Sirclo Resmi Umumkan Pendanaan Lanjutan Senilai 512 Miliar Rupiah

Setelah beredar kabar terkait putaran pendanaan tambahan, Sirclo pada hari ini (10/9) secara resmi mengumumkan perolehan pendanaan senilai $36 juta atau setara 512 miliar Rupiah yang dipimpin oleh East Ventures dan Saratoga. Investor lain turut terlibat adalah Traveloka.

Dalam rilis resminya disebut bahwa pendanaan ini akan digunakan untuk mengembangkan kapabilitas teknologi yang ditawarkan serta mengakselerasi digitalisasi ritel bagi berbagai usaha di Indonesia. Selama pandemi, perusahaan mengaku tengah mendapat momentum untuk memperbaiki unit ekonomi dan sudah menuju tahap profitabilitas.

“Dengan suntikan dana ini, kami berencana membangun momentum tingginya minat konsumen untuk berbelanja di kanal e-commerce selama masa pandemi dan setelahnya. Sirclo terus berpegang pada misi untuk membantu brands berjualan online melalui pendekatan omnichannel,” ujar Founder & CEO Sirclo Brian Marshal.

Sebelumnya, platform e-commerce enabler ini telah mengembangkan solusi SaaS Sirclo Store dengan pendekatan omnichannel yang ditujukan untuk membantu brand berjualan online melalui berbagai kanal sekaligus, seperti website, marketplace, dan penjualan berbasis percakapan (chat commerce).

Selain itu, dalam rangkaian inisiatif Online-to-Offline (O2O), platform yang belum lama ini meluncurkan program #MerdekaJualanOnline dalam program pemulihan ekonomi nasional negara ini juga tengah mengembangkan solusi finansial yang ditujukan untuk mendukung para pelaku UMKM bisa bersaing dengan pemain ritel berskala lebih besar.

Co-Founder & Managing Partner East Ventures Wilson Cuaca menempatkan Sirclo sebagai salah satu contoh klasik dari startup yang melakukan maraton. Sebagai investor, East Ventures merasa bahwa Sirclo agak terlalu cepat dari market-timing ketika didirikan pada tahun 2013. Namun, fokus akan visi dari pendiri yang konsisten sejak awal membuat Sirclo bisa bertahan dan tumbuh selama ini.

“Pandemi Covid-19 telah mengakselerasi penguatan bisnis perusahaan, Sirclo mencatatkan pemasukan tertinggi sepanjang sejarah perusahaan, dengan nominal ratusan juta dolar, dan sudah mendekati tahap profitable. Kami sangat senang bisa menjadi bagian dari perjalanan mereka, dan berpartisipasi kembali di tahap pendanaan ini,” lanjut Willson.

Sepanjang masa pandemi, Sirclo sendiri mencatat lonjakan transaksi hingga 5x lipat yang didorong oleh perubahan perilaku konsumen selama pandemi Covid-19. Hingga tahun ini, Sirclo telah membantu lebih dari 100.000 brand untuk berjualan online, baik dari skala pengusaha perseorangan, UMKM, hingga perusahaan-perusahaan besar.

Kinerja e-commerce enabler di masa pandemi

Industri e-commerce di Indonesia telah meningkat dengan pesat sejak pandemi Covid-19. Hampir setengah dari populasi Indonesia menggunakan teknologi digital untuk kebutuhan sehari-hari, menjadikan industri ini memiliki potensi tinggi untuk tumbuh. Kehadiran layanan e-commerce enabler bertujuan untuk memudahkan brand principal masuk ke ranah online. Melalui dasbor tunggal, mereka dapat mengelola kehadiran produknya di beberapa layanan online marketplace sekaligus.

Di Indonesia, bukan hanya Sirclo yang coba mengambil peran sebagai e-commerce enabler, ada beberapa pemain yang juga ikut bersaing meramaikan pasar ini. Salah satunya adalah JetCommerce. Melalui solusinya, mereka mengklaim telah berhasil mencatat peningkatan transaksi di kuartal IV tahun 2020 secara keseluruhan sebanyak 36% dari kuartal sebelumnya, hingga mencapai lebih dari 750 ribu transaksi pada berbagai platform marketplace di awal tahun 2021. Perusahaan juga memiliki unit bisnis yang berkembang pesat di China, Thailand, Filipina dan Vietnam.

Di antara pemain yang sudah lebih dulu hadir, penyedia solusi e-commerce enabler berbasis cloud dari Singapura, Genie coba meramaikan persaingan dengan melakukan ekspansi ke pasar Indonesia. Platform ini mengklaim memiliki integrasi regional back-end dengan pembuat e-commerce situs web seperti Shopify dan WooCommerce, sehingga mengurangi kerumitan bagi pedagang ketika mereka mendirikan toko online.

Laporan Digital Market Outlook yang dipublikasikan Statista menyebutkan bahwa pengguna e-commerce di Indonesia tahun ini diprediksi tumbuh 15% dari total 138 juta pengguna pada tahun 2020, atau mencapai 159 juta pengguna di tahun 2021. Sementara pendapatan industri ini diprediksi meningkat sebanyak 26% mencapai $38 juta, dari $30 juta pada tahun 2020 lalu.

Carsome Berinvestasi ke PT Universal Collection, Perdalam Strategi Omnichannel

Platform car marketplace Carsome hari ini (06/7) mengumumkan investasinya ke PT Universal Collection (PT UC). Tidak disebutkan besaran nilai yang diberikan. Diketahui PT UC merupakan perusahaan jasa lelang mobil dan motor offline berbasis di Jakarta yang telah memiliki cabang di berbagai wilayah, termasuk Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Timur, Yogyakarta, hingga Sumatera.

