Rencana Bisnis Ngelesin Usai Kantongi Pendanaan Awal dari Astra Ventura

Berawal dari kecintaannya terhadap dunia pendidikan, Anthonius mendirikan platform digital bernama “Ngelesin”, untuk memudahkan orang mendapatkan les privat secara online dan offline. Bukan hanya untuk pelajaran akademik, tapi juga menyediakan opsi pembelajaran nonakademik seperti musik, olahraga, bahasa, dan berbagai konten khusus anak.

Kepada DailySocial, Founder & CEO Ngelesin Anthonius mengungkapkan, layanannya memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan platform edutech lainnya yang saat ini makin marak kehadirannya di Indonesia.

“Saya melihat kebanyakan platform serupa masih mengandalkan pembelajaran memanfaatkan video. Di Ngelesin kami mengedepankan pembelajaran langsung oleh guru yang bergabung. Meskipun awalnya kebanyakan dilakukan secara offline, namun saat pandemi kami mulai melakukan kegiatan belajar mengajar tersebut secara online.”

Didirikan di Bandung tahun 2018 lalu, Ngelesin tahun ini berencana untuk memperluas area layanan ke Jakarta dan Surabaya. Besarnya permintaan menjadi alasan rencana ekspansi tahun ini. Perusahaan juga berencana untuk meluncurkan aplikasi yang telah diperbarui teknologinya dalam tiga bulan ke depan.

Saat ini mereka telah memiliki sekitar 700 guru yang tersebar di Jabodetabek dengan jumlah pengguna sekitar 5 ribu orang. Setiap les privat yang diberikan Ngelesin membatasi 4 siswa untuk 1 guru di setiap sesi. Biaya yang dikenakan mulai dari Rp99 ribu. Komisi yang diberikan kepada guru adalah sekitar 60% dari biaya.

“Seluruh pengajar diseleksi ketat melalui fit & proper test sebelum bergabung di Ngelesin, sehingga terstandardisasi dan well training. Aplikasi booking les ini menjadi one-stop-shopping karena semua kebutuhan mulai dari kategori akademik, keterampilan, olahraga, musik, sampai program short course ada di dalam aplikasi . Pengguna juga bisa memilih sendiri waktu dan tempat pertemuan untuk les,” jelasnya.

Seiring perkembangan minat pembelajaran yang dilakukan secara online, beberapa platform edtech terus memperluas cakupan bisnisnya. Selain Ngelesin, ada beberapa startup yang juga tawarkan kursus dengan pembelajaran langsung lewat telekonferensi. Misalnya Cakap, belum lama ini mereka menghadirkan layanan kursus bahasa Mandarin untuk anak. Tutor juga dilengkapi dengan fitur berbasis augmented reality untuk menghadirkan animasi pembelajaran live yang menyenangkan.

Selain itu, Ruangguru baru-baru ini juga kenalkan layanan kursus bahasa Inggris bersama pengajar profesional dan tersertifikasi. Sementara di segmen B2B, ada beberapa penyelenggara pelatihan online yang melayani pasar lokal, seperti HarukaEdu, Codemi, Skilvul, dan lain sebagainya.

Pendanaan dari Astra Ventura

Selain menyasar segmen B2C, Ngelesin juga menjangkau segmen B2B. Dalam hal ini perusahaan yang ingin melakukan program CSR mereka dengan fokus kepada dunia pendidikan, mereka bisa menjembatani kebutuhan perusahaan dengan siswa di daerah terpencil yang membutuhkan bantuan hingga bimbingan dari guru-guru di kota-kota besar. Saat pandemi makin banyak perusahaan yang kemudian memanfaatkan platform Ngelesin untuk melancarkan kegiatan CSR mereka.

“Harapannya melalui platform kami bisa memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk menyalurkan dana bantuan. Di sisi lain semakin banyak murid-murid di daerah pelosok mendapatkan edukasi terbaik dari guru berpengalaman di kota-kota besar,” kata Anthonius.

Sejalan dengan visi dan misi perusahaan, Astra Ventura kemudian memberikan dana segar kepada Ngelesin awal tahun 2021 ini. Menurut CEO Astra Ventura Jefri R. Sirait, pendanaan akan membantu mereka untuk menjangkau target pasar yang lebih luas dikota-kota lainnya dan mulai masuk program Corporate Social Responsibility (CSR) pendidikan dari korporasi.

Dana segar yang diperoleh juga akan dimanfaatkan untuk menambah jumlah guru, mengembangkan teknologi, melakukan kegiatan promosi dan ekspansi ke kota-kota besar lainnya. Tidak disebutkan berapa jumlah pendanaan tahapan awal yang diterima. Sebelumnya Ngelesin merupakan pemenang Astra Start-Up Challenge Batch 4.

“Sejalan dengan tujuan Astra mencerdaskan Indonesia, Ngelesin menjadi jalan dan solusi untuk memperkuat ekosistem pendidikan di Indonesia melihat kebutuhan pendidikan masyarakat di tengah pandemi. Astra Ventura tentu akan menggenjot pertumbuhan bisnis Ngelesin terutama dalam value chain Astra,” tutur Jefri.

Application Information Will Show Up Here

Startup Edtech Schoters: Pandemi Percepat Akselerasi, Pasar Makin Matang

Salah satu sektor startup yang mengalami pertumbuhan saat pandemi adalah platform edtech. Bukan hanya di Indonesia, namun secara global platform yang menggabungkan edukasi, teknologi dan bisnis mampu menarik perhatian target pengguna hingga investor.

