendapat, jika memang benar Nintendo sedang mempersiapkan versi ekonomis dari Switch, ada peluang bagian dock yang akan dikorbankan karena ada lebih banyak orang menikmati Switch sebagai perangkat game portable. Komponen kedua yang boleh jadi dihilangkan adalah slot kartu/cartridge, karena belakangan Nintendo tampak lebih gencar dalam menawarkan layanan online serta menyajikan DLC. Tapi perlu diingat bahwa semua ini masih spekulasi.

Revisi hardware sendiri bukanlah hal asing bagi Nintendo. Console handheld seperti 3DS telah mendapatkan beberapa kali update sejak meluncur di 2011. Beberapa variannya meliputi 3DS XL, 2DS, serta tipe bertajuk ‘New’, termasuk New 2DS XL.

Selain hardware, Nintendo juga disebutkan memiliki agenda untuk ‘memperkuat’ layanan online berbayarnya, yaitu Nintendo Switch Online yang meluncur pada bulan September lalu. Produsen sendiri tidak menjelaskan apakah mereka akan mengeksekusinya lewat update atau memperkenalkan platform/layanan terpisah. Nintendo mencoba menjajakannya ke kalangan gamer antusias yang ‘bersedia membayar lebih’…

Firewatch Versi Nintendo Switch Meluncur 19 Desember 2018

Firewatch merupakan salah satu contoh terbaik bagaimana sebuah game indie mampu memikat hati kalangan gamer hardcore sekalipun. Berkat perpaduan narasi, voice acting dan visual yang begitu indah, sejumlah penghargaan berhasil disabetnya, meski yang digunakan hanyalah engine Unity.

Kesuksesan Firewatch juga berbuah perubahan nasib bagi tim pengembangnya, Campo Santo. Pada bulan April kemarin, Valve resmi mengakuisisi tim berisikan 12 orang tersebut. Namun meski sudah berada di bawah naungan Valve, Campo Santo tetap berkomitmen untuk memberikan dukungan terhadap mahakaryanya yang berjudul Firewatch itu tadi.

Pada kenyataannya, beberapa hari sebelum kabar akuisisi itu beredar, Campo Santo sempat mengumumkan rencananya untuk merilis Firewatch di Nintendo Switch. “Segera” adalah jadwal yang ditetapkan Campo Santo kala itu, tapi ternyata Firewatch baru akan meluncur ke Switch pada tanggal 17 Desember mendatang melalui Nintendo eShop.

Firewatch versi Switch ini bukan sebatas port standar. Campo Santo bilang bahwa mereka berupaya keras untuk mengoptimalkan performanya, sehingga secara umum game dapat berjalan secara lebih responsif. Mereka juga bilang bahwa ada sejumlah kejutan yang disiapkan buat versi Switch-nya.

Namun yang tidak kalah penting, Campo Santo berniat menghadirkan optimalisasi ini ke versi-versi yang sudah dirilis pasca peluncuran versi Switch-nya nanti. Jadi kalau semuanya berjalan sesuai rencana, performa Firewatch di PC, PS4 dan Xbox One bakal lebih baik dari sebelumnya.

Sumber: Polygon.

Inilah Alasan Mengapa Nintendo Switch Populer di Kalangan Developer Indie

Nama Nintendo dan game indie dulu mungkin bukan dua hal yang sering kita dengar bersamaan. Sekitar tahun 2012 hingga 2015, platform yang paling gencar mendukung perkembangan game indie adalah PlayStation. Sony selalu mempromosikan game indie berkualitas di acara-acara pameran game besar, dan mereka terus berusaha mempermudah proses penerbitan game independen baik di platform PS4 atau PS Vita.

Akan tetapi, tren tersebut kini telah bergeser. Semenjak Nintendo merilis Switch pada tahun 2017, para developer game indie seperti melakukan hijrah besar-besaran ke platform tersebut. Judul-judul yang sudah sukses di platform lain, seperti Stardew Valley dan Hollow Knight, satu-persatu muncul di Switch, dan kini Switch seolah menjadi pilihan pertama bagi para developer indie untuk merilis game terbaru mereka.

