Tesla Roadster Generasi Kedua Adalah Mobil Produksi Tercepat di Dunia

Selain memperkenalkan truk elektrik bernama Semi, Tesla dalam kesempatan yang sama juga mengungkap suksesor dari mobil pertamanya, Roadster. Pengumuman ini terbilang mengejutkan mengingat Roadster orisinil yang diluncurkan pertama kali di tahun 2008 dimaksudkan sebagai pembuktian oleh Tesla bahwa mobil elektrik tidak selamanya jelek dan lamban – Tesla sudah tidak perlu membuktikannya lagi.

Setelah berhenti memproduksi Roadster di tahun 2012, Tesla mulai mengalihkan fokusnya ke Model S, yang bisa dibilang merupakan produk yang berhasil mengangkat nama Tesla ke titik ini. Dari situ rupanya tidak sedikit konsumen yang berharap Tesla bakal mengembangkan suksesor Roadster, dan harapan mereka pun akhirnya terkabul.

Tesla Roadster 2

Tesla Roadster generasi kedua mengadopsi desain yang lebih futuristis. Masih berwujud convertible dengan atap kaca yang dapat dibuka-tutup, Roadster pantas menyandang gelar supercar meski dilihat dari sudut manapun. Dan sebagai supercar, ia tentunya harus memiliki performa di atas rata-rata.

Pada kenyataannya, Roadster generasi baru ini diklaim sebagai mobil produksi tercepat yang pernah ada. 0 – 100 km/jam ia lahap dalam waktu 1,9 detik saja, menjadikannya lebih cepat dari kebanyakan mobil Formula 1 sekaligus mobil produksi pertama yang mampu menembus angka di bawah 2 detik perihal akselerasi.

Tesla Roadster 2

Sebagai perspektif, Tesla Model S saja sebenarnya sudah bisa mengalahkan berbagai model Ferrari dan Lamborghini untuk urusan akselerasi. Jadi bisa Anda bayangkan sendiri segila apa tarikan Roadster baru ini.

Kecepatan maksimumnya melebihi angka 400 km/jam, hampir menyamai Bugatti Chiron. Semua ini berkat tiga motor elektrik (satu di depan dan dua di belakang) yang sanggup menghasilkan torsi sebesar 10.000 Nm.

Tesla Roadster 2

Performanya gila, efisiensi dayanya lebih gila lagi. Tesla membenamkan baterai berkapasitas 200 kWh pada mobil berpenggerak empat roda ini. Alhasil, dalam satu kali charge ia mampu menempuh jarak 1.000 kilometer. CEO Tesla, Elon Musk, bilang bahwa ini pertama kalinya mobil produksi bisa menempuh jarak sejauh itu.

Yang cukup unik, Roadster yang berpintu dua ini rupanya mengemas dua jok ekstra berukuran kecil di belakang. Lalu mengingat tidak ada mesin yang menghuni salah satu kapnya, Roadster unggul dalam hal akomodasi kargo dibanding supercar lainnya.

Tesla rencananya bakal mulai memproduksi Roadster generasi kedua ini mulai tahun 2020. Harganya dipatok $200.000, dan konsumen yang tertarik memesan harus membayar $50.000 di muka. Buat yang sudah benar-benar tidak sabar dan ingin menjadi salah satu dari seribu pemilik pertama Roadster baru, mereka bisa mengeluarkan biaya sebesar $250.000 sekaligus membayarnya di muka.

Sumber: Wired dan Tesla.

Tesla Resmi Perkenalkan Truk Bermesin Elektriknya, Semi

Sempat mundur dari jadwal peluncuran aslinya, truk bermesin elektrik perdana Tesla akhirnya resmi diperkenalkan. Daimler boleh mencuri start dengan E-Fuso Vision One, akan tetapi truk bernama Tesla Semi ini masih menyimpan sejumlah kejutan untuk menciptakan daya tarik tersendiri.

Yang pertama tentu saja adalah desainnya. Eksterior Tesla Semi tampak seperti truk yang ada di film-film sci-fi. Serat karbon menjadi material yang mendominasi, dan Tesla mengklaim bahwa aerodinamika Semi bahkan lebih baik ketimbang sejumlah mobil sport. Ini penting demi memaksimalkan efisiensi energi.