Dalam sesi #SelasaStartup kali ini, DailySocial mengundang Founder & CEO Schoters Radyum Ikono, untuk berbagi suka duka dan harapan sebagai penggiat startup yang menyasar sektor edtech di Indonesia saat ini dan ke depannya.

Pandemi percepat akselerasi

Saat Schoters baru didirikan sekitar tahun 2018, banyak tantangan yang dihadapi. Mulai dari edukasi hingga pemasaran dan cara tepat untuk memperkenalkan produk dan layanan yang dihadirkan kepada target pengguna.

Schoters adalah platform yang membantu siswa lulusan SMA/K dan profesional yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di luar negeri. Impian sang pendiri adalah, agar lebih banyak lagi siswa Indonesia yang merasakan pengalaman berharga saat melanjutkan studi di luar negeri.

“Ketika pandemi bulan Maret 2020 lalu secara langsung memaksa banyak pengguna untuk mengadopsi kegiatan belajar-mengajar secara online. Termasuk di dalamnya produk dan layanan yang ditawarkan oleh Schoters.”

Terkait dengan makin banyaknya platform serupa yang mulai muncul ke permukaan, ternyata tidak menjadi kendala bagi platform seperti Schoters untuk terus tumbuh. Hal tersebut menurut Radyum justru menjadi tanda yang positif, meskipun persaingan harus lebih sengit lagi.

“Saya melihat dengan makin banyaknya platform baru yang bermunculan bisa menjadi pertanda bahwa pasar sudah mulai matang dan teknologi yang kami tawarkan ternyata memang sangat relevan saat ini. Ke depannya kami melihat akan menjadi signal yang baik bagi platform edtech untuk terus tumbuh, untuk bisa menciptakan ekosistem yang lebih baik lagi.”

Radyum menambahkan, makin banyaknya pemain serupa yang mencoba menyasar sektor edutech juga bisa memberikan ruang lebih dan kesempatan kepada para investor untuk memberikan investasi. Karena pada akhirnya, meskipun sifatnya tidak recurring seperti layanan e-commerce, namun dengan strategi yang tepat dan penggunaan yang sangat relevan saat ini, bisa menjadikan platform edtech menarik untuk dijajaki.

Edukasi, teknologi, dan bisnis

Sebagai lulusan terbaik DSLaunchpad tahun 2020, Schoters merasakan benar pentingnya menciptakan relasi yang baik antara pemain startup edtech lainnya. Sebagai startup yang bukan hanya berupaya untuk mencari profit, platform seperti Schoters juga memiliki misi sosial, untuk bisa mempermudah proses belajar dan edukasi kepada masyarakat luas secara online.

Jika dulunya proses ini hanya terbatas kepada offline saja, namun startup seperti Ruangguru telah membuktikan bahwa edukasi disandingkan dengan teknologi dan bisnis bisa tetap tumbuh dan berjalan dengan baik.

“Tentunya saya memberikan apresiasi kepada Belva Syah Devara pendiri Ruangguru. Karena dengan platform yang mereka tawarkan mampu menjadikan startup edtech lebih mainstream dan diterima dengan baik oleh pasar. Kesuksesan mereka yang kemudian menjadi inspirasi saya untuk mendirikan Schoters,”kata Radyum

Impian Radyum untuk Schoters adalah, agar bisa menjadi platform end-to-end yang kemudian bisa membantu siswa untuk mewujudkan impian mereka studi di luar negeri. Hal tersebut tentunya akan dihadirkan oleh Schoters melalui berbagai produk dan pilihan layanan hingga teknologi yang memudahkan semua proses.

“Sepanjang 1 sampai 2 tahun terakhir saya melihat perkembangan startup edtech makin baik di Indonesia. mengikuti apa yang sudah terjadi di negara lain, saya melihat ke depannya platform edtech makin pesat pertumbuhannya di Indonesia,” kata Radyum.

Application Information Will Show Up Here

Titik Pintar Introduces SahabatPintar, Educational Content Platform for Elementary Students

Titik Pintar’s interactive edutainment platform officially introduces SahabatPintar.id, an educational content platform designed for the primary school (SD) student segment in Indonesia.

SahabatPintar.id presents material monitored by elementary school teachers in Indonesia who have teaching experience for more than 10 years. Currently, the SahabatPintar.id platform is available for free access.

Titik Pintar’s founder & CEO, Robbert Deusing, said that his party wants to contribute to the quality of education in Indonesia. This is in line with World Bank recommendations regarding the impact of Covid-19, the education sector needs to pay attention to the quality of distance learning methods.

Based on data from the Ministry of Education and Culture, there are currently 25 million children currently studying at the elementary level. Meanwhile, the number of schools closed due to the Covid-19 pandemic has reached 530 thousand units.

“SahabatPintar wants to play a role in the world of education in the long term. When schools reopen, we believe teachers will be greatly helped by the availability of quality educational materials that are easily accessible such as those available by SahabatPintar.id and the Titik Pintar application,” Deusing said to DailySocial.

He revealed that his team is currently integrating 100 materials into the SahabatPintar platform. The long-term goal of this platform is to bring together teachers, designers, and animators in Indonesia to create up to 10,000 quality content. The contents will be integrated directly on the Titik Pintar platform.

“Even though our team has made various educational content, it will still be difficult to catch up with the rapid development of children. At the same time, we are aware that there are many teachers and content creators in Indonesia who have the expertise to create educational content,” he told DailySocial.

Therefore, to achieve this target, his party is holding a competition for designer teachers and animators to produce educational content that is easily understood by children.