Apa yang menyebabkan Switch begitu menarik bagi para developer indie? Dalam acara PAX Australia 2018, empat developer indie mendiskusikan berbagai alasan yang membuat perilisan game di Switch lebih menguntungkan ketimbang platform lainnya. Dilansir dari Nintendo Everything, inilah alasan-alasan tersebut.

The Gardens Between | Screenshot
The Gardens Between, game indie yang sukses di Switch | Sumber: Steam

Pasar baru yang masih sepi

Sebagai console yang usianya masih muda, Switch memiliki keuntungan besar bagi pada developer, yaitu jumlah game di dalamnya masih sedikit. Sementara jumlah hardware Switch yang beredar di seluruh dunia sangat banyak. Berdasarkan pengumuman Nintendo pada tengah tahun 2018, Switch sudah melampaui angka 20 juta unit terjual, padahal baru 15 bulan berlalu sejak peluncurannya.

Bila kita mengacu pada daftar game Switch di Wikipedia, saat artikel ini ditulis maka ada kurang lebih 670 game yang telah dirilis untuk Switch. Jumlah tersebut sangat sedikit dibandingkan dengan game di PS4, apalagi Steam. Oleh karena itu, game yang muncul di Switch lebih punya ruang untuk dikenal masyarakat, termasuk juga game indie.

“Tergantung dari game itu sendiri. Bukan berarti hanya dengan menaruhnya di Switch maka Anda akan langsung dapat instant hit. Saya pikir audiens saat ini masih menginginkan game yang bagus. Menurut saya kami cukup beruntung, karena kami masuk (ke Switch) cukup awal. Tapi sampai sekarang pun angka penjualan kami cukup memuaskan, jadi (Switch) adalah platform yang cukup sehat asalkan Anda juga cukup cerewet (mempromosikan) game Anda,” demikian penuturan Ash Ringrose dari SMG Studio.

Adanya dukungan dari Nintendo sendiri

Sama seperti program PlayStation Love Indies, Nintendo mendorong ekosistem game indie di Switch lewat program yang disebut “Nindies. Selain memamerkan game indie terbaru di berbagai event, Nintendo juga sering merilis video “Nindies Showcase” di YouTube berisi berbagai game indie pilihan. Ini salah satu faktor yang membuat game indie di Switch dapat dikenal luas.

Henrik Pettersson dari The Voxel Agents berkata tentang game mereka yang berjudul The Gardens Between, “Saya rasa 60% penjualan kami sejauh ini datang dari Switch, dan itu sangat besar. Saya pikir ini punya kaitan cukup besar dengan bantuan dari Nintendo dalam hal mempromosikan game itu dan juga bahwa (Switch) ini adalah platform baru yang sangat diminati orang-orang.”

Sony dulu juga memberi dukungan yang besar terhadap game indie di PS Vita, akan tetapi ada satu perbedaan besar antara kedua platform tersebut. Sony memposisikan PS Vita sebagai platform sampingan, sementara Switch adalah platform utama milik Nintendo saat ini. Orang yang membeli Switch tidak akan merasa bahwa console ini adalah “console khusus game indie”, karena memang nyatanya semua game terbaru Nintendo juga ada di sana.

Golf Story | Screenshot
Golf Story, game indie eksklusif Switch | Sumber: Nintendo

Gamer Switch tidak mementingkan tampilan grafis

Switch, seperti halnya console Nintendo lainnya, tidak pernah digembar-gemborkan sebagai console dengan hardware tercanggih atau berkualitas grafis terbaik. Hasilnya, para gamer Switch lebih mudah menerima game indie yang punya nilai produksi relatif rendah, karena mereka memang tidak pernah mengharapkan grafis tercanggih dari console tersebut. Ini cukup kontras dengan PS4, Xbox One, apalagi PC, yang selalu identik dengan game AAA mewah dan mahal.

Sentimen tersebut diutarakan oleh Matthew Rowland, developer game berjudul Armello. “(Game) kami baru keluar selama kira-kira empat minggu di Switch. Tapi memang audiens Armello di Switch terlihat lebih dapat menerima game seperti ini dibandingkan PlayStation atau Xbox […],” ujarnya. Armello sendiri sudah dirilis di platform-platform lain selama tiga tahun, jadi agak sulit membandingkan angka penjualannya. Namun menurut Rowland penjualan awalnya sangat baik.