Sebagai hasil kesepakatan ini, Delly Nugraha selaku Country Head Carsome Indonesia, ditunjuk sebagai Presiden Direktur PT Universal Collection.

Aksi korporasi ini memungkinkan Carsome untuk memperluas jangkauan jaringan, akses ke penyedia keuangan dan leasing, serta berpotensi memasuki pasar sepeda motor. Inisiatif ini juga akan mendukung strategi omnichannel perusahaan, untuk menawarkan layanan online-offline yang terintegrasi.

“Investasi ini menjadi langkah strategis Carsome untuk membuka lebih banyak peluang dan jaringan. Lewat akses PT Universal Collection terhadap penyedia mobil bekas di pasaran, mitra dealer Carsome akan menikmati lebih banyak inventaris yang beragam dan lebih banyak pilihan. Di sisi lain, ini akan membuka akses pemasok PT Universal Collection ke peluang permintaan yang lebih luas, sehingga dapat memperluas aksesibilitas mereka ke pasar mobil bekas,” sambut Delly.

Sebelumnya, untuk mendukung layanan pelanggan, Carsome mulai menghadirkan “Experience Center” guna memudahkan konsumen melakukan transaksi. Berawal dengan model bisnis C2B dengan membeli mobil bekas dari konsumen, kini Carsome juga mulai menjajaki model B2C dengan menjual berbagai varian mobil secara langsung ke konsumen. Sebelumnya produk hasil pembelian hanya disalurkan ke pemilik diler mobil bekas di berbagai kota.

Proposisi nilai dari layanan car marketplace adalah adanya tim profesional yang didedikasikan untuk melakukan inspeksi. Hasil pengujian dan analisis dilaporkan secara transparan, sehingga berpengaruh langsung terhadap harga jual/beli mobil bekas. Konsep ini yang juga menghasilkan proses negosiasi penjualan yang relatif lebih cepat dari sisi konsumen.

Ukuran pasar mobil bekas cukup menggiurkan di Indonesia. Berdasarkan “Carsome Consumer Survey” yang dirilis pada awal 2021, minat jual-beli mobil bekas masyarakat Indonesia pada semester kedua tahun ini masih cukup tinggi. Setidaknya 64% responden mengungkapkan minat untuk membeli mobil bekas pada periode April-September 2021.

Selain Carsome, di vertikal car marketplace ada beberapa pemain lainnya termasuk Carro yang baru mengumukan perolehan pendanaan teranyar dan menambah daftar unicorn dari Singapura. Untuk pemain lokal, ada OLX Autos yang terintegrasi dengan platform iklan baris OLX; juga Garasi.id yang terafiliasi dengan online marketplace Blibli.

Carsome sendiri juga dikabarkan tengah merampungkan penggalangan dana putaran terbarunya dengan target $200 juta — jika berhasil, maka valuasi perusahaan juga terdongkrak di atas $1 miliar dan berkesempatan menjadi unicorn pertama Malaysia. Akhir tahun 2020 lalu Carsome juga telah membukukan pendanaan seri D senilai $30 juta atau setara 424 miliar Rupiah.

Selain itu, opsi go-public melalui SPAC maupun IPO konvensional juga dikatakan telah masuk dalam agenda perusahaan di tahun ini.

 

Pomelo Masuk ke Layanan B2B Melalui “Prism.”, Solusi Menyeluruh untuk Brand

Platform fesyen omnichannel Pomelo merilis layanan B2B bernama “Prism.”, sebuah layanan end-to-end yang terintegrasi bagi brand fesyen untuk meningkatkan skala bisnis mereka. Platform ini pertama kali hadir di kantor pusat Pomelo, Thailand, dan segera hadir di negara lainnya di ASEAN, seperti Singapura, Malaysia, dan Indonesia dalam waktu dekat.

Dalam konferensi pers virtual yang diselenggarakan perusahaan hari ini (24/6), CEO Pomelo David Jou menuturkan sejak Pomelo didirikan pada 2013, kini telah menjelma jadi powerhouse fesyen regional yang memiliki banyak kapasitas dan teknologi yang dapat disalurkan untuk brand agar dapat tumbuh lebih cepat.

“Pandemi telah berdampak seismik pada industri. Tujuan kami dengan Prism. adalah mengubah krisis ini menjadi peluang,” ujar Jou.

Mengutip dari laporan e-Conomy, meskipun di masa pandemi, industri fesyen digital ASEAN tumbuh 22% (GMV) dan bernilai $25 miliar pada tahun lalu. Angka tersebut tumbuh terbesar kedua di semua ritel online. Diproyeksikan angka tersebut akan tumbuh secara eksponensial hingga enam kali lipat dari nilai saat ini.

Prism. mendukung pertumbuhan ritel dengan memberikan brand akses terhadap keahlian core commerce, data analytics, logistik global, trading & merchandising, pemasaran, dan kreatif. Pada akhirnya seluruh solusi tersebut dapat membantu brand mendapatkan pengalaman yang jauh lebih personal di platform maupun dengan audiens, serta memberikan dampak yang lebih besar di industri fesyen.

Dijelaskan lebih jauh, untuk solusi core commerce, Prism. telah dilengkapi dengan cakupan komersial online-to-offline yang modern, mencakup personalisasi, manajemen konten, omnichannel, dan pemahaman Tap.Try.Buy milik Pomelo, serta akses ke platform e-commerce dan toko fisik. Brand pun akan mendapat arahan strategi yang sesuai dengan misi mereka.

Selanjutnya untuk area trading dan merchandising, Prism. menawarkan layanan desain, manufaktur, fabric-sourcing yang terbaik. Hal ini memungkinkan brand mendapat wawasan industri yang bernilai mengenai perkiraan tren, pengembangan produk, desain teknis, ukuran dan produksi.