For your information, Titik Pintar is currently used by 12 thousand users in Indonesia. This platform provides various edutainment materials tailored to the government curriculum (Kurtilas).

Expecting breakthrough from edtech players in 2021

Not many edtech services have run in the gamification sector, like Titik Pintar. In fact, this content can actually be an interesting approach to provide a fun atmosphere for teaching and learning activities, especially during the pandemic.

With the plan of Minister of Education and Culture (Mendikbud) Nadiem Makarim to reopen schools in January 2021, this could be the right step to provide a temporary “break” for parents who have been accompanying their children to study during the pandemic.

This has also been acknowledged by a number of players we have interviewed. There are many issues experienced, one of which is that parents are overwhelmed with their children because they are not used to transitioning to online platforms.

The trend of edtech services began to skyrocket in the last few years. The peak occurred this year due to the Covid-19 pandemic. The policy of teaching and learning activities from home (KBM) is a tremendous momentum for online learning platform providers to gain new users and significant traffic.

In general, the government’s decision to reopen schools will present a further “test case” to prove whether edtech services remain relevant and credible in the next year. This is primarily to provide affordable internet access and content for user segments outside Java who are in rural and border areas.

In addition, next year can also be momentum for old and new edtech players to develop content with more varied types and costs. Moreover, there are currently not many edtech services that play in the realm of gamification, especially for elementary school children.

To date, edtech startups have various market segments ranging from elementary to high school lectures, or employee segments by offering free access for certain periods to premium access to interactive content, video-on-demand, and private tutors.

DSResearch through the Edtech Report 2020 reveals that internet connection is still the biggest challenge (81.2%) of users in learning, followed by access to paid content (49.4%), understanding of English (39.2%), and availability of devices (38,4%).

In addition, as many as 70 percent of respondents are willing to pay for edtech services ranging from IDR 50,000 / month (12.6%), IDR 50,000-1 million / month (35.3%), IDR 1 million-2.5 million / month (24, 6%), IDR 2.5 million-5 million / month (17.8%), and above IDR 5 million / month (9.7%).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Titik Pintar Memperkenalkan SahabatPintar, Platform Konten Pendidikan untuk Murid SD

Platform edutainment interaktif Titik Pintar resmi memperkenalkan SahabatPintar.id, yakni platform konten pendidikan yang ditujukan untuk segmen murid sekolah dasar (SD) di Indonesia.

SahabatPintar.id menghadirkan materi yang dipantau oleh para guru SD di Indonesia yang memiliki pengalaman mengajar selama lebih dari 10 tahun. Saat ini, platform SahabatPintar.id dapat diakses pengguna gratis secara terus-menerus.

Founder & CEO Titik Pintar Robbert Deusing mengatakan, pihaknya ingin berkontribusi terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini sejalan dengan rekomendasi World Bank terkait dampak Covid-19, sektor pendidikan perlu memperhatikan kualitas metode pembelajaran jarak jauh.

Berdasarkan data Kemendikbud, saat ini terdapat 25 juta anak yang tengah menempuh pendidikan di jenjang SD. Sementara itu, jumlah sekolah yang tutup karena pandemi Covid-19 mencapai 530 ribu unit.

“SahabatPintar ingin mengambil peran di dunia pendidikan dalam jangka panjang. Saat sekolah kembali dibuka nanti, kami percaya para guru akan sangat terbantu dengan adanya materi-materi edukasi berkualitas yang mudah diakses seperti yang tersedia di SahabatPintar.id maupun aplikasi Titik Pintar,” ujar Deusing kepada DailySocial.

Ia mengungkap bahwa pihaknya saat ini sedang melakukan integrasi terhadap 100 materi ke platform SahabatPintar. Tujuan jangka panjang dari platform ini adalah mengumpulkan para guru, desainer, dan animator di Indonesia untuk membuat hingga 10.000 konten berkualitas. Adapun konten-konten tersebut nantinya akan terintegrasi langsung di platform Titik Pintar.

“Meski tim kami sudah membuat berbagai konten edukasi, akan tetap sulit untuk mengejar perkembangan anak-anak yang begitu pesat. Di saat bersamaan, kami sadar ada banyak guru dan kreator konten di Indonesia yang mempunyai keahlian untuk membuat konten edukasi,” tuturnya kepada DailySocial.

Maka itu, untuk mencapai target tersebut, pihaknya tengah mengadakan kompetisi bagi para guru desainer dan animator untuk menghasilkan karya konten edukasi yang mudah dipahami oleh anak-anak.

Sekadar informasi, Titik Pintar saat ini telah digunakan sebanyak 12 ribu pengguna di Indonesia. Platform ini menyediakan berbagai materi edutainment yang disesuaikan dengan kurikulum pemerintah (Kurtilas).

Menanti gebrakan pemain edtech di 2021

Belum banyak layanan edtech yang bermain di ranah gamifikasi, seperti halnya Titik Pintar. Padahal, konten ini sebetulnya dapat menjadi pendekatan menarik untuk memberikan suasana kegiatan belajar mengajar (KBM) yang menyenangkan, terutama selama masa pandemi.

Dengan rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim untuk membuka kembali sekolah pada Januari 2021, ini dapat menjadi langkah tepat untuk memberi “break” sementara bagi orang tua yang selama ini mau tak mau mendampingi anaknya belajar selama masa pandemi.

Hal ini pun diakui oleh sejumlah pemain yang pernah kami wawancarai. Ada banyak isu yang dialami di mana salah satunya adalah orang tua kewalahan mendampingi anaknya karena belum terbiasa bertransisi ke platform online.