Faktor-faktor pendukung lain

Ada satu hal yang menurut saya luput dari penuturan para developer di atas, yaitu keunggulan Switch yang tak dimiliki oleh console lainnya: Joy-Con! Saya rasa Joy-Con adalah daya tarik yang sangat besar bagi beberapa game, terutama game indie dengan fitur local multiplayer dan kontrol yang tidak begitu rumit. Ada kesenangan yang muncul dari kemampuan untuk bermain bersama teman di mana saja dan kapan saja, dan ini sangat terasa untuk game sejenis TowerFall atau Ultra Space Battle Brawl.

Penasaran dengan sudut pandang lokal, saya kemudian meminta pendapat dari salah satu developer Indonesia yang baru-baru ini merilis game untuk Switch, yaitu Dominikus Damas Putranto. Damas adalah developer dari Rolling Glory Jam, studio di balik game genre platformer berjudul Rage in Peace. Ia ternyata juga memandang PS4 identik dengan game yang terpoles rapi dan mengandung segudang konten. Tapi di samping itu, ia mengaku bahwa game indie memang terasa cocok saja di Switch.

“Kalau dari sisi handheld, ane selalu merasa platformer nikmat banget di Switch. Ane main ulang beberapa platformer asyik di Switch kayak Owlboy, Hollow Knight, dan merasa sangat nikmat. Dan ternyata begitu pula dengan Rage in Peace,” cerita Damas.

Lanjutnya lagi, “Ada arah kasualnya karena naturnya (Switch) kayak tablet/smartphone begitu, tipe yang tidak perlu attention span tinggi. Ada beberapa teman yang dulu di PC selalu menolak main (Rage in Peace), begitu ada di Switch langsung casually main. Ini bahkan untuk game yang sama persis tanpa ada penyesuaian mekanik atau gameplay gimana-gimana.”

Apa pun alasannya, yang jelas Switch adalah pasar potensial yang tidak boleh diabaikan, terutama oleh para developer game dalam negeri. Saat ini sudah ada beberapa developer ataupun penerbit game Indonesia yang memiliki development kit untuk Nintendo Switch, sehingga jalan untuk merilis game di platform tersebut telah terbuka lebar. Masalahnya, apakah para developer bisa menciptakan game dengan daya saying kuat atau tidak? Itu yang harus jadi perhatian utama.

Sumber: Nintendo Everything

Nintendo Berencana Untuk Meluncurkan Switch Versi Baru?

Mulai memeriahkan persaingan console generasi kedelapan di bulan Maret 2017 berbekal konsep hybrid yang diusungnya, perjalanan Switch terlihat begitu mulus. Terhitung di akhir bulan Juni kemarin, Nintendo berhasil menjual hampir 20 unit console. Namun dari informasi yang beredar belakangan, produsen kabarnya malah punya agenda untuk menggarap versi barunya.

Diungkap oleh The Wall Street Journal berdasarkan laporan dari narasumber dan sejumlah pihak pemasok, perusahaan hiburan asal Jepang itu akan meluncurkan varian baru Switch di tahun depan demi menjaga momentum penjualan produk tetap tinggi. Buat sekarang, pihak Nintendo masih berdiskusi mengenai seperti apa hardware, software, fitur anyar yang akan dibubuhkan di perangkat, sembari menakar ongkos produksinya.

Menurut The Wall Street Journal, Nintendo mempertimbangkan untuk memperbarui layar console. Anda mungkin sudah tahu, layar merupakan bagian terlemah di Switch. Unit yang tersedia saat ini dibekali oleh panel LCD low-end, hanya menghidangkan resolusi 720p jika game dimainkan di mode handheld. Di awal perilisannya, sempat terdengar laporan yang menyatakan bahwa display tersebut mudah tergores jika kita tidak hati-hati ketika memasukkannya ke unit dock.