Terakhir, untuk kemampuan pemasaran, brand dapat memperoleh akses 360 marketing platform Pomelo yang menggabungkan konsultasi brand, layanan lengkap studio kreatif untuk memproduksi konten terbaik, menciptakan konten media sosial multi-channel yang dilokalisasi sesuai target audiens, jaringan influencer dan KOL, serta solusi pemasaran berdasarkan data.

“Jika brand hanya membutuhkan solusi kreatif karena tidak ada tim kreatif, bisa datang ke kami. Berikutnya untuk launching itu dibebaskan, boleh tidak dieksekusi melalui platform kami, jadi kami hanya bantu di proses awalnya saja.”

Hingga saat ini Prism. telah menggandeng brand global, seperti Urban Revivo dan Levi’s sebagai kliennya. Ditargetkan pada setahun ini dapat menggaet hingga ribuan brand. Tak hanya fesyen, Prism. akan mengincar brand skincare, make up, dan kosmetik.

“Kami akan mengincar ribuan brand ke dalam platform dalam 12 bulan ke depan. Kami meyakini Prism. akan memberikan kontribusi hingga dua kali lipat karena Prism. akan menjadi perspektif baru dalam bisnis fesyen pada masa mendatang,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Social Bella Bags Another Funding Worth 818 Billion Rupiah Led by L Catterton

Beauty-tech startup Social Bella today (05/5) announced the latest funding of IDR 818 billion or around $57 million led by L Catterton, an investment company based in the United States. Indies Capital with two previous investors, East Ventures and Jungle Ventures, are also participated in this round.

Previously, in the middle of last year, Social Bella has received funding worth $58 million from Temasek, Pavilion Capital and Jungle Ventures. Recently, the company is aggressively expanding its omnichannel channel by opening offline shops in various cities. Currently their B2C business “Sociolla” already has 21 stores in 9 cities in Indonesia and 1 shop in Ho Chi Minh, Vietnam.

“Amidst the challenges [of the pandemic], we are very proud to see the consistent efforts of the Social Bella team to bring the best omnichannel service to our customers [..] The cooperation and investment from L Catterton, Indies Capital, East Ventures, and Jungle Ventures will drive our maximum potential to be the leading technology-based innovations as well as the best products to our customers in Indonesia, Vietnam and other regions,” Social Bella’s Co-founder & President, Christopher Madiam.

With its technology, omnichannel stores are designed to be interactive and directly integrated to the Sociolla website and the SOCO application. In order to get information and reviews about the products, visitors can simply scan the barcode on the SOCO application. In other way, if the visitor already has a wishlist of products to buy in the shopping cart on Sociolla, they can immediately make a transaction in the payment section.

In fact, the business concept is still running amidst various restrictions due to the pandemic. Last October 2020, at a media gathering, Social Bella said that there was an increase throughout the year of nearly 50% in terms of shopping at Sociolla. There are more self-care products, because the average consumer is motivated to take advantage of their moments of activity at home to take care of themselves.

“The beauty and personal care industry penetration in Southeast Asia continues to grow rapidly with innovative ‘players’ such as Sociolla providing more choice, premium products and expanding both online and offline to its consumers [..] Innovations made by Sociolla is able to satisfy both consumers and brand principal equally,” L Catterton’s Principal & Investment Lead for Southeast Asia, Yock Siong Tee said.

Meanwhile, East Ventures’ Co-Founder & Managing Partner, Willson Cuaca added, “Sociolla has the elements that a beauty tech-company needs to have; integrated content, community, commerce, and retail. Moreover, looking at the results of our market research as well, we’re very excited to continue working with Social Bella.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Social Bella Kembali Bukukan Pendanaan Senilai 818 Miliar Rupiah, Dipimpin L Catterton

Startup beauty-tech Social Bella hari ini (05/5) mengumumkan perolehan pendanaan terbaru senilai 818 miliar Rupiah atau sekitar $57 juta dipimpin L Catterton, sebuah perusahaan investasi berbasis di Amerika Serikat. Indies Capital bersama dua investor sebelumnya, yakni East Ventures dan Jungle Ventures, turut terlibat dalam pendanaan ini.

Sebelumnya pada pertengahan tahun lalu Social Bella juga baru mendapatkan pendanaan senilai $58 juta dari Temasek, Pavilion Capital, dan Jungle Ventures. Akhir-akhir ini perusahaan sedang agresif memperluas kanal omnichannel dengan membuka toko-toko offline di berbagai kota. Saat ini bisnis B2C mereka “Sociolla” sudah memiliki 21 toko di 9 kota di Indonesia dan 1 toko di Ho Chi Minh, Vietnam.

“Di tengah semua tantangan [pandemi], kami sangat bangga melihat upaya konsisten tim Social Bella untuk menghadirkan layanan omnichannel terbaik untuk pelanggan kami [..] Kerja sama dan investasi dari L Catterton, Indies Capital, East Ventures, dan Jungle Ventures akan mendorong kapabilitas kami dalam menghadirkan inovasi berbasis teknologi terdepan serta produk-produk terbaik bagi pelanggan kami di Indonesia, Vietnam, dan wilayah-wilayah lainnya,” Co-founder & Presiden Social Bella Christopher Madiam.

Memanfaatkan teknologi, gerai omnichannel yang disuguhkan ke pelanggan didesain interaktif dan terhubung langsung ke situs Sociolla dan aplikasi SOCO. Untuk mendapatkan informasi dan ulasan seputar produk yang akan dibeli, pengujung cukup scan barcode di aplikasi SOCO. Atau jika pengunjung sudah memiliki daftar produk yang ingin dibeli di keranjang belanja di situs Sociolla dapat langsung melakukan transaksi di bagian pembayaran.