Tesla Semi

Memasuki kabinnya, Anda bakal disambut oleh pemandangan yang tidak biasa. Joknya diposisikan di tengah, persis seperti supercar McLaren F1. Sepasang layar sentuh 15 inci mengapit lingkar kemudi, dan dari sinilah pengemudi bisa mengendalikan beragam fungsinya – sama kasusnya seperti di Tesla Model 3 – mulai dari mengakses panduan navigasi sampai urusan pendataan.

Berkat moncong depan yang vertikal, pengemudi Tesla Semi bisa langsung melihat jalanan dari atas jok tanpa kesulitan. Di belakang jok utamanya terdapat satu jok ekstra yang bisa dilipat ketika sedang tidak digunakan. Penumpang lain pun juga bisa berdiri di dalam kabin mengingat tinggi Semi mencapai 2 meter.

Tesla Semi

Mengingat ini Tesla yang kita bicarakan, performa dan efisiensi energi adalah aspek lain yang patut mendapat sorotan. Berbekal empat motor elektrik yang diestimasikan sanggup menyemburkan daya sebesar 1.000 hp, Semi mencatatkan waktu 5 detik saja untuk mencapai kecepatan 100 km/jam dari posisi berhenti.

Lalu ketika sedang menggotong kargo seberat 36 ton, Semi masih bisa mencatatkan waktu 20 detik untuk 0 – 100 km/jam. Sebagai perbandingan, Daimler sama sekali tidak mengungkapkan akselerasi ataupun metrik performa lain saat memperkenalkan truk elektriknya.

Tesla Semi

Soal baterai, Tesla tidak merincikan berapa besar kapasitasnya, namun yang pasti modul baterai ini mengambil ruang setinggi hampir satu meter dari roda depan sampai roda belakangnya. Dalam satu kali charge, Semi diestimasikan bisa menempuh jarak sejauh 800 kilometer.

Lebih istimewa lagi, charging selama 30 menit bisa menyuplai daya yang cukup untuk menempuh jarak 640 km. Tesla menyebut teknologi ini dengan istilah Megacharger, mengindikasikan superioritasnya dibandingkan Supercharger yang diadopsi Model S dan Model X.

Tesla Semi

Tesla tidak lupa menyematkan sistem Enhanced Autopilot sebagai opsi standar pada setiap unit Semi. Dengan memanfaatkan radar, kamera dan sederet sensor lainnya, Semi siap mengemudikan dirinya sendiri selagi melintasi jalan tol – belum sepenuhnya otomatis, tapi pasti sangat membantu mengingat rute truk kelas berat umumnya banyak melibatkan jalan bebas hambatan.

Kapan truk ini bakal mengaspal? Tesla berjanji akan memulai tahap produksi massalnya pada tahun 2019. Banderol harganya masih belum diketahui, tapi konsumen yang tertarik bisa membayar biaya reservasi sebesar $5.000 mulai sekarang.

Sumber: Wired dan Tesla.

Truk Sudah, Daimler Kini Pamerkan Bus Sekolah Elektrik

Bulan lalu, Daimler mencuri start dari Tesla dengan mengungkap prototipe truk bermesin elektrik perdananya, E-Fuso Vision One. Namun korporasi asal Jerman itu tampaknya belum puas memangkas emisi karbon hanya dengan satu kendaraan besar saja. Truk sudah, kini giliran bus yang dielektrifikasi.

Yang unik adalah, bus ini bukan sembarang bus, melainkan bus sekolah yang diproduksi oleh anak perusahaan Daimler, Thomas Built Buses. Dinamai Jouley, penampilannya tidak jauh berbeda dari bus sekolah pada umumnya, tapi ketika Anda buka kap mesinnya, Anda hanya akan menemukan kekosongan.

Berbekal baterai berkapasitas 100 – 160 kWh, Jouley sanggup menempuh jarak sejauh 160 km selagi menggotong 81 murid sekolah dalam satu kali charge. Andai diperlukan, pihak operator bisa meningkatkan jarak tempuhnya dengan menambahkan baterai ekstra.

Thomas Built Buses Jouley

Lebih istimewa lagi, Thomas Built Buses membayangkan ke depannya bus ini bisa berperan sebagai generator listrik dadakan ketika jaringan listrik di sekolah mengalami kendala. Untuk sekarang, setidaknya semua murid yang menumpang di dalamnya bisa mengisi ulang ponsel ataupun laptop-nya lewat deretan port USB yang tersedia.