Tren layanan edtech mulai meroket sejak beberapa tahun terakhir. Puncaknya terjadi pada tahun ini akibat pandemi Covid-19. Kebijakan merumahkan kegiatan belajar mengajar (KBM) menjadi momentum luar biasa bagi penyedia platform pembelajaran online dalam mendulang pengguna baru dan trafik yang signifikan.

Secara umum, keputusan pemerintah untuk membuka sekolah kembali akan memperlihatkan “test case” selanjutnya bagi untuk membuktikan apakah layanan edtech tetap relevan dan kredibel di tahun depan. Hal ini terutama untuk menyediakan akses internet dan konten terjangkau bagi segmen pengguna di luar Jawa yang di pedesaan dan wilayah perbatasan.

Selain itu, tahun depan juga dapat menjadi momentum bagi pelaku edtech lama dan baru untuk mengembangkan konten dengan jenis dan biaya yang lebih variatif. Terlebih, saat ini belum banyak layanan edtech yang bermain di ranah gamifikasi, khususnya untuk anak SD.

Sejauh ini, startup edtech memiliki segmen pasar beragam mulai dari SD sampai SMA perkuliahan, atau segmen karyawan dengan menawarkan akses gratis selama periode tertentu hingga akses premium pada konten-konten interaktif, video-on-demand, dan private tutor.

DSResearch melalui Edtech Report 2020 mengungkap bahwa koneksi internet masih menjadi tantangan terbesar (81,2%) pengguna dalam belajar, disusul akses terhadap konten berbayar (49,4%), pemahaman bahasa Inggris (39,2%), dan ketersediaan perangkat (38,4%).

Selain itu, sebanyak 70 persen responden bersedia membayar layanan edtech dengan rentang di bawah Rp50ribu/bulan (12,6%), Rp50ribu-1 juta/bulan (35,3%), Rp1 juta-2,5 juta/bulan (24,6%), Rp2,5 juta-5 juta/bulan (17,8%), dan di atas Rp5 juta/bulan (9,7%).

Mekari Mulai Optimalkan Lini Bisnis Edukasi, Sasar Pelaku UKM dan Profesional

Bertujuan untuk memberikan akses online learning kepada UKM dan pegawai kantoran, khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan software berbasis cloud, Mekari meluncurkan Mekari University. Sebenarnya program ini sudah mulai diinisiasi sejak tahun 2018 lalu. Seiring berjalannya waktu, platform tersebut diklaim telah mengalami pertumbuhan positif dan sudah melakukan ekspansi kerja sama dengan institusi pendidikan di berbagai kota besar Indonesia.

Hingga saat ini, Mekari University sudah memiliki lebih dari 6000 pengguna dari berbagai kalangan dengan lebih dari 800 kelas.

Kepada DailySocial Head of Learning Centre Mekari Sally Devina Kie mengungkapkan, tingginya minat dan antusiasme peserta, ditambah dengan kondisi pandemi saat ini, mendorong Mekari University menghadirkan platform edukasi online secara khusus yang bisa diakses melalui web, dengan harapan bisa menjangkau lebih banyak peserta yang ingin mendapatkan edukasi komprehensif baik dari akademisi atau profesional.

“Di masa pandemi ini, kami melihat potensi besar dalam dunia teknologi pendidikan, namun sekarang kami masih membangun awareness dulu dan masih dengan semangat sepenuhnya untuk edukasi, bukan hanya untuk kalangan akademisi tapi professional juga,” kata Sally.

Konsep online learning yang menyasar UKM hingga perusahaan sudah banyak ditawarkan oleh beberapa startup saat ini. Bukan hanya pelatihan terkait dengan HR dan perpajakan, namun juga belajar hukum oleh Hukum Online hingga startup edutech B2B Codemi.

Targetkan segmen B2C dan B2B

Melalui Mekari University diharapkan bisa menjadi channel bagi Mekari untuk menyediakan platform edukasi online maupun berbagai program edukasi lainnya, yang bisa diakses dan dimanfaatkan oleh semua kalangan baik akademisi, profesional dan pemilik bisnis, juga para pengguna dari produk Mekari.

Untuk segmen B2C, saat ini terdapat berbagai kursus online yang bisa diakses secara gratis oleh peserta (akademisi, profesional dan lainnya) melalui platform. Ada juga kursus online berbayar yang bisa diakses oleh berbagai kalangan untuk tujuan sertifikasi di bidang penggunaan software.

Sementara untuk B2B, Mekari mengembangkan kerja sama dengan berbagai institusi pendidikan dan entitas usaha di Indonesia untuk menghadirkan seminar, workshop, sesi training to trainer, dan kelas sertifikasi software akuntansi Jurnal, software HRIS Talenta, dan software administrasi pajak Klikpajak yang berbasis cloud bagi kalangan akademisi maupun profesional.

Memasuki kuartal ke empat Mekari tengah mengupayakan untuk scale-up proses produksi kursus di dalam platform pembelajaran untuk menghadirkan konten berkualitas sebanyak-banyaknya guna menjangkau lebih banyak pengguna dan memenuhi ekspektasi mereka. Pilihan kursus yang diambil mayoritas pengguna dari berbagai kalangan merata di setiap topik, yaitu akuntansi, HR, perpajakan, manajemen dan software.

“Namun, memang spesifik mulai di Q4 ini, kami lebih menargetkan audience professional, di mana kami melihat semakin banyaknya kebutuhan course yang disajikan secara online di masa pandemi ini,” kata Sally.