Melalui upgrade, Nintendo berkesempatan buat menyajikan layar yang lebih cerah, efisien dan lebih tipis lagi. Hal itu boleh dibilang cukup krusial mengingat untuk sebuah sistem gaming andalan, mutu serta kinerja display seluas 6,2-inci 237-ppi milik Switch masih berada di bawah smartphone kelas menengah. Meski begitu, kecil kemungkinan produsen akan mengadopsi teknologi panel high-end – misalnya display OLED yang digunakan Apple di iPhone X.

Pengenalan versi baru dari produk console-nya bukanlah hal baru bagi Nintendo. Ambil saja contohnya 3DS. Sejak tersedia di tahun 2011, perangkat gaming handheld tersebut memperoleh beberapa kali ‘refresh‘ dan anggota keluarganya terus bertambah; ada 3DS XL, model tanpa kapabilitas tiga dimensi 2DS, serta varian ‘New’ baik untuk 3DS, 2DS maupun 3DS XL. Inkarnasi terbarunya adalah New 2DS XL, dirilis di pertengahan tahun lalu.

Sang narasumber menyampaikan bahwa Nintendo berencana buat meluncurkan versi baru Switch di paruh kedua tahun 2019. Produsen sejauh ini belum memberi komentar terkait eksistensi dari ‘New Switch’, namun di bulan Februari lalu, creative fellow Shigeru Miyamoto sempat menyampaikan keinginannya agar siklus hidup Switch lebih panjang dari platform game Nintendo lainnya. Itu berarti, upgrade di tahun depan bisa jadi bukanlah yang terakhir.

Via Polygon.

 

YesOJO Sedang Kembangkan Docking Station Sekaligus Speaker Bluetooth untuk Nintendo Switch

Masih ingat dengan Ojo, proyektor portable yang diciptakan secara spesifik untuk Nintendo Switch? Produk tersebut merupakan solusi cerdas bagi mereka yang hendak menikmati keseruan gamegame multiplayer Switch selama bepergian. Sekarang, YesOJO selaku pengembangnya sedang menggodok produk baru yang tak kalah menarik.

Sejauh ini belum bernama, produk yang dimaksud dideskripsikan sebagai speaker Bluetooth untuk Switch. Namun layaknya proyektor Ojo, speaker ini turut berperan ganda sebagai docking station Switch. Bedanya, yang ingin ditonjolkan di sini tentu saja adalah audionya, bukan visualnya.

Selagi Switch terpasang, suara yang keluar dipastikan jauh lebih baik ketimbang menggunakan speaker bawaan Switch. Wujudnya yang membalok juga berarti ia dapat menopang Switch dengan lebih stabil ketimbang kickstand bawaan perangkat yang tersembunyi di bagian punggungnya.

YesOJO Nintendo Switch speaker dock

Speaker dock ini turut mengemas baterainya sendiri, yang diyakini mampu bertahan 8 – 12 jam dalam satu kali pengisian. YesOJO tak lupa menyematkan sistem pendingin supaya Switch yang sedang terpasang tidak kepanasan. Saat sedang tidak mood bermain, perangkat ini rupanya masih bisa digunakan sebagai speaker Bluetooth dan power bank biasa.

Detail lebih lanjut mengenai speaker dock ini masih belum diungkapkan, termasuk rincian spesifikasi seperti unit driver speaker yang digunakan, atau kapasitas baterai yang tertanam. YesOJO berniat menawarkan perangkat ini (lagi-lagi) melalui platform crowdfunding Indiegogo pada awal tahun 2019.

Sumber: The Verge dan YesOJO.

Nintendo Labo Tidak Harus Terbuat dari Kardus, Bisa Juga dari Lego

Di telinga orang awam, Nintendo Labo mungkin hanya terdengar sebagai aksesori dari kardus yang bisa menambah keseruan bermain Mario Kart 8. Pada kenyataannya, Labo juga merupakan platform untuk mengasah kreativitas, dan kalau sedang bicara soal kreativitas, sulit rasanya menjauhkan nama besar Lego.

Labo + Lego pada dasarnya bisa dilihat sebagai ajang demonstrasi kreativitas besar-besaran. Konsep ini coba diwujudkan oleh Vimal Patel, seorang desainer Lego yang sempat mencuri perhatian publik di bulan April lalu setelah menciptakan beragam aksesori untuk Nintendo Switch dari biji Lego.