Elektrifikasi merupakan topik penting dalam perkembangan terkini industri otomotif. Bus sekolah merupakan kandidat yang sangat ideal untuk menjalani proses elektrifikasi, mengingat kendaraan tersebut umumnya hanya menempuh rute yang pendek dan punya waktu berhenti yang cukup lama untuk diisi ulang baterainya.

Selain Thomas Built Buses dengan bus sekolahnya, anak perusahaan lain Daimler baru-baru ini juga mengumumkan bahwa mereka bakal segera memulai tahap produksi bus elektriknya. Siapa lagi kalau bukan Mercedes-Benz dengan salah satu model bus terlarisnya, Citaro?

Sumber: Engadget dan Thomas Built Buses.

Bermesin Elektrik, Navya Autonom Cab Adalah Taksi Tanpa Sopir dengan Layanan Mirip Uber

Ada sebuah minivan unik yang lalu-lalang di jalanan kota Paris pada tanggal 7 November kemarin. Unik karena minivan tersebut hanya diisi oleh penumpang saja. Jangankan sopir, kokpit berisikan lingkar kemudi serta pedal gas dan rem pun sama sekali tidak kelihatan di minivan tersebut.

Minivan yang dimaksud adalah Autonom Cab hasil karya spesialis teknologi kemudi otomatis asal Perancis bernama Navya. Mereka melihat kendaraan bermesin elektrik murni ini sebagai solusi atas berbagai tantangan yang muncul terkait mobilitas urban di era modern.

Navya Autonom Cab

Kabinnya sanggup mengakomodasi hingga enam penumpang yang duduk saling berhadapan, dan seperti yang saya bilang, Navya tidak menyisakan ruang di depan untuk ditempati oleh pengemudi. Deretan sensor – 10 Lidar, 6 kamera, 4 radar, 2 antena GNSS dan 1 inertial measurement unit (IMU) – memungkinkan Autonom Cab untuk bernavigasi di kawasan urban dengan sendirinya.

Navya memutuskan untuk mengembangkan sistem pemetaannya sendiri yang komprehensif sekaligus presisi untuk digunakan pada Autonom Cab. Kecepatan maksimumnya diklaim mampu mencapai angka nyaris 90 km/jam, namun kecepatan rata-ratanya hanya berkisar 50 km/jam ketika berada di kawasan padat penduduk.

Navya Autonom Cab

Label “Cab” pada namanya sendiri mengindikasikan penggunaannya sebagai transportasi umum, atau lebih tepatnya taksi. Di sini Navya memilih cara kerja yang serupa dengan Uber maupun transportasi online lainnya: pengguna tinggal membuka aplikasi dan memesan Autonom Cab, hanya saja di sini tidak akan ada seorang sopir yang menyambut pengguna layanan.

Kalau semuanya berjalan sesuai rencana, Navya Autonom Cab beserta layanan on-demand-nya bakal mulai beroperasi pada kuartal kedua tahun 2018. Tentu saja keberadaannya juga sangat bergantung pada lampu hijau regulasi setempat.

Sumber: Business Wire.

Ford Ciptakan Topi Spesial untuk Mencegah Pengemudi Truk Tertidur

Kita semua tahu bahwa tertidur selagi mengemudi adalah salah satu penyebab terbesar kecelakaan lalu lintas. Faktornya bisa bermacam-macam, tapi salah satu yang paling umum adalah sopir yang kelelahan, apalagi kalau yang sudah mengemudi selama berjam-jam.

Berbagai cara telah ditempuh oleh pabrikan untuk membantu mencegah pengemudi tertidur selagi menyetir. Salah satu yang terbaru adalah Ford, yang mengembangkan sebuah topi spesial bernama SafeCap. SafeCap dirancang secara khusus untuk mencegah pengemudi truk tertidur dengan memberikan bermacam peringatan.

Berbekal accelerometer dan gyroscope, SafeCap dapat mendeteksi kepala pengguna yang terantuk-antuk, lalu memberikan peringatan dalam bentuk getaran, suara maupun kedipan cahaya. Ford bilang bahwa micro processor yang tertanam di dalam SafeCap dapat membedakan antara gerakan kepala biasa dan yang tidak disengaja akibat mengantuk.