Hukumonline Introduces E-Learning for Law Study

The portal for legal information and service provider Hukumonline recently showed its commitment to enter the edtech industry. Still surrounding their expertise, they released “Online Course Hukumonline” as an online legal learning service.

The delivery model is in the form of an online course, in which there is a learning management system that contains learning content on certain topics. Each material has been arranged systematically and contextually, consisting of 5-6 sessions with teaching methods through video-on-demand, practice questions, quizzes, and reading references.

Hukumonline’s Online Course also provides business packages for group purchases. Each paid material, access will be given for one year.

Hukumonline’s COO, Ramos Pandia said that currently there are still few learning platforms with legal subjects that offer competent instructors. This online course aims to strengthen Hukumonline as the most comprehensive technology-based legal learning center in Indonesia.

Hukumonline also collaborates with the Indonesian Law College Jentera in content development. The lecturers from the campus are also a resource in the courses provided. However, it is stated that the content does not refer to the curriculum, but rather to the expertise and experience of each teacher.

“We expect this platform to become an effective learning alternative for fellow practitioners and legal academics in Indonesia, therefore, distance is no longer a problem. With a relatively low cost, our hope is that it can reach all levels of society to become more lawful,” Ramos said.

E-Learning Belajar Hukum di Hukumonline
E-learning study legal on Hukumonline

On the other hand, law study material looks tough for many stages. However, Ramos is quite sure that along with the education that is being carried out, more and more people are interested in studying law. “Many people do not realize that everything in life almost certainly intersects the law. We are innovating to present the law in a way that is relevant and also easily understood by the public.”

Ramos continued, “We also see amid this pandemic the moment of distance learning becomes important, therefore, we present the materials needed for law students / fresh graduates to prepare themselves for the world of work. Meanwhile, for professionals or society in general, we also try to present important materials such as licensing for business entities, corporate criminal liability, the importance of delivering LKPM which in the future will be followed by other materials. ”

Releasing new products

Last February 2020, Hukumonline announced the Series A funding led by the Emerging Media Opportunity Fund. There was no mention of the nominal amount of funds obtained, but it was said that this additional capital would be focused on developing new products, one of which was boosting the “premium subscription” feature as the main business model.

Hukumonline recently released “Premium Stories”, a premium legal article service that is presented in a comprehensive manner, which can be used as a practical reference for legal professionals. “We present this service to help legal professionals to facilitate legal research, study certain legal issues while working from home,” explained Ramos.

In addition, Justika as a subsidiary in the field of online legal consulting platforms has also released a paid chat product. Not long ago, Justika’s services were also integrated into Bukalapak’s marketplace service in the Tanya Hukum product. Also conveyed, until the end of the year, Justika will focus on developing advanced products from chat, such as document services and negotiation assistance.

Meanwhile, another business unit Easybiz, which is a platform to help establish online businesses, also adds new services. One of them is a postal business license and a property trade intermediary license. “Easybiz will create a system to expand access so that more and more business actors throughout Indonesia receive assistance for processing Micro and Small Business Permits (IUMK). Starting from information gathering to payment, it will be integrated into this system,” concluded Ramos.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Hukumonline Rilis E-learning untuk Belajar Hukum

Portal penyedia informasi dan layanan hukum Hukumonline belum lama ini tunjukkan komitmennya untuk masuki ranah edtech. Masih seputar di seputar keahliannya, mereka merilis “Online Course Hukumonline” sebagai layanan pembelajaran hukum online.

Model penyampaiannya ala kursus online, di dalamnya terdapat learning management system yang berisi konten pembelajaran dengan topik-topik tertentu. Setiap materi telah disusun secara sistematis dan kontekstual, terdiri dari 5-6 sesi dengan metode ajar melalui video on-demand, latihan soal, kuis, dan referensi bacaan.

Online Course Hukumonline turut sediakan paket bisnis untuk pembelian secara berkelompok. Setiap materi yang dibayarkan, aksesnya akan diberikan selama satu tahun.

COO Hukumonline Ramos Pandia mengatakan, saat ini masih sedikit platform pembelajaran yang bertemakan hukum yang menghadirkan pengajar kompeten. Peluncuran online course ini sekaligus berambisi memantapkan Hukumonline sebagai pusat pembelajaran hukum berbasis teknologi paling lengkap di Indonesia.

Hukumonline juga bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera dalam pengembangan konten. Pengajar dari kampus tersebut juga turut menjadi narasumber dalam kursus yang disediakan. Kendati demikian disampaikan bahwa konten tidak mengacu pada kurikulum, melainkan pada keahlian dan pengalaman dari masing-masing pengajar.

“Kami berharap, platform ini dapat menjadi satu alternatif belajar yang efektif untuk rekan-rekan praktisi dan akademisi hukum se-Indonesia, sehingga jarak tidak lagi menjadi masalah. Dengan biaya yang relatif murah, harapan kami dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat agar semakin melek hukum,” tutur Ramos.

E-Learning Belajar Hukum di Hukumonline
E-Learning Belajar Hukum di Hukumonline

Di lain sisi, materi belajar hukum terlihat berat untuk banyak kalangan. Namun Ramos cukup yakin, bahwa seiring dengan edukasi yang dilakukan, makin banyak kalangan masyarakat yang tertarik untuk belajar hukum. “Masyarakat banyak yang tidak menyadari bahwa setiap hal dalam kehidupan hampir pasti bersinggungan dengan hukum. Kami berinovasi untuk menghadirkan hukum dengan cara yang relevan dan juga mudah dipahami oleh masyarakat.”