Lego Toy-Con Piano

Baru-baru ini, Vimal kembali memamerkan kreasinya berupa controller Nintendo Labo (Toy-Con) yang ia buat dari Lego. Dari yang sederhana seperti controller untuk memainkan Switch dalam orientasi portrait, sampai yang kompleks seperti piano, tongkat pancing dan setang motor, yang semuanya sebenarnya tersedia dalam wujud kardus melalui Nintendo Labo Variety Kit.

Lego Toy-Con Motorbike

Berhubung yang digunakan adalah biji Lego, durabilitasnya jelas lebih terjamin ketimbang kardus. Fungsionalitasnya sama sekali tidak terpengaruh, sebab sensor infra-merah yang terdapat pada controller Joy-Con masih bisa beroperasi tanpa kendala; dan sebenarnya inilah kunci dari Labo sebagai platform, kardus itu hanyalah media bantuan saja.

Silakan tonton demonstrasi Toy-Con berbahan Lego pada video di bawah ini.

Sumber: The Verge dan Vimal Patel.

8 Judul Final Fantasy Berikut Akan Dirilis untuk Nintendo Switch

Selama dua dekade terakhir Final Fantasy dan Nintendo bukanlah dua nama yang terkenal dekat. Memang benar, seri JRPG ciptaan Hironobu Sakaguchi itu pertama kali lahir di console Nintendo. Namun semenjak era PS1, Final Fantasy lebih erat menjalin hubungan dengan Sony. Seri utama dan terbaru Final Fantasy selalu muncul di console PlayStation, sementara Nintendo hanya kebagian spin-off atau port seri klasik.

Kini, berkat kesuksesan Switch yang begitu dahsyat, tampaknya Square Enix kembali tergerak untuk melirik Nintendo dengan tatapan yang lebih mesra. Merilis Final Fantasy XV di Switch mungkin mustahil karena console tersebut tidak punya spesifikasi hardware yang mumpuni. Namun Square Enix menggantinya dengan perlakuan yang tak kalah spesial, yaitu merilis delapan seri Final Fantasy di Switch.

Delapan game itu terdiri dari enam Final Fantasy klasik dan dua judul Final Fantasy baru. Beberapa di antaranya sudah pernah dirilis untuk PS4, Xbox One, serta PC. Tapi penggemar Nintendo akhirnya bisa menikmatinya juga. Berikut daftar game tersebut.

Final Fantasy VII

Final Fantasy VII | Screenshot
Sumber: Steam

Siapa tak kenal Final Fantasy VII? Game yang sering disebut sebagai salah satu JRPG terbaik sepanjang masa ini mengawali perjalanan Final Fantasy di era 3D, juga menjadi debut Tetsuya Nomura sebagai desainer karakter Square Enix (dulu bernama Squaresoft). Anda dapat bernostalgia bersama Cloud Strife dan kawan-kawannya dalam petualangan menyelematkan planet yang sekarat.

Final Fantasy VII yang sebelumnya sudah tersedia di PS4 dan PC, akan mampir juga di Switch dan Xbox One tahun depan. Selagi menunggu Final Fantasy VII Remake yang masih belum jelas kabarnya, barangkali game ini bisa menjadi pelipur lara.

Final Fantasy IX

 

Final Fantasy IX | Screenshot
Sumber: Steam

Final Fantasy IX sempat kembali menjadi buah bibir di kalangan penggemar ketika Square Enix merilis versi enhanced port untuk PC, iOS, dan Android di tahun 2016 silam. Walaupun bukan remaster penuh, Final Fantasy IX rilisan terbaru itu ternyata membawa banyak pembaharuan menarik, seperti model 3D karakter yang jauh lebih tajam, fitur auto save, serta high speed mode.

Square Enix maupun Nintendo tidak memberi keterangan detail, tapi kemungkinan port untuk Switch dan Xbox One ini juga akan mengusung fitur serupa. Sama seperti versi PS4 yang sudah terbit lebih dulu. Final Fantasy IX akan dirilis pada tahun 2019.