Proyek ini dikembangkan bersama sebuah agensi kreatif di Brasil untuk merayakan 60 tahun kiprah Ford memproduksi truk di negara tersebut. Seperti ranjang bayi Max Motor Dreams yang sebelumnya Ford umumkan, produk ini pada dasarnya merupakan sebuah materi promosi, tapi tidak menutup kemungkinan Ford bakal memproduksinya apabila ada demand yang cukup tinggi dari konsumen.

Untuk sekarang, Ford SafeCap masih diuji di Brasil saja, akan tetapi Ford juga berencana untuk memberikan jatah uji coba pada sejumlah negara lain.

Sumber: Fast Company.

Daimler Pamerkan Prototipe Truk Bermesin Elektrik, E-Fuso Vision One

November mendatang, Tesla dikabarkan bakal mengungkap prototipe truk elektrik bernama Semi berdasarkan janji Elon Musk sendiri. Namun sebelum itu terjadi, Daimler selaku pemegang saham terbesar brand truk Mitsubishi Fuso tampaknya sudah gatal untuk mencuri start.

Di ajang Tokyo Motor Show, korporasi asal Jerman itu pun memperkenalkan E-Fuso Vision One, sebuah prototipe truk kelas berat bermesin elektrik. E-Fuso diklaim sanggup menempuh jarak sejauh 350 kilometer selagi mengangkut kargo seberat 11 ton sebelum baterainya perlu diisi ulang.

Menurut Daimler, selisih kapasitas angkut E-Fuso hanya terpaut 2 ton saja dibanding model yang setara yang bermesin diesel. Hal ini dikarenakan E-Fuso juga harus menggotong modul baterai berkapasitas 300 kWh dengan bobot yang pastinya tidak ringan. Sebagai perspektif, baterai 85 kWh yang tertanam pada Tesla Model S memiliki bobot sekitar 540 kg.

E-Fuso Vision One

Selain mendahului Tesla, Daimler pada dasarnya juga ingin membuktikan bahwa pabrikan lain pun sanggup menciptakan truk elektrik dengan efisiensi dan jarak tempuh yang tak kalah dari Tesla Semi. Truk elektrik garapan Tesla itu sendiri diklaim mampu menempuh jarak sekitar 320 sampai 480 km, tergantung jumlah kargo yang dibawanya.

Tentu saja kita masih harus menunggu pengumuman resmi dari Tesla untuk bisa membandingkan keduanya. Perlu dicatat juga, Tesla dilaporkan berniat menyisipkan kapabilitas kemudi otomatis pada truk elektriknya nanti. Elemen ini cukup krusial mengingat jalur yang ditempuh truk kelas berat biasanya banyak melibatkan jalan bebas hambatan.

Daimler sejauh ini belum mengumumkan estimasi harga untuk E-Fuso. Namun demikian, baik Daimler dan Tesla sama-sama masih membutuhkan beberapa tahun untuk bisa mengaspalkan truk elektriknya masing-masing selagi menunggu lampu hijau regulasi dan kesiapan infrastruktur.

Sumber: Bloomberg dan Daimler.

Sistem Audio Ini Tidak Melibatkan Speaker Sama Sekali Guna Memangkas Bobot Mobil

Penggunaan material seperti serat karbon selama ini menjadi salah satu solusi andalan pabrikan otomotif untuk memangkas bobot mobil yang dikembangkannya. Namun menurut pemasok komponen otomotif asal Jerman, Continental, cara lain bisa dengan merombak sistem audio dalam mobil.

Buah pemikiran mereka adalah sistem audio bernama Ac2ated Sound. Tidak seperti sistem audio pada umumnya, Ac2ated sama sekali tidak melibatkan speaker. Sebagai gantinya, suara justru disalurkan melalui permukaan interior, kurang lebih dengan cara kerja yang sama seperti biola.

Kunci dari sistem rancangan Continental ini adalah beberapa actuator yang disembunyikan di balik panel interior. Komponen berukuran kecil ini pada dasarnya mirip seperti inti dari sebuah speaker, dan tugasnya adalah menghasilkan getaran kecil untuk kemudian disebarkan lewat permukaan interior.