Ramos melanjutkan, “Kami juga melihat bahwa di tengah pandemi ini momen pembelajaran jarak jauh menjadi penting, sehingga kami menghadirkan materi yang dibutuhkan untuk mahasiswa/fresh graduate hukum untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja. Sementara itu, untuk profesional ataupun masyarakat pada umumnya kami juga berusaha untuk menyuguhkan materi yang penting seperti perizinan untuk badan usaha, pertanggungjawaban pidana korporasi, pentingnya penyampaian LKPM yang ke depannya akan disusul oleh materi lainnya.”

Terus rilis produk baru

Februari 2020 lalu, Hukumonline baru umumkan perolehan pendanaan seri A yang dipimpin Emerging Media Opportunity Fund. Tidak disebutkan nominal dana yang didapat, tapi disampaikan modal tambahan ini akan difokuskan untuk pengembangan produk baru, salah satunya menggenjot fitur “premium subscription” sebagai model bisnis utama.

Baru-baru ini juga Hukumonline merilis “Premium Stories”, layanan artikel hukum premium yang tersaji secara komprehensif, yang dapat digunakan sebagai referensi praktis bagi para profesional hukum. “Layanan ini kami hadirkan untuk membantu para profesional hukum untuk mempermudah riset hukum, mempelajari isu hukum tertentu selama bekerja dari rumah,” terang Ramos.

Selain itu, Justika sebagai anak usahanya di bidang platform konsultasi hukum online juga merilis produk chat berbayar. Belum lama ini, layanan Justika juga diintegrasikan ke layanan marketplace Bukalapak di produk Tanya Hukum. Turut disampaikan, hingga akhir tahun Justika akan berfokus kepada pengembangan produk lanjutan dari chat seperti misalnya layanan dokumen dan pendampingan negosiasi.

Sementara itu unit bisnis lainnya Easybiz, yakni platform untuk membantu pendirian bisnis secara online, juga menambah layanan baru. Salah satunya izin usaha pos dan izin perantara perdagangan properti. “Easybiz akan membuat sebuah sistem untuk memperluas akses agar makin banyak pelaku usaha di seluruh Indonesia mendapat bantuan pemrosesan Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK). Mulai dari pengumpulan informasi hingga pembayaran, akan terintegrasi di sistem ini,” tutup Ramos.

Application Information Will Show Up Here

Edtech Startup AyoBlajar is Officially Launched, Offering Online Classes and LMS

Pandemic has created opportunities among the many difficulties. Edtech is one of those opportunities. Ruangguru and Zenius were two that stood out during the Covid-19 hitting Indonesia.

Between the hegemony of the two edtechs, another new player appeared. This startup is called AyoBlajar. Operating since 2018, AyoBlajar was only registered as a company in July 2019. In fact, their application was only officially published on Friday, September 4, 2020.

In the launch event, AyoBlajar Fariz Isnaini Co-Founder & CEO said, AyoBlajar is an edtech platform that focuses on junior high and high school education levels. He reasoned that the two of them were chosen because at that level student interest began to appear.

AyoBlajar platform can be accessed on Android devices and websites. Like other edtech platforms, it relies on videos as a learning resource, test material and quizzes to hone student understanding. But beyond that, there are several things that differentiate AyoBlajar from other edtechs.

First is the Live Classes feature. This feature allows user students to attend certain classes in real time. There is also one-on-one mentoring that makes it easier for students to have further discussions about the subject matter. The AyoBlajar platform also provides a progress chart feature that allows parents to map students’ learning abilities.

However, what distinguishes AyoBlajar from other platforms is their feature called the Learning Management System (LMS). This feature is made to make it easier for schools to design teaching and learning activities online. COO & Co-Founder Audy Laksmana said, with this feature the school would not find it difficult to prepare materials or exams for their students.

“That’s why we created this Learning Management System so that schools can move the teaching and learning process from offline to online,” added Audy.

Between B2B and B2C

In terms of business model, AyoBlajar adopts two types, namely B2C and B2B. LMS aimed at schools is their B2B product. AyoBlajar set various prices for these products. According to Fariz, this was done due to the different abilities of schools. “But now we don’t charge fees to most [schools],” explained Fariz.

In fact, AyoBlajar is not the only one that has LMS products in Indonesia. Gredu, for example, has introduced itself as a platform that facilitates school teaching and learning activities online since January 2020. However, Fariz claims that the LMS in AyoBlajar offers flexibility that is not found in other platforms.

“What distinguishes our LMS from others is, our LMS has been integrated with online classes so that teachers can create and manage their own classes.”

While their B2C products are all aimed at students. The model they chose was a subscription fee. The cost is also broken down into more various depending on the features required by the user.

The path taken by AyoBlajar is somewhat different from most edtech in the country. Generally, edtech that has operated previously takes a focus between B2B and B2C. Working closely with all stakeholders in the country’s education ecosystem is the key to AyoBlajar in carrying out the two business models.

“AyoBlajar strengthens collaboration with various stakeholders who have the same vision, namely to improve education in Indonesia, with these collaborations AyoBlajar can compete in both B2B and B2C sides,” explained Fariz.

Target

AyoBlajar currently claims to have 13 thousand students and 23 schools registered on their platform. A pandemic situation that requires teaching and learning activities to be carried out online has created its own opportunities for AyoBlajar.

From a funding aspect, AyoBlajar has pocketed initial funding. However, they were reluctant to mention the nominal investment and investors who participated in the funding round.