Final Fantasy X/X-2 HD Remaster

Final Fantasy X HD Remaster | Screenshot
Sumber: Steam

Final Fantasy IX hanya memberi perbaikan di model 3D karakter, tapi Final Fantasy X dan X-2 mendapat remaster penuh yang menawarkan tampilan visual keren. Dua game ini adalah Final Fantasy pertama yang mendapat perlakuan remaster. Terbukti, dengan kualitas remaster yang baik maka game klasik pun bisa jadi best seller lagi.

Sama seperti versi PS3, PC, dan PS4 sebelumnya Final Fantasy X dan X-2 akan dijual dalam satu bundel. Anda bisa menikmatinya di Switch mulai 2019, tapi sayangnya belum ada tanggal perilisan yang pasti.

Final Fantasy XII The Zodiac Age

Final Fantasy XII The Zodiac Age | Screenshot
Sumber: Steam

Sebagian penggemar Final Fantasy membenci Final Fantasy XII karena gaya permainannya berbeda dengan Final Fantasy kebanyakan. Sebagian lainnya mencintai game ini karena pertarungannya seru dan ceritanya mengandung banyak unsur politik. Apakah Final Fantasy XII bagus atau jelek, itu bisa diperdebatkan. Tapi semua setuju bahwa Final Fantasy XII The Zodiac Age adalah versi remaster yang ciamik.

Bukan hanya tampilan visual yang mendapat upgrade, Final Fantasy XII The Zodiac Age juga mengandung fitur-fitur dari Final Fantasy XII International Zodiac Job System yang dulu hanya dirilis di Jepang. Sistem job membuat versi ini terasa seperti game baru yang seru untuk dimainkan di era modern. Versi Switch dan Xbox One akan meluncur pada tahun 2019.

Final Fantasy Crystal Chronicles Remastered Edition

Final Fantasy Crystal Chronicles | Artwork
Sumber: Attack of the Fanboy

Pengumuman game yang satu ini cukup mengejutkan. Rasanya tak ada seorang pun penggemar Final Fantasy yang mengira bahwa nama Final Fantasy Crystal Chronicles akan terdengar lagi. Spin-off Final Fantasy yang dulunya terbit eksklusif untuk Nintendo GameCube ini memang tergolong sangat niche.

Bila Final Fantasy kebanyakan fokus pada petualangan single player, Final Fantasy Crystal Chronicles justru memiliki fitur local multiplayer yang kuat. Tapi cara memainkannya cukup rumit karena setiap pemain harus juga memiliki Game Boy Advance. Bagaimana Square Enix menerapkannya di versi remaster, kita lihat saja saat game ini dirilis untuk Switch dan PS4 tahun depan.

Final Fantasy XV Pocket Edition HD

Final Fantasy XV Pocket Edition HD | Screenshot
Sumber: Nintendo

Petualangan Noctis dan kawan-kawan dalam wujud yang lebih imut kini hadir untuk Switch, Xbox One, juga PS4. Dari semua judul yang diumumkan, inilah judul yang paling cepat rilis. Bahkan Anda sudah bisa membelinya sekarang.

Final Fantasy XV Pocket Edition dulunya merupakan versi demake atau downgrade dari Final Fantasy XV untuk perangkat mobile. Anda tetap bisa menikmati keseluruhan cerita Final Fantasy XV, namun dengan visual dan gameplay yang disederhanakan. Mungkin Square Enix merasa bahwa game ini cukup banyak diminati, sehingga mereka kembali membawanya ke console dalam versi HD.

World of Final Fantasy Maxima

World of Final Fantasy Maxima | Screenshot
Sumber: Steam

Ketika World of Final Fantasy diumumkan di E3 2015, game ini dipandang sebelah mata, tenggelam oleh hype luar biasa akibat Final Fantasy VII Remake. Tapi ternyata World of Final Final Fantasy membuktikan dirinya sebagai spin-off bermutu yang dapat mengantar para penggemar bernostalgia ke era saat mereka kanak-kanak.

World of Final Fantasy menghadirkan sistem pertarungan turn-based ala Final Fantasy klasik dipadu dengan koleksi monster a la Pokemon. Ditambah kemunculan karakter-karakter dari berbagai seri Final Fantasy dalam wujud imut, membuatnya terasa seperti game yang benar-benar dibuat untuk orang yang tumbuh besar bersama seri tersebut.