Konsep bisnis tersebut nyatanya juga tetap jalan di tengah berbagai pembatasan akibat pandemi. Oktober 2020 lalu, dalam acara temu media, pihak Social Bella mengatakan bahwa sepanjang tahun ada peningkatan hampir 50% ukuran belanja di Sociolla. Tercatat produk perawatan diri lebih, karena rata-rata konsumen termotivasi untuk memanfaatkan momen beraktivitas di rumah untuk merawat diri.

“Penetrasi industri kecantikan dan perawatan diri di Asia Tenggara terus berkembang pesat dengan ‘pemain’ yang inovatif seperti Sociolla yang menyediakan lebih banyak pilihan, produk-produk premium dan meningkatkan jangkauannya baik secara online maupun offline terhadap konsumennya [..] Inovasi-inovasi yang dilakukan oleh Sociolla mampu memuaskan baik konsumen serta brand principal secara seimbang,” sambut jelas Yock Siong Tee selaku Principal & Investment Lead for Southeast Asia L Catterton.

Sementara itu Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menambahkan, “Sociolla memiliki faktor-faktor yang perlu dimiliki oleh sebuah beauty tech-company; konten, komunitas, commerce, ritel yang terintegrasi. Selain itu, melihat hasil dari riset pasar kami juga sangat bersemangat untuk melanjutkan kerja sama bersama Social Bella.”

Application Information Will Show Up Here

Simbiosis Mutualisme Ruparupa dan Kawan Lama Group dalam Membentuk Strategi Omnichannel

Bisnis e-commerce diprediksi akan terus menopang ekonomi internet di Indonesia pada masa mendatang. Laporan e-Conomy SEA 2020 yang disusun Google, Temasek, dan Bain & Company mencatat ekonomi internet Indonesia mencapai $44 miliar pada 2020 dan bisnis e-commerce tumbuh terbesar mencapai 54%.

Pandemi sukses mengukuhkan hipotesis banyak pemain e-commerce dalam menggerakkan ekonomi internet. Para pemain pun berlomba-lomba untuk terus berinovasi agar selalu tetap terdepan di industri. Acap kali, persepsi negatif timbul bagi grup usaha konvensional yang mencoba masuk ke bisnis digital karena dianggap datang dari organisasi dengan kultur budaya kerja yang berlapis, bertolak belakang dengan semangat startup.

Kawan Lama Group ingin mematahkan persepsi tersebut melalui layanan e-commerce-nya, Ruparupa, yang sudah dirintis sejak lima tahun lalu.

Lewat wawancara bersama DailySocial, Chief of Many Things Ruparupa Teresa Wibowo menceritakan, awal mula Ruparupa berasal dari masukan konsumen Kawan Lama yang menginginkan kemudahan belanja furnitur secara online, belanja di toko dengan metode pembayaran transfer, bisa langsung pick up barang langsung dari toko, dan lain sebagainya.

Teresa sudah bergabung di Kawan Lama sejak 2010. Ia merupakan generasi kedua keluarga Wibowo sebagai pemilik bisnis.

“Jadi kami merancang transformasi digital dari suara konsumen. Saat itu kita merasa kalau channel e-commerce kita buat sendiri-sendiri [berdasarkan brand di bawah Kawan Lama] terlalu besar investasinya. Dari situ kita putuskan untuk sinergi grup dengan menelurkan Ruparupa dan decide satu brand ini bisa memberikan pengalaman yang menyeluruh,” tutur Teresa.

Ia lantas membentuk tim yang paham dengan dunia online menjadi urgensi yang penting agar Ruparupa bisa bersaing di industri. Cetak biru Ruparupa didesain menyerupai startup, diisi dengan orang-orang baru yang paham dengan dunia digital. Langkah ini tidak memindahkan orang lama ke Ruparupa. Tujuannya tak lain menciptakan nuansa baru yang bisa memberikan perspektif baru.

“Dari awal kami menyadari dunia online dan offline itu adalah dua dunia yang berbeda. Kami sempat pula menebak-nebak kalau menempatkan satu divisi digital yang in charge di Ace Hardware misalnya untuk layanan e-commerce, mungkin tidak akan sesukses sekarang.”

Untuk menjaga hubungan kerja dengan grup, Teresa tak menampik diperlukan proses adaptasi untuk menyamakan satu visi grup lewat Ruparupa. Hal tersebut dapat diselesaikan dengan komunikasi yang baik. Dia merasa pandemi menjadi blessing in disguise, karena memudahkan seluruh grup bersatu padu mengarah pada visi didirikannya Ruparupa.

Sumber: Ruparupa
Sumber: Ruparupa

Pengaruh Ruparupa terhadap grup

Teresa menjelaskan, kehadiran Ruparupa bukan berarti menghentikan ekspansi Kawan Lama untuk ekspansi gerai di lokasi baru. Menurutnya, justru data-data real time yang disajikan Ruparupa, seperti kebiasaan konsumen saat berbelanja, memperkaya masukan untuk grup saat mengambil keputusan.

Kedekatan lokasi suatu gerai dengan lokasi pengguna akan mendorong efektivitas konsep omnichannel. Konsumen dapat memanfaatkan kehadiran toko untuk pick up barang sendiri atau mengirim ke rumahnya dengan ongkos kirim yang lebih hemat. “Data-data online yang berhasil di-capture bisa memberikan business decision yang baik dan lebih akurat buat grup. Kita bisa tahu ada peluang buka toko di suatu daerah karena banyak yang belanja di Ruparupa.”

Bagi grup, sambungnya, ekspansi gerai tetap menjadi suatu kebutuhan buat suatu brand agar semakin dikenal publik. Di negara maju sekalipun strategi tersebut tetap dilakukan, meski penetrasi internetnya sudah tinggi. Terhitung saat ini Kawan Lama Group memiliki lebih dari 900 toko ritel di Indonesia dari belasan brand ritel. Ekosistem tersebut mendorong Ruparupa untuk masuk dengan konsep omnichannel.