Fariz targets their users to reach 100 thousand by the end of the year. In order to pursue this big target, AyoBlajar also offers access to subscribe to their content for free for the next month.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pengembangan Diri Jadi Pilihan Aktivitas di Tengah Pandemi

Data Google Trend Indonesia menunjukkan, pencarian kursus online, pelatihan online, dan workshop online tiba-tiba melonjak tajam sejak Maret 2020 hingga sekarang. Hal ini merupakan dampak dari pandemi. Masyarakat memilih di rumah saja dan memutuskan mengikuti kelas-kelas online untuk mengisi waktunya di rumah untuk meningkatkan kompetensi.

DailySocial bersama platform mobile survey JakPat melakukan survei ke 1447 responden untuk mengetahui aktivitas atau kegiatan yang paling banyak dilakukan masyarakat. Hasilnya kebanyakan melakukan pengembangan diri dengan mengikuti kursus atau pelatihan online.

Ada 59,7% dari total responden kami setidaknya pernah mengikuti kegiatan atau cara online untuk pengembangan diri di bidang hard skill, seperti belajar coding, belajar desain, dan hal lainnya. 51% di antaranya juga setidaknya mengikuti acara atau kegiatan yang berkaitan dengan hobi atau kesukaan mereka.

Tak hanya itu, pengembangan kepribadian juga menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan. Ada 43% dari total responden yang setidaknya pernah melakukannya satu kali, misalnya mengikuti kursus untuk perihal kepemimpinan, public speaking, dan semacamnya. Ada juga yang meluangkan waktu untuk belajar bahasa asing (35%).

Kebiasaan bertransaksi secara online memudahkan monetisasi di sektor ini. 42,5% responden rela merogoh kocek untuk mengikuti kegiatan online tersebut. Sisanya mengikuti acara yang diselenggarakan secara gratis. Mayoritas (44%) di antaranya mengalokasikan Rp50.000 hingga Rp100.000, per bulan untuk budget “belajar online”, sementara ada 11,3% yang bersedia mengalokasikan Rp250.000 hingga Rp500.000.

grafik jumlah per bulan

Peningkatan aktivitas pembelajaran online juga dilaporkan Udemy. Melalui sebuah laporan Udemy membagikan data mengenai peningkatan akses online learning mereka untuk berbagai macam jenis keterampilan, mulai dari copywriting, digital marketing, hingga bermain ukulele.

Udemy_Country_Topics

Ada banyak motivasi yang menjadi pendorong masyarakat untuk mengakses pembelajaran, seperti: kejenuhan akan rutinitas monoton di rumah, mencari keterampilan baru untuk mendapatkan peluang baru, mengeksplorasi hobi baru untuk mengisi aktivitas selama di rumah, dan (khusus untuk masyarakat Indonesia tertentu) kewajiban program kartu prakerja.

Dukungan teknologi dan akses yang mumpuni

Pada dasarnya kegiatan online tidak hanya terbatas pada pelatihan. Hiburan, diskusi, dan seminar pun banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia selama masa pandemi ini. Untungnya platform-platform pendukung yang mumpuni sudah hadir.

Loket, misalnya, pada periode April-Mei mengklaim berhasil mendapati 2000 event yang terdaftar di platform mereka. Capaian lainnya yang cukup masif adalah mereka berhasil menjual 5000 tiket untuk sebuah acara konser online. Peluang untuk event online dari sisi binis nyata adanya. Goers juga melakukan sejumlah penyesuaian dan terus meningkatkan layanan agar tetap menjadi tempat membeli tiket kegiatan online yang nyaman.

Dari seluruh responden kami yang bersedia membayar, Loket menjadi layanan penjualan tiket online yang paling sering digunakan. Ada 81% persen responden yang pernah membeli tiket di sana. Pilihan berikutnya adalah Eventbrite (25,8%), Goers (23,3%), dan Maimilu (22,8%).

graphic platform

Selain pembelian tiket, akses pembayaran pun sekarang serba gampang. Tak hanya melalui akun bank, tetapi juga melalui platform uang elektronik.

Tak harus langsung

Aktivitas yang dilakukan online masih belum bisa menggantikan pengalaman ketika diselenggarakan langsung. Kegiatan seperti konser musik, pertunjukan standup comedy, atau pertunjukkan seni lainnya tentu akan berbeda jika diselenggarakan langsung. Namun, untuk beberapa kegiatan, keberadaan teknologi bisa membuat semakin banyak pilihan. Contohnya belajar.

Dengan bantuan teknologi kini belajar tak perlu dilakukan langsung secara tatap muka. Fasilitas rekaman atau pendekatan video on demand membuat peserta yang ingin belajar bisa menyesuaikan waktunya masing-masing. Semua ini kembali ke pendekatan seperti apa yang diambil penyelenggara dan preferensi pengguna itu sendiri.

Beberapa platform populer, seperti YouTube, Zoom, dan Google Meet, banyak digunakan untuk aktivitas online semasa pandemi. Ada juga platform edtech, seperti Ruangguru, Udemy, Cakap, dan IndonesiaX yang digunakan untuk sarana belajar di rumah.

grafik layanan

Momentum berbagai industri

Dari sisi konsumen/masyarakat, sesungguhnya dorongan untuk belajar online atau menikmati hari secara online semakin meningkat. Menurut hasil survei, 40% responden sangat ingin melakukan kegiatan atau aktivitas online dan 39% cukup ingin.

Tren aktivitas online di masyarakat membuka peluang baru di berbagai lini industri. Beberapa hal yang bisa dieksplorasi lebih jauh antara lain pengelolaan tiket online, platform video conference yang sederhana namun memiliki kualitas baik, platform workshop yang interaktif, dan platform pembelajaran dengan sejumlah fitur integerasi dan kolaborasi.