World of Final Fantasy Maxima akan dirilis pada tanggal 6 November 2018 di PS4, PC, Xbox One, serta Switch. Versi Maxima memberi tambahan monster baru, summon baru, serta fitur baru seperti minigame memancing. Para pemilik World of Final Fantasy orisinal di PS4 dan PC dapat melakukan upgrade ke Maxima dengan membeli DLC.

Chocobo’s Mystery Dungeon Every Buddy!

Chocobos Mystery Dungeon Every Buddy | Artwork
Sumber: Gematsu

Chocobo’s Mystery Dungeon Every Buddy! merupakan remaster dari game yang terbit untuk Wii pada tahun 2007, berjudul Final Fantasy Fables: Chocobo’s Dungeon. Game ini memiliki genre roguelike, artinya Anda akan menghabiskan waktu untuk menjelajah dungeon dengan sistem gerakan turn-based.

Sesuai judulnya, karakter utama game ini adalah seekor Chocobo. Uniknya, Chocobo di sini dapat berganti-ganti job, misalnya menjadi Black Mage, Knight, Thief, dan lain-lain. Setiap job memiliki keahlian tersendiri yang membuat petualangan terasa lebih seru.

Square Enix berkata bahwa versi remaster ini akan menghadirkan gameplay baru, tapi belum ada info detail seperti apa wujudnya. Chocobo’s Mystery Dungeon Every Buddy! akan dirilis untuk Switch dan PS4 pada akhir tahun 2018.

Sumber: Square Enix.

20 Game Klasik dan Satu Bonus Unik yang Dihidangkan Untuk Pelanggan Nintendo Switch Online

Nintendo Switch Online merupakan jawaban sang produsen terhadap permintaan pengguna akan platform online yang andal buat menyempurnakan pengalaman bermain di console hybrid Nintendo. Penggarapannya sudah terdengar sejak pertengahan tahun lalu, dan di bulan Mei kemarin, perusahaan akhirnya menyingkap apa saja yang mereka tawarkan melalui Nintendo Switch Online.

Disajikan sebagai layanan berlangganan, Nintendo Switch Online memungkinkan kita menikmati mode multiplayer online, menyimpan progres permainan di cloud, berkomunikasi via aplikasi smartphone, serta mengakses game-game NES klasik. Dan lewat presentasi Direct di tanggal 13 September kemarin, Nintendo menyingkap informasi lebih jauh terkait NSO, termasuk kapan ia akan meluncur dan permainan lawas apa saja yang dibundel bersamanya.

Nintendo sebelumnya telah mengumumkan 10 game console NES yang bisa dinikmati via Nintendo Switch Online. Dan melalui Direct, mereka menyingkap 10 judul klasik lagi, plus menginformasi permainan-permainan yang akan menyusul.

NSO 4

10 game yang dahulu telah diungkap meliputi:

  • Baloon Fight
  • Donkey Kong
  • Dr. Mario
  • Ice Climber
  • The Legend of Zelda
  • Mario Bros.
  • Soccer
  • Super Mario Bros.
  • Super Mario Bros. 3
  • Tennis

 

Selanjutnya, Nintendo menambahkan 10 judul ini:

  • Ghosts ’n Goblins
  • Excitebike
  • Tecmo Bowl
  • Yoshi
  • Double Dragon
  • Gradius
  • Ice Hockey
  • River City Ransom
  • Pro Wrestling
  • Baseball

 

Sang publisher juga telah mengonfirmasi rencana buat menghadirkan lebih banyak permainan Nintendo Entertainment System, di antaranya:

Oktober 2018

  • Solomon’s Key
  • NES Open Tournament Golf
  • Super Dodge Ball

 

November 2018

  • Metroid
  • Mighty Bomb Jack
  • TwinBee

 

Desember 2018

  • Wario’s Woods
  • Ninja Gaiden
  • Adventures of Lolo

Sebagai strategi promosi, konsumen yang memutuskan untuk jadi pelanggan Nintendo Switch Online akan mendapatkan kesempatan untuk membeli controller berdesain gamepad Nintendo Entertainment System untuk Switch. Gamepad bergaya 80-an itu didesain untuk menemani Anda menikmati game-game jadul, terhubung ke Switch secara wireless, dan bisa dicantumkan ke bagian samping tablet layaknya Joy-Con.