Teresa menyampaikan, konsep ini mampu mengurangi upaya grup masuk ke persaingan “bakar duit” yang kerap banyak dilakukan bisnis digital lain. Lewat basis konsumen yang sudah dimiliki oleh jaringan gerai Kawan Lama, maka Ruparupa sudah mendapat konsumen yang sudah siap digiring untuk masuk ke dunia e-commerce.

“Bagaimana untuk memanfaatkan mereka [konsumen offline] untuk belanja online, maka diperlukan sistem omnichannel yang bisa menghubungkan toko online dan offline. Karena kebiasaan konsumen saat belanja berbeda-beda, ada ingin datang ke toko dulu buat touch and feel, lalu ada juga yang sudah tahu mau belanja apa, memilih langsung datang ke toko terdekat untuk pick up karena hemat ongkos.”

Karena ada nilai lebih yang ditawarkan dari omnichannel, maka konsumen bisa mendapat pengalaman baru saat berbelanja. Mereka pun bisa langsung mengembalikan barang kalau tidak sesuai dengan keinginan. Hanya saja, ada kekurangan yang ditimbulkan dari omnichannel, yakni sistem stok tidak se-real time seperti kebanyakan pemain e-commerce lain.

Sejauh ini, Ruparupa terhubung dengan sistem stok per toko untuk membaca stok. Kalau ada konsumen yang memasukkan barang ke dalam keranjang, maka stok akan tertanda sudah berkurang meski transaksi belum terjadi. Sehingga apabila ada konsumen lain yang memesan barang yang sama, isu tersebut ditangani dengan melempar pesanan ke toko terdekat yang masih memiliki stok barang tersebut.

Teresa menyebut akan menjadi investasi mubazir apabila Ruparupa mengatasinya dengan membangun inventaris gudang sendiri di berbagai lokasi. Pasalnya, SKU dari Kawan Lama berjumlah lebih dari 80 ribu dan mayoritas furnitur berukuran besar yang boros tempat. Gerai-gerai grup yang ada sekarang sudah dianggap sebagai gudang buat Ruparupa.

“Jadi kalau konsumen pesan banyak barang, setengah order-nya bisa dipesan dari toko lain untuk mengakali isu tersebut. Karena apa yang diinginkan konsumen adalah bagaimana barang tersebut bisa sampai ke rumahnya saat mereka order.”

Kinerja sepanjang lima tahun

Dalam perjalanan lima tahun Ruparupa, perusahaan menyediakan sejumlah fitur untuk mendukung konsep omnichannel yang diusungnya. Mulai dari STOPS (Store Pick-Up Service) yang memungkinkan pelanggan yang berbelanja di situs atau aplikasi Ruparupa dapat mengambil produk yang dibeli di toko ritel Kawan Lama Group terdekat dari lokasi mereka.

Selanjutnya, Scan and Go Shop yang memungkinkan konsumen dapat mentransaksikan belanjaannya melalui aplikasi hanya dengan scan barcode produk yang diinginkan, sehingga tidak perlu ke kasir dan menghindari antrean. Dengan fitur tersebut, konsumen dapat memilih untuk mengirimkan pesanan ke alamat yang dituju menggunakan jasa pengiriman reguler maupun instan, atau mengambil barang belanjaan di pickup point di dalam toko untuk dibawa sendiri.

Fitur Scan and Go Shop. Hanya perlu scan produk, pilih jenis pengiriman, lakukan pembayaran, tidak perlu ke kasir sehingga bebas antre / Ruparupa

Selama pandemi, Ruparupa mendapati peningkatan yang signifikan, hingga 200%, untuk seluruh kategori. Konsumen banyak membeli kategori produk sepeda, meja dan kursi kantor, rak dan penyimpanan, dan peralatan olahraga. Kenaikan dari kategori populer ini bisa mencapai 300%, sementara masker naik hingga 1000%. Ruparupa telah melayani lebih dari 500 ribu pelanggan di seluruh Indonesia.

Teresa menyebut, meski sudah banyak kantor yang menetapkan kebijakan Work From Office (WFO), Ruparupa tetap mencatatkan tren kenaikan positif secara bulanan (month-to-month). “Meski enggak lagi [naik] double digit, tapi tetap ada pertumbuhan yang sehat. Sebab ini sudah terjadi perubahan perilaku konsumen, banyak konsumen baru yang berhasil kita jaring sejak pandemi. Tren WFH membuat banyak orang aware dengan kenyamanan saat bekerja di rumah, banyak barang yang perlu di-upgrade.”

Tak hanya melayani segmen B2C, Ruparupa juga melayani konsumen B2B untuk menyuplai kebutuhan kantor, hotel, restoran, dan kafe. Kendati, secara sistem backend di situs e-commerce, Ruparupa belum menyediakan teknologi untuk proses pemesanan karena banyak dari konsumen B2B masih melakukan cara konvensional saat melakukan order.

Di samping itu, Ruparupa membuka kesempatan untuk UKM lokal memanfaatkan platform-nya untuk berjualan produk-produknya. Teresa menjelaskan, pihaknya sadar bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumen tidak selamanya harus kerja sendiri, perlu kerja sama dengan non grup. UKM yang dipilih Ruparupa telah melalui proses seleksi, kategori yang dijual seperti furnitur, kerajinan kayu, mainan tradisional untuk anak, tanaman, hingga masker.

UKM yang ingin bergabung akan diperiksa terlebih dahulu kualitas produknya untuk menjaga pelayanan kepada konsumen adalah produk asli. Saat ini UKM yang bergabung masih terbatas di Jabodetabek. “Kami tidak memberikan patok minimum stok barang, tapi lebih seberapa baik pelayanan dari setiap order yang masuk. Kalau [seller] sering cancel maka akan masuk blacklist karena mereka enggak siap untuk jualan.”