Ac2ated Sound

Continental bilang kalau sistem ini bisa bekerja tanpa perlu mengganti panel interior dengan material khusus. Yang paling krusial justru adalah penempatannya. Sebagai contoh, actuator yang disembunyikan di balik pilar A diyakini ideal untuk menghasilkan frekuensi tinggi, sedangkan panel instrumen dan pintu untuk frekuensi sedang, lalu langit-langit kabin untuk frekuensi rendah.

Continental juga bilang pengalaman yang disuguhkan cukup mirip dengan berada di ruangan besar. Kendati demikian, sistem ini tidak luput dari potensi masalah, seperti misalnya ketika penumpang menyandar ke pintu, yang bisa berakibat pada suara yang teredam.

Namun manfaat utama dari Ac2ated Sound adalah bagaimana sistem ini dapat memangkas sekitar 90% bobot sistem audio tradisional. Hal ini dinilai penting buat pabrikan yang menggarap mobil elektrik, yang umumnya harus mengalokasikan cukup banyak porsi bobot mobil untuk modul baterai.

Continental memang masih memerlukan beberapa tahun lagi untuk mematangkan teknologi ini. Namun mereka berencana untuk mendemonstrasikannya di ajang CES pada awal tahun depan.

Sumber: Wards Auto dan Continental.

Brata Rafly Ditunjuk Jadi CEO Oto.com

Portal otomotif Oto.com resmi menunjuk Brata Rafly sebagai CEO untuk operasional bisnis di Indonesia. Sebelumnya Brata menjabat sebagai CEO Dimo dan mengundurkan diri pada awal bulan Juni lalu. Oto.com sendiri mengukuhkan operasionalnya di Indonesia sejak dua tahun yang lalu, bekerja sama dengan KMK Online (EMTEK). Diklaim, saat ini sudah ada sekitar 3,4 juta pengguna bulanan yang membeli dan menjual mobil/motor baru.

Sistem jual beli yang dilakukan menggunakan pendekatan konten dan advokasi netral. Salah satu tujuan Oto.com ialah membantu konsumen memilih kendaraan yang tepat, sekaligus menghubungkan konsumen dengan dealer atau jasa pembiayaan yang sesuai. Untuk portal jual beli mobil sendiri di Indonesia sudah ada beberapa, misalnya RajaMobil, Garasi.id dan lain sebagainya.

“Saya senang bisa bergabung dengan Oto.com. Dengan dukungan teknologi dan pengalaman di bidang teknologi otomotif dari tim manajemen GirnarSoft, serta strategi pemasaran yang telah terbukti selama lebih dari 10 tahun di India, kami yakin dapat mereplikasi kesuksesan GirnarSoft di Indonesia untuk Oto.com menjadi portal otomotif yang terlengkap di Indonesia,” tutur Brata menanggapi penunjukannya.

Soal penunjukan Brata, Amit Jain selaku Co-Founder & CEO GirnarSoft (perusahaan pengusung Oto.com) mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan negara tujuan investasi strategis bagi perusahaannya.

“Penunjukan Brata Rafly merupakan bentuk komitmen kami dalam memberikan layanan terbaik untuk konsumen di Indonesia. Visi, kemampuan untuk menghadapi risiko, kegemaran terhadap produk internet serta optimisme yang tinggi dari Brata membuat dirinya sangat cocok untuk memimpin brand yang sedang berkembang pesat seperti Oto.com. Maka dari itu, Brata kami tunjuk menjadi CEO pertama untuk Oto.com di Indonesia,” sambut Jain.

Jain melanjutkan, “Di bawah kepemimpinannya, kami harap Oto.com akan berkembang dalam membangun ekosistem yang lengkap bagi konsumen dan produsen mobil, dealer, jasa pembiayaan dan bisnis-bisnis terkait, untuk menjadikan Oto.com sebagai portal otomotif terlengkap di Indonesia.”

Sebagai informasi, GirnarSoft selaku perusahaan induk Oto.com didukung oleh investor seperti Google Capital, Sequoia Capital, Hillhouse Capital dan Tybourne Capital. Perusahaan induk ini juga menjalankan portal otomotif lain di berbagai negara seperti CarDekho.com, ZigWheels.com dan Gaadi.com. Di Indonesia, porsi kepemilikan Oto.com 70% dimiliki oleh GirnarSoft dan 30% dimiliki oleh KMK Online.