Tapi perlu diketahui bahwa controller tidak bisa digunakan buat bermain game yang lebih baru, misalnya Breath of the Wild atau Xenoblade Chronicles 2.

NSO 1

Nintendo Switch Online dijajakan secara berlangganan dengan biaya mulai dari US$ 4 per bulan hingga US$ 35 per tahun untuk keluarga – dapat diakses hingga delapan user. Layanan ini akan tersedia pada tanggal 18 September 2018 nanti, dan di hari yang sama, konsumen dipersilakan memesan controller NES buat Switch seharga US$ 60.

NSO 2

Sumber: Nintendo.

Nintendo Pemerkan Console Switch Edisi Spesial Super Smash Bros. Ultimate

Setelah kita menyaksikan gencarnya Sony dan Microsoft memperkenalkan console edisi khusus, belakangan Nintendo juga mulai terpicu untuk meramu Switch versi terbatas. Awal minggu ini, perusahaan mengumumkan Switch Pikachu & Eevee Edition buat mengiringi pelepasan Pokémon: Let’s Go. Dan kali ini, Nintendo mengangkat tema Super Smash Bros. dalam meracik produk barunya.

Ada banyak update soal game menarik di presentasi Nintendo Direct kemarin, namun salah satu hal yang cukup mencuri perhatian adalah pengungkapan Switch edisi terbatas Super Smash Bros. Ultimate. Langkah tersebut memperlihatkan pada kita betapa besarnya perhatian Nintendo terhadap permainan itu, mengingat di akhir Agustus silam mereka sudah mengumumkan game edisi deluxe plus controller.

Nintendo Switch Super Smash Bros. Ultimate 1

Pendekatan ala Switch Pikachu & Eevee Edition kembali digunakan dalam meracik edisi ini. Identitas permainan dituangkan pada desain console, khususnya pada unit docking dan controller Joy-Con. Bundel tersebut didominasi oleh warna monokromatis, dan Anda akan menemukan pola ‘plus’ berwarna abu-abu muda yang menjadi logo permainan di Joy-Con. Efeknya cukup keren, terlihat serasi saat controller dicantumkan pada tablet ataupun grip.

Docking-nya sendiri dibekali desain istimewa. Di sana Nintendo membubuhkan ilustrasi karakter-karakter game legendaris bergaya gray scale yang bisa dimainkan di Super Smash Bros. Ultimate – di antaranya ada Kirby, Samus Aran, Mario, Falco, Donkey Kong, Link, Pikachu dan Yoshi. Tim developer Bandai Namco Studios sendiri sejauh ini telah mengonfirmasi 74 tokoh game yang bisa Anda pilih.

Nintendo Switch Super Smash Bros. Ultimate 2

Nintendo sepertinya tidak memodifikasi bagian tablet dari Switch Super Smash Bros. Ultimate. Sebagai pembanding, sisi punggung tablet Switch Pikachu & Eevee Edition dihias oleh siluet Poké Ball dan kedua Pokémon itu dalam beragam gaya.

Edisi spesial ini sangat cocok dipinang oleh mereka yang belum memiliki Nintendo Switch atau fans hardcore Nintendo. Tak seperti pada varian PlayStation 4 versi terbatas (khususnya PS4 Pro 500 Million Limited Edition), tidak ada perbedaan komposisi hardware di dalamnya. Produk ini tentu saja dibungkus dalam packaging khusus, lalu turut dibundel bersama kode unduhan Super Smash Bros. Ultimate.

Hal paling menarik dari penawaran Nintendo ini ialah, Switch edisi Super Smash Bros. Ultimate rencananya akan mulai didistribusikan pada tanggal 2 November 2018, jauh lebih cepat dari perilisan game di tanggal 7 Desember 2018. Belum diketahui apakah mereka yang memesannya mendapatkan akses lebih dulu untuk menikmati permainan. Gerbang pre-order akan dibuka sebentar lagi.