Masa depan Ruparupa

Dengan pencapaian yang fantastis selama lima tahun, apakah lantas Ruparupa akan menjadi ujung tombak atau sekadar pelengkap buat grup? Teresa menjawab, Ruparupa dan strategi grup akan menjadi satu kesatuan yang berjalan saling beriringan.

Ia kembali menegaskan bahwa industri ritel mendapat sentuhan baru, yakni teknologi digital yang mendorong lebih banyak inovasi baru. Sebab, baik industri retail online maupun offline tidak selamanya terkekang inovasi di salah satunya saja. Retail online butuh pendekatan offline untuk bisa dekat dengan konsumen, begitupun sebaliknya.

Ruparupa menangkap data-data untuk memperkaya khazanah baru yang membantu grup dalam mengambil keputusan-keputusan penting.

“Ruparupa dan Kawan Lama Group adalah entitas yang harus saling bekerja sama. Seperti yang sedang kita galakkan sekarang, fokus pada omnichannel experience. Kita bisa lihat dari situ konsumen lebih happy, konsumen yang kita jaring lebih berkualitas, sebab intinya adalah bagaimana dunia retail bisa menjawab segala kebutuhan konsumen,” tutupnya.

Memasuki Tahun Kelima, Ruparupa Perkuat Strategi Omnichannel

Ruparupa, situs e-commerce home, living and furniture bagian dari Kawan Lama Group, mengungkapkan akan terus perkuat strategi omnichannel karena terbukti mampu memenuhi kebutuhan konsumen yang mulai terbiasa belanja online tapi membutuhkan kehadiran toko untuk melihat barang secara fisik.

Chief of Many Things Ruparupa Teresa Wibowo menjelaskan, dengan konsep omnichannel konsumen dapat menghemat lebih banyak waktu saat berbelanja. Terlebih kebiasaan konsumen kini sudah berubah, tidak lagi berlama-lama saat keluar rumah, tapi tetap tidak ingin meninggalkan kebiasaan belanja di platform digital.

“Jadi omnichannel ini sangat efektif untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Dari awalnya sekadar browsing sebelum belanja offline, kini bisa pakai aplikasi bahkan saat ada di dalam toko. Ini jadi sebuah kebutuhan. Kami yakin kebiasaan tersebut akan berlanjut, meski setelah pandemi,” terang Teresa saat konferensi pers virtual, Rabu (14/4).

Dalam memenuhi konsep omnichannel, Ruparupa menyediakan sejumlah fitur pendukungnya. Mulai dari STOPS (Store Pick-Up Service), memungkinkan pelanggan yang berbelanja di situs atau aplikasi Ruparupa dapat mengambil produk yang dibeli di toko ritel Kawan Lama Group terdekat dari lokasi mereka. Selanjutnya, Scan and Go Shop yang memungkinkan konsumen dapat mentransaksikan belanjaannya melalui aplikasi hanya dengan scan barcode produk yang diinginkan, sehingga tidak perlu ke kasir dan menghindari antrean.

Dengan fitur tersebut, konsumen dapat memilih untuk mengirimkan pesanan ke alamat yang dituju menggunakan jasa pengiriman reguler maupun instan, atau mengambil barang belanjaan di pickup point di dalam toko untuk di bawa sendiri. “Fitur ini menerapkan contactless transaction, untuk aktivitas belanja yang lebih aman di masa kebiasaan baru.”

Keunggulan Ruparupa bermain di omnichannel didukung karena bagian dari Kawan Lama Group yang memiliki 350 jaringan toko offline ACE, Informa, Home Galleria, Selma, Toys Kingdom, Ataru, dan lainnya tersebar di seluruh Indonesia. Dari jaringan tersebut, Ruparupa mampu menyediakan lebih dari 67 ribu jenis produk, seperti furniture, home living, kitchen, hobi, dan masih banyak lagi.

Sumber: Ruparupa
Sumber: Ruparupa

Dampak dari pandemi

Chief of Marketing Ruparupa Budiono Darmawan menambahkan, Ruparupa termasuk salah satu vertikal e-commerce yang mengalami panen sepanjang pandemi karena orang-orang harus beraktivitas dari rumah. Alhasil, banyak orang kembali menata isi rumahnya agar lebih betah.

Dari sisi kinerja perusahaan, meski tidak dirinci lebih jauh, terjadi kenaikan yang signifikan dari sebelum dan sesudah pandemi sebesar 200% untuk keseluruhan kategori. Berdasarkan kategori yang paling banyak dibeli konsumen, di antaranya sepeda, meja dan kursi kantor, rak dan penyimpanan, dan peralatan olahraga. Kategori tersebut kenaikannya bisa mencapai 300%, sementara masker naik hingga 1000%.

Diklaim pula, sepanjang lima tahun beroperasi Ruparupa telah melayani lebih dari 500 ribu pelanggan.

Teresa mengatakan, “Ruparupa sangat merasa blessing bisa menyaksikan saat pandemi bahwa saat pandemi ini membuktikan visi misi kami dari awal benar-benar menjadi kenyataan yang kita lihat dalam keseharian. Visi kami adalah menciptakan hunian yang hangat untuk keluarga, tempat kerja yang mendukung produktivitas, dan meningkatkan kualitas hidup,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

SIRCLO Acquires Orami, to Advance Omnichannel Services

E-commerce enabler startup SIRCLO today (07/4) announced its acquisition over Orami digital parenting platform. The value is not disclosed, but the objective is to combine the strengths of both services to provide end-to-end digital services and brand developers.