Strategi Monetisasi Startup Edtech MejaKita dengan Dompet Digital Besutannya

Selama kurang lebih empat tahun beroperasi, Mejakita startup yang menawarkan konsep peer tutoring bagi pelajar Indonesia, menegaskan komitmen mereka untuk semakin berkiprah dalam meningkatkan kualitas pendidikan tanah air. Hal ini ditunjukkan dengan pengembangan fitur serta strategi monetisasi yang mulai diterapkan di bulan Juni 2020.

Aktsa Efendy selaku Founder & CEO MejaKita turut menyampaikan, “Sebelumnya MejaKita tidak menuangkan kampanye pemasaran apapun dalam skala besar, betul-betul hanya hidup dari dana bootstrap untuk membangun branding terlebih dulu, sembari para founder menggodok model bisnis, brand DNA, serta product offerings yang solid.”

Di masa pandemi ini, perusahaan melihat potensi besar dalam dunia teknologi pendidikan. MejaKita menyediakan materi pembelajaran untuk pelajar SD s/d SMA secara gratis, disertai ribuan catatan yang sudah diunggah oleh murid-murid di komunitas pelajar di seluruh Indonesia.

Penyajian materi dilakukan secara tematis dan dilengkapi forum diskusi yang bisa dimanfaatkan untuk tanya jawab. MejaKita mendukung siswa yang harus belajar di rumah untuk tetap dapat berdiskusi PR, soal dan tugas, serta berbagi catatan dan materi pembelajaran lainnya

Sejak Juni 2020,  MejaKita mulai mencatat kenaikan traksi yang signifikan. Sampai saat ini sudah ada 1300+ pengguna premium serta 12.000+ murid terdaftar dari 223 kota dalam tiga bulan terakhir. Tercatat kenaikan rata-rata pengguna sebesar 22% serta MAU yang mencapai 16%-20% per bulan. Hal ini diimbangi dengan dengan kenaikan traffic yang signifikan hingga 700.000+ unique traffic per bulan.

Analisis pasar

Dari segi konsep, MejaKita mengaku bahwa mereka tidak bersaing secara langsung dengan kebanyakan platform edtech di Indonesia.

“Dari awal, value proposition kami memang bukan untuk head-to-head dengan bimbingan belajar, baik offline maupun online. Sebagai P2P learning solution, tujuan kami adalah membantu murid-murid Indonesia supaya dapat terhubung dan berkolaborasi dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari. Jadi, lain dari bimbingan belajar yang kebutuhannya bersifat musiman, kami berniat membantu mendukung kebutuhan murid-murid yang bersifat daily & spontaneous.” pungkas Aktsa.

Dengan konsep yang sedikit berbeda dengan kebanyakan pemain edtech di Indonesia, MejaKita mencoba menangkap pasar pendidikan yang lebih spesifik. Target utama mereka adalah siswa/i di kelas 12 SMA yang mengejar jenjang pendidikan lebih tinggi di universitas. Berdasarkan data analisis pasar mereka, terdapat potensi pengguna sejumlah 4,8 juta di jenjang SMA serta lebih dari 700 ribu dari mereka mengikuti seleksi masuk universitas di Indonesia.

Sementara itu, untuk menyasar pasar yang lebih luas, MejaKita mencatat total market sebesar 40,5 juta yang bisa dijangkau serta 11,9 juta pengguna potensial. Mereka adalah pelajar dari setiap jenjang pendidikan yang memiliki tujuan jangka panjang di bidang akademik.

Platform ini sendiri terbuka bagi siapa saja yang ingin berdiskusi ataupun berkontribusi. Di dalamnya juga terdapat fitur Community Safety Net, pengguna bisa memberi vote dan flag pada konten yang tersedia. Validasi dari komunitas ini yang kemudian akan dijadikan rekomendasi bagi para pengguna terkait. Di sinilah aspek data-driven bekerja, untuk menghubungkan mereka yang butuh diskusi mengenai materi yang sulit dengan kontributor yang memiliki keahlian di bidang terkait.

Skema monetisasi

Dengan berbagai fitur berbasis data dan konsep peer-to-peer learning yang ditawarkan, MejaKita kini menerapkan skema berbayar dalam platform mereka. Ada beberapa paket berlangganan yang ditawarkan mulai dari 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. Semakin lama paket yang diambil, semakin murah biaya per bulan, mulai dari 20 ribu Rupiah.

Dalam skema berbayar ini, MejaKita mengelola dompet digital sendiri yang dinamakan MejaKocek dengan MejaKoin & MejaKash sebagai mata uang. 1 MejaKoin sama dengan IDR 20, sementara 1 MejaKash senilai dengan IDR 2 atau 1 MejaKoin.

Dengan sistem mata uang digital ini, pengguna bisa berlangganan untuk bisa menggunakan fitur di MejaKita, contohnya dalam membeli paket soal try out, menyampaikan pertanyaan, membaca catatan, dst. Sementara itu, kontributor dalam platform akan mendapatkan dividen dalam bentuk MejaKash, yakni 80% dari tiap transaksi MejaKoin yang ada.

“Target kami adalah untuk bisa menjangkau 6,000+ active premium subscribers per bulan untuk bisa mencapai breakeven point dengan harapan besar untuk bisa mencapai traffic rata-rata per kuartal melebihi 1 juta. Keduanya, jika berjalan lancar, akan menjadi bekal kami untuk bisa closing seed round dan seterusnya mengembangkan produk serta jangkauan pasar kami di Indonesia dan regional,” tutup Aktsa.

Application Information Will Show Up Here