Application Information Will Show Up Here

Tesla Model 3 Murni Andalkan Layar Sentuh untuk Mengendalikan Beragam Fungsinya

Tesla Model 3 bisa jadi merupakan mobil elektrik paling minimalis yang pernah dibuat Elon Musk dkk. Bukan karena harganya lebih murah dan fitur-fiturnya lebih terbatas dibanding Model S, tapi karena hampir semua fungsinya dikendalikan secara digital.

Seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di atas, dashboard Model 3 benar-benar cuma dihuni oleh layar sentuh 15 inci. Model S dan Model X memang juga dilengkapi layar sentuh besar, tapi setidaknya kedua mobil itu masih punya panel instrumen di balik setir.

Tombol dan tuas merupakan pemandangan langka di kabin Model 3. Bahkan untuk membuka laci dashboard-nya saja pengemudi harus melakukannya lewat layar sentuh tersebut. Hal yang sama juga berlaku untuk mengaktifkan wiper, sistem pendingin dan masih banyak lagi.

Tentunya Tesla harus menciptakan user interface yang intuitif untuk bisa menggantikan peran tombol dan tuas konvensional. Dalam video di bawah yang diambil di salah satu showroom Tesla, kita bisa melihat seperti apa cara kerja layar sentuh masif milik Model 3.

Tampilannya dibagi menjadi dua: sebelah kiri yang lebih kecil menampilkan indikator gigi, baterai, serta tombol untuk mengaktifkan wiper di bawah; sedangkan sebelah kanannya bersifat dinamis dan berubah-ubah mulai dari panduan navigasi, pemutar musik sampai menu pengaturan, sesuai dengan tab yang aktif di bagian bawah layar.

Karena berbasis software, ke depannya fungsionalitasnya dapat ditambah atau ditingkatkan dengan mudah melalui update. Di sisi lain, karena berbasis software, pengguna mungkin butuh waktu lebih lama untuk beradaptasi – bahkan karyawan Tesla sendiri yang ada dalam video di atas mengaku butuh waktu untuk mempelajarinya.

Sumber: The Verge dan Jalopnik.

Ford Gunakan HoloLens untuk Mempercepat Proses Desain Mobilnya

Meski teknologinya belum benar-benar matang, mixed reality headset macam Microsoft HoloLens menyimpan banyak potensi, terutama di tangan para kreator. Hal ini telah dibuktikan oleh Ford, yang ternyata sudah memanfaatkan HoloLens selama setahun terakhir dalam upaya mempercepat proses desain mobil-mobilnya.

Merancang mobil pastinya membutuhkan banyak tahap. Umumnya berawal dari sketsa 2D, kemudian dikembangkan menjadi model 3D, dan pada akhirnya dibuatlah mockup fisik dari tanah liat dengan skala sebenarnya. Selain membutuhkan biaya cukup besar, metode tradisional seperti ini sangatlah memakan waktu.

Efisiensi waktu sangatlah penting, apalagi kalau tim desainer hanya ditugaskan untuk merancang iterasi baru yang misalnya, memiliki bentuk grille yang berbeda. Ketimbang harus membuat mockup fisik berkali-kali untuk setiap iterasi, mereka dapat membuat satu mockup fisik lalu mengerjakan iterasinya secara digital dengan bantuan HoloLens.

Tim desainer Ford dan HoloLens

Dengan HoloLens, tim desainer dapat memproyeksikan berbagai macam iterasi desainnya langsung di atas mockup fisik yang dibuat. Berbagai macam eksperimen dapat dilakukan secara lebih leluasa, dan ini hanya memakan waktu dalam hitungan jam ketimbang hari seperti ketika masih mengandalkan mockup fisik saja.

Di samping itu, HoloLens juga memungkinkan kolaborasi antara tim desainer dan engineering secara lebih efektif dan tanpa risiko kebocoran informasi. Evaluasi berbagai elemen desain dan dampaknya terhadap fungsionalitas dapat langsung dilakukan secara real-time antara kedua tim tanpa harus memakan waktu berhari-hari.

Kesuksesan HoloLens dan tim desainer Ford ini menginspirasi sang pabrikan mobil asal AS untuk memperluas penggunaan mixed reality headset itu di lebih banyak divisinya. Ke depannya, generasi baru HoloLens yang dibekali integrasi kecerdasan buatan pasti akan semakin memaksimalkan potensinya di bidang profesional.

Sumber: Microsoft.