The agreement combines two companies that have served more than 100 thousand brands from the MSME to corporate scale, and reaches millions of consumers in 34 provinces in Indonesia.

In addition, this action will combine nearly 1000 employees; Orami will continue to operate as an independent entity integrated with the SIRCLO service. Ferry Tenka (CEO Orami) will take on a new position as SIRCLO’s Chief Marketing Officer and Hendrawan Kartika (President Orami) as SIRCLO’s Chief Financial Officer.

“This corporate act can expand services offered by SIRCLO for brand owners intend to enter the online market. Orami has an online shopping site that facilitates well-known brands in selling products for mother and child needs. In fact, we have a mission to join forces in helping brands selling online in a more strategic, scalable and efficient manner,” SIRCLO’s Founder & CEO, Brian Marshal said.

Meanwhile, Orami’s Co-Founder & CEO, Ferry Tenka added, “We see this synergy as a very big opportunity to accelerate Orami’s growth, and at the same time, to accommodate the needs of brands and consumers. Orami’s ability to reach consumers broadly is in line with SIRCLO’s operation as an e-commerce enabler with a strong infrastructure and retail network. There are so many extraordinary potentials to explore.”

Super parenting app orami yang diluncurkan awal tahun ini / Orami
Orami’s super parenting app was launched earlier this year / Orami

In line with the increasing traction of online shopping services, earlier this year, Orami announced application upgrade by releasing various features to make easy purchases. In addition, they also claimed themselves as a parenting super app with three main business pillars: commerce, content, and community. The aim is to present a comprehensive application to meet the needs of mothers and children.

Orami was founded in 2013 by Ferry Tenka, Eka Himawan, and Shannon Kalayanamitr. Its business is supported by a series of investors, including SMDV, East Ventures, Gobi Partners, Velos Partners and Ardent Capital.

SIRCLO alone was founded in the same year, 2013. They currently helping brand developers sell online through a variety of solutions, such as SIRCLO Store for MSMEs and SIRCLO Commerce for corporations. In 2020, SIRCLO recorded four times jump in transactions which was supported by changes in consumer behavior during the COVID-19 pandemic. At the end of 2020 they claimed to have achieved profitability and booked a combined turnover of IDR 3.3 trillion.

Last August 2020, SIRCLO has secured series B funding of $6 million. Investors involved in this round include East Ventures, OCBC NISP Ventura, Skystar Capital, and Sinar Mas Land.

Meanwhile, another strategic action that the company has taken is to merge with ICUBE, an e-commerce technology solution provider agency, aiming to expand the various business offered to brands.

Perjalanan bisnis SIRCLO / SRICLO
SIRCLO’s business journey


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

SIRCLO Mengakuisisi Orami, Perkuat Layanan Omnichannel

Startup pengembang platform e-commerce enabler SIRCLO hari ini (07/4) mengumumkan akuisisinya terhadap platform digital parenting Orami. Nilai dari kesepakatan tidak diumumkan, hanya saja tujuan dari aksi strategis ini untuk menggabungkan kekuatan kedua bisnis dalam menyediakan layanan digital end-to-end kepada pengembang merek.

Kesepakatan ini menggabungkan dua perusahaan yang sudah melayani lebih dari 100 ribu brand dari skala UMKM hingga korporasi, serta menjangkau jutaan konsumen di 34 provinsi Indonesia.

Selain itu aksi ini akan menggabungkan hampir 1000 karyawan; Orami akan terus beroperasi sebagai entitas mandiri yang terintegrasi dengan layanan SIRCLO. Ferry Tenka (CEO Orami) akan mengambil posisi baru sebagai Chief Marketing Officer SIRCLO dan Hendrawan Kartika (President Orami) sebagai Chief Financial Officer SIRCLO.

“Aksi korporat ini dapat memperluas layanan enabler yang ditawarkan oleh SIRCLO untuk pemilik merek yang ingin memasuki pasar online. Orami memiliki situs belanja online yang memfasilitasi brand ternama dalam menjual produk kebutuhan ibu dan anak. Di sini, kami punya misi untuk menggabungkan kekuatan dalam membantu brand berjualan online dengan lebih strategis, terukur dan efisien,” ujar Founder & CEO SIRCLO Brian Marshal.

Sementara itu Co-Founder & CEO Orami Ferry Tenka menambahkan, “Kami melihat sinergi ini sebagai peluang yang sangat besar untuk mengakselerasi pertumbuhan Orami, serta di saat yang sama, juga dapat terus mengakomodasi kebutuhan brand maupun konsumen. Kemampuan Orami menjangkau konsumen secara luas selaras dengan yang selama ini telah dilakukan SIRCLO sebagai e-commerce enabler dengan infrastruktur dan jaringan ritel yang kuat. Banyak sekali potensi luar biasa yang bisa dieksplorasi.”

Super parenting app orami yang diluncurkan awal tahun ini / Orami
Super parenting app orami yang diluncurkan awal tahun ini / Orami

Seiring dengan peningkatan traksi layanan belanja online, awal tahun ini Orami umumkan penguatan aplikasi dengan merilis berbagai fitur untuk memudahkan pembelian. Selain itu, mereka juga menobatkan diri sebagai parenting super app dengan tiga pilar bisnis utamanya, yakni: commerce, content, dan community. Harapannya bisa sajikan aplikasi komprehensif untuk pemenuhan kebutuhan ibu dan anak.

Orami didirikan sejak tahun 2013 oleh Ferry Tenka, Eka Himawan, dan Shannon Kalayanamitr. Bisnisnya didukung sejumlah investor, termasuk SMDV, East Ventures, Gobi Partners, Velos Partners, dan Ardent Capital.

SIRCLO sendiri juga didirikan di tahun yang sama, 2013. Saat ini mereka membantu pengembang merek berjualan online melalui ragam solusi, seperti SIRCLO Store bagi UMKM dan SIRCLO Commerce bagi korporasi. Pada tahun 2020, SIRCLO mencatat lonjakan transaksi hingga 4x lipat yang didukung oleh perubahan perilaku konsumen selama pandemi COVID-19. Akhir tahun 2020 mereka mengklaim telah mencapai profitabilitas dan membukukan omzet gabungan mencapai 3,3 triliun Rupiah.

Agustus 2020 lalu, SIRCLO juga baru membukukan pendanaan seri B senilai $6 juta. Investor yang terlibat dalam putaran ini di antaranya East Ventures, OCBC NISP Ventura, Skystar Capital, dan Sinar Mas Land.

Sementara aksi strategis lain yang pernah dilakukan perusahaan adalah melakukan merger dengan ICUBE, agensi penyedia solusi teknologi e-commerce, tujuannya untuk memperluas varian bisnis yang ditawarkan kepada brand.

Perjalanan bisnis SIRCLO / SRICLO
Perjalanan bisnis SIRCLO / SRICLO
Application Information Will Show Up Here

Ginee Resmi Hadir di Indonesia, Ramaikan Persaingan Platform “E-commerce Enabler”

Meningkatnya jumlah pengguna internet di seluruh Indonesia telah memupuk kesuburan bisnis online di tanah air. Semakin besar bisnis ini tumbuh, semakin banyak kebutuhan dan solusi yang ditawarkan. Ginee adalah penyedia solusi e-commerce enabler berbasis cloud dari Singapura yang menyediakan rangkaian lengkap solusi manajemen ritel untuk meningkatkan penjualan dan efisiensi kerja baik untuk bisnis online maupun offline.

Terkait ekspansi ke pasar Indonesia, Evelyin Wu selaku General Manager Ginee menyampaikan, meskipun perusahaan berbasis di Singapura, namun pihaknya sangat familiar dengan situasi di tanah air, mengingat 70% timnya juga berbasis di Indonesia. Saat ini Ginee juga telah berkolaborasi dengan Gramedia.

Sejak melancarkan soft launch pada Januari 2020, platform ini telah mendukung 30 ribu pedagang di Indonesia dan memproses lebih dari 36 juta pesanan e-commerce dalam waktu kurang dari setahun. Ginee juga telah terintegrasi dengan platform e-commerce besar, termasuk Tokopedia, Bukalapak, Lazada, JD.ID, dan Shopee. Saat ini telah tersedia sekitar 59 juta SKU di platform Ginee. Ledakan digitalisasi yang dipacu oleh pandemi Covid-19 telah menghasilkan GMV lebih dari $320 juta bagi perusahaan.

Rangkaian layanan yang ditawarkan Ginee mencakup manajemen dan pemenuhan inventaris stok, integrasi dengan pasar e-commerce, analisis bisnis, dan manajemen hubungan pelanggan. Sebagai omnichannel, platform ini mengintegrasikan beberapa akun e-commerce dalam satu platform mudah untuk membantu mengelola pesanan, inventaris, produk, fungsi obrolan, analisis, dan akuntansi.

Dengan menggunakan solusi onboarding digital dan verifikasi identitas, platform ini dapat memastikan keaslian merchant dan produk mereka. Ginee juga dapat mengurangi kasus penipuan pelanggan yang tidak membayar atau identitas palsu untuk melindungi pedagang.

“Selain itu, kami dapat menghubungkan UKM di Ginee dengan basis pelanggan regional serta pabrik, merek, dan pemasok di pasar lain seperti Tiongkok di mana kami juga telah lebih dulu hadir,” tambah Evelyn.

Fokus di tahun 2021

Genie merupakan bagian dari Advance Intelligence, sebuah grup perusahaan teknologi yang telah beroperasi di Indonesia sejak 2016 yang menyediakan produk dan layanan teknologi B2B dan B2C. Layanan ini telah hadir di 12 pasar di Asia Tenggara, India, dan Tiongkok dengan lebih dari 1000 pegawai.

“Kami juga memiliki integrasi regional back-end dengan pembuat e-commerce situs web seperti Shopify dan WooCommerce, yang mengurangi kerumitan bagi pedagang kami ketika mereka mendirikan toko online mereka,” tambah Evelyn.

Dalam hal monetisasi, Genie menawarkan paket berlangganan enam bulan dan 12 bulan berdasarkan ukuran dan volume bisnis pedagang. Di samping itu, pengguna bisa memanfaatkan fitur uji coba tujuh hari gratis untuk menilai paket mana yang tepat bagi mereka.

Selain Ginee , di Indonesia juga telah lebih dulu tersedia platform e-commerce enabler yang menawarkan layanan serupa, sebut saja JetCommerce, SIRCLO, atau aCommerce. Platform ini menyediakan layanan strategi digital A-Z (end-to-end) ke unit bisnis lain yang ingin menjual produknya secara online.

Di tahun 2019 dan 2020 perusahaan fokus meningkatkan produk dan fitur di pasar Indonesia. Tahun ini, Ginee berencana memperluas jangkauan ke Filipina, Vietnam, Singapura, Malaysia, dan Thailand sehingga merchant seller dapat mulai menjual produknya di pasar lain dan mengembangkan basis pelanggannya, begitu pula sebaliknya.

“2020 adalah tahun pertumbuhan yang luar biasa bagi Ginee dan kami bangga meluncurkannya secara resmi di Indonesia. [..] Fokus kami tahun ini adalah untuk memperdalam penawaran produk kami serta memperluas langkah kami ke pasar yang lebih luas, memungkinkan mitra pedagang kami untuk melakukan perdagangan lintas batas (cross-border) dan memperluas basis pelanggan mereka,” tutup Evelyn.